• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Kemampuan Menulis Puisi

a. Pengertian Menulis

Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting. Henry Guntur Tarigan (2008: 21) menjelaskan menulis atau mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami pembaca. Suparno dan M. Yunus (dalam St. Y. Slamet, 2009: 96) mendefinisikan menulis adalah kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat medianya.

St. Y. Slamet (2009: 96) menyatakan bahwa menulis itu bukan hanya melahirkan pikiran atau perasaan saja, melainkan juga merupakan pengungkapan ide, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman hidup seseorang dalam bahasa tulis. Menulis menurut Yant Mujiyanto, Budhi Setiawan, Purwadi, dan Edy Suryanto (2000: 63) adalah menyusun buah pikiran dan perasaan atau data informasi yang diperoleh menurut organisasi penulisan sistematis, sehingga tema karangan yang disampaikan sudah dipahami pembaca.

Rass (2008) mengatakan “writing is especcially difficult for nonnative

speakers because they are expected to create written products that demonstratte mastery of all the aforementioned issues in a new langguage”.

Gharth (2002) mengatakan “writing is a complex proccess that allows writter

to explore thoughts and ideas, and make them visible and concrete”. Kedua pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa kegiatan menulis merupakan kegiatan yang tidaklah mudah (asal-asalan), tetapi merupakan kegiatan yang bermakna karena merupakan hasil dari pikiran manusia.

Kemampuan menulis merupakan kemampuan untuk menuangkan ide atau gagasan melalui lambang grafik yang teratur sehingga dapat dipahami

commit to user

orang lain yang membacanya. Kemampuan menulis termasuk dalan empat aspek berbahasa yang harus dikuasai siswa. Untuk memperoleh kemampuan menulis yang baik, perlu keseimbangan isi, organisasi tulisan, tujuan, kosa kata, ejaan, dan berbagai hal pendukung lainnya. Beberapa hal tersebut tidak hanya berlaku untuk jenis tulisan nonsastra, tetapi juga berlaku untuk tulisan sastra tidak terkecuali puisi.

Menulis menurut Sabarti Akhadiah, Maidar G. Arsjad, dan Sakura H. Ridwan (1996: 2-5) merupakan suatu aktivitas yang berproses. Sebagai proses, menulis terdiri dari serangkaian aktivitas yang terjadi dan melibatkan beberapa fase. Fase menulis dibagi menjadi fase prapenulisan (persiapan), penulisan (pengembangan isi karangan), dan pascapenulisan (telah dan revisi atau penyempurna tulisan).

Fase-fase penulisan di atas hendaknya tidak dipahami sebagai langkah penulisan yang secara kaku dengan batas yang jelas. Urutan dan batas antarfase itu sangat luwes bahkan dapat tumpang tindih, maksudnya sewaktu menulis sangat mungkin melakukan aktivitas yang terdapat pada setiap fase selama bersama.

Menulis merupakan aktivitas yang memang kompleks. Dari kegiatan menulis kita dapat memperoleh banyak hal yang baik. Lasa Hs (2005: 23-28) menjelaskan enam manfaat kegiatan menulis, yaitu: (1) memperoleh keberanian; (2) menyehatkan kulit wajah; (3) membantu memecahkan masalah; (4) membantu untuk memperoleh dan mengingat informasi; (5) mengatasi trauma; dan (6) menjernihkan pikiran.

Senada dengan pendapat di atas, St. Y. Slamet (2009: 104) menjelaskan manfaat yang diperoleh seseorang dari kegiatan menulis. Manfaat tersebut antara lain: (1) meningkatkan kecerdasan; (2) mengembangkan daya inisiatif dan kreativitas; (3) menumbuhkan keberanian; dan (4) mendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi.

commit to user

b. Pengertian Puisi

Henry Guntur Tarigan (1984: 4) mengungkapkan bahwa kata “puisi”

berasal dari bahasa Yunani, yang juga dalam bahasa Latin poietes (Latin

poeta). Mula-mula artinya pembangun, pembentuk, pembuat. Arti yang

mula-mula ini lama kelamaan semakin dipersempit ruang lingkupnya menjadi hasil seni sastra, yang kata-katanya disusun menurut syarat-syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak dan kadang-kadang kata-kata kiasan. Dalam

bahasa Inggris padanan kata puisi adalah poetry yang erat hubungannya

dengan kata poet dan poem. Kata poet sendiri berasal dari kata Yunani yang

berarti membuat, mencipta.

Herman J. Waluyo (2003: 1) menyatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra tertulis yang paling awal ditulis oleh manusia. Puisi adalah karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif). Rukeyser (dalam

Templeton, 2007) memberikan definisi “poetry as a vital but underused

national resource for a culture dominated by war. As a creative transfer of energy, poetry complicates and resists habits of imagination that sustain war. Poetry invites a total imaginative response".

Shahnon Ahmad (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 1997: 7) menyatakan bahwa garis-garis besar tentang pengertian puisi, yaitu: emosi, imajinasi, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindra, susunan kata, kata-kata kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur baur. Penjelasan tersebut dapat dibuat tiga simpulan tentang unsur pokok yang ada dalam sebuah puisi, yaitu: (1) hal yang meliputi pemikiran, ide, atau emosi; (2) bentuknya; dan (3) kesannya.

Rachmat Djoko Pradopo (1997: 7) membuat simpulan bahwa puisi adalah ekspresi pikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi pancaindra dalam susunan yang berirama. Puisi merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan.

commit to user

Hasil pendapat para pakar di atas dapat dibuat simpul bahwa puisi secara garis besar dapat diartikan sebagai karya sastra dengan bahasa yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias (imajinatif) yang merupakan interpretasi pengalaman manusia yang penting, diubah dalam wujud yang paling berkesan.

c. Struktur Puisi

Marjorie Boulton (dalam Atar Semi, 1993: 107) membagi anatomi puisi atas dua bagian, yaitu bentuk fisik dan bentuk mental. Bentuk fisik puisi mencakup penampilan di atas kertas dalam bentuk nada dan larik puisi; termasuk ke dalamnya irama, sajak, intonasi, pengulangan, dan perangkat kebahasaan lainnya. Bentuk mental terdiri dari tema, urutan logis, pola asosiasi, satuan arti yang dilambangkan, dan pola-pola citra dan emosi. Kedua bentuk ini merupakan kejalinan yang utuh sehingga menghasilkan sebuah puisi yang total, penuh makna, keindahan, dan imajinasi bagi pembacanya.

Agak berbeda dengan Atar Semi Wahyudi Siswanto (2008: 113) menjelaskan bahwa dalam sebuah puisi terdapat bentuk dan struktur puisi yang terdiri atas perwajahan, diksi, pengimajinasian, kata konkret, majas atau bahasa figuratif, dan verifikasi. Pendapat ini sejalan dengan pendapat dari

Herman J. Waluyo (2003: 2-13), tetapi dalam bukunya tidak ada istilah diksi

dan majas, diganti dengan ciri lain yang disebut pemadatan bahasa dan pemilihan kata khas. Beliau kemudian menyebut istilah bentuk dan struktur puisi sebagai ciri-ciri kebahasaan puisi. Berdasarkan beberapa teori lama, sejatinya istilah bentuk dan struktur puisi disebut dengan istilah “metode

puisi” yang terdiri atas: diksi (diction), imaji (imagery), kata nyata (the

concrete word), majas ( figurative language), dan ritme dan rima (rhythm and

rime) (Morris dalam Atar Semi 1984: 28). Istilah metode puisi ini sudah

jarang digunakan dan lebih dikenal dengan istilah struktur fisik puisi.

1) Perwajahan Puisi (Tipografi)

Perwajahan adalah pengaturan dan penulisan kata, larik, dan bait dalam puisi. Pada puisi konvensional, kata-kata diatur dalam deret yang

commit to user

disebut larik atau baris. Puisi modern atau kontemporer memiliki aturan tentang bait-bait yang sudah berkurang atau sama sekali tidak ada. Bahkan puisi kontemporer tipografinya bisa membentuk suatu gambar (Wahyudi Siswanto, 2008: 113).

2) Diksi

Diksi adalah pilihan kata. Puisi memang sangat memperhatikan

kata-kata yang digunakannya. Kata-kata yang dipilih penyair

dipertimbangkan benar-benar dari berbagai aspek dan efek

pengucapannya. Kata-kata yang digunakan sangat khas dan bukan kata-kata keseharian atau yang dipakai dalam prosa. Seluruh kata-kata mengandung makna dan terasa gelap. Akan tetapi, kata tersebut penuh makna yang bersifat ambigu. Herman J. Waluyo (2003: 3-7) menyebutkan tiga faktor yang dipertimbangkan dalam memilih kata, yaitu: (1) makna kias, (2) lambang, dan (3) persamaan bunyi.

3) Pengimajinasian

Imaji adalah kata atau kelompok kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji menurut Wahyudi Siswanto (2008: 118) dibagi menjadi tiga, yaitu:

(1) imaji suara (auditif), (2) imaji penglihatan (visual), dan (3) imaji raba

atau sentuh (imaji taktil). Pengimajian yang kuat membuat sebuah puisi dapat dipahami seolah-olah sebagai suatu karya yang dapat dilihat, dirasakan, dan didengar karena seseorang seolah dapat melihat, mendengar, dan merasakan apa yang dialami oleh penyair.

4) Kata Konkret

Kata konkret adalah kata-kata yang dapat diungkapkan dengan indra. Kata konkret merupakan penyebab dari pengimajian karena kata konkret akan memungkinkan imaji muncul dalam sebuah puisi. Hal ini karena kata-kata konkret yang tepat dapat mengantarkan pada pengertian yang menyeluruh terhadap sesuatu hal atau benda. Penjelasan ini senada dengan penjelasan dari Jabrohim, Suminto A. Sayuti, dan Chairul Anwar (2001: 41) bahwa kata konkret adalah kata-kata yang digunakan oleh

commit to user

penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca.

5) Bahasa Figuratif (Majas)

Majas merupakan cara lain yang banyak digunakan oleh penyair untuk membangkitkan imajinasi. Bahasa figuratif atau majas merupakan bahasa yang digunakan untuk mengiaskan ungkapan yang ingin disampaikan oleh penyair. Radman dan Narayana (2008: 1) menjelaskan “figurative language can tap into conceptual and linguistic knowledge as well as evoke pragmatic factors in interpretation”. Maksudnya adalah bahasa figuratif dapat mengantarkan kepada konsep dan pengetahuan tentang bahasa seperti halnya ilmu pragmatik. Sudjito (dalam Wahyudi Siswanto, 2008: 120) mengungkapkan bahwa majas ialah bahasa berkias yang dapat menimbulkan konotasi tertentu. Herman J. Waluyo (1987: 83) menjelaskan bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna.

6) Verifikasi (Rima, Ritme, dan Metrum)

Verifikasi dalam puisi terdiri atas rima, ritme, dan metrum (Wahyudi Siwanto, 2008: 121). Rima adalah persamaan bunyi pada puisi baik letaknya di awal, tengah, maupun di akhir baris. Rima mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh repetisi bunyi, dan sebagainya), dan (3) pengulangan kata/ungkapan. Ritma atau disebut juga metrum merupakan tinggi-rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi.

Selain bentuk dan struktur fisik puisi, terdapat struktur batin puisi yang terdiri atas tema, rasa, nada, dan amanat. Istilah ini dahulu disebut oleh I.A Richard (seorang kritikus sastra terkenal) dengan istilah hakikat puisi (dalam Wahyudi Siswanto, 2008: 124). Pendapat ini sejalan dengan pendapat dari Herman J. Waluyo (2003: 17) yang kemudian menyebut struktur batin puisi sebagai hal yang diungkapkan penyair. Dalam pembahasan ini akan digunakan istilah struktur batin yang lebih umum digunakan.

commit to user

1) Tema

Tema adalah gagasan pokok (subject-matter) yang dikemukakan

oleh penyair melalui puisinya (Herman J. Waluyo, 2003: 125). Tema merupakan gagasan pokok yang mendasari seluruh isi yang dikemukakan penyair dalam puisinya. Tema bersifat khusus, yaitu mengacu pada penyair, objektif, dan lugas. Tema yang biasanya dipakai adalah ketuhanan, demokrasi, kritik sosial, perjuangan, keadilan, keindahan alam, dan lain-lain.

2) Rasa

Rasa dalam puisi adalah sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya (Wahyudi Siswanto, 2008: 124). Puisi merupakan pengungkapan perasaan dan pikiran penyairnya. Segala yang tertulis dalam puisi mewakili suasana dan perasaan penyairnya saat itu. Perasaan yang dipancarkan dalam puisi akan dapat ditangkap kalau puisi tersebut dibaca apalagi dengan deklamasi. Hal tersebut akan sangat membantu dalam menemukan latar belakang perasaan puisi tersebut.

3) Nada

Nada adalah pengungkapan sikap penyair terhadap pembaca. Dari sikap itu muncullah suasana puisi. Suasana puisi merupakan konteks dan latar yang menjiwai isi. Nada yang biasa digunakan adalah sinis, takut, gurauan, mencemooh, khusuk, filosofis dan lain-lain seperti halnya suasana batin seseorang.

4) Amanat

Amanat adalah pesan atau nasihat merupakan kesan yang ditangkap oleh pembaca. Amanat menjadi sesuatu yang dapat dipetik hikmahnya dari isi puisi tersebut. Amanat ini biasanya merupakan hal yang ingin disampaikan atau yang dikehendaki oleh penyairnya. Latar belakang dan pengalaman pembaca sangat menentukan di dalam menemukan amanat yang ada dalam puisi.

commit to user

d. Kemampuan Menulis Puisi

Kemampuan merupakan sebuah keterampilan yang dimiliki oleh seseorang berkaitan dengan suatu hal. Kemampuan menulis berarti keterampilan seseorang dalam bidang menulis. Byrne (dalam St. Y. Slamet, 2009: 106) menjelaskan bahwa kemampuan menulis bukan sekedar kemampuan menulis simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata dan kata-kata disusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, melainkan keterampilan menulis adalah kemampuan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat tersampaikan dengan baik kepada pembaca.

Menulis puisi adalah kegiatan mengungkapkan ide, gagasan, pikiran atau perasaan yang diwujudkan dalam susunan kata-kata yang memiliki ciri khas mempergunakan bahasa padat, penuh makna, dan memiliki unsur-unsur keindahan di dalamnya. Kemampuan menulis puisi berarti keterampilan yang dimiliki seseorang dalam menulis puisi sehingga menghasilkan puisi yang utuh. Keterampilan tersebut dapat dilihat dari puisi yang ditulis oleh seorang penyair baik dari segi pilihan kata, rima, tipografi, makna, dan lain sebagainya.

Hunt dan Hunt (2006) mengatakan “Writing poems about literature is

an authentic activity that can foster deep knowledge of the work being studied, and the experience can introduce or reinforce literary devices that published authors use in their creations.” Penjelasannya adalah bahwa menulis puisi merupakan kegiatan nyata yang dapat mengembangkan pendalaman pengetahuan tentang ilmu yang sedang dipelajari dan pengalaman tersebut dapat memperkenalkan atau memberi pemahaman tentang sastra.

Pada umumnya orang yang jarang atau tidak suka menulis puisi akan mengalami kesulitan apabila diminta untuk menulis sebuah puisi secara langsung. Untuk itu, agar lebih mudah memulai menulis puisi, Rumpin (2010) menjelaskan lima tahap yang perlu dilalui oleh penulis puisi untuk memulai berkarya (menulis puisi), yaitu:

commit to user

1) Tahap mengungkapkan fakta diri. Puisi pada tahap ini, biasanya lahir

berdasarkan observasi pada sekitar diri sendiri, terutama pada faktor fisik.

2) Tahap mengungkapkan rasa diri. Pada tahap ini akan lahir puisi yang

mampu mengungkapkan rasa atau perasaan diri sendiri atas objek yang bersinggungan atau berinteraksi. perasaan yang terungkap bisa berupa sedih, senang, benci, cinta, patah hati, dan lain-lain.

3) Tahap mengungkapkan fakta objek lain. Pada tahap ini puisi dilahirkan

berdasarkan fakta-fakta di luar diri dan dituliskan begitu saja apa adanya, tanpa tambahan kata bersayap atau metafora.

4) Tahap mengungkapkan rasa objek lain. Pada tahap ini penulis puisi

mencoba berusaha mengungkapkan perasaan suatu objek, baik perasaan orang lain maupun benda-benda di sekitarnya yang seolah-olah menjelma menjadi manusia.

5) Tahap mengungkapkan kehadiran yang belum hadir. Pada tahap ini puisi

sudah merupakan hasil kristalisasi yang sangat mendalam atas segala fakta, rasa dan analisis menuju jangkauan yang bersifat lintas ruang dan waktu, menuju kejadian di masa depan. mengungkapkan kehadiran yang belum hadir artinya melalui media puisi, puisi dipandang mampu untuk menyampaikan gagasan dalam menghadirkan yang belum hadir, yaitu sesuatu hal yang pengungkapannya hanya bisa melalui puisi, tidak dengan yang lain.

2. Hakikat Pembelajaran Menulis Puisi di SMP

a. Aspek-aspek Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP

Aspek-aspek yang terdapat dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP berdasarkan KTSP meliputi latar belakang, tujuan, dan ruang lingkup (BNSP, 2006).

1) Latar belakang

Pembelajaran bahasa diharapakan dapat membantu siswa mengenal

dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang

commit to user

ada dalam dirinya. Pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tertulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya sastra manusia Indonesia.

2) Tujuan

Mata pelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar siswa memiliki

kemampuan sebagai berikut:

a) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang

berlaku, baik secara lisan maupun tulis;

b) menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa

persatuan dan bahasa negara;

c) memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan

kreatif untuk berbagai tujuan;

d) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan

intelektual, serta kematangan emosional dan sosial;

e) menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,

memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan

f) menghargai dan mengembangkan sastra Indonesia sebagai khazanah

budaya dan intelektual manusia Indonesia.

3) Ruang lingkup

Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup

komponen kemampuan berbahasa dan bersastra yang meliputi aspek-aspek: mendengarkan; berbicara; membaca; dan menulis.

b. Tujuan Pembelajaran Menulis Puisi

Pembelajaran sastra yang di dalamnya termasuk pembelajaran menulis puisi merupakan salah satu mata pelajaran yang penting. Melalui sastra siswa dapat belajar banyak tentang hidup dan kehidupan. Mastiah (2010) menyatakan ada beberapa prinsip dalam pelaksanaan pembelajaran apresiasi sastra. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: (1) pembelajaran sastra berfungsi untuk

commit to user

meningkatkan kepekaan rasa pada budaya bangsa; (2) pembelajaran sastra memberikan kepuasan batin dan pengayaan daya estetis melalui bahasa; (3) pembelajaran apresiasi sastra bukan pelajaran sejarah, aliran, dan teori sastra; dan (4) pembelajaran apresiasi sastra adalah pembelajaran untuk memahami nilai kemanusiaan di dalam karya yang dapat dikaitkan dengan nilai kemanusiaan di dalam dunia nyata.

Pembelajaran menulis puisi jelas merupakan bagian dari pembelajaran sastra yang ada di sekolah. Materi menulis puisi yang diajarkan di kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) ada satu Standar Kompetensi. Dalam SK ini kompetensi dasar yang seharusnya dicapai ada dua, yaitu: (1) menulis kreatif puisi berkenaan dengan keindahan alam; dan (2) menulis kreatif puisi berkenaan dengan peristiwa yang pernah dialami.

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi mata pelajaran bahasa Indonesia, jelas bahwa salah satu tujuannya adalah menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk meningkatkan kemampuan berbahasa. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam pembelajaran menulis puisi, guru dapat membantu siswa menggali potensi yang ada pada diri mereka dengan berbagai bantuan baik strategi, pendekatan, model, metode, teknik, dan atau media, sesuai dengan prinsip pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksaanakan di masing-masing satuan pendidikan (BNSP, 2006). Dari pengertian ini, E. Mulyasa (2009: 20) menjelaskan ada tiga hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan KTSP yang salah satunya adalah KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta sosial budaya masyarakat setempat dan siswa.

Sejalan dengan pendapat tersebut, KTSP memberikan keleluasaan bagi sekolah untuk memgembangkan kurikulum. Otonomi yang luas ini seharusnya mampu menjadikan setiap satuan pendidikan memiliki ciri khas sesuai dengan keadaan sekolah, lingkungan, dan siswa. Oleh karena itu, pembelajaran apapun

commit to user

yang menerapkan kurikulum KTSP dengan baik pastilah akan menjadi pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan.

Berdasarkan paparan di atas, jelas bahwa sejatinya pembelajaran sastra termasuk di dalamnya adalah pembelajaran menulis puisi dalam KTSP dapat dilaksanakan dengan sangat baik berdasarkan pada kekayaan alam di sekitar lingkungan sekolah dan potensi yang siswa miliki. Penggunaan pendekatan, strategi, model, metode dan atau media juga diperlukan agar pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Berdasarkan kompetensi dasar yang telah ada pula, pembelajaran menulis puisi seharusnya bisa dilaksanakan dengan keadaan yang menyenangkan karena inspirasi yang digunakan siswa adalah hal-hal yang dekat dengan siswa yaitu alam dan pengalaman.

c. Komponen-komponen Pembelajaran Menulis Puisi

Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang melibatkan berbagai komponen yang saling berhubungan. Komponen-komponen tersebut antara lain guru, siswa, materi, media, suasana pembelajaran, dan sebagainya. Begitu kompleksnya kegiatan pembelajaran sehingga masing-masing komponen tersebut harus mampu bekerja sama dengan baik sejak awal kegiatan sampai dengan kegiatan berakhir. Tujuan yang diinginkan dari rumusan tersebut adalah terciptanya kegiatan pembelajaran yang efektif, efisien, dan menyenangkan. Gino, dkk., (1999: 30) menjelaskan beberapa komponen yang terlibat dalam kegiatan belajar-mengajar.

1) Siswa

Siswa adalah seseorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa istilah siswa berganti dengan istilah peserta didik yang berarti anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Dalam penelitian ini tetap digunakan istilah siswa yang lebih umum digunakan.

commit to user

2) Guru

Guru adalah seseorang yang bertindak sebagai pengelola kegiatan belajar-mengajar, katalisator belajar-mengajar, dan peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar-mengajar yang efektif. Lebih lanjut Moch. Uzer Usman (2009: 9-11) menjelaskan bahwa sebagai tenaga profesional yang memiliki kualifikasi, peranan guru dalam pendidikan, diantaranya: sebagai demonstrator, pengelola kelas, mediator dan fasilitator, dan sebagai evaluator.

3) Tujuan

Tujuan merupakan pernyataan tentang perubahan perilaku yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti proses belajar-mengajar. Perubahan perilaku tersebut mencakup perubahan kognitif, psikomotor, dan afektif. Oemar Hamalik (2003: 109) menjelaskan bahwa tujuan pengajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pengajaran. Tujuan belajar merupakan cara yang akurat untuk menentukan hasil pengajaran.

4) Isi pelajaran

Isi atau materi pelajaran yakni segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Bahan pengajaran adalah bagian integral.

5) Metode

Metode pembelajaran merupakan bagian dari strategi instruksional. Metode adalah cara yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi pelajaran. Dalam usaha pemudahan ini guru memerlukan cara-cara

Dokumen terkait