• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Pendekatan Saintifik

5. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan menggunakan pendekatan saintifik. Proses pembelajaran saintifik menyentuh tiga ranah pembelajaran, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Proses pembelajaran yang melibatkan ketiga ranah tersebut digambar sebagai berikut (Hosnan, 2014: 32):

Gambar 2.1

Pendekatan Saintifik (scientific approach)

Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah tersebut secara utuh atau holistik, artinya pengembangan ranah satu tidak bisa dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan demikian, proses pembelajaran secara utuh melahirkan kualitas pribadi yang mencerminkan keutuhan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang terintegrasi.

Adapun bentuk kegiatan pembelajaran melalui pendekatan saintifik dapat dilihat dalam tabel berikut ini (Hosnan, 2014: 39):

Tabel 2.1

Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Aktivitas Pembelajaran

Mengamati (Observing)

Melihat, mengamati, membaca, mendengar, menyimak (tanpa dan dengan alat)

Kegiatan Aktivitas Pembelajaran Menanya

(Questioning)

Mengajukan pertanyaan dari yang factual sampai yang bersifat hipotesis; diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri (menjadi suatu kebiasaan)

Pengumpulan Data (Experimenting)

Menenukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang diajukan, menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, eksperimen), mengumpulkan data.

Mengasosiasi (Associating)

Menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, menentukan hubungan data ketegori, menyimpulkan dari hasil analisis data; dimulai dari unstructured-uni unstructured- multistructure-complicated structure.

Mengkomunikasikan Menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar atau media lainnya.

Catatan: Aktivitas guru dalam kegiatan pembelajaran adalah: a. Menyediakan sumber belajar;

b. Mendorong siswa berinteraksi dengan sumber belajar (menugaskan); c. Mengajukan pertanyaan agar siswa memikirkan hasil interaksinya; d. Memantau persepsi dan proses berpikir siswa serta memberikan

scaffolding;

e. Mendorong siswa berdialog/ berbagi hasil pemikirannya; f. Mengkonfirmasi pemahaman yang diperoleh, dan;

g. Mendorong siswa untuk merefleksikan pengalaman belajarnya.

Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah, dan mengomunikasikan untuk semua mata pelajaran. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai- nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat nonilmiah.

Sejalan dengan tabel 2.1, Kemendikbud (2013b), yang sebagaimana dikutip Yunus Abidin (2014: 133), langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan saintifik dideskripsikan sebagai berikut: a. Mengamati

Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran. Kegiatan mengamati sangat bermanfaat untuk memenuhi rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah- langkah seperti berikut ini:

1) Menentukan objek apa yang akan diamati

2) Membuat pedoman pengamatan sesuai dengan lingkup objek yang akan diamati

3) Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder.

4) Menentukan di mana tempat objek pengamatan

5) Menentukan secara jelas bagaimana pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar.

6) Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil pengamatan, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.

Kegiatan pengamatan dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan peserta didik secara langsung. Dalam kaitan ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan peserta didik dalam observasi tersebut sebagai berikut (Abidin, 2014: 135): (1) observasi terbuka; (2) observasi terfokus; (3) observasi terstruktur; dan (4) observasi sistematik.

Praktik pengamatan dalam pembelajaran hanya akan efektif jika peserta didik dan guru melengkapi diri dengan dengan alat-alat pencatatan dan alat-alat lain, seperti: (1) tape recorder, untuk merekam pembicaraan; (2) kamera, untuk merekam objek atau kegiatan secara visual; (3) film atau video, untuk merekam kegiatan objek atau secara audio-visual; dan (4) alat-alat lain sesuai dengan keperluan. Instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi, dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdotal (anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device).

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama observasi pembelajaran disajikan berikut ini (Yunus Abidin, 2014: 136):

1) Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan pembelajaran.

2) Banyak atau sedikit serta homogenitas atau heterogenitas subjek, objek, atau situasi yang diobservasi. Makin banyak dan heterogen subjek, objek, atau situasi yang diobservasi, makin sulit kegiatan obervasi itu dilakukan. Sebelum observasi dilaksanakan, guru dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara dan prosedur pengamatan.

3) Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi.

b. Menanya

Langkah kedua dalam pembelajaran saintifik adalah bertanya. Bertanya di sini dapat berupa pertanyaan dari guru atau dari murid. Kegiatan bertanya dalam pembelajaran berfungsi sebagai berikut (Yunus Abidin, 2014:136-137):

1) Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran.

2) Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri. 3) Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus

menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya.

4) Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan. 5) Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara,

mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.

6) Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan. 7) Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan

menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok. 8) Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap

dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.

9) Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.

Memberi kesempatan siswa bertanya atau menjawab pertanyaan guru dapat menumbuhkan suasana pembelajaran yang akrab dan menyenangkan. Dalam mengajukan pertanyaan diperhatikan kualitas pertanyaan. Pertanyaan yang berkualitas akan menghasilkan

jawaban yang berkualitas. Kriteria pertanyaan yang baik tersebut adalah sebagai berikut (Abidin, 2014:137):

1) Singkat dan jelas. 2) Menginspirasi jawaban. 3) Memiliki fokus.

4) Bersifat probing atau divergen. 5) Bersifat validatif atau penguatan.

6) Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang. 7) Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif. 8) Merangsang proses interasksi.

c. Menalar

Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif dari pada guru. Penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.

Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penalaran nonilmiah tidak selalu bermanfaat. Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemahan dari reasioning, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemampuan

mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukkannya menjadi penggalan memori. Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan sikap ilmiah dan motivasi pada peserta didik berkenaan dengan nilai-nilai intrinsik dari pembelajaran partisipatif. Dengan cara ini peserta didik akan melakukan peniruan terhadap apa yang nyata diobservasinya dari kinerja guru dan teman di kelas.

Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengan cara berikut ini (Abidin, 2014: 139-140):

1) Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum.

2) Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.

3) Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).

4) Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.

5) Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki.

6) Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaaan atau pelaziman.

7) Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.

8) Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk memungkinkan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.

Seperti telah dijelaskan di atas, ada dua cara melakukan asosiasi, yaitu dengan logika induktif dan deduktif. Logika induktif merupakan cara menarik kesimpulan dari fenomena atau atribut-atribut

khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Sedangkan logika deduktif merupakan cara menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Dengan pola ini siswa dapat mengolah informasi dengan logika induktif dari percobaan yang telah dilakukan sebelumnya, dan dengan menggunakan logika deduktif dengan membandingkan teori-teori yang telah ada dengan hasil percobaannya.

d. Mencoba

Hasil belajar yang nyata akan diperoleh peserta didik dengan mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Misalnya pada mata pelajaran, peserta didik harus memahami konsep-konsep akidah, akhlak dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Aplikasi metode eksperimen dapat mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara- cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; (6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.

Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka guru harus melakukan: (1) merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid; (2) guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan; (3) perlu memperhitungkan tempat dan waktu; (4) guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid; (5) guru membicarakan masalah yang akan dijadikan eksperimen; (6) membagi kertas kerja kepada murid; (7) murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal (Abidin, 2014:140)

e. Mengkomunikasikan

Kemampuan ini adalah kemampuan menyampaikan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan baik secara lisan maupun tulisan. Dalam hal ini, siswa harus mampu menulis dan berbicara secara komunikatif (Abidin, 2014:141). Lebih dari 2400 tahun lalu Confucius menyatakan: apa yang saya dengar, saya lupa, apa yang saya lihat saya ingat, apa yang saya lakukan saya paham. Silberman telah memodifikasi penyataan tersebut menjadi: apa yang saya dengar saya lupa, apa yang saya dengar dan lihat saya ingat, apa yang saya dengar, lihat, dan diskusikan saya mulai paham, apa yang saya dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan, apa yang saya ajarkan kepada yang lain, saya pemiliknya (Silberman, 2002: 1). Dengan mengkomunikasikan hasil

percobaan dan asosiasi yang telah dilakukan peserta didik dalam pembelajaran akan memperkuat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah disajikan dalam pembelajaran.

Pada setiap aplikasi kurikulum mempunyai aplikasi pendekatan pembelajaran berbeda-beda, demikian pada kurikulum pada kurikulum sekarang ini. Scientific approach (pendekatan ilmiah) adalah pendekatan pembelajaran yang diterapkan pada aplikasi pembelajaran Kurikulum 2013. Pendekatan ini berbeda dari pendekatan pembelajaran kurikulum sebelumnya. Pada setiap langkah inti proses pembelajaran, guru akan melakukan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan pendekatan ilmiah. Kemampuan ini adalah menyampaikan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan baik secara lisan maupun tulisan dalam hal ini, siswa harus mampu menulis dan berbicara secara komunikatif dan efektif (Abidin, 2014: 141).

B. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Dokumen terkait