• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa studi kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK swasta bidang keahlian bisnis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa studi kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK swasta bidang keahlian bisnis "

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN TINGKAT KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT

TINGGI DAN PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA

Studi Kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi di

Kabupaten Gunungkidul

Elisabeth Novita Bekti Kusumasari Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi; 2) hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan pengembangan karakter siswa.

Penelitian ini merupakan studi kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi pada tahun ajaran 2014/2015 di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober 2014 sampai dengan Mei 2015. Populasi penelitian sebanyak 704 siswa. Jumlah sampel penelitian sebanyak 358 siswa. Teknik penarikan sampel adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data adalah kuesioner dan wawancara. Teknik analisis data adalah korelasi Spearman.

(2)

ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN STUDENTS’ PERCEPTIONS ABOUT THE IMPLEMENTATION OF THE SCIENTIFIC APPROACH IN LEARNING FINANCIAL ACCOUNTING WITH THE ABILITY OF HIGH

THINKING LEVEL, AND THE DEVELOPMENT OF STUDENTS’ CHARACTER

A Case Study at Three Senior High Schools and Three Vocational High Schools in the field of Business and Management Expertise, Financial Expertise

Programme, Accounting Expertise in Gunungkidul Regency

Elisabeth Novita Bekti Kusumasari Sanata Dharma University

2015

This study aims to find out: 1) the relationship between students perceptions about the implementation of the scientific approach in learning financial accounting and the ability of high thinking level; 2) the relationship between students’ perceptions about the implementation of the scientific approach in financial accounting and the development of students’ character.

This study is a case study at three Senior High Schools and three Vocational High Schools in the field of Business and Management Expertise, Financial Expertise Programme, Accounting Expertise in 2014/2015 at Gunungkidul. This study was conducted from October 2014 until May 2015. The populations of the study were 704 students. The number of the samples were 358 students. The technique of taking samples was purposive sampling. The techniques of gathering the data were questionnaires and interviews. The technique of analysing the data was Spearman correlation.

The results show that: 1) there is a relationship between students’ perceptions about the implementation of the scientific approach in learning financial

accounting and the level of high thinking level (Spearman's rho = 0,195; Sig. (2-tailed) = 0,000 <α = 0,05); 2) there is a relationship between students perceptions about the implementation of the scientific approach in learning financial

(3)

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI

PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN

AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN TINGKAT

KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DAN

PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA

Studi Kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi di Kabupaten

Gunungkidul

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlihan Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Elisabeth Novita Bekti Kusumasari NIM : 111334016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI

PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN

AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN TINGKAT

KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DAN

PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA

Studi Kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi di Kabupaten

Gunungkidul

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlihan Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Elisabeth Novita Bekti Kusumasari NIM : 111334016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

TUHAN YESUS KRISTUS

Terima kasih Tuhan telah memberikan kemudahan dan kelancaran setiap langkahku dalam mengerjakan karya ini.

Suami dan Anankku tercinta,

Petrus Hery Tris Cahyono yang selalu memberikan semangat, doa dan dukungan

Hilarius Tristan Adinata yang menjadi semangatku untuk segera menyelesaikan skirpsi ini

Bapak dan Ibuku

Bapak Rob. Dwi Sumaryanto yang mendidik, mendoakan dan memberikan semangat dalam hidupku.

Ibu Bernadetha Puji Lestari yang selalu memberikan semangat dan mendoakanku.

Bapak Y. Wardoyo yang memberikan semangat dan mendoakanku

Ibu V. Sutristini yang senantiasa mendoakanku

Beserta adikku Fidelis Tyas Ayu Kartika Sari yang mendukungku dan mendoakanku.

Sahabat – sahabatku GengGong,

Terima kasih atas segala dukungan, semangat, bantuan, perhatian dan doa yang kalian berikan kepadaku.

Sahabat – sahabatku mahasiswa Pendidikan Akuntansi,

Terima kasih atas segala dukungan, semangat, bantuan, perhatian dan doa yang kalian berikan kepadaku.

(8)

v

Motto

“God is stronger than the other problems we got,

Don’t pray for an easy life, but pray to be a strong

person”

(Kutipan JKsuit)

“Selesaikan apa yang telah kamu mulai”

(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 25 Juni 2015

(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Elisabeth Novita Bekti Kusumasari

Nomor Mahasiswa : 111334016

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Hubungan Persepsi Siswa Tentang Implementasi Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan Dengan Tingkat Kemampuan Berpikir

Tingkat Tinggi Dan Pengembangan Karakter Siswa

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan rolayti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 25 Juni 2015

Yang menyatakan

(11)

viii ABSTRAK

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN TINGKAT KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT

TINGGI DAN PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA

Studi Kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi di

Kabupaten Gunungkidul

Elisabeth Novita Bekti Kusumasari Universitas Sanata Dharma

2015

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi; 2) hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan pengembangan karakter siswa.

Penelitian ini merupakan studi kasus pada 3 SMK Negeri dan 3 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi pada tahun ajaran 2014/2015 di Kabupaten Gunungkidul. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober 2014 sampai dengan Mei 2015. Populasi penelitian sebanyak 704 siswa. Jumlah sampel penelitian sebanyak 358 siswa. Teknik penarikan sampel adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data adalah kuesioner dan wawancara. Teknik analisis data adalah korelasi Spearman.

(12)

ix ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN STUDENTS’ PERCEPTIONS ABOUT THE IMPLEMENTATION OF THE SCIENTIFIC APPROACH IN LEARNING FINANCIAL ACCOUNTING WITH THE ABILITY OF HIGH

THINKING LEVEL, AND THE DEVELOPMENT OF STUDENTS’ CHARACTER

A Case Study at Three Senior High Schools and Three Vocational High Schools in the field of Business and Management Expertise, Financial Expertise

Programme, Accounting Expertise in Gunungkidul Regency

Elisabeth Novita Bekti Kusumasari Sanata Dharma University

2015

This study aims to find out: 1) the relationship between students perceptions about the implementation of the scientific approach in learning financial accounting and the ability of high thinking level; 2) the relationship between students’ perceptions about the implementation of the scientific approach in financial accounting and the development of students’ character.

This study is a case study at three Senior High Schools and three Vocational High Schools in the field of Business and Management Expertise, Financial Expertise Programme, Accounting Expertise in 2014/2015 at Gunungkidul. This study was conducted from October 2014 until May 2015. The populations of the study were 704 students. The number of the samples were 358 students. The technique of taking samples was purposive sampling. The techniques of gathering the data were questionnaires and interviews. The technique of analysing the data was Spearman correlation.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan rahmat dan berkah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Hubungan Persepsi Siswa Tentang Implementasi Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan Dengan Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Dan Pengembangan Karakter Siswa dapat penulis selesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung sehingga skripsi dapat terselesaikan dengan baik. Maka pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma;

2. Bapak Indra Darmawan, S.E., M.Si. selaku Ketua Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta;

3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan Akuntansi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta;

4. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. Selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan memberi dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

5. Para dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah memberikan berbagai pegetahuan dalam proses perkuliahan;

(14)

xi

7. Suamiku Petrus Hery Tris Cahyono dan Anakku Hilarius Tristan Adinata yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan selama proses skripsi; 8. Orang tuaku Bapak Rob. Dwi Sumaryanto dan Y. Wardoyo serta Ibu

Bernadetha Puji Lestari dan V. Sutristini yang selalu mendukung, mendoakan, dan sangat memperhatikan selama proses skripsi;

9. Adikku Fidelis Tyas Ayu Kartika Sari yang selalu memberi semangat;

10. Sahabatku Fr. Paulus Prabowo SJ, yang telah membantu dan memberikan semangat selama proses skripsi ini;

11. Teman-teman satu perjuangan Pendidikan Akuntansi 2011 yang telah membantu dan memberi dukungan selama proses skripsi;

12. Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih untuk bantuan dan dukungannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak keterbatasan dan kekurangannya, maka penulis sangat membutuhkan kritik dan saran dari berbagai pihak. Akhirnya penulis mengucapkan selamat membaca semoga bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, Juni 2015

Penulis

(15)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

(16)

xiii

A. Pendekatan Saintifik ... 9

1. Pengertian Pendekatan Saintifik ... 9

2. Karakter Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik ... 10

3. Prinsip-prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik ... 11

4. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik ... 12

5. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik ... 12

B. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ... 22

1. Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi ... 22

2. Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 26

3. Proses Berpikir Tingkat Tinggi ... 27

4. Konsep Dasar Utama Berpikir Tingkat Tinggi... 28

5. Karakteristik Berpikir Tingkat Rendah dan Berpikir Tingkat Tinggi ... 29

C. Pendidikan Karakter ... 30

1. Pengertian Pendidikan Karakter dan Makna Pendidikan Karakter ... 30

2. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ... 35

3. Tujuan Pendidikan Karakter ... 42

4. Implementasi Pendidikan Karakter ... 44

D. Kerangka Teori ... 47

(17)

xiv

2. Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan

saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan

pengembangan karakter siswa ... 49

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 51

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 51

C. Subjek dan Obyek Penelitian ... 52

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 52

E. Operasionalisasi Variabel ... 53

F. Teknik Pengumpulan Data ... 57

G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 58

H. Teknik Analisis Data ... 63

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskrisi Data ... 68

B. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 73

C. Pengujian Hipotesis ... 75

D. Pembahasan ... 79

BAB V KESIMPULAN, KETERBATSAN, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86

C. Keterbatasan ... 86

(18)

xv DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kegiatan Pembelajaran ... 13

Tabel 2.2 Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi ... 22

Tabel 2.3 Cognitive Process Dimension ... 27

Tabel 2.4 Nilai-nilai yang diinternalisasikan dalam Pendidikan Karakter ... 37

Tabel 2.5 Konfigurasi Karakter dalam Konsteks Totalitas Proses Psikologis dan Sosial-Kultur ... 45

Tabel 2.6 Kelompok Konfigurasi Karakter ... 45

Tabel 3.1 Daftar Nama Sekolah dan Jumlah Siswa ... 53

Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan ... 54

Tabel 3.3 Operasionalisasi Variabel Kemampuan Siswa Berpikir Tingkat Tinggi pada Materi Pembelajaran Rekonsiliasi Bank dan Pencatatan Pos Penyesuaiannya ... 55

Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Pengembangan Karakter Sosial Siswa ... 56

Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Butir Instrumen Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan ... 59

Tabel 3.6 Hasil Pengujian Validitas Butir Instrumen Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 60

Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Butir Instrumen Pengembangan Karakter Siswa ... 60

(19)

xvi

Tabel 3.9 PAP Tipe II ... 63

Tabel 3.10 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan ... 66

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah ... 68

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Status Sekolah .... 69

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin ... 70

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Implementasi Pendekatan Saintifik ... 70

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat

Tinggi... 71

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pengembangan Karakter Siswa ... 72

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Persepsi Siswa tentang Implementasi

Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan

dengan Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 73

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Persepsi Siswa tentang Implementasi

Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan

dengan Pengembangan Karakter Siswa ... 74

Tabel 4.9 Hasil Uji Korelasi Persepsi Siswa tentang Implementasi

Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan

dengan Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 76

Tabel 4.10 Hasil Uji Normalitas Persepsi Siswa tentang Implementasi

Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan

(20)

xvii

DAFTAR GAMBAR

(21)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kuesioner Instrument Penelitian ... 94

Lampiran II Data Induk Pra Penelitian... 103

Lampiran III Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 105

Lampiran IV Tabel r ... 112

Lampiran V Surat Ijin Penelitian ... 113

Lampiran VI Data Induk Penelitian ... 115

Lampiran VII Uji Normalitas ... 131

Lampiran VIII Uji Korelasi Spearman ... 132

(22)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah salah satu aspek yang sangat penting dan strategis

bagi kehidupan manusia. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan

peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi

peranannya di masa yang akan datang (Pasal 1 UU RI No 2/1989). Sebagai

sesuatu yang khas dan spesifik bagi manusia, pendidikan berperan sangat

penting dalam membekali manusia untuk menjalani masa depan yang akan

diwarnai dengan berbagai tantangan dan perubahan (Sairin, 2001:iv).

Fungsi utama pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak kepribadian serta peradaban yang bermartabat dalam hidup

dan kehidupan. Dengan kata lain, pendidikan berfungsi memanusiakan

manusia agar menjadi manusia yang benar sesuai dengan norma yang

dijadikan landasannya. Hal demikian sejalan dengan Undang-Undang

Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan

kemampuan serta membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

(23)

cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis

serta bertangggung jawab (Pasal 3 UU RI No 20/2003).

Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional, maka

diperlukan kurikulum. Secara etimoligis curriculum yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya “pelari” dan curere yang berarti “tempat berpacu” (Sholeh Hidayat, 2013:19). Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun

2003 (SISDIKNAS) pasal 1 ayat (9) sebagaimana dikutip Sholeh Hidayat

(2013:22), kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai

tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

tertentu.

Kurikulum 2013 merupakan bagian dari strategi meningkatkan capaian

pendidikan. Kurikulum 2013 melanjutkan Kurikulum Berbasis Kompetensi

yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencakup kompetensi sikap,

pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Orientasi Kurikulum 2013

adalah terjadinya peningkatan dan keseimbangan antara kompetensi sikap

(attitude), keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge) (Sholeh Hidayat, 2013:113). Oleh sebab itu pengembangan kurikulum difokuskan kepada

pembentukan kompetensi dan karakter para peserta didik yang berupa paduan

pengetahuan keterampilan dan sikap yang dapat didemonstrasikan peserta

didik sebagai wujud pemahaman terhadap konsep yang dipelajarinya secara

(24)

Pembelajaran dalam konteks Kurikulum 2013 diorientasikan agar

siswa mengembangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan siswa. Guna

mewujudkan pembelajaran yang demikian, minimalnya ada 5 tahap yang

harus dikembangkan guru dalam mengajar dalam konteks Kurikulum 2013

antara lain melakukan observasi dengan pendekatan sains, mengembangkan

kemampuan bertanya atau intellectual curiousity, kemampuan berpikir, bereksperimen, kemudian komunikasi. Kelima model tersebut adalah model

proses saintifik, model multisensory dan model kooperatif (Yunus Abidin, 2014:122).

Menurut Yunus Abidin (2014:122), model pembelajaran proses

saintifik merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa beraktivitas

sebagai mana seorang ahli sains. Seperti halnya yang dikemukakan oleh

Hosnan (2014:34), implementasi Kurikulum 2013 dalam pembelajaran dengan

pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian

rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip

melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan

masalah, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,

mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik

kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum, atau prinsip yang

ditemukan).

Salah satu tujuan penerapan pendekatan saintifik adalah meningkatkan

kemampuan berpikir tinggi siswa. Berpikir tingkat tinggi seperti didefinisikan

(25)

menyimpannya dalam memori dan menghubungkan dan meluaskan informasi

tersebut untuk mencapai tujuan atau mencari jawaban dari situasi yang

membingungkan. Sedangkan Anderson dan Krathwohl (2001) mendefinisikan

berpikir tingkat tinggi sebagai “the processes-analyze, evaluate, and create”. Dari kedua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa berpikir tingkat

tinggi merupakan berpikir pada level yang tinggi, tidak hanya sekedar

mengingat atau menghafal materi pelajaran, tetapi dapat menggunakan

informasi yang telah dipelajarinya untuk menyelesaikan suatu permasalahan

atau mencari jawaban dari situasi yang membingungkan, bahkan seharusnya

siswa dapat membuat atau menciptakan suatu produk dari proses

pembelajaran yang telah dilakukan. Dengan demikian semakin baik

implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran, maka semakin baik

pula kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

Pengembangan Kurikulum 2013 juga menekankan pada pendidikan

karakter, terutama pada tingkat dasar, yang akan menjadi pondasi bagi tingkat

berikutnya. Makna pendidikan karakter menurut Kementerian Pendidikan

Nasional (2010: 4) adalah mengembangkan karakter bangsa pada diri peserta

didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya,

menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota

masyarakat dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.

Mulyasa (2014:7) berpandangan bahwa pendidikan karakter dalam Kurikulum

2013 bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan, yang

(26)

secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan

pada setiap satuan pendidikan. Dengan demikian semakin baik implementasi

pendekatan saintifik dalam pembelajaran, maka semakin baik pula

pengembangan karakter sosial siswa.

Fakta di lapangan menunjukan bahwa pelaksanaan Kurikulum 2013

masih jauh dari harapan. Tujuan pelaksanaan Kurikulum 2013 adalah

meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dan pengembangan

karakter siswa. Berdasarkan informasi dari beberapa guru di Kabupaten

Gunungkidul, mereka menyatakan bahwa para siswa masih cenderung hafalan

untuk materi pembelajaran yang dipelajarinya. Mereka belum berkemampuan

baik dalam menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Hal ini tampak dari

hasil-hasil pengerjaan tugas-tugas dan ulangan-ulangan harian. Sedangkan

dalam hal pengembangan karakter, tampak bahwa para siswa tidak berbeda

dengan waktu pembelajaran sebelumnya. Hal-hal ini diduga kuat pelaksanaan

pendekatan saintifik dalam pembelajaran belum berjalan sebagaimana

mestinya.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis bermaksud melakukan

penelitian dengan judul “Hubungan Persepsi Siswa Tentang Implementasi

Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan

Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dan Pengembangan Karakter

Siswa”. Penelitian ini merupakan studi kasus di 3 SMK Negeri dan 3 SMK

(27)

B. Batasan Masalah

Implementasi pendekatan saintifik memiliki beberapa tujuan

diantaranya, untuk meningkatkan kemampuan intelek khususnya kemampuan

berpikir tingkat tinggi siswa, membentuk kemampuan siswa dalam

menyelesaikan suatu masalah secara sistematik, melatih siswa dalam

mengkomunikasikan ide-ide, untuk mengembangkan karakter siswa (Hosnan,

2014:36-37). Penelitian ini memfokuskan pada implementasi pendekatan

saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dan dampaknya pada tingkat

kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa secara

spesifik pada materi rekonsiliasi bank dan pencatatan pos penyesuaian.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dirumuskan

masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan

saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan tingkat

kemampuan berpikir tingkat tinggi?

2. Apakah ada hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan

saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan pengembangan

(28)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam

pembelajaran akuntansi keuangan dengan pengembangan kemampuan

berpikir tingkat tinggi.

2. Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik

dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan pengembangan karakter

siswa.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan rujukan guna

kepentingan evaluasi proses pembelajaran berdasarkan pendekatan

saintifik dalam mata pelajaran akuntansi keuangan yang telah dijalankan

melalui evaluasi tersebut. Guru diharapkan dapat meningkatkan efektivitas

proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.

2. Manfaat Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan evaluasi bagi

sekolah tentang kesiapan guru dalam mengimplementasi Kurikulum 2013.

Melalui evaluasi tersebut, sekolah dapat menetapkan langkah-langkah

yang tepat agar para guru dapat mengimplementasi Kurikulum 2013

(29)

3. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi

bagi para peneliti selanjutnya. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan

penelitian ini dalam bentuk penelitian tindakan maupun penelitian

(30)

9

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pendekatan Saintifik

1. Pengertian Pendekatan Saintifik

Secara sederhana, pendekatan ilmiah merupakan suatu cara atau

mekanisme untuk mendapatkan pengetahuan dengan prosedur yang

didasarkan pada suatu metode ilmiah. Proses pembelajaran harus terhindar

dari sifat-sifat atau nilai-nilai non ilmiah. Menurut Hosnan (2014:34),

pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang

sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep,

hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk

mengidentifikasikan atau menemukan masalah), merumuskan masalah,

mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan

berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan

mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.

Menurut Iskandar (2008: 16), pendekatan scientific (ilmiah) adalah suatu proses penyelidikan secara sistematik yang terdiri atas bagian bagian

yang saling bergantung (interdependent).

Sedangkan menurut Barringer et. al (2010) sebagaimana dikutip Yunus Abidin (2014: 125), pembelajaran proses saintifik merupakan

pembelajaran yang menuntut siswa berpikir secara sistematis, dan kritis

(31)

dilihat. Menurut Yunus Abidin (2014: 127), pendekatan saintifik adalah

model pembelajaran yang dilandasi pendekatan ilmiah dalam

pembelajaran yang diorientasikan guna membina kemampuan siswa

memecahkan masalah melalui serangkaian aktivitas inkuiri yang menuntut

kemampuan berpikir kritis, berpikir kreatif, dan berkomunikasi dalam

upaya meningkatkan pemahaman siswa.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

pendekatan saintifik merupakan pendekatan pembelajaran yang

berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach). Di dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik, peserta didik

mengkonstruksi pengetahuan bagi dirinya. Bagi peserta didik,

pengetahuan yang dimilikinya bersifat dinamis, berkembang dari

sederhana menuju kompleks, dari ruang lingkup dirinya dan di sekitarnya

menuju ruang lingkup yang lebih luas, dan dari yang bersifat konkrit

menuju abstrak. Sebagai manusia yang sedang berkembang, peserta didik

telah, sedang, dan akan mengalami empat tahap perkembangan intelektual,

yakni sensori motor, pra-operasional, operasional konkrit, dan operasional

formal (Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013).

2. Karakteristik Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik

sebagai berikut (Hosnan, 2014: 36):

a. Berpusat pada siswa.

(32)

c. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.

d. Dapat mengembangkan karakter siswa.

Secara lebih spesifik, pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam proses pembelajaran mempunyai criteria sebagai berikut (Hosnan,

2014: 38):

a. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

b. Penjelasan guru, respon siswa dan interaksi edukatif guru-siswa terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif atau penalaran yang menyimpan dari alur berpikir logis.

c. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis dan tepat dalam mengidentifikasikan, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.

d. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran.

e. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami, menerapkan dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespons materi pembelajaran.

f. Berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.

g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya

3. Prinsip-prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan

pembelajaran sebagai berikut (Hosnan, 2014: 37):

a. Pembelajaran berpusat pada siswa.

b. Pembelajaran membentuk students self concept c. Pembelajaran terhindar dari verbalisme.

(33)

e. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa.

f. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru.

g. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi.

h. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.

4. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada

keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran dengan

pendekatan saintifik sebagai berikut (Hosnan, 2014: 36-37):

a. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa

b. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik

c. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan

d. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi

e. Untuk melatih siswa dalam mengkomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah

f. Untuk mengembangkan karakter siswa

5. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang

dilaksanakan menggunakan pendekatan saintifik. Proses pembelajaran

saintifik menyentuh tiga ranah pembelajaran, yaitu sikap, pengetahuan,

dan keterampilan. Proses pembelajaran yang melibatkan ketiga ranah

(34)
[image:34.595.103.513.157.608.2]

Gambar 2.1

Pendekatan Saintifik (scientific approach)

Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa proses

pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah

tersebut secara utuh atau holistik, artinya pengembangan ranah satu tidak

bisa dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan demikian, proses

pembelajaran secara utuh melahirkan kualitas pribadi yang mencerminkan

keutuhan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang

terintegrasi.

Adapun bentuk kegiatan pembelajaran melalui pendekatan saintifik

dapat dilihat dalam tabel berikut ini (Hosnan, 2014: 39):

Tabel 2.1

Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan Aktivitas Pembelajaran

Mengamati (Observing)

(35)

Kegiatan Aktivitas Pembelajaran Menanya

(Questioning)

Mengajukan pertanyaan dari yang factual sampai yang bersifat hipotesis; diawali dengan bimbingan guru sampai dengan mandiri (menjadi suatu kebiasaan)

Pengumpulan Data (Experimenting)

Menenukan data yang diperlukan dari pertanyaan yang diajukan, menentukan sumber data (benda, dokumen, buku, eksperimen), mengumpulkan data.

Mengasosiasi (Associating)

Menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, menentukan hubungan data ketegori, menyimpulkan dari hasil analisis data; dimulai dari unstructured-uni unstructured-multistructure-complicated structure.

Mengkomunikasikan Menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar atau media lainnya.

Catatan: Aktivitas guru dalam kegiatan pembelajaran adalah:

a. Menyediakan sumber belajar;

b. Mendorong siswa berinteraksi dengan sumber belajar (menugaskan); c. Mengajukan pertanyaan agar siswa memikirkan hasil interaksinya; d. Memantau persepsi dan proses berpikir siswa serta memberikan

scaffolding;

e. Mendorong siswa berdialog/ berbagi hasil pemikirannya; f. Mengkonfirmasi pemahaman yang diperoleh, dan;

g. Mendorong siswa untuk merefleksikan pengalaman belajarnya.

Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba,

mengolah, dan mengomunikasikan untuk semua mata pelajaran. Untuk

mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan

ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi

seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan

nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai-nilai-nilai atau sifat-sifat

(36)

Sejalan dengan tabel 2.1, Kemendikbud (2013b), yang

sebagaimana dikutip Yunus Abidin (2014: 133), langkah-langkah

pembelajaran dengan pendekatan saintifik dideskripsikan sebagai berikut:

a. Mengamati

Kegiatan mengamati mengutamakan kebermaknaan proses

pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik

senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja

kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya

memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga

relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna

serta tujuan pembelajaran. Kegiatan mengamati sangat bermanfaat

untuk memenuhi rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses

pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Kegiatan

mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh

langkah-langkah seperti berikut ini:

1) Menentukan objek apa yang akan diamati

2) Membuat pedoman pengamatan sesuai dengan lingkup objek yang akan diamati

3) Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder.

4) Menentukan di mana tempat objek pengamatan

5) Menentukan secara jelas bagaimana pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar.

[image:36.595.99.518.225.730.2]
(37)

Kegiatan pengamatan dalam proses pembelajaran

meniscayakan keterlibatan peserta didik secara langsung. Dalam kaitan

ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan peserta didik dalam

observasi tersebut sebagai berikut (Abidin, 2014: 135): (1) observasi

terbuka; (2) observasi terfokus; (3) observasi terstruktur; dan (4)

observasi sistematik.

Praktik pengamatan dalam pembelajaran hanya akan efektif

jika peserta didik dan guru melengkapi diri dengan dengan alat-alat

pencatatan dan alat-alat lain, seperti: (1) tape recorder, untuk merekam pembicaraan; (2) kamera, untuk merekam objek atau kegiatan secara

visual; (3) film atau video, untuk merekam kegiatan objek atau secara

audio-visual; dan (4) alat-alat lain sesuai dengan keperluan. Instrumen

yang digunakan dalam melakukan observasi, dapat berupa daftar cek

(checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdotal (anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device).

Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta

didik selama observasi pembelajaran disajikan berikut ini (Yunus

Abidin, 2014: 136):

1) Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan pembelajaran.

(38)

3) Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan sejenisnya, serta bagaimana membuat catatan atas perolehan observasi.

b. Menanya

Langkah kedua dalam pembelajaran saintifik adalah bertanya.

Bertanya di sini dapat berupa pertanyaan dari guru atau dari murid.

Kegiatan bertanya dalam pembelajaran berfungsi sebagai berikut

(Yunus Abidin, 2014:136-137):

1) Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran.

2) Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri. 3) Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus

menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya.

4) Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan. 5) Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara,

mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.

6) Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan. 7) Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan

menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok. 8) Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap

dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.

9) Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.

Memberi kesempatan siswa bertanya atau menjawab

pertanyaan guru dapat menumbuhkan suasana pembelajaran yang

akrab dan menyenangkan. Dalam mengajukan pertanyaan diperhatikan

(39)

jawaban yang berkualitas. Kriteria pertanyaan yang baik tersebut

adalah sebagai berikut (Abidin, 2014:137):

1) Singkat dan jelas. 2) Menginspirasi jawaban. 3) Memiliki fokus.

4) Bersifat probing atau divergen. 5) Bersifat validatif atau penguatan.

6) Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang. 7) Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif. 8) Merangsang proses interasksi.

c. Menalar

Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan

pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk

menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku

aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik

harus lebih aktif dari pada guru. Penalaran adalah proses berpikir yang

logis dan sistematis atas fakta kata empiris yang dapat diobservasi

untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan.

Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski

penalaran nonilmiah tidak selalu bermanfaat. Istilah menalar di sini

merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemahan dari reasioning, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks

pembelajaran pada kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak

merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah

(40)

mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam

peristiwa untuk kemudian memasukkannya menjadi penggalan

memori. Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan

menanamkan sikap ilmiah dan motivasi pada peserta didik berkenaan

dengan nilai-nilai intrinsik dari pembelajaran partisipatif. Dengan cara

ini peserta didik akan melakukan peniruan terhadap apa yang nyata

diobservasinya dari kinerja guru dan teman di kelas.

Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk

meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengan cara

berikut ini (Abidin, 2014: 139-140):

1) Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum.

2) Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.

3) Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).

4) Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.

5) Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki.

6) Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaaan atau pelaziman.

7) Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.

8) Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk memungkinkan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.

Seperti telah dijelaskan di atas, ada dua cara melakukan

asosiasi, yaitu dengan logika induktif dan deduktif. Logika induktif

(41)

khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Sedangkan logika deduktif

merupakan cara menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan atau

fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus.

Dengan pola ini siswa dapat mengolah informasi dengan logika

induktif dari percobaan yang telah dilakukan sebelumnya, dan dengan

menggunakan logika deduktif dengan membandingkan teori-teori yang

telah ada dengan hasil percobaannya.

d. Mencoba

Hasil belajar yang nyata akan diperoleh peserta didik dengan

mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau

substansi yang sesuai. Misalnya pada mata pelajaran, peserta didik

harus memahami konsep-konsep akidah, akhlak dan kaitannya dengan

kehidupan sehari-hari. Aplikasi metode eksperimen dapat

mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap,

keterampilan dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata

untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan

kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari

cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan;

(3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasil-hasil eksperimen

sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat

fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data; (6)

menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan dan

(42)

Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka guru

harus melakukan: (1) merumuskan tujuan eksperimen yanga akan

dilaksanakan murid; (2) guru bersama murid mempersiapkan

perlengkapan yang dipergunakan; (3) perlu memperhitungkan tempat

dan waktu; (4) guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan

kegiatan murid; (5) guru membicarakan masalah yang akan dijadikan

eksperimen; (6) membagi kertas kerja kepada murid; (7) murid

melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) guru

mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap

perlu didiskusikan secara klasikal (Abidin, 2014:140)

e. Mengkomunikasikan

Kemampuan ini adalah kemampuan menyampaikan hasil

kegiatan yang telah dilaksanakan baik secara lisan maupun tulisan.

Dalam hal ini, siswa harus mampu menulis dan berbicara secara

komunikatif (Abidin, 2014:141). Lebih dari 2400 tahun lalu Confucius

menyatakan: apa yang saya dengar, saya lupa, apa yang saya lihat saya

ingat, apa yang saya lakukan saya paham. Silberman telah

memodifikasi penyataan tersebut menjadi: apa yang saya dengar saya

lupa, apa yang saya dengar dan lihat saya ingat, apa yang saya dengar,

lihat, dan diskusikan saya mulai paham, apa yang saya dengar, lihat,

diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan

keterampilan, apa yang saya ajarkan kepada yang lain, saya

(43)

percobaan dan asosiasi yang telah dilakukan peserta didik dalam

pembelajaran akan memperkuat penguasaan siswa terhadap materi

pelajaran yang telah disajikan dalam pembelajaran.

Pada setiap aplikasi kurikulum mempunyai aplikasi pendekatan

pembelajaran berbeda-beda, demikian pada kurikulum pada kurikulum

sekarang ini. Scientific approach (pendekatan ilmiah) adalah pendekatan pembelajaran yang diterapkan pada aplikasi pembelajaran

Kurikulum 2013. Pendekatan ini berbeda dari pendekatan

pembelajaran kurikulum sebelumnya. Pada setiap langkah inti proses

pembelajaran, guru akan melakukan langkah-langkah pembelajaran

sesuai dengan pendekatan ilmiah. Kemampuan ini adalah

menyampaikan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan baik secara

lisan maupun tulisan dalam hal ini, siswa harus mampu menulis dan

berbicara secara komunikatif dan efektif (Abidin, 2014: 141).

B. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi 1. Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi

Berikut ini merupakan beberapa pengertian berpikir tingkat tinggi

[image:43.595.101.513.240.582.2]

menurut beberapa ahli selama 15 tahun terakhir (Goethals, 2013).

Tabel 2.2

Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi

Sumber Tahun Definisi

King et al. 1998 “(It) includes critical, logical, reflective, metacognitive, and creative thinking. (It is) activated when individuals encounter

(44)

Sumber Tahun Definisi or dilemmas.”

NCTM (The National Council of Teachers of Mathematics)

2000 “Solving a routine problem”

Anderson and Krathwohl

2001 The processes- analyze, evaluate, and create. Lopez and

Whittington

2001 “(It) occurs when a person take new

information and information stored in memory an interrelates and/or rearranges and extends this information to achieve a purpose or find possible answer in perplexing situations” Weiss, E. 2003 Collaborative, authentic, ill-structured, and

challenging problems.

Miri et al. 2007 “... the strategy-the setting of meta-objective; where as critical, systemic, and creative thinking are tactics-the activities needed to achieve the proclaimed objectives.” Rejendran, N. 2008 The expanded use of the mind to meet new

challenges.

Thompson, T. 2008 “Non-algorithmic thinking” Thomas, A. and

Thorne, G.

2010 “... (it) takes thinking to higher levels than just restating the facts. (It) requires that we do something with the facts. We must understand them, manipulate them, put them together in new or novel ways, and apply themas we seek new solutions to new problems.”

Kruger, K. 2013 It involves “concepts formation, critical thinking, creativity/brainstorming, problem solving, mental representation, rule use, reasoning, and logical thinking.”

Lewis dan Smith (1993) mendefinisikan berpikir tingkat tinggi

sebagai berikut:

(45)

menghubungkan dan meluaskan informasi tersebut untuk mencapai tujuan atau mencari jawaban dari situasi yang membingungkan).

Tran Vui (2001:5) sebagaimana dikutip oleh R. Rosnawati (2009)

mendefinisikan kemampuan berpikir tingkat tinggi sebagai berikut:

higher order thinking occurs when a person takes new information and information stored in memory and interrelates and/or rearranges andextends this information to achieve a purpose or find possible answers in perplexing situations”. (kemampuan berpikir tingkat tinggi akan terjadi ketika seseorang mengaitkan informasi baru dengan informasi yang sudah tersimpan di dalam ingatannya dan menghubung-hubungkannya dan/atau menata ulang serta mengembangkan informasi tersebut untuk mencapai suatu tujuan ataupun menemukan suatu penyelesaian dari suatu keadaan yang sulit dipecahkan).

Thomas dan Thorne (2005) sebagaimana dikutip oleh R.

Rosnawati (2009) menyatakan bahwa :

“higher order thinking is thinking on higher level that memorizing facts or telling something back to someone exactly the way the it was told to you. When a person memorizies and gives back the information without having think about it. That’s because it’s much like a robot; it does what it’s programmed to do, but it doesn’t think of itself” (berpikir tingkat tinggi adalah berpikir dalam level yang tinggi dalam mengingat fakta-fakta atau menceritakan sesuatu yang telah lampau kepada seseorang dengan tepat sesuai dengan yang telah dia ceritakan padamu. Saat seseorang mengingat informasi tanpa harus berpikir tentang itu maka itu seperti robot; mereka melakukan hal itu karena memang sudah terprogram seperti itu; tanpa berpikir untuk mengingat itu).

Sejalan dengan pendapat kedua ahli tersebut, maka sejatinya

berpikir tingkat tinggi merupakan berpikir pada level yang tinggi, dimana

(46)

menyimpan dan mengolah informasi yang telah didapatkan dan digunakan

untuk menyelesaikan suatu permasalahan atau suatu pertanyaan yang ada.

Newman (1991) sebagaimana dikutip Ghasempour et.al (2012), menyatakan bahwa :

higher order thinking is defined broadly as challenge and expanded use the mind when a person must intepret, analyze, or manipulate information, because a question needs to be answered” (berpikir tingkat tinggi merupakan tantangan untuk memperluas pemikiran seseorang ketika seseorang harus mengintepretasikan, menganalisis, dan memanipulasi informasi, karena sebuah pertanyaan yang harus dijawab).

FJ King et.al (1998) dalam jurnal menyatakan bahwa:

“higher order thinking skills include critical, logical, reflective, matacognitive, and creative thinking. They are activated when individuals encounter unfamiliar problems, uncertainties, questions, or dilemmas. Successful applications of the skills result in explanations, decisions, performances, and products that are valid within the context of available knowledge and experience and that promote continued growth in these and other intellectual skills” (keterampilan berpikir tingkat tinggi termasuk kritis, logis, refleksif, metakognitif, dan berpikir kreatif. Hal tersebut aktif saat seseorang menghadapi masalah yang tidak biasa, ketidakpastian, persoalan atau dilema. Suksesnya pengaplikasian dari keterampilan itu dapat menghasilkan penjelasan, pilihan, dan pertunjukan dan produk yang valid dengan konteks ilmu dan pengalaman dan hal itu memajukan keberlanjutan berkembangnya kemampuan ini dan kemampuan intelektual yang lainnya).

Stein dan Lane (1996) dikutip oleh Tony Thomson (2008)

(47)

menyelesaikan suatu tugas, ada yang tidak dapat diprediksi, menggunakan

pendekatan yang berbeda dengan tugas yang telah ada dan berbeda dengan

contoh). Senk, et al (1997) dikutip oleh Tony Thomson dalam Jurnal International Electronic Journal of Mathematics Education (2008) menjelaskan karakteristik berpikir tingkat tinggi sebagai “solving tasks where no algorithm has been taught, where justification or explanation are required, and where more than one solution may be possible” (berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan untuk menyelesaikan

tugas-tugas dimana tidak ada algoritma yang telah diajarkan, yang membutuhkan

justifikasi atau penjelasan dan mungkin mempunyai lebih dari satu solusi

yang mungkin).

2. Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

Menurut Krathwohl (2002) menyatakan bahwa indikator untuk

mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi:

a. Menganalisis

1) Menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya

2) Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuat skenario yang rumit.

(48)

b. Mengevaluasi

1) Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.

2) Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian

3) Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

c. Mengkreasi

1) Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap sesuatu.

2) Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah.

3) Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi struktur baru yang belum pernah ada sebelumnya.

3. Proses Berpikir Tingkat Tinggi

Berikut ini merupakan proses berpikir tingkat tinggi seperti yang

[image:48.595.101.516.129.748.2]

dideskripsikan oleh Anderson dan Krathwohl (2001).

Tabel 2.3

Cognitive Process Dimension Categories and

cognitive processes

Alternative names Definitions

ANALYZE- break material into its constituent parts and determine how the parts relate to one another and to an overall structure or purpose

1. Differentiating Discriminating, distinguishing, focusing Distinguishing relevant or important from irrelevant or

unimportant parts of presented material 2. Organizing Finding coherence,

integrating, outlining

Determining how elements

(49)

Categories and cognitive processes

Alternative names Definitions

1. Checking Coordinating, detecting,

monitoring, testing

Detecting inconsistencies between a product and external criteria; detecting the appropriateness of a procedure for a given problem

2. Critiquing Judging Detecting

inconsistencies between a product and external criteria; detecting the appropriateness of a procedure for a given problem CREATE- Put elements together to form a coherent of functional whole; reorganize elements into a new pattern or structure 1. Generating Hypothesizing Coming up with

alternative

hypotheses based on criteria

2. Planning Designing Devising a

procedure for accomplishing some task

3. Producting Constructing Inventing a product

4. Konsep Dasar Utama Berpikir Tingkat Tinggi

Berpikir adalah aktifitas mencurahkan daya pikir untuk maksud

tertentu. Berpikir adalah identitas yang memisahkan status kemanusiaan

manusia dengan lainnya. Dalam dunia pendidikan berpikir merupakan

bagian dari ranah kognitif, dimana dalam hirarki Bloom (1956) terdiri dari

tingkatan-tingkatan. Bloom mengkalisifikan ranah kognitif ke dalam enam

(50)

(3) penerapan (application); (4) mengalisis (analysis); (5) mensintesakan (synthesis); dan (6) menilai (evaluation). Keenam tingkatan ini merupakan rangkaian tingkatan berpikir manusia. Berdasarkan tingkatan tersebut,

maka dapat diketahui bahwa berpikir untuk mengetahui merupakan

tingkatan berpikir yang paling bawah (lower) sedangkan tingkatan berpikir paling tertinggi (higher) adalah menilai.

5. Karakteristik Berpikir Tingkat Rendah Dan Berpikir Tingkat Tinggi

Menurut tingkatannya ada dua jenis cara berpikir yaitu berpikir

tingkat rendah (lower-order thinking) dan berpikir tingkat tinggi ( higher-order thinking). Berikut ini merupakan uraian dari masing-masing istilah tersebut, (1) Bloom (Ruseffendi, 1991: 200) mengemukakan bahwa

berpikir tingkat rendah meliputi tiga aspek pertama dari ranah kognitif

yaitu aspek pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), dan aplikasi (application). Selanjutnya Ruseffendi (1991) memberikan penjelasan kepada masing-masing aspek tersebut yaitu pengetahuan

berkenaan dengan hapalan dan ingatan, misalnya hapal atau ingat tentang

simbol, istilah, fakta, konsep, definisi, dalil, prosedur, pendekatan, dan

metode. Pemahaman berhubungan dengan penguasaan atau mengerti

tentang sesuatu tetapi tahap pengertiannya masih rendah, misalnya

mengubah informasi ke dalam bentuk paralel yang lebih bermakna,

memberikan interpretasi, semua itu dilakukan atas perintah.Pemahaman

(51)

adalah kemampuan siswa menggunakan apa yang diperolehnya dalam

situasi khusus yang baru dan konkrit.

Ruseffendi (1991: 220) mengemukakan bahwa tiga ranah kognitif

terakhir dari Bloom yaitu aspek analisis, sintesis dan evaluasi, termasuk

pada aspek berpikir tingkat. Lebih jauh Ruseffendi (1991, 222)

memaparkan masing-masing aspek tersebut. Menganalisis adalah

kemampuan memisahkan materi ke dalam bagian-bagian yang perlu,

mencari hubungan antara bagian-bagian, mampu melihat

komponen-komponan, bagaimana komponen-komponen itu berhubungan dan

terorganisasikan, kemampuan menyelesaikan soal-soal yang tidak rutin.

Selanjutnya yang dimaksud sisntesis adalah kemampuan bekerja dengan

bagian-bagiannya, unsur-unsurnya dan menyusun menjadi suatu kebulatan

baru seperti pola dan struktur. Aspek terakhir adalah evaluasi, merupakan

aspek yang meliputi aspek-aspek sebelumnya.

C. Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter dan Makna Pendidikan Karakter

Kata “character”berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis, menggambar), seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari pengertian yang seperti itu,

character kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus, dan karenanya melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah “pola

(52)

melewati tahap anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat

diramalkan bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada

di sekitar dirinya. Makna dari pengertian pendidikan karakter yaitu

merupakan berbagai usaha yang dilakukan oleh para personil sekolah,

bahkan yang dilakukan bersama–sama dengan orang tua dan anggota

masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau

memiliki sifat peduli (Daryanto, 2013:65).

Menurut Wynne seperti halnya yang dikutip Darmiyati Zuchdi

dkk, (2009, 10-11) menyebutkan pengertian karakter yaitu: sesorang

berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut

memanifestasikan perilaku baik. Istilah pendidikan karakter erat kaitannya

dengan personaliti seseorang bisa disebut “orang yang berkarakter” (a person of character) apabila orang itu berperilaku baik yang sesuai kaidah moral. Maka bukan saja aspek “knowing the good” (moral knowing) tetapi juga “desiring the good atau loving the good” (moral felling) dan “acting the good” (moral action).

Santrock (2008: 105) mendifiniskan pendidikan karakter sebagai: “Character education is a direct approach to moral education that involves teaching students basic moral literacy to prevent them from engaging in immoral behavior and doing harm to themselves or other”(adalah pendekatan langsung untuk pendidikan moral yaitu mengajari murid dengan pengetahuan moral dasar untuk mencegah mereka melakukan tindakan tak bermoral dan membahayakan orang lain dan dirinya sendiri)

Menurut Kirschenbaum seperti halnya dikutip Darmiyati Zuchdi,

(53)

mengembangkan keterampilan pribadi (personal) dalam membuat

keputusan dan memilih berbagai hal dalam kehidupan, misalnya

pekerjaan, persahabatan, penggunaan waktu luang, kesehatan, penggunaan

uang (perilaku konsumen), kehidupan beragama. Menurut Brooks dan

Gooble seperti halnya yang dikutip Elmubarok (2008:112-113) dalam

menjalankan pendidikan karakter terdapat tiga elemen yang penting yaitu:

prinsip, proses, dan praktek dalam pengajaran. Dalam menjelaskan prinsip

itu maka nilai-nilai yang diajarkan harus tercantum dalam kurikulum

sehingga semua siswa paham benar tentang pendidikan karakter tersebut

dan mampu menerjemahkannya dala perilaku nyata. Oleh karena itu

diperlukan pendekatan optimal untuk mengajarkan karakter secara efektif

yang menurut Brooks dan Gooble adalah sebagai berikut:

a. Sekolah harus dipandang sebagai suatu lingkungan yang diibaratkan seperti pulau dengan bahasa dan budayanya sendiri. Namun sekolah juga harus memperluas pendidikan karakter bukan saja kepada guru, staf, dan siswa, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat.

b. Dalam menjalankan kurikulum sebaiknya: a) pengajaran tentang nilai-nilai berhubungan dengan sistem sekolah secara keseluruhan; b) karakter diajarkan sebagai subyek yang berdiri sendiri (separate-stand alone subject) namun diintegrasikan dalam kurikulum sekolah keseluruhan; c) seluruh staf menyadari dan mendukung tema nilai yang diajarkan.

c. Penekanan ditempatkan untuk merangsang bagaiman siswa menterjemahkan prinsip nilai ke dalam bentuk perilaku prososial.

Uraian di atas menunjukkan bahwa dimensi perilaku kemanusiaan

yang mencakup tiga hal paling mendasar yaitu, (1) dimensi afektif yang

tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, dan kompetensi estetis, (2)

(54)

mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, (3)

dimensi psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan

keterampilan teknis, kecakapan praktis dan kompetensi motorik.

Menurut John Dewey seperti halnya yang dikutip Sjarkawi(2006:

38) yang menyatakan bahwa pendidikan karakter pada hakikatnya

dilakukan melalui penanaman nilai: kejujuran dan tanggung jawab untuk

memperkuat kecenderungan sehingga menjadi kebiasaaan. Sebaliknya,

pandangan yang beranggapan bahwa pilihan perilaku moral pada

hakikatnya bersifat rasional sebagai respon yang bersumber dan

diturunkan dari pemahaman serta penalaran berdasarkan tujuan

kemanusiaan dan keadilan. Pendidikan karakter juga menggunakan

pendekatan perkembangan kognitif, karena pendidikan karakter sebagai

pendidikan intelektual yang berpikir aktif dalam menghadapi isu-isu moral

yang menetapkan suatu keputusan baik buruknya moral.

Menurut Azyumardi Azra (2002:173) pendidikan karakter

merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak yaitu keluarga,

warga sekolah, dan lingkungan sekolah, serta masyarakat umum. Karena

itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyambung kembali

hubungan antara keempat lingkungan pendidikan. Pendidikan karakter

tidak akan berhasil selama keempat lingkungan pendidikan tidak ada

kesinambungan dan

Gambar

Gambar 2.1 Pendekatan Saintifik ....................................................................
Pendekatan Saintifik (Gambar 2.1 scientific approach)
tabel 2.1,
Tabel 2.2 Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi antara konsentrasi yoghurt dengan lama aging memberi pengaruh sangat nyata terhadap uji organoleptik (warna dan aroma), berpengaruh nyata terhadap waktu leleh pada

dana dalam bentuk kredit merupakan hal yang sangat penting bagi suatu bank.. Dalam penyaluran ini setiap nasabah berkewajiban untuk melunasi

Pada Tugas akhir dengan menggunakan Alat penngontrol ruangan, agar lebih memahami aplikasi program

1. Kegiatan PPL memberikan mahasiswa untuk terjun langsung dalam lembaga pendidikan formal, menambah wawasan luas di lingkungan sekolah. Membagi ilmu dari guru

“Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena dengan dilakukan analisis, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat jamur pelapuk putih yang terdapat pada proses pelapukan kayu Eukaliptus dan untuk mengukur kemampuan Enzim Lignin Peroksidase

Makalah Seminar Penyusunan Draft Desain Kurikulum Diklat Manajemen Perkantoran pada Badan Diklat Propinsi DI Yogyakarta.. Aplikasi Studi Kasus Dalam

Salah satu faktor yang sangat penting untuk menunjang keberhasilan sebuah layanan perpustakaan adalah desain interior perpustakaan, berdasarkan permasalahan tersebut