• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

C. Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter dan Makna Pendidikan

Kata “character”berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis, menggambar), seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari pengertian yang seperti itu, character kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus, dan karenanya melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah “pola perilaku yang bersifat individual, keadaan moral seseorang. Setelah

melewati tahap anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat diramalkan bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di sekitar dirinya. Makna dari pengertian pendidikan karakter yaitu merupakan berbagai usaha yang dilakukan oleh para personil sekolah, bahkan yang dilakukan bersama–sama dengan orang tua dan anggota masyarakat, untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki sifat peduli (Daryanto, 2013:65).

Menurut Wynne seperti halnya yang dikutip Darmiyati Zuchdi dkk, (2009, 10-11) menyebutkan pengertian karakter yaitu: sesorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku baik. Istilah pendidikan karakter erat kaitannya dengan personaliti seseorang bisa disebut “orang yang berkarakter” (a person of character) apabila orang itu berperilaku baik yang sesuai kaidah moral. Maka bukan saja aspek “knowing the good” (moral knowing) tetapi juga “desiring the good atau loving the good” (moral felling) dan “acting the good” (moral action).

Santrock (2008: 105) mendifiniskan pendidikan karakter sebagai: “Character education is a direct approach to moral education that involves teaching students basic moral literacy to prevent them from engaging in immoral behavior and doing harm to themselves or other”(adalah pendekatan langsung untuk pendidikan moral yaitu mengajari murid dengan pengetahuan moral dasar untuk mencegah mereka melakukan tindakan tak bermoral dan membahayakan orang lain dan dirinya sendiri)

Menurut Kirschenbaum seperti halnya dikutip Darmiyati Zuchdi, dkk. (2009:62) pendidikan karakter sangat diperlukan dalam

mengembangkan keterampilan pribadi (personal) dalam membuat keputusan dan memilih berbagai hal dalam kehidupan, misalnya pekerjaan, persahabatan, penggunaan waktu luang, kesehatan, penggunaan uang (perilaku konsumen), kehidupan beragama. Menurut Brooks dan Gooble seperti halnya yang dikutip Elmubarok (2008:112-113) dalam menjalankan pendidikan karakter terdapat tiga elemen yang penting yaitu: prinsip, proses, dan praktek dalam pengajaran. Dalam menjelaskan prinsip itu maka nilai-nilai yang diajarkan harus tercantum dalam kurikulum sehingga semua siswa paham benar tentang pendidikan karakter tersebut dan mampu menerjemahkannya dala perilaku nyata. Oleh karena itu diperlukan pendekatan optimal untuk mengajarkan karakter secara efektif yang menurut Brooks dan Gooble adalah sebagai berikut:

a. Sekolah harus dipandang sebagai suatu lingkungan yang diibaratkan seperti pulau dengan bahasa dan budayanya sendiri. Namun sekolah juga harus memperluas pendidikan karakter bukan saja kepada guru, staf, dan siswa, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat.

b. Dalam menjalankan kurikulum sebaiknya: a) pengajaran tentang nilai- nilai berhubungan dengan sistem sekolah secara keseluruhan; b) karakter diajarkan sebagai subyek yang berdiri sendiri (separate-stand alone subject) namun diintegrasikan dalam kurikulum sekolah keseluruhan; c) seluruh staf menyadari dan mendukung tema nilai yang diajarkan.

c. Penekanan ditempatkan untuk merangsang bagaiman siswa menterjemahkan prinsip nilai ke dalam bentuk perilaku prososial.

Uraian di atas menunjukkan bahwa dimensi perilaku kemanusiaan yang mencakup tiga hal paling mendasar yaitu, (1) dimensi afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, dan kompetensi estetis, (2) dimensi kognitif yang tercermin pada intelektualitas untuk menggali,

mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, (3) dimensi psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis dan kompetensi motorik.

Menurut John Dewey seperti halnya yang dikutip Sjarkawi(2006: 38) yang menyatakan bahwa pendidikan karakter pada hakikatnya dilakukan melalui penanaman nilai: kejujuran dan tanggung jawab untuk memperkuat kecenderungan sehingga menjadi kebiasaaan. Sebaliknya, pandangan yang beranggapan bahwa pilihan perilaku moral pada hakikatnya bersifat rasional sebagai respon yang bersumber dan diturunkan dari pemahaman serta penalaran berdasarkan tujuan kemanusiaan dan keadilan. Pendidikan karakter juga menggunakan pendekatan perkembangan kognitif, karena pendidikan karakter sebagai pendidikan intelektual yang berpikir aktif dalam menghadapi isu-isu moral yang menetapkan suatu keputusan baik buruknya moral.

Menurut Azyumardi Azra (2002:173) pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak yaitu keluarga, warga sekolah, dan lingkungan sekolah, serta masyarakat umum. Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyambung kembali hubungan antara keempat lingkungan pendidikan. Pendidikan karakter tidak akan berhasil selama keempat lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan harmonisasinya.

Menurut Abdul Munip (2009: 13-14) menawarkan sembilan karakter siswa disekolah yaitu, (1) cinta kepada Tuhan dan segenap

ciptaan-Nya, (2) kemandirian dan tanggung jawab, (3) kejujuran/amanah, diplomatis, (4) hormat dan santun, (5) dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama, (6) percaya diri dan bekerja keras, (7) kepemimpinan dan keadilan, (8) baik dan rendah hati, (9) toleransi, kedamaian, dan kesatuan. Pendidikan karakter menekankan pada kebiasaan berperilaku dan menganjurkan pengajaran yang nyata mengenai kebaikan-kebaikan (nilai-nilai) karakter khusus. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Winton (2004:45) sebagai berikut:

“traditional character education, the most prevalent approach places a primacy on behavioural habits and advocates the explicit teaching of specific character virtues. These virtues are purported differences, ethnc differences, and socioeconomic differences”(pendidikan karakter tradisional merupakan pendekatan yang paling lazim digunakan, menempatkan keunggulan pada kebiasaan berperilaku dan mendukung pengajaran yang nyata terhadap kebaikan-kebaikan (nilai-nilai) karakter tertentu. Kebaikan-kebaikan ini merupakan pedoman untuk menjadikan mnusia yang baik, yang dapat menghargai perbedaan budaya dan tingkat sosial ekonomi).

Dari pemikiran di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu siswa menginternalisasi nilai-nilai ke dalam perilaku diri sendiri, sekolah, keluarga, lingkungan masyarakat, dan kebangsaan, dalam bentuk perilaku jujur, adil, visoner, kerjasama, bertanggungjawab, displin, berdasarkan norma-norma agama, hukum, sopan-santun, dan adat istiadat.

Makna Pendidikan Karakter menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 4) pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang

mengembangkan dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif. Sedangkan menurut Koesoema (2007: 250) pendidikan karakter merupakan nilai-nilai dasar yang harus dihayati jika sebuah masyarakat mau hidup dan bekerja sama secara damai. Nilai-nilai seperti kebijaksanaan, penghormatan terhadap yang lain, tanggung jawab pribadi, perasaan senasib, sependeritaan, pemecahan konflik secara damai, merupakan nilai-nilai yang semestinya diutamakan dalam pendidikan karakter. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kulikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan.

Dokumen terkait