• Tidak ada hasil yang ditemukan

RI W AYAT HI DUP

1.1. Latar Belakang

Usaha Kecil Menengah (UKM) di daerah Jawa memiliki omzet penjualan lebih besar dari satu milyar rupiah mencapai 66,8% dan sekitar 53,7% lebih kecil dari satu milyar rupiah di luar pulau Jawa. Kontribusi yang nyata telah diberikan oleh UKM, dimana 99,99% dari total jumlah perusahaan di Indonesia merupakan UKM, 99,44% dari jumlah karyawan di Indonesia merupakan karyawan UKM dan 59,36% dari GDP Indonesia diperoleh dari sektor UKM (Biro Pusat Statistik, 2003) .

Pembentukan UKM baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi motor penggerak untuk menciptakan kesempatan kerja, UKM juga merupakan kunci keberhasilan pengembangan ekonomi lokal (Bantacut dan Rawi, 2003). Berdasarkan klasifikasinya, UKM dapat dikelompokkan ke dalam kelompok industri kimia, minuman, makanan, kayu olahan dan rotan, pulp dan kertas, bahan kimia dan karet, serta bahan galian (Depperindag, 2003). Salah satu jenis UKM yang berkembang dengan pesat di Indonesia adalah kelompok industri makanan.

Jumlah golongan industri makanan di Wilayah Bogor, lebih banyak terdapat di Kabupaten Bogor sebanyak 174 industri kecil dan 3 industri menengah dan besar, sedangkan di Kota Bogor terdapat sebanyak 155 industri kecil dan 6 industri menengah dan besar (Dinas Perindag Kota Bogor dan Dinas Perindag Kabupaten Bogor, 2005).

Salah satu kelompok industri makanan yang berkembang di Wilayah Bogor adalah industri nata de coco. Pemanfaatan bahan baku air kelapa untuk industri nata de coco mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari banyaknya industri yang membuat nata de coco. Untuk wilayah Bogor, industri nata de coco terdapat di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, jumlah perusahaan yang terlibat dalam produksi nata de coco sebanyak 23 perusahaan di Kota Bogor dan sebanyak 15 perusahaan di Kabupaten Bogor, yang semuanya masih merupakan industri kecil (Dinas Perindag Kota Bogor, 2005 dan Dinas Perindag Kabupaten Bogor, 2005).

Jumlah industri nata de coco terbanyak terdapat di Kota Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat persaingan industri nata de coco ini sangat tinggi untuk Kota Bogor, ditambah lagi banyaknya industri sejenis yang juga menjual hasil produksinya di Wilayah Bogor. Kondisi ini mengharuskan industri nata de

coco untuk melakukan ekspansi pasar agar dapat meningkatkan penjualan produknya.

Industri nata de coco harus mampu membuat produk sesuai dengan keinginan konsumen. Kemampuan untuk membuat produk nata de coco yang memiliki kualitas sesuai dengan keinginan konsumen akan sangat mempengaruhi keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai volume penjualan yang diinginkan. Menurut Suprihatini dkk (2000), dampak terhadap peningkatan pendapatan terjadi melalui peningkatan penjuaan atas produk berkualitas yang berharga kompetitif. Produk-produk berkualitas yang dibuat melalui suatu proses yang berkualitas akan memiliki sejumlah keistimewaan yang mampu meningkatkan kepuasan konsumen akan penggunaan produk tersebut.

Konsumen umumnya menginginkan produk nata de coco yang bewarna putih, kenyal atau tidak keras dan dalam aneka rasa. Keinginan konsumen terhadap produk secara umum dipengaruhi oleh kebiasaan, gaya hidup, faktor psikologis, asal daerah, karakteristik etnik, iklan dan harga produk. Produsen diharapkan mampu menterjemahkan keinginan konsumen yang bersifat subjektif menjadi suatu besaran yang terukur sehingga dapat dihasilkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen (Maflahah, 2000).

Selain itu, perkembangan produk nata de coco yang sangat pesat ditandai dengan semakin banyaknya merek produk nata de coco yang beredar di pasaran. Hal ini akan memicu persaingan diantara perusahaan yang memproduksi nata de coco. Menurut Miliyoso (2003), usaha pengembangan dan pemberdayaan industri nata de coco dilakukan dalam upaya meningkatkan daya saing produknya, namun hal ini mengalami banyak kendala. Keberadaan pesaing lokal dan non lokal semakin memperketat persaingan dalam produk nata de coco.

Suatu perusahaan harus mampu memetakan kekuatan dan kelemahannya dalam persaingan agar mampu memanfaatkan peluang yang ada dan meminimalkan resiko dari ancaman persaingan. Strategi yang dijalankan perusahaan merupakan reaksi atas perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi (Jamaran dkk, 2003). Oleh karena itu, suatu industri nata de coco memerlukan suatu strategi untuk meningkatkan daya saingnya.

Persaingan yang terjadi dalam industri nata de coco dapat dimenangkan jika industri yang bersangkutan memiliki keunggulan kompetitif. Keungulan

kompetitif ini dapat dicapai dengan adanya strategi yang tepat sesuai dengan kondisi lingkungan suatu usaha, baik internal maupun lingkungan eksternal dari industri nata de coco. Strategi yang diperlukan adalah strategi yang sesuai dengan posisi industri saat ini. Strategi ini juga harus disesuaikan dengan kemampuan penerapan pada industri nata de coco sehingga bisa lebih efektif untuk pengembangan industri ini dimasa yang akan datang.

Penelitian terdahulu tentang nata de coco telah dilakukan oleh Miliyoso (2003) tentang strategi pemasaran dengan menggunakan analisis SWOT, dan Adinarmiharja (2003) tentang manajemen resiko. Penelitian terdahulu mengenai strategi yang berkaitan dengan peningkatan daya saing telah dilakukan oleh Jamaran dkk (2001) membahas tentang sistem informasi penunjang strategi untuk meningkatkan daya saing bisnis komoditas teh, Yuli Wibowo (2005) yang membahas tentang daya saing perusahaan daerah dengan menggunakan analisa prospektif. Sedangkan penelitian strategi yang lain berkaitan dengan strategi peningkatan mutu teh hitam dengan menggunakan teknik pengambilan keputusan-kelompok fuzzy dilakukan oleh Suprihatini dan Marimin (2000); strategi pengembangan produk agroindustri berbasis salak dengan menggunakan ME-MCDM dan ISM-Fuzzy dilakukan oleh Satriawan dan Marimin (2002); strategi pemasaran kosmetika tradisional dengan menggunakan analisa lingkungan dilakukan oleh Jamaran dkk (2003); strategi pengembangan produk industri kecil barang jadi karet dengan menggunakan logika fuzzy dilakukan oleh Haris dan Marimin (2003); strategi peningkatan kualitas teh hitam dengan menggunakan balanced scorecard dan Quality Function Deployment dilakukan oleh Marimin dan Karmila (2004).

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengelompokkan industri kecil nata de coco di Kota Bogor .

2. Mendapatkan informasi tentang kebutuhan dan keinginan konsumen terhadap kualitas produk nata de coco.

3. Menentukan dan menilai faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap industri nata de coco.

4. Menentukan tingkat kepentingan kelembagaan yang terkait dalam peningkatan daya saing industri nata de coco.

5. Menyusun strategi dan prioritasnya untuk meningkatkan daya saing industri nata de coco.

1.3. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada industri nata de coco di Kota Bogor propinsi Jawa Barat. Perumusan strategi dilakukan pada kelompok perusahaan yang tergolong kinerja “rendah” dan memiliki target pasar konsumen langsung (konsumen yang mengkonsumsi nata de coco dalam kemasan). Penetapan perusahaan yang akan dikaji strategi peningkatan daya saingnya berdasarkan hasil analisis klaster. Aspek yang dikaji dititikberatkan pada strategi untuk peningkatan daya saing perusahaan nata de coco, yang meliputi pengelompokan perusahaan nata de coco, penilaian harapan dan keinginan konsumen terhadap produk nata de coco, faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi perusahaan tersebut, kelembagaan yang terkait serta strategi dan prioritasnya.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa :

1. Alat penunjang keputusan kebijakan strategi bersaing bagi pelaku usaha

dalam pengembangan industri nata de coco.

2. Alat bantu bagi pemerintah daerah dan instansi terkait untuk menetapkan

strategi dalam pengembangan industri nata de coco.

3. Kontribusi pemikiran untuk pengembangan ilmu manajemen strategi dan

I I .TI NJAUAN PUSTAKA

2.1. Nata de Coco

Nata adalah nama yang berasal dari Filipina untuk menyebut pertumbuhan yang menyerupai gel yang terapung pada permukaan medium fermentasi cair yang mengandung gula dan asam yang dihasilkan

mikroorganisme Acetobacter xylinum. Nata de coco merupakan makanan

rendah kalori yang cocok untuk penderita diabetes (Astawan dan Astawan, 1991). Nata de coco adalah selulosa bakterial yang mengandung air kurang lebih 98% dengan tekstur yang agak kenyal (Theodula, 1976).

Menurut Rosario (1982) nata de coco merupakan salah satu produk industri hasil olahan dari air kelapa. Selain untuk pembuatan nata de coco, air kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman ringan, jelly, ragi, alkohol, dekstran, anggur, cuka dan lain-lain. Jumlah air kelapa berlimpah, karena dalam satu butir kelapa terdapat 200-250 ml air kelapa.

Bahan baku utama pembuatan nata de coco adalah air kelapa. Pemanfaatan air kelapa untuk pembuatan nata de coco akan mengasilkan 1 kg nata per liter air kelapa yang digunakan. Air kelapa yang dipakai berasal dari kelapa tua (green matur). Bahan baku utama nata sebaiknya diambil dari buah kelapa yang baru dipetik dari pohon atau tidak lebih dari satu minggu disimpan sebelum digunakan (Warisno, 2004).

Buah kelapa terdiri dari kulit luar, sabut, tempurung, kulit daging (testa), daging buah, air kelapa dan lembaga. Setiap butir kelapa dalam dan hibrida mengandung air kelapa masing-masing sebanyak 300 dan 230 ml dengan berat jenis rata-rata 1,02 dan pH agak asam (5,6). Air kelapa mengandung sedikit karbohidrat, protein, lemak dan beberapa mineral. Kandungan zat gizi ini tergantung kepada umur buah. Disamping zat gizi tersebut, air kelapa juga mengandung berbagai asam amino bebas (http://warintek.progressio.or.id/ttg/ pangan/perkebunan.htm).

Menurut Palungkun (2001), mikroorganisme Acetobacter xylinum akan

membentuk gel pada permukaan larutan yang mengandung gula. Bakteri

Acetobacter xylinum dapat tumbuh dan berkembang membentuk nata akibat adanya kandungan air sebanyak 91,23%, protein 0,29%, lemak 0,15%, karbohidrat 7,27% serta abu 1,06% di dalam air kelapa. Selain itu terdapat juga nutrisi-nutrisi berupa sukrosa, dekstrosa, fruktosa dan vitamin B kompleks yang

terdiri dari asam nikotinat 0,01 ug dan asam folat 0,003 ug per ml. Nutrisi-nutrisi

tersebut merangsang pertum buhan Acetobacter xylinum untuk membentuk nata

de coco. Adapun kandungan gizi nata de coco dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Nata de Coco per 100 gram

Zat gizi Kandungan gizi

Kalori 146 kal Lemak 0.2 persen Karbohidrat 36.1 mg Kalsium 12 mg Fosfor 2 mg Fe / Zat Besi 0.5 mg Sumber : Warisno, 2004

Proses pembuatan nata secara umum adalah penyaringan, pencampuran

dengan gula dan ZA (Zwavelzuur Ammonia) atau Amonium sulfur, perebusan,

penempatan dalam wadah fermentasi, pencampuran (dengan starter, cuka),

fermentasi, pemanenan, pembersihan, dan pemotongan (http://www.bi.go.id/

sipuk/siabe

).

Nata tidak hanya dapat dibuat dari air kelapa saja, tetapi dapat

dibuat dari buah-buahan yang lain seperti nanas, lidah buaya, apel dan lain-lain.

Adanya Acetobacter xylinum akan mengubah komponen gula menjadi substansi

yang menyerupai gel dan tumbuh di permukaan media.

Produk nata de coco telah banyak dikenal di masyarakat Indonesia, sehingga menyebabkan pasar atas produk nata de coco telah merambah masyarakat yang tinggal di kota-kota besar, maupun kota-kota kecil. Jenis usaha nata de coco ini memiliki resiko ketidakpastian pasar, dimana produk dari nata de coco sering tidak terjual, sehingga pada akhirnya dapat mengakibatkan penumpukan hasil produksi ataupun menurunnya omzet penjualan dari nata de coco (Adnarmiharja, 2003). Keberadaan pesaing lokal dan masuknya pesaing dari luar negeri semakin memperketat persaingan dalam pemasaran produk nata de coco. Untuk dapat memenangkan persaingan ini perlu strategi yang tepat (Miliyoso, 2003).

2.2. Klaster (Cluster)

Kotler (1998), mendefenisikan klaster industri sebagai kelompok segmen- segmen industri yang sama-sama memiliki keterkaitan vertikal dan horizontal. Menurut Porter (1998), klaster adalah suatu kelompok perusahaan-perusahaan dan lembaga-lembaga asosiasi yang saling berhubungan, berdekatan secara

geografis, yang dikaitkan oleh kebersamaan (commonalities) dan saling

melengkapi (complementories).

Analisis klaster merupakan analisis yang digunakan untuk mengelompokkan objek-objek berdasarkan kesamaan karakteristik diantara objek-objek tersebut. Adapun metode yang dapat digunakan untuk melakukan pengelompokan data dalam analisis klaster (Santoso, 2004) adalah :

a. Metode Hirarki (Hirarchical Method)

Metode ini memulai pengelompokan dengan dua atau lebih objek yang mempunyai kesamaan paling dekat. Kemudian proses diteruskan ke objek lain yang mempunyai kedekatan kedua. Demikian seterusnya sehingga klaster akan membentuk semacam ‘pohon’ dimana ada hirarki (tingkatan) yang jelas antar objek, dari yang paling mirip sampai yang paling tidak mirip. Secara logika semua objek pada akhirnya akan membentuk sebuah klaster.

b. Metode Non Hirarki atau Klaster K-Rata-rata (Non Hirarchical Method atau K-

Means Cluster)

Teknik ini memproses semua objek (kasus) secara sekaligus. Proses ini dimulai dengan penentuan jumlah klaster terlebih dahulu, misalnya ditentukan akan ada 2 klaster, atau 3 klaster atau angka lainnya. Setelah jumlah klaster ditentukan, baru proses klaster dilakukan tanpa mengikuti proses hirarki.

Ukuran kesamaan yang dapat digunakan untuk analisis klaster adalah : 1. Asosiasi atau korelasi antar objek, rumusnya :

2. Kedekatan atau jarak antar objek. Beberapa bentuk kedekatan jarak yang bisa digunakan adalah :

a. Jarak Euclidean, ada dua metode, yaitu :

Euclidean distance, rumusnya :

(Simamora, 2005)

Dimana : dij = jarak euclidean

vij, vjk = skor responden ke-i dan ke-j pada variabel k (k = 1,2, ..., n)

              −               −             − =

= = = = = = = n i n i i i n i n i i i n i i n i i i n i i

y

y

x

x

y

x

y

x

n n n r 1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 1

(

)

=

=

n k ik jk ij

v

v

d

1 2

Square euclidean distance, rumusnya :

(Simamora, 2005)

Dimana : dij = jarak euclidean

vij, vjk = skor responden ke-i dan ke-j pada variabel k (k = 1,2, ..., n)

atau

(Likas, et al, 2002)

Dimana : E = square euclidean distance

xi= data setiap variabel untuk setiap objek mk = cluster center untuk setiap kelompok

b. Cityblock atau jarak Manhattan adalah jarak berupa jumlah perbedaan absolut antar objek.

(Simamora, 2005)

Dimana : mij = jarak manhattan

vij, vjk = skor responden ke-i dan ke-j pada variabel k (k = 1,2, ..., n)

c. Chebychev antar dua objek adalah perbedaan nilai absolut maksimum pada setiap variabel.

2.3. Kualitas Nata de Coco

Perusahaan dapat mencapai daya saing tinggi jika perusahaan mampu mendengarkan keinginan dan harapan konsumen dengan cara membuat produk yang memiliki kualitas yang baik. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang tertuang dalam SNI 01-4317-1996, syarat kualitas nata dalam kemasan dapat dilihat pada Tabel 2.

(

)

= − = n k jk ik ij

v

v

d 1 2

(

)

(

)

2 1 1 1

,...,m

I

x

C

x

m

m

E

i k N i M k i k k

=∑∑

= =

= − = n k jk ik ij

x

x

m 1

Tabel 2. Syarat Kualitas Nata dalam Kemasan

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

- Bau - Normal

- Rasa - Normal

- Warna - Normal

- Tekstur - Normal

2 Bahan asing - Tidak boleh ada

3 Bobot tuntas % Min 50

4 Jumlah gula (dihitung sebagai sukrosa) % Min 15

5 Serat makanan % maks 4,5

6 Bahan tambahan makanan

- Pemanis buatan : - sakarin

- siklamat

Tidak boleh ada Tidak boleh ada

- Pewarna tambahan SNI 01-0222-1995

- Pengawet (Na Benzoat) SNI 01-0222-1995

7 Cemaran logam

- Timbal (Pb) mg/kg Maks 1,2

- Tembaga (Cu) mg/kg Maks 2

- Seng (Zn) mg/kg Maks 5

- Timah (Sn) mg/kg Maks 40,0/250,0*

8 Cemaran Arsen (As) Maks 0,1

9 Cemaran mikroba

- Angka lempeng total koloni/g Maks 2,0 x 102

- Coliform APM/g < 3

- Kapang koloni/g Maks 50

- Khamir koloni/g Maks 50

* dikemas dalam kaleng

Menurut ITC (1991) dalam Hubeis (1994), penilaian bahan pangan pada industri pangan dapat dilakukan berdasarkan :

1. Ciri fisik

Ø Penampilan : warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik

Ø Kinetika : tekstur, kekentalan dan konsistensi

Ø Flavor : sensasi dari kombinasi bau dan cicip

2. Atribut internal

Ø Nilai gizi

Ø Keamanan mikroba

Menurut Wirakartakusumah dan Kadarisman (1995), kualitas pangan tidak lagi didasarkan pada karakteristik fungsional yang konvesional saja, tetapi lebih berkembang juga karakteristik-karakteristik atau atribut kualitas yang baru

seperti karakteristik psikologis (sifat-sifat sensasi), shelf life,

kepraktisan/kemudahan (makanan siap saji) dan kecepatan penyajian (fast food),

termasuk karakteristik keamanan pangan (food safety).

2.4. Quality Functional Deployment (QFD)

Quality Function Deployment (QFD) menurut Subagyo (2000) adalah suatu cara untuk meningkatkan kualitas barang atau jasa dengan memahami kebutuhan konsumen, lalu menghubungkannya dengan ketentuan teknis untuk menghasilkan barang atau jasa di tiap tahap pembuatan barang atau jasa yang

dihasilkan. Menurut Gaspersz (2001), QFD didefenisikan sebagai suatu proses

atau mekanisme terstruktur untuk menentukan kebutuhan pelanggan dan menterjemahkan kebutuhan-kebutuhan itu kedalam kebutuhan teknis yang relevan, di mana masing-masing area fungsional dan tingkat organisasi dapat

mengerti dan bertindak. QFD mencakup juga monitor dan pengendalian yang

tepat dari proses operasional menuju sasaran.

Tahapan penggunaan QFD menurut Subagyo (2000) adalah :

1. Mengidentifikasi kemauan pelanggan. Dalam hal ini, pelanggan atau konsumen ditanya mengenai sifat yang diinginkan dari suatu produk.

2. Mempelajari ketentuan teknis dalam menghasilkan barang atau jasa. Hal ini didasarkan data yang tersedia, aktivitas dan sasaran yang digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa, dalam rangka menentukan kualitas pemenuhan kebutuhan pelanggan.

3. Hubungan antara keinginan pelanggan dengan ketentuan teknis. Hubungan ini dapat berpengaruh kuat, sedang atau lemah. Setiap aspek dari konsumen diberi bobot, untuk membedakan pengaruhnya terhadap kualitas produk. 4. Perbandingan kinerja pelayanan. Tahap ini membandingkan kinerja

perusahaan dengan pesaing. Nilai yang digunakan untuk kinerja terbaik nilai 5 dan yang terburuk nilai 1.

5. Evaluasi pelanggan untuk membandingkan pendapat pelanggan tentang kualitas produk yang dihasilkan oleh perusahaan dengan produk pesaing. Nilai yang digunakan antara 1 sampai 5, kemudian dibuat rasio antara target degan kualitas setiap kategori.

6. Trade off untuk memberikan penilaian pengaruh antar aktivitas atau sarana yang satu dengan yang lainnya.

Matriks House of Quality (HOQ) atau rumah kualitas adalah bentuk yang

paling dikenal dari QFD. Matriks ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian

horizontal dari matriks berisi informasi yang berhubungan dengan konsumen dan

disebut dengan tabel konsumen (customer table), bagian vertikal dari matriks

berisi informasi teknis sebagai respon bagi input konsumen dan disebut tabel

teknis (technical table) (Gaspersz, 2001).

3. Karakteristik teknis (Ketentuan proses) 1. Harapan konsumen (Prioritas harapan konsumen) 5. Matriks interaksi

(Hubungan antara karakteristik teknis dengan harapan konsumen )

2. Analisis persaingan (Perencanaan strategi) 4. Target teknis

(Matriks kualitas, persaingan, target nilai, biaya dll)

Gambar 1. Rumah Kualitas atau House of Quality (Cox, 1992)

2.5. Lingkungan Perusahaan

Perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang dapat mengenali dan memberi interaksi secara menguntungkan terhadap kebutuhan, kecenderungan yang belum terpenuhi dalam lingkungan (Kotler, 2000). Lingkungan perusahaan dibagi menjadi dua yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal.

2.5.1. Lingkungan Internal

Lingkungan internal adalah suatu kondisi yang berada di dalam

perusahaan dimana perusahaan mempunyai pengaruh terhadapnya (controlable)

(Wahyudi, 1996). Lingkungan internal perusahaan menggambarkan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia, fisik, finansial perusahaan dan juga dapat

memperkirakan kelemahan (weakness) dan kekuatan (strength) struktur

organisasi maupun manajemen perusahaan (Pearce dan Robinson, 1997).

6. Matriks korelasi

Faktor-faktor internal yang dapat dianalisis menurut Pearce dan Robinson (1997) adalah :

1. Pemasaran

Menganalisis kekuatan dan kelemahan dari kegiatan pemasaran, termasuk pangsa pasar, pelayanan purna jual, kepemilikan informasi pasar, strategi penetapan harga dan loyalitas terhadap merek.

2. Keuangan dan Akunting

Faktor keuangan yang diperhitungkan terdiri dari kemampuan perusahaan untuk mendapatkan modal jangka pendek dan jangka panjang, hubungan dengan pemilik, investor dan pemegang saham, biaya masuk industri dan hambatan masuk, harga jual produk, efisiensi dan efektivitas sistem akunting biaya, anggaran dan perencanaan laba.

3. Kegiatan Produksi dan Operasi

Kegiatan produksi-operasi perusahaan dapat dilihat dari efisiensi, efektivitas dan produktivitas. Berdasarkan ketiga hal tersebut faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah biaya dan ketersediaan bahan baku, hubungan dengan pemasok, sistem pengendalian persediaan, lokasi fasilitas, pemanfaatan teknologi, pengendalian kualitas, riset dan pengembangan.

4. Sumber Daya Manusia

Faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kemampuan sumber daya manusia adalah keterampilan dan modal kerja karyawan, efektivitas insentif yang digunakan untuk memotivasi prestasi, tingkat keluar masuk dan kemangkiran karyawan.

5. Sistem Informasi

Menganalisis ketepatan waktu dan akurasi informasi tentang penjualan, relevansi informasi untuk keputusan-keputusan taktis, informasi untuk memanajemen masalah kualitas dan kemampuan karyawan untuk menggunakan informasi yang tersedia.

2.5.2. Lingkungan Eksternal

Lingkungan eksternal adalah suatu kondisi yang berada di luar perusahaan dimana perusahaan tidak mempunyai pengaruh sama sekali

terhadapnya (uncontrolable) sehingga perubahan-perubahan yang terjadi pada

lingkungan ini akan mempengaruhi kinerja perusahaan dalam industri tersebut (Wahyudi, 1996). Menurut Pearce dan Robinson (1997), lingkungan eksternal