• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Studi Terdahulu yang Relevan

Tabel 3 Hasil evaluasi kinerja PPSC tahun 2004

2.3 Tinjauan Studi Terdahulu yang Relevan

Penelitian tentang pengembangan PP belum banyak dilakukan dan cenderung parsial. Beberapa studi tentang pengembangan PP dan analisis sistem suatu PP antara lain dilakukan oleh Lubis (1999 dan 2001) meneliti tentang “Pola Pengembangan PP di Wilayah Perairan Selat Malaka dan Laut China Selatan yang Efisien dan Efektif”. Penelitian tersebut bertujuan mengetahui gambaran dasar PP dan PPI contoh di wilayah perairan Selat Malaka dan Laut China Selatan dan menemukan akar permasalahan PP-PPI di kedua wilayah perairan studi dan alternatif pemecahan dalam pengembangan PP-PPI secara efisien dan efektif melalui pola pengembangan yang didapatkan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan penerapan analisis tryptique portuaire: hinterland, foreland dan fishing port. Gambaran umum dari foreland PP dan PPI di kedua wilayah perairan studi hampir semuanya (90%) tidak berfungsi optimal dan tidak melakukan pelelangan ikan secara murni, fasilitas yang ada sebagian tidak berfungsi karena biaya pengoperasian dan pendapatannya tidak seimbang seperti cool room di PPI Manggar, juga karena fasilitas-fasilitas tersebut rusak seperti tangki air dan tangki bahan bakar di PPP Pemangkat. Beberapa PP atau PPI tidak tersedia fasilitas yang sebenarnya diperlukan seperti fasilitas penyediaan es dan solar di PPI Sungai Rengas-Pontianak dan juga terjadinya pendangkalan yang cukup serius di beberapa PPI.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, terdapat dua pola dasar pengembangan yang diarahkan untuk memecahkan permasalahan yang ada di PP atau PPI wilayah perairan Laut China Selatan dan Selat Malaka dan untuk mencegah penjualan ikan ditengah laut dengan mengaitkan antara posisi pasar dan fishing ground (FG). Pada pola dasar I, untuk pengembangannya antara FG dan fishing market (FM) perlu dibangun sebuah PP atau PPI baru agar pengontrolan jumlah produksi dan retribusi dapat dilakukan. Sedangkan pada pola dasar II, pengembangan ditujukan untuk PP atau PPI yang dilalui melalui penyediaan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dan penyesuaian kapasitasnya serta pengembangan industri pengolahan ikan. Pola dasar I dan II yang diusulkan diatas untuk pengembangan PP atau PPI yang berada di wilayah perairan Selat Malaka dan Laut China Selatan agar efisien dan efektif dalam segala aktivitasnya sehingga dapat menguntungkan nelayan dan meningkatkan kesejahteraannya serta dapat menguntungkan pengelolanya.

Lubis (2000) menyatakan bahwa pada umumnya PP atau PPI yang ada di wilayah perairan Laut Jawa masih belum berfungsi optimal khususnya PPI karena adanya berbagai permasalahan internal seperti pengelolaan dan operasionalnya. Permasalahan pengelolaan ini khususnya karena minimnya kualitas SDM yang ada terutama di PPI dan juga kurangnya peraturan-peraturan dengan kelembagaan yang berhubungan dengan pengelolaan PP. Pengelolaan PP atau PPI yang ada saat ini masih kurang mengkaitkan dengan kondisi foreland dan hinterland-nya. Sebagai contoh faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam distribusinya kurang diperhatikan seperti sarana transportasi yang dipakai untuk mendistribusikan ikan, cara-cara dalam pengolahan dan penanganan yang belum memperhatikan sanitasi dan higienis.

Manurung (1995) melakukan penelitian tentang “Urgensi PP di Jawa Tengah”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengemukakan keberadaan dan perkembangan PP di Indonesia pada umumnya dan di Jawa Tengah pada khususnya. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Hasil penelitian menyatakan bahwa dikaitkan dengan sentra produksi pembangunan PP berjalan lambat, bahkan pemeliharaan PP yang sudah tersedia belum dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan, antara lain karena keterbatasan dana. Sebagian besar PP berukuran kecil dan belum dilengkapi dengan fasilitas yang memadai. Walaupun PP pada hakekatnya diharapkan sebagai pusat pengembangan industri perikanan di desa pantai, tetapi lembaga-lembaga pendukungnya belum tersedia secara seimbang di wilayah pelabuhan tersebut. Bahkan lembaga-lembaga yang telah ada di wilayah itu kurang berperan dan terkoordinasi dengan baik. Dilihat dari konsepsi agribisnis, kegiatan ekonomi perikanan di wilayah pelabuhan masih lebih terfokus pada pelelangan ikan, pengolahan tradisional dan distribusi produksi hasil tangkapan nelayan yang belum terintegrasi antar tiap sub sistem.

Beberapa penelitian yang terkait dengan aplikasi pendekatan sistem dalam pemanfaatan SDI antara lain Effendy (2005) meneliti tentang ”Rancang Bangun Sistem Informasi Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan dalam Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan secara Terpadu: Prototipe Kabupaten Sumenep Madura”. Penelitian tersebut bertujuan merancang bangun sistem informasi pemanfaatan sumber daya perikanan dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan secara terpadu yang merupakan integrasi sistem informasi manajemen (management information system, MIS) dan sistem

informasi geografis (geographical information system, GIS) dengan prototipe Kabupaten Sumenep Madura. Rancang bangun ini diharapkan menghasilkan sistem informasi terintegrasi (integrated information system) yang berkualitas dari segi produk developed system) dan proses pengembangan sistem (well-managed system) serta relevan terhadap usaha pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan secara terpadu (organizational relevance). Pengembangan sistem ini menggunakan metode siklus hidup pengembangan sistem (system development life cicle) dengan sistematika pengembangan melalui pengintegrasian empat sub sistem utama yang menentukan kapabilitas teknik sistem ini, yaitu: (1) sub sistem data base management system (DBMS) untuk mengelola basis data; (2) sub sistem criteria base management system (CBMS) untuk mengelola basis kriteria; (3) sub sistem model base management system (MBMS) untuk mengelola basis model; dan (4) sub sistem interface base management system (IBMS) untuk mengelola basis dialog ke dalam bangunan sistem secara keseluruhan sehingga dihasilkan sebuah sistem informasi yang terintegrasi.

Hasil perancangan sistem informasi ini adalah sebuah program aplikasi komputer SISTEMIKRSIMPEL dengan platform MicrosoftR Windows XP Home EditionTM dengan dua panel utama, yaitu: (1) marine and coastal support system (MCSS) informasi yang dapat diakses dan diproses dalam panel ini adalah informasi atributal untuk pemanfaatan sumber daya pesisir dan lautan (potensi lestari, kapasitas optimum upaya pemanfaatan, dan sebagainya) dan informasi atributal untuk pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan (karakteristik biofisik, karakteristik permasalahan lingkungan, dan sebagainya); dan (2) marine and coastal guideline system (MCGS) informasi yang dapat diakses dan diproses dalam panel ini adalah informasi spasial untuk pemanfaatan ruang pesisir dan lautan (persyaratan biofisik dan kesesuaian lahan untuk pelabuhan, tambak, industri, dan sebagainya) dan informasi spasial untuk pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan (karakteristik biofisik, karakteristik permasalahan lingkungan, dan sebagainya).

Agustedi (2000) melakukan penelitian tentang “Rancang Bangun Model Perencanaan dan Pembinaan Agroindustri Hasil Laut Orientasi Ekspor dengan Pendekatan Wilayah. Penelitian tersebut bertujuan untuk menghasilkan suatu model perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil laut orientasi ekspor dengan pendekatan wilayah; meliputi (1) analisis faktor yang menghambat dan

mendukung perencanaan dan pembinaan agroindustri hasil laut; (2) mempelajari kemitraan antara pemasok bahan baku dan agroindustri dengan pedagang atau distributor; (3) menganalisis struktur biaya usaha agroindustri hasil laut; (4) merancang perangkat lunak untuk membantu investor, pengusaha, dan pemerintah dalam merencanakan dan membina agroindustri hasil laut skala usaha kecil dan menengah; serta (5) merancang suatu model perencanaan agroindustri hasil laut terpadu yang terdiri dari UP-3 primer (Usaha Pascapanen Perikanan Pedesaan primer) dan UDP-2 tersier (Usaha Distribusi Produk Perikanan tersier) dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan pendistribusian pendapatan pihak terkait secara proporsional. SPK dengan model AGROSILA diwujudkan dalam bentuk program berbasis komputer yang terdiri dari teknik optimasi dengan menggunakan program linier untuk meminimumkan biaya transportasi melalui prosedur VAM (Vogel’s Approximation Methods) dan stepping stone, rancangan kebijakan atau strategis dianalisis dengan AHP, metode penentuan prioritas keputusan dengan MPE (Metode Perbandingan Eksponensial) dan CPI (Comparative Performance Index). Penetapan kinerja perusahaan dianalisis dengan metode APC (American Productivity Center Model), analisis penetapan harga produk menggunakan model pasar dinamik, dan perkiraan produksi produk agroindustri hasil laut dianalisis dengan model pemulusan eksponensial (Exponential Smoothing Model/ESM).

AGROSILA sebagai suatu model yang berbasis komputer dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu (1) model perencanaan yang didukung oleh sub model pengadaan bahan baku dan perencanaan produksi (DAKUSI); sub model teknologi (TEKNO); sub model pembiayaan, kelayakan, dan resiko usaha (PKRESIKU); dan sub model nelayan (NELAYAN); dan (2) model pembinaan yang didukung oleh sub model teknologi (TEKNO); sub model mutu (MUTU); sub model resiko usaha (PKRESIKU); sub model nelayan (NELAYAN); sub model produktivitas (PRITAS), dan sub model perkiraan harga (HARGA). Aplikasi SPK AGROSILA diharapkan mengemban misi: (1) pemberdayaan nelayan atau kelompok nelayan, (2) peningkatan nilai tambah melalui usaha pengolahan, dan (3) pengembangan usaha bersama. Aplikasi metode kesisteman telah menghasilkan SPK AGROSILA yang holistic dan mampu membangun kondisi optimal melalui proses pemenuhan kebutuhan para pelaku terkait, sekaligus dapat mengantisipasi dinamika perubahan data dan informasi.

Giyatmi (2005) meneliti tentang “Sistem Pengembangan Agroindustri Perikanan Laut: Suatu Kajian Kelayakan dan Strategi Pengembangan di Propinsi Jawa Tengah”. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji sistem pengembangan agroindustri perikanan laut. Sistem pengembangan agroindustri perikanan laut dirancang dalam suatu program komputer dengan nama AGRIPAL (Agroindustri Perikanan Laut). Sub Model Kawasan untuk pengelompokkan kawasan pengembangan agroindustri perikanan laut dan penentuan pusat pertumbuhan masing-masing kawasan dirumuskan dengan Metode Cluster Analysis; Sub Model Pemilihan untuk pemilihan prioritas komoditas potensial dan pemilihan produk unggulan dirumuskan berdasarkan Metode Independent Preference Evaluation (IPE) dalam kaidah Fuzzy Group Decision Making (FGDM); sub model kelayakan untuk mengetahui tingkat kelayakan produk unggulan agroindustri perikanan laut dirumuskan dengan kriteria Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Break Even Point (BEP), dan Pay Back Period (PBP); sub model strategi untuk memilih alternatif strategi pengembangan dirumuskan dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP); dan sub model kelembagaan untuk menetapkan struktur elemen kelembagaan pengembangan agroindustri perikanan laut dirumuskan dengan metode Interpretative Structural Modelling (ISM).

Sistem pengembangan agrindustri perikanan laut yang direkayasa melalui Model SPK AGRIPAL didesain secara fleksibel, artinya Model AGRIPAL tidak hanya dapat diaplikasikan di Propinsi Jawa Tengah, tetapi dapat juga diaplikasikan di daerah lain sesuai dengan permasalahan yang ingin dipecahkan. Penyesuaian dalam aplikasi model ini dapat dilakukan melalui serangkaian identifikasi awal terhadap potensi, kondisi dan harapan yang hendak dicapai oleh masing-masing wilayah. Implementasi dari alternatif model dan hasil penelitian ini masih membutuhkan kajian yang mendalam terhadap berbagai faktor pendukungnya, seperti model kemitraan antar wilayah berdasarkan tingkat kepentingan yang serupa dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki, tinjauan kritis terhadap potensi SDI yang lebih akurat, serta dukungan kebijakan yang nyata dari pemerintah terhadap pengembangan agroindustri bernilai tambah.

Sesuai dengan fungsi-fungsi yang dimilikinya maka pengembangan PP idealnya berdasarkan konsepsi pendekatan sistem yang menyeluruh berdasarkan azas pengembangan wilayah yang dalam operasionalnya akan mencakup berbagai aspek penting dalam pengembangan PP (seperti SDI, produksi, aktivitas di PP, pengolahan, pemasaran hasil sampai dengan aspek-aspek sosial ekonomi perikanan, kelembagaan yang terkait, pembiayaan baik jumlah biaya dan sumber biaya dalam pengembangan PP.

Pengembangan PP di suatu wilayah harus dilakukan secara terencana dan terpadu dengan menganalisis elemen-elemen penting yang terkait dalam sistem PP. Sistem PP merupakan bagian dari sub sistem perikanan tangkap (Monintja dan Yusfiandayani 2001). Sistem PP meliputi hulu, pusat dan hilir. Sistem tersebut jelasnya adalah :

(1) Hulu (marine terrain) adalah tempat terjadinya aktivitas penangkapan. Analisis wilayah hulu terdiri dari analisis terhadap potensi SDI, daerah penangkapan dan lingkungan perairan serta teknologi penangkapan ikan. Informasi mengenai sumber daya perikanan sangat penting artinya, karena keberhasilan pembangunan PP atau PPI tidak terlepas dari ketepatan dalam pemilihan lokasi yang akan dikembangkan tersebut, antara lain adalah adanya potensi sumber daya perikanan yang memadai, jumlah armada dan produksi, dan sistem pemasaran.

(2) Pusat atau PP (fishing port), pada hakekatnya PP merupakan basis utama kegiatan industri perikanan tangkap yang harus dapat menjamin suksesnya aktivitas usaha perikanan tangkap di laut. PP berperan sebagai terminal yang menghubungkan kegiatan usaha di laut dan di darat ke dalam suatu sistem usaha dan berdaya guna tinggi. Aktivitas unit penangkapan ikan di laut keberangkatannya harus dari pelabuhan dengan bahan bakar, makanan, es dan lain-lain secukupnya. PP dalam analisisnya merupakan elemen yang meliputi kondisi fisik existing, potensi perikanan (produksi, nilai produksi, unit penangkapan) dan organisasi yang ada didalamnya.

(3) Hilir (hinterland) adalah bagian dari wilayah daratan, tempat di mana suatu pelabuhan menjual jasa-jasanya dan menarik pengguna jasa untuk memanfaatkan PP. Daerah hilir meliputi wilayah distribusi dan konsumsi. Hilir merupakan salah satu elemen penting dalam analisis karena elemen itu

meliputi konsumen, sarana prasarana pendukung, lembaga dan organisasi yang mendukung aktivitas pendistribusian, dan lain-lain.

Kerangka pemikiran pengembangan PPSC didasari oleh tujuan untuk mengembangkan produksi perikanan, pemanfaatan sumber daya laut yang lebih optimal dan menggiatkan perekonomian masyarakat nelayan sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatan nelayan dan memberikan kontribusi bagi PAD Kabupaten Cilacap, serta PNBP dari sektor Perikanan dan Kelautan.

Rencana Pengembangan Pelabuhan Perikanan Data Keberadaan Pelabuhan (existing port) Input Analisis dan

Pengolahan Data Output

Outcomes Hilir (Hinterland) Pendekatan Sistem Pusat (Pelabuhan Perikanan) Hulu (Marine Terrain)

Gambar 5 Kerangka pemikiran rekayasa model pengembangan PP.

Perumusan rancangan pengembangan PPSC melibatkan berbagai elemen dengan kepentingan yang beragam. Hubungan atau keterkaitan antara satu elemen dengan elemen yang lain dalam pemenuhan kebutuhan pengembangan PP akan membuat persoalan semakin kompleks.

Karakteristik ini memerlukan pendekatan sistem untuk mendapatkan solusi yang komprehensif dan efektif. Pendekatan sistem merupakan suatu metode pemecahan masalah yang terdiri dari beberapa tahap proses. Pendekatan sistem diawali dengan analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem dan pemodelan yang dilanjutkan dengan verifikasi dan validasi

model yang dihasilkan. Konsep utama sistem adalah bagaimana semua elemen dalam suatu sistem berinteraksi satu dengan yang lain melalui umpan balik (causal loop). Analisis kebijakan dilakukan untuk mengambil kebijakan yang perlu sehingga tujuan sistem dapat dicapai. Dengan menggunakan pendekatan sistem diharapkan dapat diketahui skenario yang perlu diambil dalam pengembangan PPSC untuk mengantisipasi kejadian yang akan datang dan mencapai tujuan yang diharapkan (pengembangan). Pada Gambar 5 ditunjukkan kerangka pemikiran penelitian rekayasa model pengembangan PP.