ABSTRAK
HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN TINGKAT KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT
TINGGI DAN PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA
Studi Kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi di
Kabupaten Gunungkidul
Elisabeth Novita Bekti Kusumasari Universitas Sanata Dharma
2015
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi; 2) hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan pengembangan karakter siswa.
Penelitian ini merupakan studi kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi pada tahun ajaran 2014/2015 di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober 2014 sampai dengan Mei 2015. Populasi penelitian sebanyak 704 siswa. Jumlah sampel penelitian sebanyak 358 siswa. Teknik penarikan sampel adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data adalah kuesioner dan wawancara. Teknik analisis data adalah korelasi Spearman.
ABSTRACT
THE RELATIONSHIP BETWEEN STUDENTS’ PERCEPTIONS ABOUT THE IMPLEMENTATION OF THE SCIENTIFIC APPROACH IN LEARNING FINANCIAL ACCOUNTING WITH THE ABILITY OF HIGH
THINKING LEVEL, AND THE DEVELOPMENT OF STUDENTS’ CHARACTER
A Case Study at Three Senior High Schools and Three Vocational High Schools in the field of Business and Management Expertise, Financial Expertise
Programme, Accounting Expertise in Gunungkidul Regency
Elisabeth Novita Bekti Kusumasari Sanata Dharma University
2015
This study aims to find out: 1) the relationship between students perceptions about the implementation of the scientific approach in learning financial accounting and the ability of high thinking level; 2) the relationship between students’ perceptions about the implementation of the scientific approach in financial accounting and the development of students’ character.
This study is a case study at three Senior High Schools and three Vocational High Schools in the field of Business and Management Expertise, Financial Expertise Programme, Accounting Expertise in 2014/2015 at Gunungkidul. This study was conducted from October 2014 until May 2015. The populations of the study were 704 students. The number of the samples were 358 students. The technique of taking samples was purposive sampling. The techniques of gathering the data were questionnaires and interviews. The technique of analysing the data was Spearman correlation.
The results show that: 1) there is a relationship between students’ perceptions about the implementation of the scientific approach in learning financial
accounting and the level of high thinking level (Spearman's rho = 0,195; Sig. (2-tailed) = 0,000 <α = 0,05); 2) there is a relationship between students perceptions about the implementation of the scientific approach in learning financial
HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI
PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN
AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN TINGKAT
KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DAN
PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA
Studi Kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi di Kabupaten
Gunungkidul
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlihan Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Elisabeth Novita Bekti Kusumasari NIM : 111334016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI
PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN
AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN TINGKAT
KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DAN
PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA
Studi Kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi di Kabupaten
Gunungkidul
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlihan Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Elisabeth Novita Bekti Kusumasari NIM : 111334016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk:
TUHAN YESUS KRISTUS
Terima kasih Tuhan telah memberikan kemudahan dan kelancaran setiap langkahku dalam mengerjakan karya ini.
Suami dan Anankku tercinta,
Petrus Hery Tris Cahyono yang selalu memberikan semangat, doa dan dukungan
Hilarius Tristan Adinata yang menjadi semangatku untuk segera menyelesaikan skirpsi ini
Bapak dan Ibuku
Bapak Rob. Dwi Sumaryanto yang mendidik, mendoakan dan memberikan semangat dalam hidupku.
Ibu Bernadetha Puji Lestari yang selalu memberikan semangat dan mendoakanku.
Bapak Y. Wardoyo yang memberikan semangat dan mendoakanku
Ibu V. Sutristini yang senantiasa mendoakanku
Beserta adikku Fidelis Tyas Ayu Kartika Sari yang mendukungku dan mendoakanku.
Sahabat – sahabatku GengGong,
Terima kasih atas segala dukungan, semangat, bantuan, perhatian dan doa yang kalian berikan kepadaku.
Sahabat – sahabatku mahasiswa Pendidikan Akuntansi,
Terima kasih atas segala dukungan, semangat, bantuan, perhatian dan doa yang kalian berikan kepadaku.
v
Motto
“God is stronger than the other problems we got,
Don’t pray for an easy life, but pray to be a strong
person”
(Kutipan JKsuit)
“Selesaikan apa yang telah kamu mulai”
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 25 Juni 2015
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Elisabeth Novita Bekti Kusumasari
Nomor Mahasiswa : 111334016
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
Hubungan Persepsi Siswa Tentang Implementasi Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan Dengan Tingkat Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi Dan Pengembangan Karakter Siswa
Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan rolayti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 25 Juni 2015
Yang menyatakan
viii ABSTRAK
HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN TINGKAT KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT
TINGGI DAN PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA
Studi Kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi di
Kabupaten Gunungkidul
Elisabeth Novita Bekti Kusumasari Universitas Sanata Dharma
2015
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi; 2) hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan pengembangan karakter siswa.
Penelitian ini merupakan studi kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi pada tahun ajaran 2014/2015 di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober 2014 sampai dengan Mei 2015. Populasi penelitian sebanyak 704 siswa. Jumlah sampel penelitian sebanyak 358 siswa. Teknik penarikan sampel adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data adalah kuesioner dan wawancara. Teknik analisis data adalah korelasi Spearman.
ix ABSTRACT
THE RELATIONSHIP BETWEEN STUDENTS’ PERCEPTIONS ABOUT THE IMPLEMENTATION OF THE SCIENTIFIC APPROACH IN LEARNING FINANCIAL ACCOUNTING WITH THE ABILITY OF HIGH
THINKING LEVEL, AND THE DEVELOPMENT OF STUDENTS’ CHARACTER
A Case Study at Three Senior High Schools and Three Vocational High Schools in the field of Business and Management Expertise, Financial Expertise
Programme, Accounting Expertise in Gunungkidul Regency
Elisabeth Novita Bekti Kusumasari Sanata Dharma University
2015
This study aims to find out: 1) the relationship between students perceptions about the implementation of the scientific approach in learning financial accounting and the ability of high thinking level; 2) the relationship between students’ perceptions about the implementation of the scientific approach in financial accounting and the development of students’ character.
This study is a case study at three Senior High Schools and three Vocational High Schools in the field of Business and Management Expertise, Financial Expertise Programme, Accounting Expertise in 2014/2015 at Gunungkidul. This study was conducted from October 2014 until May 2015. The populations of the study were 704 students. The number of the samples were 358 students. The technique of taking samples was purposive sampling. The techniques of gathering the data were questionnaires and interviews. The technique of analysing the data was Spearman correlation.
x
KATA PENGANTAR
Puji Syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan rahmat dan berkah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Hubungan Persepsi Siswa Tentang Implementasi Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan Dengan Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Dan Pengembangan Karakter Siswa dapat penulis selesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan baik. Maka pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma;
2. Bapak Indra Darmawan, S.E., M.Si. selaku Ketua Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta;
3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta;
4. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. Selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memberi dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
5. Para dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan berbagai pegetahuan dalam proses perkuliahan;
xi
7. Suamiku Petrus Hery Tris Cahyono dan Anakku Hilarius Tristan Adinata yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan selama proses skripsi; 8. Orang tuaku Bapak Rob. Dwi Sumaryanto dan Y. Wardoyo serta Ibu
Bernadetha Puji Lestari dan V. Sutristini yang selalu mendukung, mendoakan, dan sangat memperhatikan selama proses skripsi;
9. Adikku Fidelis Tyas Ayu Kartika Sari yang selalu memberi semangat;
10. Sahabatku Fr. Paulus Prabowo SJ, yang telah membantu dan memberikan semangat selama proses skripsi ini;
11. Teman-teman satu perjuangan Pendidikan Akuntansi 2011 yang telah membantu dan memberi dukungan selama proses skripsi;
12. Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih untuk bantuan dan dukungannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak keterbatasan dan kekurangannya, maka penulis sangat membutuhkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Akhirnya penulis mengucapkan selamat membaca semoga bermanfaat bagi kita semua.
Yogyakarta, Juni 2015
Penulis
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah ... 6
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 7
xiii
A. Pendekatan Saintifik ... 9
1. Pengertian Pendekatan Saintifik ... 9
2. Karakter Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik ... 10
3. Prinsip-prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik ... 11
4. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik ... 12
5. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik ... 12
B. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ... 22
1. Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi ... 22
2. Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 26
3. Proses Berpikir Tingkat Tinggi ... 27
4. Konsep Dasar Utama Berpikir Tingkat Tinggi... 28
5. Karakteristik Berpikir Tingkat Rendah dan Berpikir Tingkat Tinggi ... 29
C. Pendidikan Karakter ... 30
1. Pengertian Pendidikan Karakter dan Makna Pendidikan Karakter ... 30
2. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ... 35
3. Tujuan Pendidikan Karakter ... 42
4. Implementasi Pendidikan Karakter ... 44
D. Kerangka Teori ... 47
xiv
2. Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan
saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan
pengembangan karakter siswa ... 49
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 51
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 51
C. Subjek dan Obyek Penelitian ... 52
D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 52
E. Operasionalisasi Variabel ... 53
F. Teknik Pengumpulan Data ... 57
G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 58
H. Teknik Analisis Data ... 63
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskrisi Data ... 68
B. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 73
C. Pengujian Hipotesis ... 75
D. Pembahasan ... 79
BAB V KESIMPULAN, KETERBATSAN, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 85
B. Saran ... 86
C. Keterbatasan ... 86
xv DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kegiatan Pembelajaran ... 13
Tabel 2.2 Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi ... 22
Tabel 2.3 Cognitive Process Dimension ... 27
Tabel 2.4 Nilai-nilai yang diinternalisasikan dalam Pendidikan Karakter ... 37
Tabel 2.5 Konfigurasi Karakter dalam Konsteks Totalitas Proses Psikologis dan Sosial-Kultur ... 45
Tabel 2.6 Kelompok Konfigurasi Karakter ... 45
Tabel 3.1 Daftar Nama Sekolah dan Jumlah Siswa ... 53
Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan ... 54
Tabel 3.3 Operasionalisasi Variabel Kemampuan Siswa Berpikir Tingkat Tinggi pada Materi Pembelajaran Rekonsiliasi Bank dan Pencatatan Pos Penyesuaiannya ... 55
Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Pengembangan Karakter Sosial Siswa ... 56
Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Butir Instrumen Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan ... 59
Tabel 3.6 Hasil Pengujian Validitas Butir Instrumen Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 60
Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Butir Instrumen Pengembangan Karakter Siswa ... 60
xvi
Tabel 3.9 PAP Tipe II ... 63
Tabel 3.10 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan ... 66
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah ... 68
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Status Sekolah .... 69
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 70
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Implementasi Pendekatan Saintifik ... 70
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi... 71
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pengembangan Karakter Siswa ... 72
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Persepsi Siswa tentang Implementasi
Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan
dengan Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 73
Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Persepsi Siswa tentang Implementasi
Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan
dengan Pengembangan Karakter Siswa ... 74
Tabel 4.9 Hasil Uji Korelasi Persepsi Siswa tentang Implementasi
Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan
dengan Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 76
Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Persepsi Siswa tentang Implementasi
Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan
xvii
DAFTAR GAMBAR
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Kuesioner Instrument Penelitian ... 94
Lampiran II Data Induk Pra Penelitian... 103
Lampiran III Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 105
Lampiran IV Tabel r ... 112
Lampiran V Surat Ijin Penelitian ... 113
Lampiran VI Data Induk Penelitian ... 115
Lampiran VII Uji Normalitas ... 131
Lampiran VIII Uji Korelasi Spearman ... 132
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah salah satu aspek yang sangat penting dan strategis
bagi kehidupan manusia. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi
peranannya di masa yang akan datang (Pasal 1 UU RI No 2/1989). Sebagai
sesuatu yang khas dan spesifik bagi manusia, pendidikan berperan sangat
penting dalam membekali manusia untuk menjalani masa depan yang akan
diwarnai dengan berbagai tantangan dan perubahan (Sairin, 2001:iv).
Fungsi utama pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak kepribadian serta peradaban yang bermartabat dalam hidup
dan kehidupan. Dengan kata lain, pendidikan berfungsi memanusiakan
manusia agar menjadi manusia yang benar sesuai dengan norma yang
dijadikan landasannya. Hal demikian sejalan dengan Undang-Undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan
kemampuan serta membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis
serta bertangggung jawab (Pasal 3 UU RI No 20/2003).
Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional, maka
diperlukan kurikulum. Secara etimoligis curriculum yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu” (Sholeh Hidayat, 2013:19). Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 (SISDIKNAS) pasal 1 ayat (9) sebagaimana dikutip Sholeh Hidayat
(2013:22), kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
Kurikulum 2013 merupakan bagian dari strategi meningkatkan capaian
pendidikan. Kurikulum 2013 melanjutkan Kurikulum Berbasis Kompetensi
yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Orientasi Kurikulum 2013
adalah terjadinya peningkatan dan keseimbangan antara kompetensi sikap
(attitude), keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge) (Sholeh Hidayat, 2013:113). Oleh sebab itu pengembangan kurikulum difokuskan kepada
pembentukan kompetensi dan karakter para peserta didik yang berupa paduan
pengetahuan keterampilan dan sikap yang dapat didemonstrasikan peserta
didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya secara
Pembelajaran dalam konteks Kurikulum 2013 diorientasikan agar
siswa mengembangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan siswa. Guna
mewujudkan pembelajaran yang demikian, minimalnya ada 5 tahap yang
harus dikembangkan guru dalam mengajar dalam konteks Kurikulum 2013
antara lain melakukan observasi dengan pendekatan sains, mengembangkan
kemampuan bertanya atau intellectual curiousity, kemampuan berpikir, bereksperimen, kemudian komunikasi. Kelima model tersebut adalah model
proses saintifik, model multisensory dan model kooperatif (Yunus Abidin, 2014:122).
Menurut Yunus Abidin (2014:122), model pembelajaran proses
saintifik merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa beraktivitas
sebagai mana seorang ahli sains. Seperti halnya yang dikemukakan oleh
Hosnan (2014:34), implementasi Kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan
pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian
rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip
melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan
masalah, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik
kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum, atau prinsip yang
ditemukan).
Salah satu tujuan penerapan pendekatan saintifik adalah meningkatkan
kemampuan berpikir tinggi siswa. Berpikir tingkat tinggi seperti didefinisikan
menyimpannya dalam memori dan menghubungkan dan meluaskan informasi
tersebut untuk mencapai tujuan atau mencari jawaban dari situasi yang
membingungkan. Sedangkan Anderson dan Krathwohl (2001) mendefinisikan
berpikir tingkat tinggi sebagai “the processes-analyze, evaluate, and create”. Dari kedua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa berpikir tingkat
tinggi merupakan berpikir pada level yang tinggi, tidak hanya sekedar
mengingat atau menghafal materi pelajaran, tetapi dapat menggunakan
informasi yang telah dipelajarinya untuk menyelesaikan suatu permasalahan
atau mencari jawaban dari situasi yang membingungkan, bahkan seharusnya
siswa dapat membuat atau menciptakan suatu produk dari proses
pembelajaran yang telah dilakukan. Dengan demikian semakin baik
implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran, maka semakin baik
pula kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
Pengembangan Kurikulum 2013 juga menekankan pada pendidikan
karakter, terutama pada tingkat dasar, yang akan menjadi pondasi bagi tingkat
berikutnya. Makna pendidikan karakter menurut Kementerian Pendidikan
Nasional (2010: 4) adalah mengembangkan karakter bangsa pada diri peserta
didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya,
menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota
masyarakat dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.
Mulyasa (2014:7) berpandangan bahwa pendidikan karakter dalam Kurikulum
2013 bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, yang
secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan
pada setiap satuan pendidikan. Dengan demikian semakin baik implementasi
pendekatan saintifik dalam pembelajaran, maka semakin baik pula
pengembangan karakter sosial siswa.
Fakta di lapangan menunjukan bahwa pelaksanaan Kurikulum 2013
masih jauh dari harapan. Tujuan pelaksanaan Kurikulum 2013 adalah
meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dan pengembangan
karakter siswa. Berdasarkan informasi dari beberapa guru di Kabupaten
Gunungkidul, mereka menyatakan bahwa para siswa masih cenderung hafalan
untuk materi pembelajaran yang dipelajarinya. Mereka belum berkemampuan
baik dalam menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Hal ini tampak dari
hasil-hasil pengerjaan tugas-tugas dan ulangan-ulangan harian. Sedangkan
dalam hal pengembangan karakter, tampak bahwa para siswa tidak berbeda
dengan waktu pembelajaran sebelumnya. Hal-hal ini diduga kuat pelaksanaan
pendekatan saintifik dalam pembelajaran belum berjalan sebagaimana
mestinya.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis bermaksud melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan Persepsi Siswa Tentang Implementasi
Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan
Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dan Pengembangan Karakter
Siswa”. Penelitian ini merupakan studi kasus di 3 SMK Negeri dan 3 SMK
B. Batasan Masalah
Implementasi pendekatan saintifik memiliki beberapa tujuan
diantaranya, untuk meningkatkan kemampuan intelek khususnya kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa, membentuk kemampuan siswa dalam
menyelesaikan suatu masalah secara sistematik, melatih siswa dalam
mengkomunikasikan ide-ide, untuk mengembangkan karakter siswa (Hosnan,
2014:36-37). Penelitian ini memfokuskan pada implementasi pendekatan
saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dan dampaknya pada tingkat
kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa secara
spesifik pada materi rekonsiliasi bank dan pencatatan pos penyesuaian.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah ada hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan
saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat
kemampuan berpikir tingkat tinggi?
2. Apakah ada hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan
saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan pengembangan
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam
pembelajaran akuntansi keuangan dengan pengembangan kemampuan
berpikir tingkat tinggi.
2. Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik
dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan pengembangan karakter
siswa.
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan rujukan guna
kepentingan evaluasi proses pembelajaran berdasarkan pendekatan
saintifik dalam mata pelajaran akuntansi keuangan yang telah dijalankan
melalui evaluasi tersebut. Guru diharapkan dapat meningkatkan efektivitas
proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
2. Manfaat Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan evaluasi bagi
sekolah tentang kesiapan guru dalam mengimplementasi Kurikulum 2013.
Melalui evaluasi tersebut, sekolah dapat menetapkan langkah-langkah
yang tepat agar para guru dapat mengimplementasi Kurikulum 2013
3. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi
bagi para peneliti selanjutnya. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan
penelitian ini dalam bentuk penelitian tindakan maupun penelitian
9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pendekatan Saintifik
1. Pengertian Pendekatan Saintifik
Secara sederhana, pendekatan ilmiah merupakan suatu cara atau
mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang
didasarkan pada suatu metode ilmiah. Proses pembelajaran harus terhindar
dari sifat-sifat atau nilai-nilai non ilmiah. Menurut Hosnan (2014:34),
pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang
sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep,
hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk
mengidentifikasikan atau menemukan masalah), merumuskan masalah,
mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan
berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan
mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.
Menurut Iskandar (2008: 16), pendekatan scientific (ilmiah) adalah suatu proses penyelidikan secara sistematik yang terdiri atas bagian bagian
yang saling bergantung (interdependent).
Sedangkan menurut Barringer et. al (2010) sebagaimana dikutip Yunus Abidin (2014: 125), pembelajaran proses saintifik merupakan
pembelajaran yang menuntut siswa berpikir secara sistematis, dan kritis
dilihat. Menurut Yunus Abidin (2014: 127), pendekatan saintifik adalah
model pembelajaran yang dilandasi pendekatan ilmiah dalam
pembelajaran yang diorientasikan guna membina kemampuan siswa
memecahkan masalah melalui serangkaian aktivitas inkuiri yang menuntut
kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif, dan berkomunikasi dalam
upaya meningkatkan pemahaman siswa.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendekatan saintifik merupakan pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach). Di dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik, peserta didik
mengkonstruksi pengetahuan bagi dirinya. Bagi peserta didik,
pengetahuan yang dimilikinya bersifat dinamis, berkembang dari
sederhana menuju kompleks, dari ruang lingkup dirinya dan di sekitarnya
menuju ruang lingkup yang lebih luas, dan dari yang bersifat konkrit
menuju abstrak. Sebagai manusia yang sedang berkembang, peserta didik
telah, sedang, dan akan mengalami empat tahap perkembangan intelektual,
yakni sensori motor, pra-operasional, operasional konkrit, dan operasional
formal (Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013).
2. Karakteristik Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik
sebagai berikut (Hosnan, 2014: 36):
a. Berpusat pada siswa.
c. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.
d. Dapat mengembangkan karakter siswa.
Secara lebih spesifik, pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam proses pembelajaran mempunyai criteria sebagai berikut (Hosnan,
2014: 38):
a. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
b. Penjelasan guru, respon siswa dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif atau penalaran yang menyimpan dari alur berpikir logis.
c. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis dan tepat dalam mengidentifikasikan, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
d. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.
e. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespons materi pembelajaran.
f. Berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.
g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya
3. Prinsip-prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan
pembelajaran sebagai berikut (Hosnan, 2014: 37):
a. Pembelajaran berpusat pada siswa.
b. Pembelajaran membentuk students self concept c. Pembelajaran terhindar dari verbalisme.
e. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa.
f. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru.
g. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi.
h. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
4. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada
keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran dengan
pendekatan saintifik sebagai berikut (Hosnan, 2014: 36-37):
a. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa
b. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik
c. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan
d. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi
e. Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah
f. Untuk mengembangkan karakter siswa
5. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang
dilaksanakan menggunakan pendekatan saintifik. Proses pembelajaran
saintifik menyentuh tiga ranah pembelajaran, yaitu sikap, pengetahuan,
dan keterampilan. Proses pembelajaran yang melibatkan ketiga ranah
Gambar 2.1
Pendekatan Saintifik (scientific approach)
Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa proses
pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah
tersebut secara utuh atau holistik, artinya pengembangan ranah satu tidak
bisa dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan demikian, proses
pembelajaran secara utuh melahirkan kualitas pribadi yang mencerminkan
keutuhan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
terintegrasi.
Adapun bentuk kegiatan pembelajaran melalui pendekatan saintifik
dapat dilihat dalam tabel berikut ini (Hosnan, 2014: 39):
Tabel 2.1
Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Aktivitas Pembelajaran
Mengamati (Observing)
Kegiatan Aktivitas Pembelajaran Menanya
(Questioning)
Mengajukan pertanyaan dari yang factual sampai yang bersifat hipotesis; diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri (menjadi suatu kebiasaan)
Pengumpulan Data (Experimenting)
Menenukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang diajukan, menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, eksperimen), mengumpulkan data.
Mengasosiasi (Associating)
Menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, menentukan hubungan data ketegori, menyimpulkan dari hasil analisis data; dimulai dari unstructured-uni unstructured-multistructure-complicated structure.
Mengkomunikasikan Menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar atau media lainnya.
Catatan: Aktivitas guru dalam kegiatan pembelajaran adalah:
a. Menyediakan sumber belajar;
b. Mendorong siswa berinteraksi dengan sumber belajar (menugaskan); c. Mengajukan pertanyaan agar siswa memikirkan hasil interaksinya; d. Memantau persepsi dan proses berpikir siswa serta memberikan
scaffolding;
e. Mendorong siswa berdialog/ berbagi hasil pemikirannya; f. Mengkonfirmasi pemahaman yang diperoleh, dan;
g. Mendorong siswa untuk merefleksikan pengalaman belajarnya.
Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba,
mengolah, dan mengomunikasikan untuk semua mata pelajaran. Untuk
mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan
ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi
seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan
nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai-nilai-nilai atau sifat-sifat
Sejalan dengan tabel 2.1, Kemendikbud (2013b), yang
sebagaimana dikutip Yunus Abidin (2014: 133), langkah-langkah
pembelajaran dengan pendekatan saintifik dideskripsikan sebagai berikut:
a. Mengamati
Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses
pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik
senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja
kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya
memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga
relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna
serta tujuan pembelajaran. Kegiatan mengamati sangat bermanfaat
untuk memenuhi rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses
pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan
mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh
langkah-langkah seperti berikut ini:
1) Menentukan objek apa yang akan diamati
2) Membuat pedoman pengamatan sesuai dengan lingkup objek yang akan diamati
3) Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder.
4) Menentukan di mana tempat objek pengamatan
5) Menentukan secara jelas bagaimana pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar.
[image:36.595.99.518.225.730.2]Kegiatan pengamatan dalam proses pembelajaran
meniscayakan keterlibatan peserta didik secara langsung. Dalam kaitan
ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan peserta didik dalam
observasi tersebut sebagai berikut (Abidin, 2014: 135): (1) observasi
terbuka; (2) observasi terfokus; (3) observasi terstruktur; dan (4)
observasi sistematik.
Praktik pengamatan dalam pembelajaran hanya akan efektif
jika peserta didik dan guru melengkapi diri dengan dengan alat-alat
pencatatan dan alat-alat lain, seperti: (1) tape recorder, untuk merekam pembicaraan; (2) kamera, untuk merekam objek atau kegiatan secara
visual; (3) film atau video, untuk merekam kegiatan objek atau secara
audio-visual; dan (4) alat-alat lain sesuai dengan keperluan. Instrumen
yang digunakan dalam melakukan observasi, dapat berupa daftar cek
(checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdotal (anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device).
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta
didik selama observasi pembelajaran disajikan berikut ini (Yunus
Abidin, 2014: 136):
1) Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan pembelajaran.
3) Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi.
b. Menanya
Langkah kedua dalam pembelajaran saintifik adalah bertanya.
Bertanya di sini dapat berupa pertanyaan dari guru atau dari murid.
Kegiatan bertanya dalam pembelajaran berfungsi sebagai berikut
(Yunus Abidin, 2014:136-137):
1) Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran.
2) Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri. 3) Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus
menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya.
4) Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan. 5) Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara,
mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
6) Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan. 7) Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan
menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok. 8) Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap
dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
9) Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.
Memberi kesempatan siswa bertanya atau menjawab
pertanyaan guru dapat menumbuhkan suasana pembelajaran yang
akrab dan menyenangkan. Dalam mengajukan pertanyaan diperhatikan
jawaban yang berkualitas. Kriteria pertanyaan yang baik tersebut
adalah sebagai berikut (Abidin, 2014:137):
1) Singkat dan jelas. 2) Menginspirasi jawaban. 3) Memiliki fokus.
4) Bersifat probing atau divergen. 5) Bersifat validatif atau penguatan.
6) Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang. 7) Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif. 8) Merangsang proses interasksi.
c. Menalar
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan
pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk
menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku
aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik
harus lebih aktif dari pada guru. Penalaran adalah proses berpikir yang
logis dan sistematis atas fakta kata empiris yang dapat diobservasi
untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.
Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski
penalaran nonilmiah tidak selalu bermanfaat. Istilah menalar di sini
merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemahan dari reasioning, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks
pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak
merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah
mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam
peristiwa untuk kemudian memasukkannya menjadi penggalan
memori. Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan
menanamkan sikap ilmiah dan motivasi pada peserta didik berkenaan
dengan nilai-nilai intrinsik dari pembelajaran partisipatif. Dengan cara
ini peserta didik akan melakukan peniruan terhadap apa yang nyata
diobservasinya dari kinerja guru dan teman di kelas.
Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk
meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengan cara
berikut ini (Abidin, 2014: 139-140):
1) Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum.
2) Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.
3) Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).
4) Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.
5) Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki.
6) Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaaan atau pelaziman.
7) Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.
8) Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk memungkinkan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.
Seperti telah dijelaskan di atas, ada dua cara melakukan
asosiasi, yaitu dengan logika induktif dan deduktif. Logika induktif
khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Sedangkan logika deduktif
merupakan cara menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan atau
fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus.
Dengan pola ini siswa dapat mengolah informasi dengan logika
induktif dari percobaan yang telah dilakukan sebelumnya, dan dengan
menggunakan logika deduktif dengan membandingkan teori-teori yang
telah ada dengan hasil percobaannya.
d. Mencoba
Hasil belajar yang nyata akan diperoleh peserta didik dengan
mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau
substansi yang sesuai. Misalnya pada mata pelajaran, peserta didik
harus memahami konsep-konsep akidah, akhlak dan kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari. Aplikasi metode eksperimen dapat
mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap,
keterampilan dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata
untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan
kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari
cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan;
(3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen
sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat
fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; (6)
menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan dan
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka guru
harus melakukan: (1) merumuskan tujuan eksperimen yanga akan
dilaksanakan murid; (2) guru bersama murid mempersiapkan
perlengkapan yang dipergunakan; (3) perlu memperhitungkan tempat
dan waktu; (4) guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan
kegiatan murid; (5) guru membicarakan masalah yang akan dijadikan
eksperimen; (6) membagi kertas kerja kepada murid; (7) murid
melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) guru
mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap
perlu didiskusikan secara klasikal (Abidin, 2014:140)
e. Mengkomunikasikan
Kemampuan ini adalah kemampuan menyampaikan hasil
kegiatan yang telah dilaksanakan baik secara lisan maupun tulisan.
Dalam hal ini, siswa harus mampu menulis dan berbicara secara
komunikatif (Abidin, 2014:141). Lebih dari 2400 tahun lalu Confucius
menyatakan: apa yang saya dengar, saya lupa, apa yang saya lihat saya
ingat, apa yang saya lakukan saya paham. Silberman telah
memodifikasi penyataan tersebut menjadi: apa yang saya dengar saya
lupa, apa yang saya dengar dan lihat saya ingat, apa yang saya dengar,
lihat, dan diskusikan saya mulai paham, apa yang saya dengar, lihat,
diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan
keterampilan, apa yang saya ajarkan kepada yang lain, saya
percobaan dan asosiasi yang telah dilakukan peserta didik dalam
pembelajaran akan memperkuat penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran yang telah disajikan dalam pembelajaran.
Pada setiap aplikasi kurikulum mempunyai aplikasi pendekatan
pembelajaran berbeda-beda, demikian pada kurikulum pada kurikulum
sekarang ini. Scientific approach (pendekatan ilmiah) adalah pendekatan pembelajaran yang diterapkan pada aplikasi pembelajaran
Kurikulum 2013. Pendekatan ini berbeda dari pendekatan
pembelajaran kurikulum sebelumnya. Pada setiap langkah inti proses
pembelajaran, guru akan melakukan langkah-langkah pembelajaran
sesuai dengan pendekatan ilmiah. Kemampuan ini adalah
menyampaikan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan baik secara
lisan maupun tulisan dalam hal ini, siswa harus mampu menulis dan
berbicara secara komunikatif dan efektif (Abidin, 2014: 141).
B. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi 1. Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi
Berikut ini merupakan beberapa pengertian berpikir tingkat tinggi
[image:43.595.101.513.240.582.2]menurut beberapa ahli selama 15 tahun terakhir (Goethals, 2013).
Tabel 2.2
Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi
Sumber Tahun Definisi
King et al. 1998 “(It) includes critical, logical, reflective, metacognitive, and creative thinking. (It is) activated when individuals encounter
Sumber Tahun Definisi or dilemmas.”
NCTM (The National Council of Teachers of Mathematics)
2000 “Solving a routine problem”
Anderson and Krathwohl
2001 The processes- analyze, evaluate, and create. Lopez and
Whittington
2001 “(It) occurs when a person take new
information and information stored in memory an interrelates and/or rearranges and extends this information to achieve a purpose or find possible answer in perplexing situations” Weiss, E. 2003 Collaborative, authentic, ill-structured, and
challenging problems.
Miri et al. 2007 “... the strategy-the setting of meta-objective; where as critical, systemic, and creative thinking are tactics-the activities needed to achieve the proclaimed objectives.” Rejendran, N. 2008 The expanded use of the mind to meet new
challenges.
Thompson, T. 2008 “Non-algorithmic thinking” Thomas, A. and
Thorne, G.
2010 “... (it) takes thinking to higher levels than just restating the facts. (It) requires that we do something with the facts. We must understand them, manipulate them, put them together in new or novel ways, and apply themas we seek new solutions to new problems.”
Kruger, K. 2013 It involves “concepts formation, critical thinking, creativity/brainstorming, problem solving, mental representation, rule use, reasoning, and logical thinking.”
Lewis dan Smith (1993) mendefinisikan berpikir tingkat tinggi
sebagai berikut:
menghubungkan dan meluaskan informasi tersebut untuk mencapai tujuan atau mencari jawaban dari situasi yang membingungkan).
Tran Vui (2001:5) sebagaimana dikutip oleh R. Rosnawati (2009)
mendefinisikan kemampuan berpikir tingkat tinggi sebagai berikut:
“higher order thinking occurs when a person takes new information and information stored in memory and interrelates and/or rearranges andextends this information to achieve a purpose or find possible answers in perplexing situations”. (kemampuan berpikir tingkat tinggi akan terjadi ketika seseorang mengaitkan informasi baru dengan informasi yang sudah tersimpan di dalam ingatannya dan menghubung-hubungkannya dan/atau menata ulang serta mengembangkan informasi tersebut untuk mencapai suatu tujuan ataupun menemukan suatu penyelesaian dari suatu keadaan yang sulit dipecahkan).
Thomas dan Thorne (2005) sebagaimana dikutip oleh R.
Rosnawati (2009) menyatakan bahwa :
“higher order thinking is thinking on higher level that memorizing facts or telling something back to someone exactly the way the it was told to you. When a person memorizies and gives back the information without having think about it. That’s because it’s much like a robot; it does what it’s programmed to do, but it doesn’t think of itself” (berpikir tingkat tinggi adalah berpikir dalam level yang tinggi dalam mengingat fakta-fakta atau menceritakan sesuatu yang telah lampau kepada seseorang dengan tepat sesuai dengan yang telah dia ceritakan padamu. Saat seseorang mengingat informasi tanpa harus berpikir tentang itu maka itu seperti robot; mereka melakukan hal itu karena memang sudah terprogram seperti itu; tanpa berpikir untuk mengingat itu).
Sejalan dengan pendapat kedua ahli tersebut, maka sejatinya
berpikir tingkat tinggi merupakan berpikir pada level yang tinggi, dimana
menyimpan dan mengolah informasi yang telah didapatkan dan digunakan
untuk menyelesaikan suatu permasalahan atau suatu pertanyaan yang ada.
Newman (1991) sebagaimana dikutip Ghasempour et.al (2012), menyatakan bahwa :
“higher order thinking is defined broadly as challenge and expanded use the mind when a person must intepret, analyze, or manipulate information, because a question needs to be answered” (berpikir tingkat tinggi merupakan tantangan untuk memperluas pemikiran seseorang ketika seseorang harus mengintepretasikan, menganalisis, dan memanipulasi informasi, karena sebuah pertanyaan yang harus dijawab).
FJ King et.al (1998) dalam jurnal menyatakan bahwa:
“higher order thinking skills include critical, logical, reflective, matacognitive, and creative thinking. They are activated when individuals encounter unfamiliar problems, uncertainties, questions, or dilemmas. Successful applications of the skills result in explanations, decisions, performances, and products that are valid within the context of available knowledge and experience and that promote continued growth in these and other intellectual skills” (keterampilan berpikir tingkat tinggi termasuk kritis, logis, refleksif, metakognitif, dan berpikir kreatif. Hal tersebut aktif saat seseorang menghadapi masalah yang tidak biasa, ketidakpastian, persoalan atau dilema. Suksesnya pengaplikasian dari keterampilan itu dapat menghasilkan penjelasan, pilihan, dan pertunjukan dan produk yang valid dengan konteks ilmu dan pengalaman dan hal itu memajukan keberlanjutan berkembangnya kemampuan ini dan kemampuan intelektual yang lainnya).
Stein dan Lane (1996) dikutip oleh Tony Thomson (2008)
menyelesaikan suatu tugas, ada yang tidak dapat diprediksi, menggunakan
pendekatan yang berbeda dengan tugas yang telah ada dan berbeda dengan
contoh). Senk, et al (1997) dikutip oleh Tony Thomson dalam Jurnal International Electronic Journal of Mathematics Education (2008) menjelaskan karakteristik berpikir tingkat tinggi sebagai “solving tasks where no algorithm has been taught, where justification or explanation are required, and where more than one solution may be possible” (berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan untuk menyelesaikan
tugas-tugas dimana tidak ada algoritma yang telah diajarkan, yang membutuhkan
justifikasi atau penjelasan dan mungkin mempunyai lebih dari satu solusi
yang mungkin).
2. Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Menurut Krathwohl (2002) menyatakan bahwa indikator untuk
mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi:
a. Menganalisis
1) Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya
2) Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuat skenario yang rumit.
b. Mengevaluasi
1) Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
2) Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian
3) Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
c. Mengkreasi
1) Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu.
2) Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah.
3) Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur baru yang belum pernah ada sebelumnya.
3. Proses Berpikir Tingkat Tinggi
Berikut ini merupakan proses berpikir tingkat tinggi seperti yang
[image:48.595.101.516.129.748.2]dideskripsikan oleh Anderson dan Krathwohl (2001).
Tabel 2.3
Cognitive Process Dimension Categories and
cognitive processes
Alternative names Definitions
ANALYZE- break material into its constituent parts and determine how the parts relate to one another and to an overall structure or purpose
1. Differentiating Discriminating, distinguishing, focusing Distinguishing relevant or important from irrelevant or
unimportant parts of presented material 2. Organizing Finding coherence,
integrating, outlining
Determining how elements
Categories and cognitive processes
Alternative names Definitions
1. Checking Coordinating, detecting,
monitoring, testing
Detecting inconsistencies between a product and external criteria; detecting the appropriateness of a procedure for a given problem
2. Critiquing Judging Detecting
inconsistencies between a product and external criteria; detecting the appropriateness of a procedure for a given problem CREATE- Put elements together to form a coherent of functional whole; reorganize elements into a new pattern or structure 1. Generating Hypothesizing Coming up with
alternative
hypotheses based on criteria
2. Planning Designing Devising a
procedure for accomplishing some task
3. Producting Constructing Inventing a product
4. Konsep Dasar Utama Berpikir Tingkat Tinggi
Berpikir adalah aktifitas mencurahkan daya pikir untuk maksud
tertentu. Berpikir adalah identitas yang memisahkan status kemanusiaan
manusia dengan lainnya. Dalam dunia pendidikan berpikir merupakan
bagian dari ranah kognitif, dimana dalam hirarki Bloom (1956) terdiri dari
tingkatan-tingkatan. Bloom mengkalisifikan ranah kognitif ke dalam enam
(3) penerapan (application); (4) mengalisis (analysis); (5) mensintesakan (synthesis); dan (6) menilai (evaluation). Keenam tingkatan ini merupakan rangkaian tingkatan berpikir manusia. Berdasarkan tingkatan tersebut,
maka dapat diketahui bahwa berpikir untuk mengetahui merupakan
tingkatan berpikir yang paling bawah (lower) sedangkan tingkatan berpikir paling tertinggi (higher) adalah menilai.
5. Karakteristik Berpikir Tingkat Rendah Dan Berpikir Tingkat Tinggi
Menurut tingkatannya ada dua jenis cara berpikir yaitu berpikir
tingkat rendah (lower-order thinking) dan berpikir tingkat tinggi ( higher-order thinking). Berikut ini merupakan uraian dari masing-masing istilah tersebut, (1) Bloom (Ruseffendi, 1991: 200) mengemukakan bahwa
berpikir tingkat rendah meliputi tiga aspek pertama dari ranah kognitif
yaitu aspek pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), dan aplikasi (application). Selanjutnya Ruseffendi (1991) memberikan penjelasan kepada masing-masing aspek tersebut yaitu pengetahuan
berkenaan dengan hapalan dan ingatan, misalnya hapal atau ingat tentang
simbol, istilah, fakta, konsep, definisi, dalil, prosedur, pendekatan, dan
metode. Pemahaman berhubungan dengan penguasaan atau mengerti
tentang sesuatu tetapi tahap pengertiannya masih rendah, misalnya
mengubah informasi ke dalam bentuk paralel yang lebih bermakna,
memberikan interpretasi, semua itu dilakukan atas perintah.Pemahaman
adalah kemampuan siswa menggunakan apa yang diperolehnya dalam
situasi khusus yang baru dan konkrit.
Ruseffendi (1991: 220) mengemukakan bahwa tiga ranah kognitif
terakhir dari Bloom yaitu aspek analisis, sintesis dan evaluasi, termasuk
pada aspek berpikir tingkat. Lebih jauh Ruseffendi (1991, 222)
memaparkan masing-masing aspek tersebut. Menganalisis adalah
kemampuan memisahkan materi ke dalam bagian-bagian yang perlu,
mencari hubungan antara bagian-bagian, mampu melihat
komponen-komponan, bagaimana komponen-komponen itu berhubungan dan
terorganisasikan, kemampuan menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin.
Selanjutnya yang dimaksud sisntesis adalah kemampuan bekerja dengan
bagian-bagiannya, unsur-unsurnya dan menyusun menjadi suatu kebulatan
baru seperti pola dan struktur. Aspek terakhir adalah evaluasi, merupakan
aspek yang meliputi aspek-aspek sebelumnya.
C. Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter dan Makna Pendidikan Karakter
Kata “character”berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis, menggambar), seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari pengertian yang seperti itu,
character kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus, dan karenanya melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah “pola
melewati tahap anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat
diramalkan bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada
di sekitar dirinya. Makna dari pengertian pendidikan karakter yaitu
merupakan berbagai usaha yang dilakukan oleh para personil sekolah,
bahkan yang dilakukan bersama–sama dengan orang tua dan anggota
masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau
memiliki sifat peduli (Daryanto, 2013:65).
Menurut Wynne seperti halnya yang dikutip Darmiyati Zuchdi
dkk, (2009, 10-11) menyebutkan pengertian karakter yaitu: sesorang
berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut
memanifestasikan perilaku baik. Istilah pendidikan karakter erat kaitannya
dengan personaliti seseorang bisa disebut “orang yang berkarakter” (a person of character) apabila orang itu berperilaku baik yang sesuai kaidah moral. Maka bukan saja aspek “knowing the good” (moral knowing) tetapi juga “desiring the good atau loving the good” (moral felling) dan “acting the good” (moral action).
Santrock (2008: 105) mendifiniskan pendidikan karakter sebagai: “Character education is a direct approach to moral education that involves teaching students basic moral literacy to prevent them from engaging in immoral behavior and doing harm to themselves or other”(adalah pendekatan langsung untuk pendidikan moral yaitu mengajari murid dengan pengetahuan moral dasar untuk mencegah mereka melakukan tindakan tak bermoral dan membahayakan orang lain dan dirinya sendiri)
Menurut Kirschenbaum seperti halnya dikutip Darmiyati Zuchdi,
mengembangkan keterampilan pribadi (personal) dalam membuat
keputusan dan memilih berbagai hal dalam kehidupan, misalnya
pekerjaan, persahabatan, penggunaan waktu luang, kesehatan, penggunaan
uang (perilaku konsumen), kehidupan beragama. Menurut Brooks dan
Gooble seperti halnya yang dikutip Elmubarok (2008:112-113) dalam
menjalankan pendidikan karakter terdapat tiga elemen yang penting yaitu:
prinsip, proses, dan praktek dalam pengajaran. Dalam menjelaskan prinsip
itu maka nilai-nilai yang diajarkan harus tercantum dalam kurikulum
sehingga semua siswa paham benar tentang pendidikan karakter tersebut
dan mampu menerjemahkannya dala perilaku nyata. Oleh karena itu
diperlukan pendekatan optimal untuk mengajarkan karakter secara efektif
yang menurut Brooks dan Gooble adalah sebagai berikut:
a. Sekolah harus dipandang sebagai suatu lingkungan yang diibaratkan seperti pulau dengan bahasa dan budayanya sendiri. Namun sekolah juga harus memperluas pendidikan karakter bukan saja kepada guru, staf, dan siswa, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat.
b. Dalam menjalankan kurikulum sebaiknya: a) pengajaran tentang nilai-nilai berhubungan dengan sistem sekolah secara keseluruhan; b) karakter diajarkan sebagai subyek yang berdiri sendiri (separate-stand alone subject) namun diintegrasikan dalam kurikulum sekolah keseluruhan; c) seluruh staf menyadari dan mendukung tema nilai yang diajarkan.
c. Penekanan ditempatkan untuk merangsang bagaiman siswa menterjemahkan prinsip nilai ke dalam bentuk perilaku prososial.
Uraian di atas menunjukkan bahwa dimensi perilaku kemanusiaan
yang mencakup tiga hal paling mendasar yaitu, (1) dimensi afektif yang
tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, dan kompetensi estetis, (2)
mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, (3)
dimensi psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan
keterampilan teknis, kecakapan praktis dan kompetensi motorik.
Menurut John Dewey seperti halnya yang dikutip Sjarkawi(2006:
38) yang menyatakan bahwa pendidikan karakter pada hakikatnya
dilakukan melalui penanaman nilai: kejujuran dan tanggung jawab untuk
memperkuat kecenderungan sehingga menjadi kebiasaaan. Sebaliknya,
pandangan yang beranggapan bahwa pilihan perilaku moral pada
hakikatnya bersifat rasional sebagai respon yang bersumber dan
diturunkan dari pemahaman serta penalaran berdasarkan tujuan
kemanusiaan dan keadilan. Pendidikan karakter juga menggunakan
pendekatan perkembangan kognitif, karena pendidikan karakter sebagai
pendidikan intelektual yang berpikir aktif dalam menghadapi isu-isu moral
yang menetapkan suatu keputusan baik buruknya moral.
Menurut Azyumardi Azra (2002:173) pendidikan karakter
merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak yaitu keluarga,
warga sekolah, dan lingkungan sekolah, serta masyarakat umum. Karena
itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyambung kembali
hubungan antara keempat lingkungan pendidikan. Pendidikan karakter
tidak akan berhasil selama keempat lingkungan pendidikan tidak ada
kesinambungan dan