• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan pengembangan karakter siswa"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI

PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN

AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN KEMAMPUAN

BERPIKIR TINGKAT TINGGI DAN PENGEMBANGAN

KARAKTER SISWA

Survei pada 5 SMK Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kabupaten Sleman

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Cyrillus Krismayoga

NIM: 11 1334 022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI

PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN

AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN KEMAMPUAN

BERPIKIR TINGKAT TINGGI DAN PENGEMBANGAN

KARAKTER SISWA

Survei pada 5 SMK Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kabupaten Sleman

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Cyrillus Krismayoga

NIM: 11 1334 022

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

Orang tua dan kakak, serta seluruh keluarga besar

Teman-teman dan sahabat Mahasiswa Pendidikan Akuntansi angkatan 2011

Universitas Sanata Dharma

(6)

v

MOTTO

"Happiness is not ready made—it comes from our own actions." Dalai Lama

(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 31 Maret 2017

Penulis

(8)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Cyrillus Krismayoga

Nomor Mahasiswa : 11 1334 022

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI

PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DAN PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA.

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,

mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan

mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis

tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 31 Maret 2017

Yang menyatakan

(9)

viii

ABSTRAK

HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI

DAN PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA

Survei pada 5 SMK Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kabupaten Sleman

Cyrillus Krismayoga Universitas Sanata Dharma

2017

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan materi rekonsiliasi bank dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa; (2) hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan materi rekonsiliasi bank dengan pengembangan karakter siswa.

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional pada 3 SMK Negeri dan 2 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi pada Tahun Ajaran 2014/2015 di Kabupaten Sleman. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober 2014 sampai dengan Mei 2015. Populasi penelitian ini berjumlah 822 siswa. Sampel penelitian ini berjumlah 331 siswa. Teknik penarikan sampel adalah purposive sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan adalah korelasi Spearman.

(10)

ix

ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN STUDENTS’ PERCEPTION ON THE IMPLEMENTATION OF SCIENTIFIC APPROACH IN LEARNING FINANCIAL ACCOUNTING LESSON AND STUDENTS’ HIGH-LEVEL

LEARNING ABILITY AND CHARACTER DEVELOPMENT

(A Survey in Five Vocational High Schools in Business and Management Expertise Program in Sleman Regency)

Cyrillus Krismayoga Sanata Dharma University

2017

This research aims to find out: (1) the correlation between students’ perception on the implementation of scientific approach in learning financial accounting with learning materials on bank reconciliation and students’ higher thinking level ability and (2) the correlation between students’ perception on the implementation of scientific approach in learning financial accounting with learning materials on bank reconciliation and students’ character development.

This research is a correlation research at three Public Vocational High Schools and two Private Vocational High Schools with the Accounting Expertise Package of the Financial Expertise Program of the Business and Management Expertise Field in 2014/2015 academic in Sleman Regency. It was conducted from October 2014 until May 2015. The population were 882 students. The samples of this research were 331 students. The techniques of taking samples was purposive sampling. The data were collected by a questionnaire and interviews, and were analyzed by the Spearman Correlation test.

The research results indicate that (1) there is no correlation between students’ perception on the implementation of scientific approach in learning financial accounting with learning materials on bank reconciliation and students’ higher thinking level ability (Spearman’s rho = 0.081 and the

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

berjudul: Hubungan Persepsi Siswa Tentang Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan Kemampuan Berpikir Tingkat

Tinggi dan Pengembangan Karakter Siswa”. Survei pada 5 SMK Bidang Keahlian

Bisnis dan Manajemen di Kabupaten Sleman. Skripsi ini disusun untuk memenuhi

salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan

Akuntansi.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan,

dukungan, dan doa yang diberikan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih

yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

3. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Ekonomi, Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi,

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta.

4. Ibu B. Indah Nugraheni, S.Pd., SIP., M.Pd., selaku Dosen Pembimbing yang

telah membimbing, mendukung, memberikan kritik, dan saran sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si., yang berkenan membimbing dan

memberi semangat.

6. Segenap staf dosen pengajar Program Studi Pendidikan Ekonomi, Bidang

(12)

xi

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta yang telah memberikan

berbagai pengetahuan selama proses perkuliahan.

7. Kedua orang tua saya, mendiang Bapak Alexius Djulioto dan Ibu Regina

Martanti yang selalu mendukung dan mendoakan.

8. Kakakku Birgita Kristiningrum atas dukungan dan doanya.

9. Seluruh mahasiswa Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi 2011

yang juga telah membantu dan mendukungan selama ini.

10. Teman-teman Orang Muda Katolik Paroki St. Antonius Muntilan atas

dukungan dan doa yang diberikan selama ini.

11. Para sahabat dan teman-teman yang banyak membantu, mendoakan, serta

memberi semangat.

12. Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih untuk

bantuan dan dukungannya selama ini.

13. Kepala sekolah, guru dan para siswa kelas XI SMK Bidang Keahlian Bisnis

dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi di

Kabupaten Sleman yang telah bersedia meluangkan waktunya membantu

dalam penelitian ini.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh

dari sempurna, oleh karena itu berbagai saran, kritik dan masukan sangat

diharapkan demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga

skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Yogyakarta, 9 Maret 2017

Penulis

(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... i

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI A. Pendekatan Saintifik ... 9

1. Pengertian Pendekatan Saintifik ... 9

2. Karakteristik Pembelajaran Saintifik ... 10

3. Prinsip-prinsip Pendekatan Saintifik... 12

4. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik... 12

(14)

xiii

B. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ... 16

1. Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi ... 16

2. Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 18

3. Higher Order Thinking Skills Menurut Taksonomi Bloom Revisi ... 19

C. Pendidikan Karakter ... 22

1. Pengertian Pendidikan Karakter dan Makna Pendidikan Karakter ... 22

2. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ... 26

3. Tujuan Pendidikan Karakter ... 29

4. Ruang Lingkup Model Pendidikan Karakter ... 32

5. Implementasi Pendidikan Karakter ... 35

D. Kerangka Teori... 36

1. Hubungan Persepsi Siswa tentang Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 36

2. Hubungan Persepsi Siswa tentang Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan Pengembangan Karakter Siswa ... 38

BAB III METODE PENELITIAN A. JenisPenelitian ... 40

B. Tempat danWaktu Penelitian... 40

C. Subjek dan Objek Penelitian... 40

D. Populasi Penelitian... 41

E. Operasionalisasi Variabel ... 42

F. Teknik Pengumpulan Data... 46

1. Kuesioner ... 46

2. Wawancara... 46

G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 47

1. Pengujian Validitas ... 47

(15)

xiv

H. Teknik Analisis Data ... 52

1. Statistik Deskriptif ... 53

2. Pengujian Prasyarat Analisis... 53

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data... 57

1. Deskripsi Responden Penelitian... 58

2. Deskripsi Data Penelitian... 59

B. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 62

1. Pengujian Normalitas ... 62

C. Pengujian Hipotesis ... 63

1. Pengujian Hipotesis Pertama ... 63

2. Pengujian Hipotesis Kedua ... 65

D. Pembahasan ... 66

1. Hubungan Persepsi Siswa Tentang Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 66

2. Hubungan Persepsi Siswa Tentang Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan Pengembangan Karakter Siswa ... 69

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 72

B. Keterbatasan... 73

C. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Deskripsi Langkah Pembelajaran ... 14

Tabel 2.2 Konfigurasi Karakter dalam Konteks Totalitas Proses Psikolo-gis dan Sosio-Kultural ... 36

Tabel 2.3 Kelompok Konfigurasi Karakter ... 36

Tabel 3.1 Daftar Nama Sekolah dan Jumlah Responden Penelitian... 42

Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan ... 43

Tabel 3.3 Operasionalisasi Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi pada Materi Pembelajaran Rekonsiliasi Bank dan Pencatatan Pos Penyesuaiannya... 44

Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Pengembangan Karakter Siswa ... 45

Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Persepsi Siswa Tentang Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan ... 48

Tabel 3.6 Hasil Pengujian Validitas Butir Instrumen Variabel Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 49

Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Intsrumen Pengembangan Karakter Siswa ... 49

Tabel 3.8 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Variabel Persepsi Siswa Tentang Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan ... 51

Tabel 3.9 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Variabel Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 52

Tabel 3.10 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Variabel Pengembangan Karakter Siswa ... 52

Tabel 3.11 Tabel PAP tipe II ... 53

Tabel 3.12 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan... 55

(17)

xvi

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah.. 58

Tabel 4.3 Distribusi Sekolah... 58

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis

Kelamin... 59

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Data Variabel Presepsi Siswa tentang

Implementasi Pendekatan Saintifik... 59

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Data Variabel Kemampuan Berpikir

Tingkat Tinggi ... 60

Tabel 4.7 Distribusi Frekeunsi Data Variabel Pengembangan Karakter

Siswa ... 61

Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Persepsi Siswa tentang Implementasi

Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan

Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi... 62

Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Persepsi Siswa tentang Implementasi

Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi

Keuangan dengan Pengembangan Karakter Siswa... 63

Tabel 4.10 Hasil Uji Korelasi Persepsi Siswa tentang Implementasi

Pendekatan Saintifik dengan Kemampuan Berpikir Tingkat

Tinggi Siswa ... 64

Tabel 4.11 Hasil Uji Korelasi Persepsi Siswa tentang Implementasi

Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi

(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Instrumen Penelitian... 78

Lampiran 2 Kunci Jawaban Soal Rekonsiliasi Bank ... 88

Lampiran 3 Data Induk ... 92

Lampiran 4 Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 105

Lampiran 5 Hasil Pengujian Normalitas ... 111

Lampiran 6 Hasil Pengujian Korelasi Spearman ... 112

Lampiran 7 Mean, Median, Modus ... 113

Lampiran 8 Silabus Akuntansi Keuangan SMK Mata Pelajaran Rekonsiliasi Bank ... 118

Lampiran 9 r Tabel ... 122

Lampiran 10 Perhitungan PAP II ... 125

Lampiran 11 Hasil Kuesioner ... 129

(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (SISDIKNAS) menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi

yang ada dalam diri para peserta didik itu sendiri. Untuk mencapai tujuan

pendidikan nasional tersebut dibutuhkan suatu alat yang disebut dengan

kurikulum.

Kurikulum berasal dari bahasa latin yakni curriculae yang memiliki

arti jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari (Oemar Hamalik,

2007:16). Kurikulum menunjukkan jangka waktu pendidikan yang harus

ditempuh seorang siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dalam

perkembangannya kurikulum tidak hanya sekedar menunjuk waktu

menempuh pendidikan, tetapi kurikulum memuat hal-hal berikut ini (Oemar

Hamalik, 2007:16): 1) kurikulum memuat isi dan materi pelajaran; 2)

kurikulum sebagai rencana pembelajaran; dan 3) kurikulum sebagai

pengalaman belajar. Dengan kata lain, kegiatan kurikulum tidak terbatas

dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup kegiatan di luar kelas. Secara

(21)

kesempatan untuk peserta didik mengembangkan potensi dirinya dalam suatu

suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan dirinya

untuk memiliki kualitas yang diinginkan masyarakat dan bangsanya

(Daryanto, 2014:1). Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2003, Kurikulum

diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,

dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran.

Kurikulum 2013 sudah mulai diberlakukan pada tahun ajaran

2013/2014 yang lalu, namun pada waktu itu masih terbatas di beberapa

sekolah. Namun sejak tahun ajaran 2014/2015 seluruh sekolah dari berbagai

jenjang di Indonesia mulai menggunakan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013

ini dikembangkan dari kurikulum sebelumnya, Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan, dengan memperhatikan faktor-faktor yaitu (Permendikbud No 59

Tahun 2014): 1) tantangan internal; 2) tantangan eksternal; 3) penyempurnaan

pola pikir; 4) penguatan tata kelola kurikulum; dan 5) penguatan materi. Oleh

karenanya, Kurikulum 2013 dipandang lebih sesuai dengan keadaan

Indonesia saat ini.

Berbeda dengan kurikulum KTSP yang mana setiap mata pelajaran

diajarkan dengan pendekatan berbeda, dalam Kurikulum 2013 semua mata

pelajaran diajarkan menggunakan pendekatan yang sama, yaitu pendekatan

saintifik. Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Dyer (Ridwan Abdulah,

2014:53), pendekatan saintifik dalam pembelajaran memiliki komponen

(22)

informasi, menalar/asosiasi, dan membentuk jejaring/melakukan komunikasi.

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan proses pembelajaran

yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruksi

konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk

mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah,

mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan

berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan

mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan” (Daryanto,

2014 : 51).

Proses pembelajaran kurikulum 2013 untuk jenjang SMP dan SMA

ataupun sederajat dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah yang

menyentuh pada 3 ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Tujuan

pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan

pendekatan ilmiah. Adapun tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik

adalah (Daryanto, 2014:54): 1) untuk meningkatkan kemampuan intelek

khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa; 2) untuk membentuk

kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik; 3)

terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar

merupakan suatu kebutuhan; 4) diperoleh hasil belajar yang tinggi; 5) untuk

melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis

artikel ilmiah; dan 6) untuk mengembangkan karakter siswa.

Proses pembelajaran dalam Kurikulum 2013 menekankan pada

(23)

merupakan kemampuan berpikir yang meliputi berpikir kritis, logis, reflektif,

metakognitif, dan kreatif (King et al,1998:1). Thomas dan Thorne (2010)

menyatakan bahwa berpikir tingkat tinggi menempatkan aktivitas berpikir

pada jenjang yang lebih tinggi dari sekedar menyatakan fakta. Pusat

perhatiannya adalah apa yang akan dilakukan terhadap fakta. Artinya, fakta

harus dipahami, dihubungkan satu sama lain, dikategorikan, dimanipulasi,

ditempatkan bersama-sama dalam cara-cara baru atau diterapkan seperti yang

kita mencari solusi baru untuk masalah baru. Berdasarkan pengertian dari

berpikir tingkat tinggi dapat disimpulkan bahwa pendekatan saintifik pada

Kurikulum 2013 bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat

tinggi siswa dan prosesnya dapat dipelajari dan disempurnakan dengan

menggunakan strategi pengajaran yang disesuaikan (Baker Patilo, 2011).

Kurikulum 2013 dikembangkan sesuai dengan filosofi pendidikan,

yaitu pendidikan sebagai sarana untuk membangun kehidupan masa kini dan

masa depan yang lebih dalam berbagai kemampuan intelektual, kemampuan

berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun

kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik. Pendekatan saintifik

dirasa sesuai untuk mengembangkan karakter siswa. Karakter didefinisikan

sebagai tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang

membedakan seseorang dengan yang lain; watak (KBBI, 2008). Karakter

tersebut tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus dibangun dan dibentuk

(24)

Dalam membentuk dan membangun karakter bangsa, dikenal istilah

pendidikan karakter. Menurut Zubaedi (2013:14), pendidikan karakter

diartikan sebagai usaha sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah untuk

membantu pengembangan karakter optimal. Untuk mendukung

pengembangan karakter peserta didik harus melibatkan seluruh komponen di

sekolah baik dari aspek isi kurikulum, proses pembelajaran, kualitas

hubungan, penanganan mata pelajaran, pelaksanaan aktivitas ko-kurikuler,

serta etos seluruh lingkungan sekolah. Samani dan Hariyanto (2013:46)

memaknai pendidikan karakter sebagai sistem penanaman nilai-nilai karakter

kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau

kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap

Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan

sehingga menjadi manusia insan kamil.

Pelaksanaan Kurikulum 2013 masih jauh dengan apa yang diharapkan

oleh Kemendikbud. Hal ini dapat dilihat dari tidak tercapainya tujuan-tujuan

pendekatan saintifik, yaitu tidak ada perbedaan hasil belajar siswa dari segi

kognitif maupun afektif. Keadaan seperti ini juga terlihat di beberapa SMK di

Kabupaten Sleman yang telah menerapkan Kurikulum 2013. Menurut

informasi dari beberapa guru, banyak siswa belum mampu untuk

mengerjakan soal yang berkaitan dengan analisis, dimana dalam konteks

pendekatan saintifik menjadi bentuk kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Dalam segi pengembangan karakter dapat dikatakan bahwa hampir tidak ada

(25)

Berdasar latar belakang masalah tersebut, penulis bermaksud

melakukan penelitian mengenai implementasi pendekatan saintifik dalam

pelajaran akuntansi keuangan dan dalam hubungannya dengan ketercapaian

tujuan pelaksanaan pendekatan saintifik. Judul dari penelitian ini selanjutnya

dirumuskan sebagai berikut “Hubungan Persepsi Siswa Tentang

Implementasi Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan

dengan Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dan Pengembangan

Karakter Siswa”. Penelitian ini merupakan studi kasus pada 5 (lima) SMK

negeri dan swasta di Kabupaten Sleman.

B. Batasan Masalah

Dalam pola pikir perumusan Kurikulum 2013, semua mata pelajaran

harus berkontribusi untuk: meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir

tingkat tinggi, membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah

secara sistematis, diperolehnya hasil belajar yang tinggi, melatih siswa dalam

mengomunikasikan ide-ide, dan untuk mengembangkan karakter siswa

(Hosnan, 2014:36). Fokus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam

pembelajaran akuntansi keuangan dengan materi rekonsiliasi bank dan

dampaknya pada tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi dan

(26)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dirumuskan

masalah penelitian, yaitu:

1. apakah ada hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan

saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan kemampuan

berpikir tingkat tinggi?

2. apakah ada hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan

saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan pengembangan

karakter siswa?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas,

maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam

pembelajaran akuntansi keuangan dengan kemampuan berpikir tingkat

tinggi siswa.

2. hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam

pembelajaran akuntansi keuangan dengan pengembangan karakter siswa.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi bagi guru

(27)

khususnya dalam mata pelajaran akuntansi materi rekonsiliasi bank.

Berdasarkan hasil evaluasi, guru diharapkan dapat merancang model

pembelajaran yang lebih baik lagi sehingga dapat meningkatkan

kemampuan berpikir tingkat tinggi dan perkembangan karakter siswa.

2. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi sekolah

mengenai kesiapan guru dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi para

peneliti selanjutnya terkait dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi

dan pendidikan karakter dalam pendekatan saintifik pada Kurikulum

2013. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dalam

(28)

9

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pendekatan Saintifik

1. Pengertian Pendekatan saintifik

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik menurut Hosnan

(2014:34), adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa

agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, prinsip melalui

tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan

masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan

hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis

data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, prinsip yang

ditemukan. Menurut Iskandar (2008:16), pendekatan scientific (ilmiah)

adalah suatu proses penyelidikan secara sistematik yang terdiri atas

bagian bagian yang saling bergantung (interdependent).

Menurut Daryanto (2014:51), pembelajaran dengan pendekatan

saintifik merupakan proses pembelajaran yang dirancang sedemikian

rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruksi konsep, hukum atau

prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi

atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau

merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,

menganalisis data, menarik kesimpulan, dan mengomunikasikan konsep,

(29)

al(2010) sebagaimana dikutip Yunus Abidin (2014: 125), pembelajaran

proses saintifik merupakan pembelajaran yang menuntut siswa berpikir

secara sistematis, dan kritis dalam upaya memecahkan masalah yang

penyelesaiannya tidak mudah dilihat.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa pendekatan saintifik merupakan pendekatan proses

pembelajaran yang menggunakan berbagai macam langkah-langkah

sains dalam penelitian. Dalam pembelajaran saintifik, siswa tidak hanya

mendengarkan materi pembelajaran yang disampaikan guru, melainkan

mempraktikkan materi yang diajarkan sebelumnya. Siswa dipandu untuk

mencari tahu penyelesaian suatu permasalahan atau kasus dengan

pendekatan yang berbasis pada keilmuan.

2. Karakteristik Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik

sebagai berikut (Hosnan, 2014:36):

a. Berpusat pada siswa.

b. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruk konsep,

hukum atau prinsip.

c. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam

merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan

berpikir tingkat tinggi siswa.

(30)

Secara lebih spesifik, pendekatan ilmiah (scientific approach)

dalam proses pembelajaran mempunyai kriteria sebagai berikut

(Hosnan, 2014:38):

a. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat

dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas

kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.

b. Penjelasan guru, respon siswa dan interaksi edukatif guru-siswa

terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif atau

penalaran yang menyimpan dari alur berpikir logis.

c. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis

dan tepat dalam mengidentifikasikan, memahami, memecahkan

masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.

d. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik

dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari

materi pembelajaran.

e. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami,

menerapkan dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan

objektif dalam merespons materi pembelajaran.

f. Berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang dapat

dipertanggungjawabkan.

g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas,

(31)

3. Prinsip –prinsip pendekatan saintifik

Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran

dengan pendekatan saintifik menurut Hosnan (2014:37):

a. Pembelajaran berpusat pada siswa.

b. Pembelajaran membentuk students self concept.

c. Pembelajaran terhindar dari verbalisme.

d. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk

mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip.

e. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan

berpikir siswa.

f. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi

mengajar guru.

g. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan

dalam komunikasi.

h. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang

dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.

4. Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik

Adapun tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik

adalah (Hosnan, 2013: 36):

a. Untuk meningkatkan kemampuan intelek khususnya kemampuan

berpikir tingkat tinggi siswa.

b. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu

(32)

c. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa

belajar merupakan suatu kebutuhan.

d. Diperoleh hasil belajar yang tinggi.

e. Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya

dalam menulis artikel ilmiah.

f. Untuk mengembangkan karakter siswa.

5. Langkah-Langkah Pembelajaran Saintifik

Pembelajaran saintifik yang digunakan dalam Kurikulum 2013

memiliki proses dalam implementasinya yang menyentuh tiga ranah

pembelajaran, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Proses

pembelajaran yang melibatkan ketiga ranah tersebut digambar sebagai

berikut (Hosnan, 2014: 32):

Pendekatan Saintifik (scientific approach)

(33)

Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa proses

pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah

tersebut secara utuh atau holistik, artinya pengembangan ranah satu

tidak bisa dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan demikian, proses

pembelajaran secara utuh melahirkan kualitas pribadi yang

mencerminkan keutuhan penguasaan sikap, pengetahuan, dan

keterampilan yang terintegrasi.

Agar ketiga ranah pembelajaran dapat tercapai, perlu diketahui

bagaimana pembelajaran saintifik diterapkan dalam pembelajaran di

kelas. Adapun langkah-langkah pembelajaran pendekatan saintifik

menurut Permendikbud No 103 tahun 2014:

Tabel 2.1

Deskripsi Langkah Pembelajaran Langkah

Pembelajaran Deskripsi Kegiatan

Bentuk Hasil Belajar

Mengamati (observing)

Mengamati dengan indra (membaca, mendengar, menyimak, melihat, menonton dan sebagainya) dengan atau tanpa alat

Perhatian pada waktu mengamati suatu objek/ membaca suatu tulisan/ mendengar suatu penjelasan catatan yang dibuat tentang yang diamati, kesabaran, waktu (on task) yang digunakan untuk mengamati

Menanya (questioning)

Membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi

(34)

tentang informasi yang belum dipahami, informasi tambahan yang ingin diketahui, atau sebagai klarifikasi. peserta didik (pertanyaan faktual, konseptual, prosedural, dan hipotetik) Mengumpulkan informasi/ mencoba (experimenting) Mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru bentuk/gerak, melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks,

mengumpulkan data dari narasumber melalui angket, wawancara, dan memodifikasi/

menambahi/mengembang kan

Jumlah dan kualitas sumber yang dikaji/digunakan, kelengkapan informasi, validitas informasi yang dikumpulkan, dan instrumen/alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Menalar/ mengasosiasi (associating)

Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, mengasosiasi atau

menghubungkan

fenomena/ informasi yang terkait dalam rangka menemukan

suatu pola, dan menyimpulkan Mengembangkan interpretasi, argumentasi dan kesimpulan mengenai keterkaitan

(35)

yang menunjukkan hubungan

fakta/konsep/teori dari dua sumber atau lebih yang tidak bertentangan; mengembangkan interpretasi, struktur baru, argumentasi dan kesimpulan dari konsep/teori/pendap at yang berbeda dari berbagai jenis sumber

Mengkomunikasik an

(communicating)

Menyajikan laporan dalam bentuk bagan, diagram, atau grafik; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan meliputi proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan

Menyajikan hasil kajian (dari mengamati sampai menalar) dalam bentuk tulisan, grafis, media elektronik, multi media dan lain-lain

*) Dapat disesuaikan dengan kekhasan masing-masing mata pelajaran

B. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

1. Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi

Berpikir dalam KBBI diartikan sebagai kegiatan menggunakan

akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu;

menimbang-nimbang dalam ingatan. Dalam kamus Oxford Advanced

Learner’s Dictionary yang dikutip oleh Momon Sudarma (2013:37),

thinkingsalah satunya diartikan, “ideas or opinions about something”.

Pemikiran adalah ide atau opini. Dengan kata lain, orang yang berpikir

(36)

Berbeda dengan berpikir, A. Thomas dan G. Thorne

sebagaimana dikutip oleh Rosnawati (2009) menyatakan bahwa

keterampilan berpikir tingkat tinggi(higher order thinking skills)adalah

keterampilan yang lebih dari sekedar mengingat, memahami dan

mengaplikasikan.

FJ King et al (1998:1) dalam artikel “Higher Order Thinking

Skills-Definition, Teaching Strategies, Assessment”menyatakan bahwa:

“Higher order thinking skills include critical, logical, reflective, matacognitive, and creative thinking. They are activated when individuals encounter unfamiliar problems, uncertainties, questions, or dilemmas. Successful applications of the skills result in explanations, decisions, performances, and products that are valid within the context of available knowledge and experience and that promote continued growth in these and other intellectual skills.”

Keterampilan berpikir tingkat tinggi meliputi kritis, logis,

refleksif, metakognitif, dan berpikir kreatif. Hal tersebut aktif saat

seseorang menghadapi masalah yang tidak biasa, ketidakpastian,

persoalan atau dilema. Suksesnya pengaplikasian dari keterampilan itu

dapat menghasilkan penjelasan, pilihan, dan pertunjukan dan produk

yang valid dengan konteks ilmu dan pengalaman dan hal itu memajukan

keberlanjutan berkembangnya kemampuan ini dan kemampuan

intelektual yang lainnya.

Lewis dan Smith (1993) mendefinisikan berpikir tingkat tinggi

sebagai berikut:

(37)

Berpikir tingkat tinggi terjadi ketika orang itu mengambil

informasi dan menyimpannya dalam memori dan menghubungkan dan

meluaskan informasi tersebut untuk mencapai tujuan atau mencari

jawaban dari situasi yang membingungkan.

Newman (1991) sebagaimana dikutip Ghasempour et al (2012:

41), menyatakan bahwa:

“higher order thinking is defined boadly as challenge and expanded use the mind when a person must interpret, analyze, or manipulate informations, because a questions needs to be answered.”

Berpikir tingkat tinggi sebagai tantangan dan memperluas

pemikiran ketika seseorang harus menginterpretasikan, menganalisa,

atau memanipulasi informasi, karena sebuah pertanyaan yang harus

dijawab.

Berdasarkan dari beberapa pengertian tersebut, maka sejatinya

berpikir tingkat tinggi merupakan berpikir pada level yang tinggi,

dimana seseorang tidak hanya sekedar mengingat saja akan tetapi

mampu menyimpan dan mengolah informasi yang telah didapatkan dan

digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan atau suatu

pertanyaan yang ada.

2. Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

Krathwohl (2002) menyatakan indikator untuk mengukur

kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi:

a. Menganalisis

(38)

menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil

untuk mengenali pola atau hubungannya

2) Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan

akibat dari sebuat skenario yang rumit.

3) Mengidentifikasi/merumuskan pertanyaan.

b. Mengevaluasi

1) Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi

dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada

untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.

2) Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian

3) Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria

yang telah ditetapkan.

c. Mengkreasi

1) Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap

sesuatu.

2) Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah.

3) Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi

struktur baru yang belum pernah ada sebelumnya.

3. Higher Order Thinking Skills Menurut Taksonomi Bloom Revisi

Pada Taksonomi Bloom revisi, yang termasuk ke dalam kategori

higher order thinking skills adalah pada tingkat analyze (menganalisis),

evaluate (mengevaluasi) dan create (mencipta). Sedangkan tiga aspek

(39)

dan aspek aplikasi, masuk dalam bagian intelektual berpikir tingkat

rendah atau lower-order thinking.

Adapun definisi untuk masing-masing tingkatan dalam kategori

berpikir tingkat tinggi sebagai berikut:

a. Menganalisis (Analyze)

Menganalisis merupakan kemampuan untuk memecahkan

suatu permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari

permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut

serta mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut dan mencari

tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan

permasalahan. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu

menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau

menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk

mengenali pola atau hubungannya dan mampu mengenali serta

membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang

rumit.

Menganalisis berkaitan dengan proses kognitif memberi

atribut (attributeing), dan mengorganisasikan (organizing).

Memberi atribut muncul bila siswa menemukan masalah dan

kemudian membangun ulang hal yang menjadi permasalahan.

Mengorganisasi menunjukkan identifikasi unsur-unsur hasil

komunikasi atau situasi dan mencoba mengenali bagaimana

(40)

memungkinkan siswa membangun hubungan yang sistematis dan

koheren dari potongan-potongan informasi yang diberikan. Hal

yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi unsur-unsur yang

paling penting dan relevan dengan permasalahan, kemudian

melanjutkan dengan membangun hubungan yang sesuai dari

informasi yang diberikan.

b. Mengevaluasi (Evaluate)

Evaluasi merupakan kegiatan pemberian nilai berdasarkan

kriteria dan standar yang sudah ada. Kriteria dapat ditentukan

sendiri namun yang biasanya digunakan adalah kualitas,

efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Hal yang perlu diperhatikan

adalah tidak semua kegiatan penilaian merupakan dimensi

mengevaluasi. Namun hampir semua dimensi proses kognitif

memerlukan penilaian.

Evaluasi meliputi mengecek (checking) dan mengkritisi

(critiquing). Mengecek merupakan kegiatan yang mengarah pada

kegiatan pengujian hal-hal yang tidak konsisten atau kegagalan dari

suatu operasi atau produk. Mengkritisi mengarah pada penilaian

suatu produk berdasarkan kriteria dan standar eksternal.

Mengkritisi berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis. Siswa

melakukan penilaian dengan melihat sisi negatif dan positif dari

suatu hal, kemudian melakukan penilaian menggunakan standar

(41)

c. Menciptakan (Create)

Menciptakan mengarahkan pada proses kognitif meletakkan

unsur-unsur secara bersamaan untuk membentuk kesatuan yang

koheren dan mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu produk

baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk

atau pola yang berbeda dari sebelumnya. Menciptakan sangat

berkaitan erat dengan pengalaman belajar siswa pada pertemuan

sebelumnya, untuk itu proses penggalian kembali memori jangka

panjang sangat diperlukan. Menciptakan di sini mengarahkan siswa

untuk dapat melaksanakan dan menghasilkan karya yang dapat

dibuat oleh semua siswa.

C. Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter dan Makna Pendidikan Karakter

Kata “character”berasal dari bahasa Yunani charassein, yang

berarti to engrave (melukis, menggambar), seperti orang yang melukis

kertas, memahat batu atau metal. Kementerian Pendidikan Nasional

(2010:3) menyatakan bahwa “karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau

kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai

kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk

cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak”. Hermawan Kertajaya

(M.Furqon, 2010:13) menyatakan karakter adalah ciri khas yang

dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli

(42)

merupakan mesin yang mendorong bagaimana seseorang bertindak,

bersikap, berujar, dan merespon sesuatu. Ciri khas ini pun yang diingat

oleh orang lain tentang orang tersebut, dan menentukan suka atau tidak

sukanya mereka terhadap individu tersebut.

Menurut Wynne seperti halnya yang dikutip Darmiyati Zuchdi

dkk, (2009:10-11) menyebutkan pengertian karakter yaitu: sesorang

berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut

memanifestasikan perilaku baik. Istilah pendidikan karakter erat

kaitannya dengan personaliti seseorang bisa disebut “orang yang

berkarakter” (a person of character) apabila orang itu berperilaku baik

yang sesuai kaidah moral. Maka bukan saja aspek “knowing the good”

(moral knowing) tetapi juga “desiring the good atau loving the good”

(moral felling) dan “acting the good”(moral action).

Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas, character

kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus, dan karenanya

melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah “pola perilaku yang

bersifat individual, keadaan moral seseorang‟. Setelah melewati tahap

anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat diramalkan

bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di sekitar

dirinya. Makna dari pengertian pendidikan karakter yaitu merupakan

berbagai usaha yang dilakukan oleh para personil sekolah, bahkan yang

(43)

untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki

sifat peduli (Daryanto, 2013:65).

Menurut Megawangi (Darmiyanti, 2004:110) mendefinisikan

pendidikan karakter sebagai, Sebuah usaha untuk mendidik anak-anak

agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya

dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan

kontribusi yang positif pada lingkungannya.

Santrock (2008:105) mendifiniskan pendidikan karakter

sebagai: “Character education is a direct approach to moral education

that involves teaching students basic moral literacy to prevent them

from engaging in immoral behavior and doing harm to themselves or

other”(adalah pendekatan langsung untuk pendidikan moral yaitu

mengajari murid dengan pengetahuan moral dasar untuk mencegah

mereka melakukan tindakan tak bermoral dan membahayakan orang

lain dan dirinya sendiri)

Makna pendidikan karakter menurut Kementerian Pendidikan

Nasional (2010:4) ada;ah bahwa pendidikan karakter dimaknai sebagai

pendidikan yang mengembangkan karakter bangsa pada diri peserta

didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter

dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya,

sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius,

(44)

Brooks dan Gooble (Elmubarok, 2008:112–113) berpendapat

bahwa dalam menjalankan pendidikan karakter terdapat tiga elemen

yang penting yaitu: prinsip, proses, dan praktek dalam pengajaran.

Dalam menjelaskan prinsip itu maka nilai-nilai yang diajarkan harus

tercantum dalam kurikulum sehingga semua siswa paham benar tentang

pendidikan karakter tersebut dan mampu menerjemahkannya dalam

perilaku nyata. Oleh karena itu diperlukan pendekatan optimal untuk

mengajarkan karakter secara efektif yaitu sebagai berikut:

a. Sekolah harus dipandang sebagai suatu lingkungan yang

diibaratkan seperti pulau dengan bahasa dan budayanya sendiri.

Namun sekolah juga harus memperluas pendidikan karakter bukan

saja kepada guru, staf, dan siswa, tetapi juga kepada keluarga dan

masyarakat.

b. Dalam menjalankan kurikulum sebaiknya: a) pengajaran tentang

nilai-nilai berhubungan dengan sistem sekolah secara keseluruhan;

b) karakter diajarkan sebagai subyek yang berdiri sendiri

(separate-stand alone subject) namun diintegrasikan dalam kurikulum

sekolah keseluruhan; c) seluruh staf menyadari dan mendukung

tema nilai yang diajarkan.

c. Penekanan ditempatkan untuk merangsang bagaimana siswa

menerjemahkan prinsip nilai ke dalam bentuk perilaku prososial.

Uraian di atas menunjukkan bahwa dimensi perilaku kemanusiaan

(45)

tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, dan kompetensi estetis,

(2) dimensi kognitif yang tercermin pada intelektualitas untuk

menggali, mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan

teknologi, (3) dimensi psikomotorik yang tercermin pada kemampuan

mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis dan

kompetensi motorik.

Menurut Azyumardi Azra (2002:173), pendidikan karakter

merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak yaitu keluarga,

warga sekolah, dan lingkungan sekolah, serta masyarakat umum.

Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyambung

kembali hubungan antara keempat lingkungan pendidikan. Pendidikan

karakter tidak akan berhasil selama keempat lingkungan pendidikan

tidak ada kesinambungan dan harmonisasinya.

Abdul Munip (2009:13-14) menawarkan sembilan karakter

siswa di sekolah yaitu, (1) cinta kepada Tuhan dan segenap

ciptaan-Nya, (2) kemandirian dan tanggung jawab, (3) kejujuran/amanah,

diplomatis, (4) hormat dan santun, (5) dermawan, suka

tolong-menolong dan gotong royong/kerja sama, (6) percaya diri dan bekerja

keras, (7) kepemimpinan dan keadilan, (8) baik dan rendah hati, (9)

toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

2. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter

Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas

(46)

(Mulyana,2004:9) bahwa nilai adalah keyakinan, hasrat, motif, sikap,

keinginan, dan kebutuhan. Oleh karena itu, keputusan benar-salah,

baik-buruk, dan indah-tak indah merupakan hasil dari serentetan proses

psikologis yang kemudian mengarahkan individu pada tindakan dan

perbuatan yang sesuai dengan nilai pilihannya.

Nilai-nilai karakter menurut Doni Koesoema (2010:208-209)

sebagai berikut:

a. Nilai keutamaan

Manusia memiliki keutamaan kalau ia menghayati dan

melaksanakan tindakan-tindakan baik seperti nilai jujur, tanggung

jawab, menghargai tata tertib sekolah dan nilai lainnya.

b. Nilai keindahan

Pada masa lalu, nilai keindahan ini ditafsirkan terutama pada

keindahan fisik, berupa hasil karya seni, patung, bangunan, sastra,

dan lainnya. Nilai keindahan dalam tataran yang lebih tinggi, yang

menyentuh dimensi interioritas manusia, yang menjadi penentu

kualitas dirinya sebagai manusia.

c. Nilai kerja

Jika ingin berbuat adil manusia harus berbuat adil, manusia harus

bekerja. Penghargaan atas nilai kerja inilah yang menentukan

kualitas diri seseorang individu. Peserta didik harus dilatih untuk

mampu bekerja keras, bekerja cerdas, ikhlas, dan tuntas. Orang

(47)

d. Nilai cinta tanah air (patriotisme)

Nilai ini termasuk didalamnya cara berpikir, bersikap, kesetiaan,

kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,

lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik negara.

e. Nilai demokrasi

Nilai inilah yang perlu dikembangkan dalam pendidikan karakter.

Nilai demokrasi termasuk di dalamnya kesediaan untuk berdialog,

berunding, bersepakat dan mengatasi permasalahaan konflik

dengan cara-cara damai, sesuai ideologi bagi pembentukan tata

masyarakat yang lebih baik,

e. Nilai kesatuan

Dalam konteks berbangsa dan bernegara di Indonesia, nilai

kesatuan ini menjadi dasar berdirinya negara ini, yang menghidupi

nilai perjuangan jiwa-raga.

f. Nilai moral

Nilai inilah yang digunakan untuk merawat jiwa. Jiwa inilah yang

menentukan apakah seorang sebagai individu baik atau tidak. Maka

nilai moral inilah yang sangat vital bagi sebuah pendidikan

karakter.

g. Nilai-nilai kemanusiaan

Apa yang membuat manusia sungguh-sungguh manusiawi, itu

merupakan bagian dari keprihatinan setiap orang. Contohnya

(48)

dalam kultur agama, keadilan di depan hukum kebebasan, dan

lainnya.

Pembelajaran pendidikan karakter di sekolah harus memiliki nilai

kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan sebagai mana dijelaskan oleh

Joel (2005:179) berikut ini:

“character education holds, as a starting philosophical principle, that there are widely shared, privotally important core ethical values—such as caring honesty, fairness, responsibility and respect for selft and others—that form the basic of good character. A school committed to character education explicitly names and publicly stands for these values; promulagates them to all members of the school community; defines them in terms of behaviors that can be observed in the life of the school; models these values; studies and discusses them; uses them as the basis of human relations in the school; celebrates their manifestations in the school and community; and upholds them by making all school members accountable to standards of conduct consistent with core values”

(pendidikan karakter, sebagai prinsip filosofis awal, mempercayai bahwa ada banyak persamaan nilai-nilai etika yang utama, sangat penting seperti kepedulian, kejujuran, tanggung jawab, keadilan, dan menghormati orang lain, dapat membentuk karakter dasar yang baik. Suatu sekolah yang komitmen terhadap pendidikan karakter eksplisit menamakan dan menegakkan nilai-nilai perilaku, menyebarluaskan kepada semua anggota komunitas sekolah, mendefinisikan nilai-nilai tersebut dalam batasan perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah, dan menjadi contoh nilai-nilai tersebut, mengkaji dan mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar hubungan manusia di sekolah, dan menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut dengan membuat semua warga sekolah bertanggungjawab terhadap standar tingkah laku yang konsisten dengan nilai-nilai dasar).

3. Tujuan Pendidikan Karakter

Menurut Foerster (Koesoema,2010:42), tujuan pendidikan

karakter adalah untuk membentuk perilaku seseorang secara utuh.

Karakter merupakan suatu kualifikasi pribadi seseorang sebagai

(49)

Menurut Nurul Zuriah (2008:64-65), tujuan pendidikan karakter

yaitu memfasilitasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuan

mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasikan nilai,

mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan tumbuh dan

berkembangnya nilai mulia dalam diri siswa serta mewujudkannya

dalam perilaku seharihari. Esensi tujuan pendidikan karakter tersebut

-perlu dijabarkan dalam pengembangan program pembelajaran

(instruksional) dan sumber belajar setiap mata pelajaran yang relevan.

Tujuannya agar siswa mampu menggunakan pengetahuan, nilai, dan

keterampilan dari mata pelajaran itu sebagai wahana yang

memungkinkan tumbuh dan berkembang serta terwujudnya sikap dan

perilaku yang baik, yaitu jujur, toleransi, dan bertanggung jawab. Selain

itu, tujuan yang dijabarkan secara instrumental manajerial perlu

dijabarkan dalam rangka membangun tatanan dan iklim sosial budaya

dan dunia persekolahan yang berwawasan dan memancarkan akhlak

mulia sehingga lingkungan dan sekolah menjadi teladan atau model

pendidikan karakter secara keseluruhan.

Tujuan pendidikan karakter mencakup dua aspek yaitu nilai

hasil belajar yang tinggi sebagai ukuran pencapaian tujuan kurikulum.

Hal ini lebih lengkap dijelaskan Jarolimek & Foster seperti halnya

yang dikutip Nurul Zuriah (2008: 66) bahwa tujuan pendidikan karakter

(50)

pembelajaran ini menekankan pada kegiatan ekstrakurikuler dan

intrakurikuler.

Sedangkan menurut Sjarkawi (2006: 39), pendidikan karakter

bertujuan membina perilaku siswa yang baik sehingga berguna bagi

setiap orang. Artinya, pendidikan karakter bukan sekedar memahami

aturan benar-salah atau mengetahui tentang ketentuan baik-buruk, tetapi

harus benar-benar terwujud dalam perilaku moral yang baik pada diri

siswa dan mengimplementasikan kepada masyarakat dan keluarga.

Berdasarkan pendapat di atas, maka tujuan yang harus dicapai

pendidikan karakter adalah: (1) siswa memahami nilai-nilai karakter di

lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah; (2) siswa mampu

mengembangkan watak atau tabiatnya secara konsisten dalam

mengambil keputusan di tengah-tengah rumitnya kehidupan saat ini, (3)

siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara

rasional dalam membuat keputusan yang terbaik setelah melakukan

pertimbangan sesuai dengan norma-norma sosial; (4) siswa mampu

menggunakan pengalaman nilai dan tujuan karakter bagi pembentukan

kesadaran dalam pola perilaku yang berguna dan bertanggung jawab

atas tindakannya.

Zubaedi (2012:18) memaparkan lebih rinci tujuan dari pendidikan

(51)

a. Mengembangkan potensi kalbu/ nurani/ afektif peserta didik

sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai

karakter bangsa.

b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji

dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa

yang religius.

c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta

didik sebagai generasi penerus bangsa.

d. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang

mandiri, kreatif dan berwawasan kebangsaan.

e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai

lingkungan belajar yang aman, jujur penuh kreatifitas dan

persahabatan, dan dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh

kekuatan.

Sjarkawi (2006: 39) berpendapat bahwa pendidikan karakter

bertujuan membina perilaku siswa yang baik sehingga berguna bagi

setiap orang. Pendidikan karakter bukan sekedar memahami aturan

benar-salah atau mengetahui tentang ketentuan baik-buruk, tetapi harus

benar-benar terwujud dalam perilaku moral yang baik pada diri siswa

dan mengimplementasikan kepada masyarakat dan keluarga.

4. Ruang Lingkup Model Pendidikan Karakter

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2010:5–6), menyatakan

(52)

pendidikan formal dimana pendidikan karakter berlangsung pada

lembaga pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK,

MAK, dan perguruan tinggi melalui pembelajaran, kegiatan ko dan

ekstrakurikuler, penciptaan budaya satuan pendidikan, dan pembiasaan.

Sasaran pada pendidikan formal adalah peserta didik, pendidik, dan

tenaga kependidikan; (2) pendidikan nonformal pada pendidikan

karakter berlangsung pada lembaga kursus, pendidikan kesetaraan,

pendidikan keaksaraan, dan lembaga pendidikan nonformal lain melalui

pembelajaran, kegiatan ko dan ekstra kurikuler, penciptaan budaya

satuan pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pendidikan nonformal

adalah peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan; (3) pendidikan

informal yang berlangsung pada keluarga dan dilakukan oleh orang tua

dan orang dewasa lain yang dilakukan terhadap anak-anak yang

menjadi tanggung jawabnya.

Elkind and Sweet (Muchlas Samani, 2012: 139) mengungkapkan

bahwa pendidikan karakter dalam praktiknya dilaksanakan dengan

pendekatan holistik (holistic approach). Artinya seluruh warga sekolah

mulai guru, karyawan dan para murid harus terlibat dan bertanggung

jawab terhadap pelaksanaan pendidikan karakter. Hal yang paling

penting adalah bahwa pengembangan karakter harus terintegrasi dalam

setiap aspek kehidupan sekolah.

Muchlas (2012:139-140) menyatakan beberapa gambaran

(53)

a. Segala sesuatu yang ada di sekolah terorganisasikan di seputar

hubungan antar siswa serta antar siswa dan guru beserta staf dan

komunitas di sekitarnya.

b. Sekolah merupakan komunitas yang peduli (caring community)

dimana terdapat ikatan yang kuat dan menghubungkan siswa

dengan guru, staf, dan sekolah.

c. Pembelajaran sosial dan pembelajaran emosi dikembangkan

sebagaimana pembelajaran akademik.

d. Koperasi dan kolaborasi antar siswa lebih ditekankan

pengembangannya dari pada kompetisi.

e. Nilai-nilai seperti fairness, saling menghormati, dan kejujuran

adalah bagian dari pembelajaran setiap hari, baik di dalam maupun

di luar kelas.

f. Para siswa diberi keleluasaan untuk mempraktikan perilaku moral

melalui kegiatan pembelajaran untuk melayani.

g. Disiplin kelas dan pengelolaan kelas dipusatkan pada pemecahan

masalah daripada dipusatkan pada penghargaan dan hukuman.

h. Model lama yang berbasis pada guru yang otoriter tidak pernah lagi

diterapkan di ruang kelas, tetapi lebih dikembangkan suasana kelas

yang demokratis dimana para guru dan para siswa melaksanakan

semacam pertemuan kelas untuk membangun kebersamaaan,

menegakkan norma-norma yang disepakati bersama, serta

(54)

4. Implementasi pendidikan karakter

Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen

(pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen

pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan

penilaian, penanganan atau pengololaan sekolah, pelaksanaan aktivitas

atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana-prasarana,

pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di

samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku

warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus

berkarakter.

Berdasarkan kerangka desain yang dikembangkan Kemendiknas

(2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter

dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu

manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks

interaksi sosial kultur (keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan

berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks

totalitas proses psikologis dan sosial kultur tersebut dapat

dikelompokkan dalam: olah hati (spiritual and emotional development),

olah pikir (intellectual development), olah raga dan kinestetik (physical

and kinestetic development),dan menurut olah rasa dan karsa (affective

and creativity development), yang secara diagramatik dapat

(55)

Tabel 2.2

Konfigurasi Karakter dalam Konteks Totalitas Proses Psikologis dan Sosial-Kultural

OLAH PIKIR Cerdas

OLAH HATI Jujur

Bertanggung jawab

OLAHRAGA (KINESTETIK) Bersih, Sehat, Menarik

OLAH RASA dan KARSA Peduli dan Kreatif

Keempat kelompok konfigurasi karakter tersebut memiliki

unsur-unsur dari karakter inti sebagai berikut:

Tabel 2.3

Kelompok Konfigurasi Karakter

No. Kelompok Konfigurasi

Karakter Karakter Inti

1 Olah Hati  Religius

 Jujur

 Tanggung jawab

 Peduli sosial

 Peduli lingkungan

2 Olah Pikir  Cerdas

 Kreatif

3 Olahraga  Sehat

 Bersih

4 Olah Rasa dan Karsa  Peduli

 Kerja sama (gotong ro-yong)

D. Kerangka Teori

1. Hubungan Persepsi Siswa tentang Implementasi Pembelajaran

Berdasarkan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi

Keuangan dengan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

saintifik, pembelajaran dirancang sedemikian rupa agar peserta didik

(56)

tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasikan atau menemukan

masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan

hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis

data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau

prinsip yang “ditemukan” (Hosnan, 2014:34). Menurut Barringer et. al

(2010) sebagaimana dikutip Yunus Abidin (2014:125) menyatakan

bahwa pembelajaran proses saintifik merupakan pembelajaran yang

menuntut siswa berpikir secara sistematis, dan kritis dalam upaya

memecahkan masalah yang penyelesaiannya tidak mudah dilihat.

King et al (1998: 1) menyatakan bahwa keterampilan berpikir

tingkat tinggi meliputi kritis, logis, refleksif, metakognitif, dan berpikir

kreatif. Hal tersebut aktif saat seseorang menghadapi masalah yang

tidak biasa, ketidakpastian, persoalan atau dilema. Suksesnya

pengaplikasian dari keterampilan itu dapat menghasilkan penjelasan,

pilihan, dan pertunjukan dan produk yang valid dengan konteks ilmu

dan pengalaman dan hal itu memajukan keberlanjutan berkembangnya

kemampuan ini dan kemampuan intelektual yang lainnya.

Senada dengan hal tersebut, Lewis dan Smith (1993)

menjelaskan bahwa berpikir tingkat tinggi terjadi ketika seseorang

mengambil informasi dan menyimpannya dalam ingatan dan

menghubungkan serta memperluas informasi tersebut untuk mencapai

tujuan atau mencari jawaban dari situasi yang membingungkan.

(57)

proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan

intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa (Hosnan,

2014: 36).

Peneliti menduga bahwa ada hubungan antara implementasi

pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan

kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran dengan pendekatan

saintifik melatih siswa terbiasa untuk berpikir secara ilmiah. Hal ini

memungkinkan siswa untuk mampu berpikir kritis, kreatif, dan inovatif.

Berdasar uraian tersebut, berikut ini disajikan hipotesis penelitiannya:

Ha1: Ada hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan

saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan

kemampuan berpikir tingkat tinggi.

2. Hubungan Persepsi Siswa tentang Implementasi Pembelajaran

Berdasarkan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi

Keuangan dengan Pengembangan Karakter Siswa

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik adalah

pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara

aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan

mengamati (untuk mengidentifikasikan atau menemukan masalah),

merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,

mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data,

menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau

Gambar

Tabel 4.2  Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah.. 58 Tabel 4.3 Distribusi Sekolah......................................................................
Gambar 2.1 Pendekatan Saintifik..............................................................
Tabel  3.7  menunjukkan  bahwa  seluruh  butir  pernyataan  mengenai
Tabel 3.11 PAP Tipe II
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh implementasi pendekatan metakognitif dalam kegiatan laboratorium fisika berbasis inkuiri terbimbing terhadap

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa peserta didik di SMP Se-kecamatan Kretek memiliki persepsi yang cukup tentang pelaksanaan pendekatan saintifik pada pembelajaran IPS..

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran aktif pada materi akuntansi dan kecerdasan emosional

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) ada hubungan positif yang signifikan persepsi siswa terhadap implementasi pendekatan saintifik dengan motivasi belajar (nilai

Solusi atas hambatan dalam implementasi pendekatan saintifik pada pembelajaran akuntansi di SMK Negeri 1 Surakarta yaitu: (a) menggunakan KI dan KD pada kurikulum

Penelitian pengembangan ini menghasilkan bahan ajar berupa buku ajar akuntansi perbankan dan keuangan mikro berbasis pendekatan saintifik dengan materi akuntansi tabungan,

(2) Hambatan dalam implementasi pendekatan saintifik meliputi: (a) Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar terlambat diedarkan, (b) materi pembelajaran tidak sesuai dengan

discovery learning dengan pendekatan saintifik bermuatan karakter untuk meningkatkan berpikir kreatif yang valid, praktis, dan efektif. Model pengembangan pembelajaran