• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 3 Hasil evaluasi kinerja PPSC tahun 2004

3.1 Landasan Teori

Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang diperkirakan memberikan nuansa baru pembangunan di daerah, maka upaya pemanfaatan dan pengembangan berbagai potensi daerah, termasuk potensi sumber daya perikanan dan kelautan, mulai lebih mendapat perhatian. Sektor perikanan dan kelautan di Kabupaten Cilacap memegang peranan penting dalam perekonomian regional dan nasional terutama dalam penyediaan lapangan kerja, sumber pendapatan bagi nelayan dan sumber devisa yang sangat potensial (DEPDAGRI 2004).

Upaya yang dilakukan untuk pembangunan sektor perikanan adalah dengan cara menyediakan berbagai kemudahan untuk memberikan berbagai fasilitas yang menunjang keberhasilan usaha perikanan seperti kemudahan untuk mendapatkan sarana produksi dan perbekalan ke laut, mendaratkan hasil tangkapan dan menjamin pemasarannya sehingga menjamin kelancaran sejak produksi sampai pemasarannya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa faktor utama untuk mendukung usaha pengembangan usaha perikanan khususnya kegiatan penangkapan adalah dengan tersedianya prasarana penangkapan ikan berupa PP atau PPI sebagai tempat berlindung atau berlabuh bagi kapal-kapal perikanan, mengisi bahan perbekalan serta mendaratkan ikan hasil tangkapannya (DJPT 2001; 2002; Ismail 2005).

Pengembangan PPSC bertujuan untuk melaksanakan pengelolaan, pemeliharaan dan pengembangan sarana pelabuhan serta tata operasional pelayanan kepada nelayan dan kapal perikanan serta pengusaha perikanan. Sejak PPSC mulai dioperasikan terlihat bahwa PPSC merupakan suatu sistem yang menyeluruh dan terintegrasi sesuai dengan pengembangan wilayah yang menampung berbagai aspek dalam usaha perikanan seperti aspek

produksi, pengelolaan dan pemasaran hasil sampai kepada aspek sosial ekonomi nelayan

.

Menurut Dirjen Perikanan (1981), pengembangan kegiatan perikanan ditempuh dengan dua pendekatan yaitu:

(1) Pendekatan produksi

Pengembangan kegiatan perikanan dibuat berdasarkan kecepatan peningkatan produksi yang sudah ada saat ini. Dalam menyusun proyeksi peningkatan produksi ini hendaknya dipertimbangkan keterbatasan-keterbatasan yang mungkin timbul yaitu :

(a) potensi perikanan yang masih tersedia, dilihat dari maximum sustainable yield (MSY),

(b) potensi masyarakat nelayan, (c) potensi pemasaran hasil, dan

(d) akibat-akibat sampingan yang timbul. (2) Pendekatan konsumsi.

Proyeksi pengembangan kegiatan perikanan dibuat berdasarkan kecepatan peningkatan konsumsi yang sudah tercapai pada saat ini. Dalam menyusun proyeksi pengembangan dengan pendekatan konsumsi ini kegiatan yang harus diakomodasikan menjadi kegiatan berproduksi dari nelayan setempat dan perdagangan ikan ke dan dari luar daerah melalui PP.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006 Bab III Pasal 3 ayat (2) tentang PP, bahwa rencana induk PP secara nasional disusun dengan mempertimbangkan :

(1) daya dukung SDI yang tersedia, (2) daya dukung SDM,

(3) wilayah pengelolaan perikanan (WPP),

(4) rencana umum tata ruang wilayah propinsi, kabupaten atau kota, (5) dukungan prasarana wilayah, dan

(6) geografis daerah dan kondisi perairan.

Guckian (1970) dan Chaussade (2000) menyatakan dalam merencanakan PP terdapat tiga elemen penting yaitu potensi SDI (foreland), PP itu sendiri dan daerah konsumen (hinterland). DJPT (2002) menyebutkan bahwa dalam menyusun strategi dan program pengembangan PP membuat beberapa pendekatan, antara lain: pendekatan sumber daya perikanan dan pendekatan sentralisasi dan distribusi hasil. DJPT (2003) menjelaskan lebih lanjut bahwa

untuk memperoleh hasil yang optimal, dibuat beberapa pendekatan dalam penentuan lokasi dan besaran kegiatan PP, antara lain:

(1) Pendekatan Sumber Daya Perikanan

Pada perairan yang mempunyai SDI yang melimpah dan belum dieksploitasi dengan baik secara historis tercipta pola usaha perikanan rakyat skala kecil dengan menggunakan kapal tanpa motor, maupun motor tempel yang mampu bergerak sampai perairan 4 mil dari pantai. Pada wilayah tersebut akan terbentuk kampung-kampung nelayan yang melakukan usaha one day fishing yaitu pergi ke laut setiap hari. Hasil tangkapan nelayan digunakan untuk kebutuhan rumah tangga sehari-hari dan sisanya dipasarkan kepada masyarakat setempat.

Umumnya nelayan memanfaatkan kondisi lingkungan alam sebagai tempat berlindung perahunya seperti muara-muara sungai, laguna dan teluk pada musim-musim tertentu. Secara alamiah daerah perkampungan nelayan akan tumbuh di sekitar muara sungai yang tidak terlalu dipengaruhi gelombang laut. Beberapa lokasi PP di pantai tumbuh pada perairan yang dangkal dengan tingkat sedimentasi tinggi.

Pendekatan yang digunakan dalam pengembangan perikanan pada lokasi seperti ini adalah memandang PP sebagai community fishery development yaitu pengembangan PP yang lebih mengarah pada pembangunan perkampungan nelayan yang menyangkut berbagai aspek sosial dan sanitasi lingkungan. Sedangkan pembangunan fasilitas PP lebih mengarah pada upaya melakukan pengamanan tempat berlabuh kapal-kapal nelayan yang sangat terpengaruh oleh gangguan kondisi alam serta dukungan terhadap industri pasca panen.

(2) Pendekatan Sentralisasi dan Distribusi Hasil

Pada daerah yang sudah berkembang yang mempunyai daya serap yang tinggi terhadap jumlah ikan yang didaratkan, PP akan tumbuh menjadi tempat pemusatan produksi ikan yang datang dari berbagai daerah di sekitar untuk didistribusikan ke hinterland atau interinsuler, dalam bentuk ikan segar atau ikan olahan.

Hasil tangkapan yang didaratkan di PP ini terkumpul dari kapal ikan ataupun kapal pengangkut yang mengumpulkan ikan dari pusat-pusat pendaratan di daerah perkampungan nelayan (community fishery). Volume

ikan yang didaratkan mencapai skala ekonomis bagi pengembangan usaha perikanan tangkap, perdagangan dan pengolahan pasca panen.

Kondisi perdagangan di PP menciptakan iklim usaha perdagangan dan pengolahan pasca panen dalam skala ekonomis atau dengan kata lain bahwa hasil perikanan yang didaratkan akan didominasi untuk perdagangan skala besar (sebagian kecil dikonsumsi masyarakat setempat di sekitar pelabuhan). Kegiatan pelelangan ikan akan lebih tampak, serta transaksi-transaksi dengan volume besar sangat mendominasi kegiatan perdagangan. Karena ikan akan dipasarkan kembali secara regional baik melalui darat atau laut.

Kapal-kapal ikan berlabuh di pelabuhan menggunakan tingkat teknologi madya atau maju yang mampu melaksanakan eksploitasi SDI di perairan sekitar lokasi (lebih 4 mil sampai dengan 12 mil) atau wilayah perikanan lainnya. Karakteristik kapal akan didominasi oleh ukuran yang lebih besar (>10 GT).

Dalam mengembangkan PP perlu diperhatikan indikator-indikator pertumbuhan produksi, pasar dan pasca panen serta Rencana Umum Tata Ruang Daerah (RUTRD) dan lahan yang cukup guna mewujudkan :

(1) terciptanya pasar ikan yang besar (volume dan nilai), (2) kawasan industri pasca panen hasil perikanan,

(3) keterpaduan sistem transportasi, karena pada PP ini akan terjadi pergantian moda transportasi (transportasi laut ke transportasi darat), untuk distribusi hasil tangkapan ke hinterland dan interinsuler.

(3) Pendekatan Daerah Berkembang

Pada lokasi-lokasi yang lebih maju dicerminkan oleh :

(1) industri pasca panen hasil perikanan sudah sangat modern dengan berbagai jenis produk seperti ikan segar, beku (dengan berbagai jenisnya), olahan (dengan berbagai jenisnya) serta ikan hidup,

(2) volume dan nilai perdagangan mempunyai skala yang sangat besar, (3) menggunakan standar mutu internasional,

(4) industri penangkapan akan berkembang pada skala besar dan modern, yang mengoperasionalkan kapal ikan > 60 GT dan mampu beroperasi di ZEEI dan high seas fishing area dengan lama operasi 1 sampai dengan 3 bulan,

(5) industri perikanan akan sangat menonjol dibanding masalah-masalah sosial masyarakat nelayan dan umumnya kampung nelayan (community fishery) berada jauh di luar kawasan PP, masyarakat di pelabuhan didominasi oleh buruh kapal, buruh industri pasca panen, dan

(6) kontribusi sektor perikanan terhadap PDRB cukup dominan.

Dalam mengembangkan PP perlu diperhatikan indikator volume ekspor, jumlah uang beredar, tenaga kerja, perkembangan teknologi, perkembangan pemanfaatan PP sebagai basis operasi kapal yang beroperasi di perairan internasional (diluar ZEEI) guna mewujudkan :

(1) menciptakan pasar ikan yang besar (volume dan nilai) dari produk segar, olahan dan ikan hidup serta industri penunjang bagi perikanan tangkap, (2) kawasan industri pasca panen hasil perikanan yang luas,

(3) keterpaduan sistem transportasi, dan

(4) kawasan andalan yang strategis, produktif dan cepat tumbuh sebagai sentra produksi dan sentra industri bagi pengembangan ekonomi terpadu khususnya di sektor perikanan sebagai komoditas unggulan.

Sejalan dengan arah kebijaksanaan pembangunan perikanan, kebijaksanaan pengembangan prasarana PP didasarkan pada pertimbangan: (1) Pemanfaatan sumber daya artinya pembangunan prasarana PP dan

penambahan kapal perikanan diarahkan pada daerah atau perairan yang masih berpotensi.

(2) Dukungan atas keutuhan wawasan nusantara dan konvensi hukum laut. (3) Mendukung pertumbuhan daerah dan nasional, meningkatkan aktivitas

ekonomi pedesaan, menunjang tumbuhnya usaha perikanan skala besar dan usaha perikanan skala kecil secara paralel.

(4) Seluruh prasarana PP merupakan suatu pembangunan sistem dalam satu kesatuan yang terkait dan saling mendukung.

(5) PP dilengkapi dengan sarana pokok, fungsional dan pendukung, sehingga tercipta iklim yang kondusif untuk menunjang terwujudnya usaha perikanan modern.

(6) Menunjang keberhasilan pemanfaatan daerah pantai.

(7) Kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain adalah peningkatan pengolahan, rehabilitasi, perluasan pengembangan dan pembangunan baru.