• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

Dalam dokumen Jurnalekonomi Dan Bisnis (Halaman 57-60)

(Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Tercatat di BEI) Luluk M Ifada

LANDASAN TEORI

Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sering juga disebut sebagai social disclosure, corporate social reporting, social accounting (Mathews,1995) atau corporate social responsibility (Hackston dan Milne, 1996) dalam Sembiring (2005) merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut memperluas tanggung jawab organisasi (khususnya perusahaan), di luar peran tradisionalnya untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemilik modal, khususnya pemegang saham. Perluasan tersebut dibuat dengan asumsi bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari laba untuk pemegang saham (Gray et. al., 1987) dalam Sembiring (2005).

Pertanggungjawaban sosial perusahaan (corporate social responsibility) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan sosial kedalam operasinya dan integrasi dengan stakeholder yang melebihi tanggung jawab organisasi dibidang hukum (Darwin, 2004) dalam Sembiring (2005).

Karakteristik Perusahaan

Size (Total Aktiva)

Size perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini dikaitkan dengan teori agensi, dimana perusahaan besar yang memiliki biaya keagenan yang lebih besar akan mengungkapkan informasi yang lebih luas untuk mengurangi biaya keagenan tersebut. Di samping itu perusahaan besar merupakan emiten yang banyak disoroti, pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggungjawab sosial perusahaan. Akan tetapi, tidak semua penelitian mendukung hubungan antara size perusahaan dengan tanggung jawab sosial perusahaan.

Pada umumnya perusahaan yang besar mengungkapkan lebih banyak informasi dibanding perusahaan yang kecil. Terdapat beberapa penjelasan mengenai pengaruh size terhadap luas pengungkapan. Perusahaan besar mungkin mempunyai biaya produksi informasi yang lebih rendah atau merekamempunyai biaya competitive disadvantage lebih rendah yang berkaitan dengan pengungkapan

mereka. Perusahaan besar mungkin juga lebih kompleks dan lebih mempunyai dasar pemilikan yang luas dibanding perusahaan kecil (Cooke, 1989) dalam Sembiring (2005).

Profitabilitas (Return On Investment)

Penelitian ilmiah terhadap hubungan profitabilitas dan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan memperlihatkan hasil yang sangat beragam. Akan tetapi Donovan dan Gibson (2000) dalam Sembiring (2005) menyatakan bahwa berdasarkan teori legitimasi, salah satu argumen dalam hubungan antara profitabilitas dan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial adalah bahwa ketika perusahaan memiliki tingkat laba yang tinggi, perusahaan (manajemen) menganggap tidak perlu melaporkan hal-hal yang dapat mengganggu informasi tentang sukses keuangan perusahaan.

Sebaliknya, pada saat tingkat profitabilitas rendah, mereka berharap para pengguna laporan akan membaca “good news” kinerja perusahaan, misalnya dalam lingkup sosial, dan dengan demikian investor akan tetap berinvestasi di perusahaan tersebut.

Hubungan antara pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan profitabilitas perusahaan telah menjadi postulat untuk mencerminkan pandangan. Bahwa reaksi sosial memerlukan gaya manajerial yang sama dalam dengan gaya manajerial yang diperlukan untuk membuat suatu perusahaan memperoleh keuntungan (Bowman dan Haire, 1976 dalam Hackston dan Milne, 1996) dalam Sembiring (2005).

Profile (Tipe Industri)

Para peneliti akuntansi sosisal tertarik untuk menguji pengungkapan sosial pada berbagai perusahaan yang memiliki perbedaan karakteristik. Salah satu perbedaan karakteristik yang menjadi perhatian adalah tipe industri, yaiti industri yang high- profile dan industri yang low- profile.

Penelitian dengan profile (tipe industri) perusahaan kebanyakan mendukung bahwa industri high-profile mengungkapkan informasi tentang tanggung jawab sosialnya lebih banyak dari industri low-profile. Penelitian yang mendukung hubungan tersebut antara lain Hackston dan Milne (1996), Utomo (2000), Kokubu et. al., (2001), Murtanto dan Elvina (2005) dan Hasibuan (2001). Penelitian ini akan mencoba menguji kembali pengaruh profile perusahaan terhadap praktek pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.

Leverage

Teori keagenan memprediksikan bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya

keagenaan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi (Jensen dan Meckling, 1976). Tambahan informasi dibutuhkan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi terhadap dipenuhinya hak hak mereka sebagai kreditur (Schipper (1981) dalam Marwata (2001) dan Meck, et al (1995) dalam Fitriany (2001) oleh karena itu perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan ungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah. Pendapat lain mengatakan bahwa semakin tinggi leverage, kemungkinan besar perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba dimasa depan. Dengan laba yang dilaporkan lebih tinggi akan mengurangi kemungkinan perusahaan melanggar perjanjian utang. Manajer akan memilih metode akuntansi yang akan memaksimalkan laba sekarang. Kontrak utang biasanya berisi tentang ketentuan bahwa perusahaan harus menjaga tingkat leverage tertentu (rasio utang/ekuitas), interest coverage, modal kerja dan ekuitas pemegang saham (Watt dan Zimmerman, 1990) dalam Scott (1997) Oleh karena itu semakin tinggi tingkat leverage (rasio utang/ekuitas) semakin besar kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha melaporkan laba sekarang lebih tinggi (Belkaoui dan Karpik, 1989) (dalam Sembiring, 2005). Supaya laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya biaya (termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial).

Rasio Likuiditas

Tingkat likuiditas mencerminkan kesehatan suatu perusahaan, dan untuk mengukurnya digunakan rasio lancar (current ratio). Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya. Hasil penelitian sebelumnya (Cooke, 1989) dalam (Elvina dan Murtanto, 2005) menunjukkan bahwa kesehatan perusahaan seperti yang ditunjukkan dalam rasio likuiditas yang tinggi dapat diharapkan berhubungan dengan pengungkapan yang lebih luas.

Hal tersebut didasarkan pada ekspektasi bahwa perusahaan yang secara keuangan kuat, akan lebih mungkin untuk mengungkapkan lebih banyak informasi dibanding perusahaan yang lemah. Sebaliknya, jika likuiditas dipandang oleh pasar sebagai ukuran kinerja, perusahaan yang mempunyai rasio likuiditas rendah perlu memberikan informasi yang lebih rinci untuk menjelaskan lemahnya kinerja dibanding perusahaann yang mempunyai rasio likuiditas yang tinggi (Wallace dkk, 1994) dalam Murtanto dan Elvina (2005).

Kondisi perusahaan yang sehat, yang antara lain ditunjukkan dengan tingkat likuiditas yang tinggi, berhubungan dengan pengungkapan yang lebih luas. Hal tersebut didasarkan pada ekspektasi bahwa perusahaan yang secara keuangan kuat, akan cenderung untuk mengungkapkan lebih banyak informasi. Karena ingin

menunjukkan kepada pihak ekstern bahwa perusahaan tersebut kredibel. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Berbagai penelitian terdahulu telah dilakukan untuk menunjukkan bahwa kinerja keuangan berhubungan dengan faktor-faktor non keuangan serta faktor keuangan, seperti kinerja keuangan, harga saham, dan biaya modal. Penelitian-penelitian tersebut diantaranya:

Dalam dokumen Jurnalekonomi Dan Bisnis (Halaman 57-60)