HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI
PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN
AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN KEMAMPUAN
BERPIKIR TINGKAT TINGGI DAN PENGEMBANGAN
KARAKTER SISWA
Survei pada 5 SMK Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kabupaten Sleman
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Cyrillus Krismayoga
NIM: 11 1334 022
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI
PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN
AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN KEMAMPUAN
BERPIKIR TINGKAT TINGGI DAN PENGEMBANGAN
KARAKTER SISWA
Survei pada 5 SMK Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kabupaten Sleman
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Cyrillus Krismayoga
NIM: 11 1334 022
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
Orang tua dan kakak, serta seluruh keluarga besar
Teman-teman dan sahabat Mahasiswa Pendidikan Akuntansi angkatan 2011
Universitas Sanata Dharma
v
MOTTO
"Happiness is not ready made—it comes from our own actions." Dalai Lama
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 31 Maret 2017
Penulis
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Cyrillus Krismayoga
Nomor Mahasiswa : 11 1334 022
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI
PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DAN PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA.
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 31 Maret 2017
Yang menyatakan
viii
ABSTRAK
HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG IMPLEMENTASI PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI
DAN PENGEMBANGAN KARAKTER SISWA
Survei pada 5 SMK Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen di Kabupaten Sleman
Cyrillus Krismayoga Universitas Sanata Dharma
2017
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan materi rekonsiliasi bank dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa; (2) hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan materi rekonsiliasi bank dengan pengembangan karakter siswa.
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional pada 3 SMK Negeri dan 2 SMK Swasta Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi pada Tahun Ajaran 2014/2015 di Kabupaten Sleman. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Oktober 2014 sampai dengan Mei 2015. Populasi penelitian ini berjumlah 822 siswa. Sampel penelitian ini berjumlah 331 siswa. Teknik penarikan sampel adalah purposive sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner dan wawancara. Teknik analisis data yang digunakan adalah korelasi Spearman.
ix
ABSTRACT
THE CORRELATION BETWEEN STUDENTS’ PERCEPTION ON THE IMPLEMENTATION OF SCIENTIFIC APPROACH IN LEARNING FINANCIAL ACCOUNTING LESSON AND STUDENTS’ HIGH-LEVEL
LEARNING ABILITY AND CHARACTER DEVELOPMENT
(A Survey in Five Vocational High Schools in Business and Management Expertise Program in Sleman Regency)
Cyrillus Krismayoga Sanata Dharma University
2017
This research aims to find out: (1) the correlation between students’ perception on the implementation of scientific approach in learning financial accounting with learning materials on bank reconciliation and students’ higher thinking level ability and (2) the correlation between students’ perception on the implementation of scientific approach in learning financial accounting with learning materials on bank reconciliation and students’ character development.
This research is a correlation research at three Public Vocational High Schools and two Private Vocational High Schools with the Accounting Expertise Package of the Financial Expertise Program of the Business and Management Expertise Field in 2014/2015 academic in Sleman Regency. It was conducted from October 2014 until May 2015. The population were 882 students. The samples of this research were 331 students. The techniques of taking samples was purposive sampling. The data were collected by a questionnaire and interviews, and were analyzed by the Spearman Correlation test.
The research results indicate that (1) there is no correlation between students’ perception on the implementation of scientific approach in learning financial accounting with learning materials on bank reconciliation and students’ higher thinking level ability (Spearman’s rho = 0.081 and the
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul: “Hubungan Persepsi Siswa Tentang Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi dan Pengembangan Karakter Siswa”. Survei pada 5 SMK Bidang Keahlian
Bisnis dan Manajemen di Kabupaten Sleman. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan
Akuntansi.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis memperoleh banyak bantuan,
dukungan, dan doa yang diberikan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
3. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Ekonomi, Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
4. Ibu B. Indah Nugraheni, S.Pd., SIP., M.Pd., selaku Dosen Pembimbing yang
telah membimbing, mendukung, memberikan kritik, dan saran sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si., yang berkenan membimbing dan
memberi semangat.
6. Segenap staf dosen pengajar Program Studi Pendidikan Ekonomi, Bidang
xi
Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta yang telah memberikan
berbagai pengetahuan selama proses perkuliahan.
7. Kedua orang tua saya, mendiang Bapak Alexius Djulioto dan Ibu Regina
Martanti yang selalu mendukung dan mendoakan.
8. Kakakku Birgita Kristiningrum atas dukungan dan doanya.
9. Seluruh mahasiswa Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi 2011
yang juga telah membantu dan mendukungan selama ini.
10. Teman-teman Orang Muda Katolik Paroki St. Antonius Muntilan atas
dukungan dan doa yang diberikan selama ini.
11. Para sahabat dan teman-teman yang banyak membantu, mendoakan, serta
memberi semangat.
12. Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih untuk
bantuan dan dukungannya selama ini.
13. Kepala sekolah, guru dan para siswa kelas XI SMK Bidang Keahlian Bisnis
dan Manajemen, Program Keahlian Keuangan, Paket Keahlian Akuntansi di
Kabupaten Sleman yang telah bersedia meluangkan waktunya membantu
dalam penelitian ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu berbagai saran, kritik dan masukan sangat
diharapkan demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Yogyakarta, 9 Maret 2017
Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... i
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN... xviii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Batasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah... 7
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN TEORI A. Pendekatan Saintifik ... 9
1. Pengertian Pendekatan Saintifik ... 9
2. Karakteristik Pembelajaran Saintifik ... 10
3. Prinsip-prinsip Pendekatan Saintifik... 12
4. Tujuan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik... 12
xiii
B. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ... 16
1. Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi ... 16
2. Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 18
3. Higher Order Thinking Skills Menurut Taksonomi Bloom Revisi ... 19
C. Pendidikan Karakter ... 22
1. Pengertian Pendidikan Karakter dan Makna Pendidikan Karakter ... 22
2. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ... 26
3. Tujuan Pendidikan Karakter ... 29
4. Ruang Lingkup Model Pendidikan Karakter ... 32
5. Implementasi Pendidikan Karakter ... 35
D. Kerangka Teori... 36
1. Hubungan Persepsi Siswa tentang Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 36
2. Hubungan Persepsi Siswa tentang Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan Pengembangan Karakter Siswa ... 38
BAB III METODE PENELITIAN A. JenisPenelitian ... 40
B. Tempat danWaktu Penelitian... 40
C. Subjek dan Objek Penelitian... 40
D. Populasi Penelitian... 41
E. Operasionalisasi Variabel ... 42
F. Teknik Pengumpulan Data... 46
1. Kuesioner ... 46
2. Wawancara... 46
G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 47
1. Pengujian Validitas ... 47
xiv
H. Teknik Analisis Data ... 52
1. Statistik Deskriptif ... 53
2. Pengujian Prasyarat Analisis... 53
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data... 57
1. Deskripsi Responden Penelitian... 58
2. Deskripsi Data Penelitian... 59
B. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 62
1. Pengujian Normalitas ... 62
C. Pengujian Hipotesis ... 63
1. Pengujian Hipotesis Pertama ... 63
2. Pengujian Hipotesis Kedua ... 65
D. Pembahasan ... 66
1. Hubungan Persepsi Siswa Tentang Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 66
2. Hubungan Persepsi Siswa Tentang Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan Pengembangan Karakter Siswa ... 69
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 72
B. Keterbatasan... 73
C. Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 75
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Deskripsi Langkah Pembelajaran ... 14
Tabel 2.2 Konfigurasi Karakter dalam Konteks Totalitas Proses Psikolo-gis dan Sosio-Kultural ... 36
Tabel 2.3 Kelompok Konfigurasi Karakter ... 36
Tabel 3.1 Daftar Nama Sekolah dan Jumlah Responden Penelitian... 42
Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan ... 43
Tabel 3.3 Operasionalisasi Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi pada Materi Pembelajaran Rekonsiliasi Bank dan Pencatatan Pos Penyesuaiannya... 44
Tabel 3.4 Operasionalisasi Variabel Pengembangan Karakter Siswa ... 45
Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Instrumen Variabel Persepsi Siswa Tentang Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan ... 48
Tabel 3.6 Hasil Pengujian Validitas Butir Instrumen Variabel Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 49
Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Intsrumen Pengembangan Karakter Siswa ... 49
Tabel 3.8 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Variabel Persepsi Siswa Tentang Implementasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan ... 51
Tabel 3.9 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Variabel Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi ... 52
Tabel 3.10 Hasil Pengujian Reliabilitas Instrumen Variabel Pengembangan Karakter Siswa ... 52
Tabel 3.11 Tabel PAP tipe II ... 53
Tabel 3.12 Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan... 55
xvi
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Asal Sekolah.. 58
Tabel 4.3 Distribusi Sekolah... 58
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis
Kelamin... 59
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Data Variabel Presepsi Siswa tentang
Implementasi Pendekatan Saintifik... 59
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Data Variabel Kemampuan Berpikir
Tingkat Tinggi ... 60
Tabel 4.7 Distribusi Frekeunsi Data Variabel Pengembangan Karakter
Siswa ... 61
Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Persepsi Siswa tentang Implementasi
Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan dengan
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi... 62
Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Persepsi Siswa tentang Implementasi
Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi
Keuangan dengan Pengembangan Karakter Siswa... 63
Tabel 4.10 Hasil Uji Korelasi Persepsi Siswa tentang Implementasi
Pendekatan Saintifik dengan Kemampuan Berpikir Tingkat
Tinggi Siswa ... 64
Tabel 4.11 Hasil Uji Korelasi Persepsi Siswa tentang Implementasi
Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi
xvii
DAFTAR GAMBAR
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Instrumen Penelitian... 78
Lampiran 2 Kunci Jawaban Soal Rekonsiliasi Bank ... 88
Lampiran 3 Data Induk ... 92
Lampiran 4 Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 105
Lampiran 5 Hasil Pengujian Normalitas ... 111
Lampiran 6 Hasil Pengujian Korelasi Spearman ... 112
Lampiran 7 Mean, Median, Modus ... 113
Lampiran 8 Silabus Akuntansi Keuangan SMK Mata Pelajaran Rekonsiliasi Bank ... 118
Lampiran 9 r Tabel ... 122
Lampiran 10 Perhitungan PAP II ... 125
Lampiran 11 Hasil Kuesioner ... 129
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (SISDIKNAS) menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi-potensi
yang ada dalam diri para peserta didik itu sendiri. Untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional tersebut dibutuhkan suatu alat yang disebut dengan
kurikulum.
Kurikulum berasal dari bahasa latin yakni curriculae yang memiliki
arti jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari (Oemar Hamalik,
2007:16). Kurikulum menunjukkan jangka waktu pendidikan yang harus
ditempuh seorang siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dalam
perkembangannya kurikulum tidak hanya sekedar menunjuk waktu
menempuh pendidikan, tetapi kurikulum memuat hal-hal berikut ini (Oemar
Hamalik, 2007:16): 1) kurikulum memuat isi dan materi pelajaran; 2)
kurikulum sebagai rencana pembelajaran; dan 3) kurikulum sebagai
pengalaman belajar. Dengan kata lain, kegiatan kurikulum tidak terbatas
dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup kegiatan di luar kelas. Secara
kesempatan untuk peserta didik mengembangkan potensi dirinya dalam suatu
suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan dirinya
untuk memiliki kualitas yang diinginkan masyarakat dan bangsanya
(Daryanto, 2014:1). Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2003, Kurikulum
diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran.
Kurikulum 2013 sudah mulai diberlakukan pada tahun ajaran
2013/2014 yang lalu, namun pada waktu itu masih terbatas di beberapa
sekolah. Namun sejak tahun ajaran 2014/2015 seluruh sekolah dari berbagai
jenjang di Indonesia mulai menggunakan Kurikulum 2013. Kurikulum 2013
ini dikembangkan dari kurikulum sebelumnya, Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, dengan memperhatikan faktor-faktor yaitu (Permendikbud No 59
Tahun 2014): 1) tantangan internal; 2) tantangan eksternal; 3) penyempurnaan
pola pikir; 4) penguatan tata kelola kurikulum; dan 5) penguatan materi. Oleh
karenanya, Kurikulum 2013 dipandang lebih sesuai dengan keadaan
Indonesia saat ini.
Berbeda dengan kurikulum KTSP yang mana setiap mata pelajaran
diajarkan dengan pendekatan berbeda, dalam Kurikulum 2013 semua mata
pelajaran diajarkan menggunakan pendekatan yang sama, yaitu pendekatan
saintifik. Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Dyer (Ridwan Abdulah,
2014:53), pendekatan saintifik dalam pembelajaran memiliki komponen
informasi, menalar/asosiasi, dan membentuk jejaring/melakukan komunikasi.
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan proses pembelajaran
yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruksi
konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk
mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah,
mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan
berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan
mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan” (Daryanto,
2014 : 51).
Proses pembelajaran kurikulum 2013 untuk jenjang SMP dan SMA
ataupun sederajat dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah yang
menyentuh pada 3 ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Tujuan
pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan
pendekatan ilmiah. Adapun tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik
adalah (Daryanto, 2014:54): 1) untuk meningkatkan kemampuan intelek
khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa; 2) untuk membentuk
kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik; 3)
terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar
merupakan suatu kebutuhan; 4) diperoleh hasil belajar yang tinggi; 5) untuk
melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis
artikel ilmiah; dan 6) untuk mengembangkan karakter siswa.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum 2013 menekankan pada
merupakan kemampuan berpikir yang meliputi berpikir kritis, logis, reflektif,
metakognitif, dan kreatif (King et al,1998:1). Thomas dan Thorne (2010)
menyatakan bahwa berpikir tingkat tinggi menempatkan aktivitas berpikir
pada jenjang yang lebih tinggi dari sekedar menyatakan fakta. Pusat
perhatiannya adalah apa yang akan dilakukan terhadap fakta. Artinya, fakta
harus dipahami, dihubungkan satu sama lain, dikategorikan, dimanipulasi,
ditempatkan bersama-sama dalam cara-cara baru atau diterapkan seperti yang
kita mencari solusi baru untuk masalah baru. Berdasarkan pengertian dari
berpikir tingkat tinggi dapat disimpulkan bahwa pendekatan saintifik pada
Kurikulum 2013 bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi siswa dan prosesnya dapat dipelajari dan disempurnakan dengan
menggunakan strategi pengajaran yang disesuaikan (Baker Patilo, 2011).
Kurikulum 2013 dikembangkan sesuai dengan filosofi pendidikan,
yaitu pendidikan sebagai sarana untuk membangun kehidupan masa kini dan
masa depan yang lebih dalam berbagai kemampuan intelektual, kemampuan
berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun
kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik. Pendekatan saintifik
dirasa sesuai untuk mengembangkan karakter siswa. Karakter didefinisikan
sebagai tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan yang lain; watak (KBBI, 2008). Karakter
tersebut tidak datang dengan sendirinya, tetapi harus dibangun dan dibentuk
Dalam membentuk dan membangun karakter bangsa, dikenal istilah
pendidikan karakter. Menurut Zubaedi (2013:14), pendidikan karakter
diartikan sebagai usaha sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah untuk
membantu pengembangan karakter optimal. Untuk mendukung
pengembangan karakter peserta didik harus melibatkan seluruh komponen di
sekolah baik dari aspek isi kurikulum, proses pembelajaran, kualitas
hubungan, penanganan mata pelajaran, pelaksanaan aktivitas ko-kurikuler,
serta etos seluruh lingkungan sekolah. Samani dan Hariyanto (2013:46)
memaknai pendidikan karakter sebagai sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi manusia insan kamil.
Pelaksanaan Kurikulum 2013 masih jauh dengan apa yang diharapkan
oleh Kemendikbud. Hal ini dapat dilihat dari tidak tercapainya tujuan-tujuan
pendekatan saintifik, yaitu tidak ada perbedaan hasil belajar siswa dari segi
kognitif maupun afektif. Keadaan seperti ini juga terlihat di beberapa SMK di
Kabupaten Sleman yang telah menerapkan Kurikulum 2013. Menurut
informasi dari beberapa guru, banyak siswa belum mampu untuk
mengerjakan soal yang berkaitan dengan analisis, dimana dalam konteks
pendekatan saintifik menjadi bentuk kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Dalam segi pengembangan karakter dapat dikatakan bahwa hampir tidak ada
Berdasar latar belakang masalah tersebut, penulis bermaksud
melakukan penelitian mengenai implementasi pendekatan saintifik dalam
pelajaran akuntansi keuangan dan dalam hubungannya dengan ketercapaian
tujuan pelaksanaan pendekatan saintifik. Judul dari penelitian ini selanjutnya
dirumuskan sebagai berikut “Hubungan Persepsi Siswa Tentang
Implementasi Pendekatan Saintifik Dalam Pembelajaran Akuntansi Keuangan
dengan Tingkat Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dan Pengembangan
Karakter Siswa”. Penelitian ini merupakan studi kasus pada 5 (lima) SMK
negeri dan swasta di Kabupaten Sleman.
B. Batasan Masalah
Dalam pola pikir perumusan Kurikulum 2013, semua mata pelajaran
harus berkontribusi untuk: meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir
tingkat tinggi, membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah
secara sistematis, diperolehnya hasil belajar yang tinggi, melatih siswa dalam
mengomunikasikan ide-ide, dan untuk mengembangkan karakter siswa
(Hosnan, 2014:36). Fokus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam
pembelajaran akuntansi keuangan dengan materi rekonsiliasi bank dan
dampaknya pada tingkat kemampuan berpikir tingkat tinggi dan
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dirumuskan
masalah penelitian, yaitu:
1. apakah ada hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan
saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan kemampuan
berpikir tingkat tinggi?
2. apakah ada hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan
saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan pengembangan
karakter siswa?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas,
maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam
pembelajaran akuntansi keuangan dengan kemampuan berpikir tingkat
tinggi siswa.
2. hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan saintifik dalam
pembelajaran akuntansi keuangan dengan pengembangan karakter siswa.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi bagi guru
khususnya dalam mata pelajaran akuntansi materi rekonsiliasi bank.
Berdasarkan hasil evaluasi, guru diharapkan dapat merancang model
pembelajaran yang lebih baik lagi sehingga dapat meningkatkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi dan perkembangan karakter siswa.
2. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi sekolah
mengenai kesiapan guru dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi para
peneliti selanjutnya terkait dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi
dan pendidikan karakter dalam pendekatan saintifik pada Kurikulum
2013. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dalam
9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Pendekatan Saintifik
1. Pengertian Pendekatan saintifik
Pembelajaran dengan pendekatan saintifik menurut Hosnan
(2014:34), adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa
agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, prinsip melalui
tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan
masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan
hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis
data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, prinsip yang
ditemukan. Menurut Iskandar (2008:16), pendekatan scientific (ilmiah)
adalah suatu proses penyelidikan secara sistematik yang terdiri atas
bagian bagian yang saling bergantung (interdependent).
Menurut Daryanto (2014:51), pembelajaran dengan pendekatan
saintifik merupakan proses pembelajaran yang dirancang sedemikian
rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruksi konsep, hukum atau
prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi
atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik,
menganalisis data, menarik kesimpulan, dan mengomunikasikan konsep,
al(2010) sebagaimana dikutip Yunus Abidin (2014: 125), pembelajaran
proses saintifik merupakan pembelajaran yang menuntut siswa berpikir
secara sistematis, dan kritis dalam upaya memecahkan masalah yang
penyelesaiannya tidak mudah dilihat.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pendekatan saintifik merupakan pendekatan proses
pembelajaran yang menggunakan berbagai macam langkah-langkah
sains dalam penelitian. Dalam pembelajaran saintifik, siswa tidak hanya
mendengarkan materi pembelajaran yang disampaikan guru, melainkan
mempraktikkan materi yang diajarkan sebelumnya. Siswa dipandu untuk
mencari tahu penyelesaian suatu permasalahan atau kasus dengan
pendekatan yang berbasis pada keilmuan.
2. Karakteristik Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik
Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik
sebagai berikut (Hosnan, 2014:36):
a. Berpusat pada siswa.
b. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruk konsep,
hukum atau prinsip.
c. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam
merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan
berpikir tingkat tinggi siswa.
Secara lebih spesifik, pendekatan ilmiah (scientific approach)
dalam proses pembelajaran mempunyai kriteria sebagai berikut
(Hosnan, 2014:38):
a. Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas
kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
b. Penjelasan guru, respon siswa dan interaksi edukatif guru-siswa
terbebas dari prasangka yang serta merta, pemikiran subjektif atau
penalaran yang menyimpan dari alur berpikir logis.
c. Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analistis
dan tepat dalam mengidentifikasikan, memahami, memecahkan
masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.
d. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik
dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari
materi pembelajaran.
e. Mendorong dan menginspirasi siswa mampu memahami,
menerapkan dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan
objektif dalam merespons materi pembelajaran.
f. Berbasis pada konsep, teori dan fakta empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan.
g. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas,
3. Prinsip –prinsip pendekatan saintifik
Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran
dengan pendekatan saintifik menurut Hosnan (2014:37):
a. Pembelajaran berpusat pada siswa.
b. Pembelajaran membentuk students self concept.
c. Pembelajaran terhindar dari verbalisme.
d. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip.
e. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan
berpikir siswa.
f. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi
mengajar guru.
g. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan
dalam komunikasi.
h. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang
dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
4. Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik
Adapun tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik
adalah (Hosnan, 2013: 36):
a. Untuk meningkatkan kemampuan intelek khususnya kemampuan
berpikir tingkat tinggi siswa.
b. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu
c. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa
belajar merupakan suatu kebutuhan.
d. Diperoleh hasil belajar yang tinggi.
e. Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya
dalam menulis artikel ilmiah.
f. Untuk mengembangkan karakter siswa.
5. Langkah-Langkah Pembelajaran Saintifik
Pembelajaran saintifik yang digunakan dalam Kurikulum 2013
memiliki proses dalam implementasinya yang menyentuh tiga ranah
pembelajaran, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Proses
pembelajaran yang melibatkan ketiga ranah tersebut digambar sebagai
berikut (Hosnan, 2014: 32):
Pendekatan Saintifik (scientific approach)
Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa proses
pembelajaran sepenuhnya diarahkan pada pengembangan ketiga ranah
tersebut secara utuh atau holistik, artinya pengembangan ranah satu
tidak bisa dipisahkan dengan ranah lainnya. Dengan demikian, proses
pembelajaran secara utuh melahirkan kualitas pribadi yang
mencerminkan keutuhan penguasaan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang terintegrasi.
Agar ketiga ranah pembelajaran dapat tercapai, perlu diketahui
bagaimana pembelajaran saintifik diterapkan dalam pembelajaran di
kelas. Adapun langkah-langkah pembelajaran pendekatan saintifik
menurut Permendikbud No 103 tahun 2014:
Tabel 2.1
Deskripsi Langkah Pembelajaran Langkah
Pembelajaran Deskripsi Kegiatan
Bentuk Hasil Belajar
Mengamati (observing)
Mengamati dengan indra (membaca, mendengar, menyimak, melihat, menonton dan sebagainya) dengan atau tanpa alat
Perhatian pada waktu mengamati suatu objek/ membaca suatu tulisan/ mendengar suatu penjelasan catatan yang dibuat tentang yang diamati, kesabaran, waktu (on task) yang digunakan untuk mengamati
Menanya (questioning)
Membuat dan mengajukan pertanyaan, tanya jawab, berdiskusi
tentang informasi yang belum dipahami, informasi tambahan yang ingin diketahui, atau sebagai klarifikasi. peserta didik (pertanyaan faktual, konseptual, prosedural, dan hipotetik) Mengumpulkan informasi/ mencoba (experimenting) Mengeksplorasi, mencoba, berdiskusi, mendemonstrasikan, meniru bentuk/gerak, melakukan eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks,
mengumpulkan data dari narasumber melalui angket, wawancara, dan memodifikasi/
menambahi/mengembang kan
Jumlah dan kualitas sumber yang dikaji/digunakan, kelengkapan informasi, validitas informasi yang dikumpulkan, dan instrumen/alat yang digunakan untuk mengumpulkan data. Menalar/ mengasosiasi (associating)
Mengolah informasi yang sudah dikumpulkan, menganalisis data dalam bentuk membuat kategori, mengasosiasi atau
menghubungkan
fenomena/ informasi yang terkait dalam rangka menemukan
suatu pola, dan menyimpulkan Mengembangkan interpretasi, argumentasi dan kesimpulan mengenai keterkaitan
yang menunjukkan hubungan
fakta/konsep/teori dari dua sumber atau lebih yang tidak bertentangan; mengembangkan interpretasi, struktur baru, argumentasi dan kesimpulan dari konsep/teori/pendap at yang berbeda dari berbagai jenis sumber
Mengkomunikasik an
(communicating)
Menyajikan laporan dalam bentuk bagan, diagram, atau grafik; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan meliputi proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan
Menyajikan hasil kajian (dari mengamati sampai menalar) dalam bentuk tulisan, grafis, media elektronik, multi media dan lain-lain
*) Dapat disesuaikan dengan kekhasan masing-masing mata pelajaran
B. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
1. Pengertian Berpikir Tingkat Tinggi
Berpikir dalam KBBI diartikan sebagai kegiatan menggunakan
akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu;
menimbang-nimbang dalam ingatan. Dalam kamus Oxford Advanced
Learner’s Dictionary yang dikutip oleh Momon Sudarma (2013:37),
thinkingsalah satunya diartikan, “ideas or opinions about something”.
Pemikiran adalah ide atau opini. Dengan kata lain, orang yang berpikir
Berbeda dengan berpikir, A. Thomas dan G. Thorne
sebagaimana dikutip oleh Rosnawati (2009) menyatakan bahwa
keterampilan berpikir tingkat tinggi(higher order thinking skills)adalah
keterampilan yang lebih dari sekedar mengingat, memahami dan
mengaplikasikan.
FJ King et al (1998:1) dalam artikel “Higher Order Thinking
Skills-Definition, Teaching Strategies, Assessment”menyatakan bahwa:
“Higher order thinking skills include critical, logical, reflective, matacognitive, and creative thinking. They are activated when individuals encounter unfamiliar problems, uncertainties, questions, or dilemmas. Successful applications of the skills result in explanations, decisions, performances, and products that are valid within the context of available knowledge and experience and that promote continued growth in these and other intellectual skills.”
Keterampilan berpikir tingkat tinggi meliputi kritis, logis,
refleksif, metakognitif, dan berpikir kreatif. Hal tersebut aktif saat
seseorang menghadapi masalah yang tidak biasa, ketidakpastian,
persoalan atau dilema. Suksesnya pengaplikasian dari keterampilan itu
dapat menghasilkan penjelasan, pilihan, dan pertunjukan dan produk
yang valid dengan konteks ilmu dan pengalaman dan hal itu memajukan
keberlanjutan berkembangnya kemampuan ini dan kemampuan
intelektual yang lainnya.
Lewis dan Smith (1993) mendefinisikan berpikir tingkat tinggi
sebagai berikut:
Berpikir tingkat tinggi terjadi ketika orang itu mengambil
informasi dan menyimpannya dalam memori dan menghubungkan dan
meluaskan informasi tersebut untuk mencapai tujuan atau mencari
jawaban dari situasi yang membingungkan.
Newman (1991) sebagaimana dikutip Ghasempour et al (2012:
41), menyatakan bahwa:
“higher order thinking is defined boadly as challenge and expanded use the mind when a person must interpret, analyze, or manipulate informations, because a questions needs to be answered.”
Berpikir tingkat tinggi sebagai tantangan dan memperluas
pemikiran ketika seseorang harus menginterpretasikan, menganalisa,
atau memanipulasi informasi, karena sebuah pertanyaan yang harus
dijawab.
Berdasarkan dari beberapa pengertian tersebut, maka sejatinya
berpikir tingkat tinggi merupakan berpikir pada level yang tinggi,
dimana seseorang tidak hanya sekedar mengingat saja akan tetapi
mampu menyimpan dan mengolah informasi yang telah didapatkan dan
digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan atau suatu
pertanyaan yang ada.
2. Indikator Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Krathwohl (2002) menyatakan indikator untuk mengukur
kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi:
a. Menganalisis
menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil
untuk mengenali pola atau hubungannya
2) Mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan
akibat dari sebuat skenario yang rumit.
3) Mengidentifikasi/merumuskan pertanyaan.
b. Mengevaluasi
1) Memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi
dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada
untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
2) Membuat hipotesis, mengkritik dan melakukan pengujian
3) Menerima atau menolak suatu pernyataan berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan.
c. Mengkreasi
1) Membuat generalisasi suatu ide atau cara pandang terhadap
sesuatu.
2) Merancang suatu cara untuk menyelesaikan masalah.
3) Mengorganisasikan unsur-unsur atau bagian-bagian menjadi
struktur baru yang belum pernah ada sebelumnya.
3. Higher Order Thinking Skills Menurut Taksonomi Bloom Revisi
Pada Taksonomi Bloom revisi, yang termasuk ke dalam kategori
higher order thinking skills adalah pada tingkat analyze (menganalisis),
evaluate (mengevaluasi) dan create (mencipta). Sedangkan tiga aspek
dan aspek aplikasi, masuk dalam bagian intelektual berpikir tingkat
rendah atau lower-order thinking.
Adapun definisi untuk masing-masing tingkatan dalam kategori
berpikir tingkat tinggi sebagai berikut:
a. Menganalisis (Analyze)
Menganalisis merupakan kemampuan untuk memecahkan
suatu permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari
permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut
serta mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut dan mencari
tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan
permasalahan. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu
menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau
menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk
mengenali pola atau hubungannya dan mampu mengenali serta
membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang
rumit.
Menganalisis berkaitan dengan proses kognitif memberi
atribut (attributeing), dan mengorganisasikan (organizing).
Memberi atribut muncul bila siswa menemukan masalah dan
kemudian membangun ulang hal yang menjadi permasalahan.
Mengorganisasi menunjukkan identifikasi unsur-unsur hasil
komunikasi atau situasi dan mencoba mengenali bagaimana
memungkinkan siswa membangun hubungan yang sistematis dan
koheren dari potongan-potongan informasi yang diberikan. Hal
yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi unsur-unsur yang
paling penting dan relevan dengan permasalahan, kemudian
melanjutkan dengan membangun hubungan yang sesuai dari
informasi yang diberikan.
b. Mengevaluasi (Evaluate)
Evaluasi merupakan kegiatan pemberian nilai berdasarkan
kriteria dan standar yang sudah ada. Kriteria dapat ditentukan
sendiri namun yang biasanya digunakan adalah kualitas,
efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Hal yang perlu diperhatikan
adalah tidak semua kegiatan penilaian merupakan dimensi
mengevaluasi. Namun hampir semua dimensi proses kognitif
memerlukan penilaian.
Evaluasi meliputi mengecek (checking) dan mengkritisi
(critiquing). Mengecek merupakan kegiatan yang mengarah pada
kegiatan pengujian hal-hal yang tidak konsisten atau kegagalan dari
suatu operasi atau produk. Mengkritisi mengarah pada penilaian
suatu produk berdasarkan kriteria dan standar eksternal.
Mengkritisi berkaitan dengan kemampuan berpikir kritis. Siswa
melakukan penilaian dengan melihat sisi negatif dan positif dari
suatu hal, kemudian melakukan penilaian menggunakan standar
c. Menciptakan (Create)
Menciptakan mengarahkan pada proses kognitif meletakkan
unsur-unsur secara bersamaan untuk membentuk kesatuan yang
koheren dan mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu produk
baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk
atau pola yang berbeda dari sebelumnya. Menciptakan sangat
berkaitan erat dengan pengalaman belajar siswa pada pertemuan
sebelumnya, untuk itu proses penggalian kembali memori jangka
panjang sangat diperlukan. Menciptakan di sini mengarahkan siswa
untuk dapat melaksanakan dan menghasilkan karya yang dapat
dibuat oleh semua siswa.
C. Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter dan Makna Pendidikan Karakter
Kata “character”berasal dari bahasa Yunani charassein, yang
berarti to engrave (melukis, menggambar), seperti orang yang melukis
kertas, memahat batu atau metal. Kementerian Pendidikan Nasional
(2010:3) menyatakan bahwa “karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau
kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai
kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk
cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak”. Hermawan Kertajaya
(M.Furqon, 2010:13) menyatakan karakter adalah ciri khas yang
dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli
merupakan mesin yang mendorong bagaimana seseorang bertindak,
bersikap, berujar, dan merespon sesuatu. Ciri khas ini pun yang diingat
oleh orang lain tentang orang tersebut, dan menentukan suka atau tidak
sukanya mereka terhadap individu tersebut.
Menurut Wynne seperti halnya yang dikutip Darmiyati Zuchdi
dkk, (2009:10-11) menyebutkan pengertian karakter yaitu: sesorang
berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut
memanifestasikan perilaku baik. Istilah pendidikan karakter erat
kaitannya dengan personaliti seseorang bisa disebut “orang yang
berkarakter” (a person of character) apabila orang itu berperilaku baik
yang sesuai kaidah moral. Maka bukan saja aspek “knowing the good”
(moral knowing) tetapi juga “desiring the good atau loving the good”
(moral felling) dan “acting the good”(moral action).
Berdasarkan dari beberapa pengertian di atas, character
kemudian diartikan sebagai tanda atau ciri yang khusus, dan karenanya
melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah “pola perilaku yang
bersifat individual, keadaan moral seseorang‟. Setelah melewati tahap
anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat diramalkan
bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di sekitar
dirinya. Makna dari pengertian pendidikan karakter yaitu merupakan
berbagai usaha yang dilakukan oleh para personil sekolah, bahkan yang
untuk membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki
sifat peduli (Daryanto, 2013:65).
Menurut Megawangi (Darmiyanti, 2004:110) mendefinisikan
pendidikan karakter sebagai, Sebuah usaha untuk mendidik anak-anak
agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya
dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan
kontribusi yang positif pada lingkungannya.
Santrock (2008:105) mendifiniskan pendidikan karakter
sebagai: “Character education is a direct approach to moral education
that involves teaching students basic moral literacy to prevent them
from engaging in immoral behavior and doing harm to themselves or
other”(adalah pendekatan langsung untuk pendidikan moral yaitu
mengajari murid dengan pengetahuan moral dasar untuk mencegah
mereka melakukan tindakan tak bermoral dan membahayakan orang
lain dan dirinya sendiri)
Makna pendidikan karakter menurut Kementerian Pendidikan
Nasional (2010:4) ada;ah bahwa pendidikan karakter dimaknai sebagai
pendidikan yang mengembangkan karakter bangsa pada diri peserta
didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter
dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya,
sebagai anggota masyarakat, dan warga negara yang religius,
Brooks dan Gooble (Elmubarok, 2008:112–113) berpendapat
bahwa dalam menjalankan pendidikan karakter terdapat tiga elemen
yang penting yaitu: prinsip, proses, dan praktek dalam pengajaran.
Dalam menjelaskan prinsip itu maka nilai-nilai yang diajarkan harus
tercantum dalam kurikulum sehingga semua siswa paham benar tentang
pendidikan karakter tersebut dan mampu menerjemahkannya dalam
perilaku nyata. Oleh karena itu diperlukan pendekatan optimal untuk
mengajarkan karakter secara efektif yaitu sebagai berikut:
a. Sekolah harus dipandang sebagai suatu lingkungan yang
diibaratkan seperti pulau dengan bahasa dan budayanya sendiri.
Namun sekolah juga harus memperluas pendidikan karakter bukan
saja kepada guru, staf, dan siswa, tetapi juga kepada keluarga dan
masyarakat.
b. Dalam menjalankan kurikulum sebaiknya: a) pengajaran tentang
nilai-nilai berhubungan dengan sistem sekolah secara keseluruhan;
b) karakter diajarkan sebagai subyek yang berdiri sendiri
(separate-stand alone subject) namun diintegrasikan dalam kurikulum
sekolah keseluruhan; c) seluruh staf menyadari dan mendukung
tema nilai yang diajarkan.
c. Penekanan ditempatkan untuk merangsang bagaimana siswa
menerjemahkan prinsip nilai ke dalam bentuk perilaku prososial.
Uraian di atas menunjukkan bahwa dimensi perilaku kemanusiaan
tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, dan kompetensi estetis,
(2) dimensi kognitif yang tercermin pada intelektualitas untuk
menggali, mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi, (3) dimensi psikomotorik yang tercermin pada kemampuan
mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis dan
kompetensi motorik.
Menurut Azyumardi Azra (2002:173), pendidikan karakter
merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak yaitu keluarga,
warga sekolah, dan lingkungan sekolah, serta masyarakat umum.
Karena itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menyambung
kembali hubungan antara keempat lingkungan pendidikan. Pendidikan
karakter tidak akan berhasil selama keempat lingkungan pendidikan
tidak ada kesinambungan dan harmonisasinya.
Abdul Munip (2009:13-14) menawarkan sembilan karakter
siswa di sekolah yaitu, (1) cinta kepada Tuhan dan segenap
ciptaan-Nya, (2) kemandirian dan tanggung jawab, (3) kejujuran/amanah,
diplomatis, (4) hormat dan santun, (5) dermawan, suka
tolong-menolong dan gotong royong/kerja sama, (6) percaya diri dan bekerja
keras, (7) kepemimpinan dan keadilan, (8) baik dan rendah hati, (9)
toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
2. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas
(Mulyana,2004:9) bahwa nilai adalah keyakinan, hasrat, motif, sikap,
keinginan, dan kebutuhan. Oleh karena itu, keputusan benar-salah,
baik-buruk, dan indah-tak indah merupakan hasil dari serentetan proses
psikologis yang kemudian mengarahkan individu pada tindakan dan
perbuatan yang sesuai dengan nilai pilihannya.
Nilai-nilai karakter menurut Doni Koesoema (2010:208-209)
sebagai berikut:
a. Nilai keutamaan
Manusia memiliki keutamaan kalau ia menghayati dan
melaksanakan tindakan-tindakan baik seperti nilai jujur, tanggung
jawab, menghargai tata tertib sekolah dan nilai lainnya.
b. Nilai keindahan
Pada masa lalu, nilai keindahan ini ditafsirkan terutama pada
keindahan fisik, berupa hasil karya seni, patung, bangunan, sastra,
dan lainnya. Nilai keindahan dalam tataran yang lebih tinggi, yang
menyentuh dimensi interioritas manusia, yang menjadi penentu
kualitas dirinya sebagai manusia.
c. Nilai kerja
Jika ingin berbuat adil manusia harus berbuat adil, manusia harus
bekerja. Penghargaan atas nilai kerja inilah yang menentukan
kualitas diri seseorang individu. Peserta didik harus dilatih untuk
mampu bekerja keras, bekerja cerdas, ikhlas, dan tuntas. Orang
d. Nilai cinta tanah air (patriotisme)
Nilai ini termasuk didalamnya cara berpikir, bersikap, kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik negara.
e. Nilai demokrasi
Nilai inilah yang perlu dikembangkan dalam pendidikan karakter.
Nilai demokrasi termasuk di dalamnya kesediaan untuk berdialog,
berunding, bersepakat dan mengatasi permasalahaan konflik
dengan cara-cara damai, sesuai ideologi bagi pembentukan tata
masyarakat yang lebih baik,
e. Nilai kesatuan
Dalam konteks berbangsa dan bernegara di Indonesia, nilai
kesatuan ini menjadi dasar berdirinya negara ini, yang menghidupi
nilai perjuangan jiwa-raga.
f. Nilai moral
Nilai inilah yang digunakan untuk merawat jiwa. Jiwa inilah yang
menentukan apakah seorang sebagai individu baik atau tidak. Maka
nilai moral inilah yang sangat vital bagi sebuah pendidikan
karakter.
g. Nilai-nilai kemanusiaan
Apa yang membuat manusia sungguh-sungguh manusiawi, itu
merupakan bagian dari keprihatinan setiap orang. Contohnya
dalam kultur agama, keadilan di depan hukum kebebasan, dan
lainnya.
Pembelajaran pendidikan karakter di sekolah harus memiliki nilai
kejujuran, tanggung jawab, dan keadilan sebagai mana dijelaskan oleh
Joel (2005:179) berikut ini:
“character education holds, as a starting philosophical principle, that there are widely shared, privotally important core ethical values—such as caring honesty, fairness, responsibility and respect for selft and others—that form the basic of good character. A school committed to character education explicitly names and publicly stands for these values; promulagates them to all members of the school community; defines them in terms of behaviors that can be observed in the life of the school; models these values; studies and discusses them; uses them as the basis of human relations in the school; celebrates their manifestations in the school and community; and upholds them by making all school members accountable to standards of conduct consistent with core values”
(pendidikan karakter, sebagai prinsip filosofis awal, mempercayai bahwa ada banyak persamaan nilai-nilai etika yang utama, sangat penting seperti kepedulian, kejujuran, tanggung jawab, keadilan, dan menghormati orang lain, dapat membentuk karakter dasar yang baik. Suatu sekolah yang komitmen terhadap pendidikan karakter eksplisit menamakan dan menegakkan nilai-nilai perilaku, menyebarluaskan kepada semua anggota komunitas sekolah, mendefinisikan nilai-nilai tersebut dalam batasan perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah, dan menjadi contoh nilai-nilai tersebut, mengkaji dan mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar hubungan manusia di sekolah, dan menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut dengan membuat semua warga sekolah bertanggungjawab terhadap standar tingkah laku yang konsisten dengan nilai-nilai dasar).
3. Tujuan Pendidikan Karakter
Menurut Foerster (Koesoema,2010:42), tujuan pendidikan
karakter adalah untuk membentuk perilaku seseorang secara utuh.
Karakter merupakan suatu kualifikasi pribadi seseorang sebagai
Menurut Nurul Zuriah (2008:64-65), tujuan pendidikan karakter
yaitu memfasilitasi siswa agar mampu menggunakan pengetahuan
mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasikan nilai,
mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan tumbuh dan
berkembangnya nilai mulia dalam diri siswa serta mewujudkannya
dalam perilaku seharihari. Esensi tujuan pendidikan karakter tersebut
-perlu dijabarkan dalam pengembangan program pembelajaran
(instruksional) dan sumber belajar setiap mata pelajaran yang relevan.
Tujuannya agar siswa mampu menggunakan pengetahuan, nilai, dan
keterampilan dari mata pelajaran itu sebagai wahana yang
memungkinkan tumbuh dan berkembang serta terwujudnya sikap dan
perilaku yang baik, yaitu jujur, toleransi, dan bertanggung jawab. Selain
itu, tujuan yang dijabarkan secara instrumental manajerial perlu
dijabarkan dalam rangka membangun tatanan dan iklim sosial budaya
dan dunia persekolahan yang berwawasan dan memancarkan akhlak
mulia sehingga lingkungan dan sekolah menjadi teladan atau model
pendidikan karakter secara keseluruhan.
Tujuan pendidikan karakter mencakup dua aspek yaitu nilai
hasil belajar yang tinggi sebagai ukuran pencapaian tujuan kurikulum.
Hal ini lebih lengkap dijelaskan Jarolimek & Foster seperti halnya
yang dikutip Nurul Zuriah (2008: 66) bahwa tujuan pendidikan karakter
pembelajaran ini menekankan pada kegiatan ekstrakurikuler dan
intrakurikuler.
Sedangkan menurut Sjarkawi (2006: 39), pendidikan karakter
bertujuan membina perilaku siswa yang baik sehingga berguna bagi
setiap orang. Artinya, pendidikan karakter bukan sekedar memahami
aturan benar-salah atau mengetahui tentang ketentuan baik-buruk, tetapi
harus benar-benar terwujud dalam perilaku moral yang baik pada diri
siswa dan mengimplementasikan kepada masyarakat dan keluarga.
Berdasarkan pendapat di atas, maka tujuan yang harus dicapai
pendidikan karakter adalah: (1) siswa memahami nilai-nilai karakter di
lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah; (2) siswa mampu
mengembangkan watak atau tabiatnya secara konsisten dalam
mengambil keputusan di tengah-tengah rumitnya kehidupan saat ini, (3)
siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara
rasional dalam membuat keputusan yang terbaik setelah melakukan
pertimbangan sesuai dengan norma-norma sosial; (4) siswa mampu
menggunakan pengalaman nilai dan tujuan karakter bagi pembentukan
kesadaran dalam pola perilaku yang berguna dan bertanggung jawab
atas tindakannya.
Zubaedi (2012:18) memaparkan lebih rinci tujuan dari pendidikan
a. Mengembangkan potensi kalbu/ nurani/ afektif peserta didik
sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai
karakter bangsa.
b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji
dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa
yang religius.
c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta
didik sebagai generasi penerus bangsa.
d. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang
mandiri, kreatif dan berwawasan kebangsaan.
e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai
lingkungan belajar yang aman, jujur penuh kreatifitas dan
persahabatan, dan dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh
kekuatan.
Sjarkawi (2006: 39) berpendapat bahwa pendidikan karakter
bertujuan membina perilaku siswa yang baik sehingga berguna bagi
setiap orang. Pendidikan karakter bukan sekedar memahami aturan
benar-salah atau mengetahui tentang ketentuan baik-buruk, tetapi harus
benar-benar terwujud dalam perilaku moral yang baik pada diri siswa
dan mengimplementasikan kepada masyarakat dan keluarga.
4. Ruang Lingkup Model Pendidikan Karakter
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2010:5–6), menyatakan
pendidikan formal dimana pendidikan karakter berlangsung pada
lembaga pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK,
MAK, dan perguruan tinggi melalui pembelajaran, kegiatan ko dan
ekstrakurikuler, penciptaan budaya satuan pendidikan, dan pembiasaan.
Sasaran pada pendidikan formal adalah peserta didik, pendidik, dan
tenaga kependidikan; (2) pendidikan nonformal pada pendidikan
karakter berlangsung pada lembaga kursus, pendidikan kesetaraan,
pendidikan keaksaraan, dan lembaga pendidikan nonformal lain melalui
pembelajaran, kegiatan ko dan ekstra kurikuler, penciptaan budaya
satuan pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pendidikan nonformal
adalah peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan; (3) pendidikan
informal yang berlangsung pada keluarga dan dilakukan oleh orang tua
dan orang dewasa lain yang dilakukan terhadap anak-anak yang
menjadi tanggung jawabnya.
Elkind and Sweet (Muchlas Samani, 2012: 139) mengungkapkan
bahwa pendidikan karakter dalam praktiknya dilaksanakan dengan
pendekatan holistik (holistic approach). Artinya seluruh warga sekolah
mulai guru, karyawan dan para murid harus terlibat dan bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan pendidikan karakter. Hal yang paling
penting adalah bahwa pengembangan karakter harus terintegrasi dalam
setiap aspek kehidupan sekolah.
Muchlas (2012:139-140) menyatakan beberapa gambaran
a. Segala sesuatu yang ada di sekolah terorganisasikan di seputar
hubungan antar siswa serta antar siswa dan guru beserta staf dan
komunitas di sekitarnya.
b. Sekolah merupakan komunitas yang peduli (caring community)
dimana terdapat ikatan yang kuat dan menghubungkan siswa
dengan guru, staf, dan sekolah.
c. Pembelajaran sosial dan pembelajaran emosi dikembangkan
sebagaimana pembelajaran akademik.
d. Koperasi dan kolaborasi antar siswa lebih ditekankan
pengembangannya dari pada kompetisi.
e. Nilai-nilai seperti fairness, saling menghormati, dan kejujuran
adalah bagian dari pembelajaran setiap hari, baik di dalam maupun
di luar kelas.
f. Para siswa diberi keleluasaan untuk mempraktikan perilaku moral
melalui kegiatan pembelajaran untuk melayani.
g. Disiplin kelas dan pengelolaan kelas dipusatkan pada pemecahan
masalah daripada dipusatkan pada penghargaan dan hukuman.
h. Model lama yang berbasis pada guru yang otoriter tidak pernah lagi
diterapkan di ruang kelas, tetapi lebih dikembangkan suasana kelas
yang demokratis dimana para guru dan para siswa melaksanakan
semacam pertemuan kelas untuk membangun kebersamaaan,
menegakkan norma-norma yang disepakati bersama, serta
4. Implementasi pendidikan karakter
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
(pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen
pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan
penilaian, penanganan atau pengololaan sekolah, pelaksanaan aktivitas
atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana-prasarana,
pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di
samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku
warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus
berkarakter.
Berdasarkan kerangka desain yang dikembangkan Kemendiknas
(2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter
dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu
manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks
interaksi sosial kultur (keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan
berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks
totalitas proses psikologis dan sosial kultur tersebut dapat
dikelompokkan dalam: olah hati (spiritual and emotional development),
olah pikir (intellectual development), olah raga dan kinestetik (physical
and kinestetic development),dan menurut olah rasa dan karsa (affective
and creativity development), yang secara diagramatik dapat
Tabel 2.2
Konfigurasi Karakter dalam Konteks Totalitas Proses Psikologis dan Sosial-Kultural
OLAH PIKIR Cerdas
OLAH HATI Jujur
Bertanggung jawab
OLAHRAGA (KINESTETIK) Bersih, Sehat, Menarik
OLAH RASA dan KARSA Peduli dan Kreatif
Keempat kelompok konfigurasi karakter tersebut memiliki
unsur-unsur dari karakter inti sebagai berikut:
Tabel 2.3
Kelompok Konfigurasi Karakter
No. Kelompok Konfigurasi
Karakter Karakter Inti
1 Olah Hati Religius
Jujur
Tanggung jawab
Peduli sosial
Peduli lingkungan
2 Olah Pikir Cerdas
Kreatif
3 Olahraga Sehat
Bersih
4 Olah Rasa dan Karsa Peduli
Kerja sama (gotong ro-yong)
D. Kerangka Teori
1. Hubungan Persepsi Siswa tentang Implementasi Pembelajaran
Berdasarkan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi
Keuangan dengan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
saintifik, pembelajaran dirancang sedemikian rupa agar peserta didik
tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasikan atau menemukan
masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan
hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis
data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau
prinsip yang “ditemukan” (Hosnan, 2014:34). Menurut Barringer et. al
(2010) sebagaimana dikutip Yunus Abidin (2014:125) menyatakan
bahwa pembelajaran proses saintifik merupakan pembelajaran yang
menuntut siswa berpikir secara sistematis, dan kritis dalam upaya
memecahkan masalah yang penyelesaiannya tidak mudah dilihat.
King et al (1998: 1) menyatakan bahwa keterampilan berpikir
tingkat tinggi meliputi kritis, logis, refleksif, metakognitif, dan berpikir
kreatif. Hal tersebut aktif saat seseorang menghadapi masalah yang
tidak biasa, ketidakpastian, persoalan atau dilema. Suksesnya
pengaplikasian dari keterampilan itu dapat menghasilkan penjelasan,
pilihan, dan pertunjukan dan produk yang valid dengan konteks ilmu
dan pengalaman dan hal itu memajukan keberlanjutan berkembangnya
kemampuan ini dan kemampuan intelektual yang lainnya.
Senada dengan hal tersebut, Lewis dan Smith (1993)
menjelaskan bahwa berpikir tingkat tinggi terjadi ketika seseorang
mengambil informasi dan menyimpannya dalam ingatan dan
menghubungkan serta memperluas informasi tersebut untuk mencapai
tujuan atau mencari jawaban dari situasi yang membingungkan.
proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan
intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa (Hosnan,
2014: 36).
Peneliti menduga bahwa ada hubungan antara implementasi
pendekatan saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran dengan pendekatan
saintifik melatih siswa terbiasa untuk berpikir secara ilmiah. Hal ini
memungkinkan siswa untuk mampu berpikir kritis, kreatif, dan inovatif.
Berdasar uraian tersebut, berikut ini disajikan hipotesis penelitiannya:
Ha1: Ada hubungan persepsi siswa tentang implementasi pendekatan
saintifik dalam pembelajaran akuntansi keuangan dengan
kemampuan berpikir tingkat tinggi.
2. Hubungan Persepsi Siswa tentang Implementasi Pembelajaran
Berdasarkan Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Akuntansi
Keuangan dengan Pengembangan Karakter Siswa
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik adalah
pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara
aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan
mengamati (untuk mengidentifikasikan atau menemukan masalah),
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data,
menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau