• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Nata de Coco Di Kota Bogor Dengan Pendekatan Fuzzy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Nata de Coco Di Kota Bogor Dengan Pendekatan Fuzzy"

Copied!
348
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING

INDUSTRI NATA DE COCO

DI KOTA BOGOR DENGAN PENDEKATAN FUZZY

RINI HAKIMI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Nata de Coco di Kota Bogor dengan Pendekatan Fuzzy adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2007

(3)

RI NGKASAN

RINI HAKIMI. Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Nata de Coco di Kota Bogor dengan Pendekatan Fuzzy. Dibimbing oleh MACHFUD, MARIMIN dan ANI SURYANI.

Perusahaan nata de coco semakin banyak berkembang di Kota Bogor. Hal ini mengakibatkan semakin tingginya persaingan untuk industri nata de coco di Kota Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Mengelompokkan industri kecil nata de coco di kota Bogor, 2) Mendapatkan informasi tentang kebutuhan dan keinginan konsumen melalui kinerja kualitas produk nata de coco, 3) Menentukan dan menilai faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap industri nata de coco, 4) Menentukan tingkat kepentingan kelembagaan yang terkait dalam peningkatan daya saing industri nata de coco, 5) Menyusun strategi dan prioritas untuk meningkatkan daya saing industri nata de coco.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah

K-means cluster, Quality Function Deployment (QFD) atau matriks House of Quality

(HOQ), fuzzy pairwise comparison, matriks IFE dan matriks EFE, matriks SWOT, dan fuzzy AHP. Penelitian ini dilaksanakan pada industri nata de coco di Kota Bogor.

Analisis klaster (cluster) menghasilkan tiga kelompok perusahaan nata de

coco, yaitu kelompok A – kinerja tinggi (Perusahaan TK dan Perusahaan PT), kelompok B – kinerja sedang (Perusahaan ST, Perusahaan IMM, Perusahaan ET dan Perusahaan UI) dan kelompok C – kinerja rendah (Perusahaan RS dan Perusahaan EB).

Informasi mengenai kebutuhan dan keinginan konsumen terhadap produk nata de coco, dilihat dari berbagai atribut kualitas produk, yaitu warna, rasa, aroma, nilai gizi, tekstur/kekenyalan, bentuk, ukuran, kebersihan dan kemasan. Atribut kualitas yang belum sesuai dengan harapan konsumen untuk Perusahaan

EB adalah atribut rasa, warna, kemasan dan nilai gizi. Matriks House of Quality

(HOQ) memperlihatkan bahwa tiga aktivitas proses yang besar pengaruhnya

untuk membuat kualitas produk yang sesuai dengan harapan konsumen adalah aktivitas pembuatan sirop nata, perebusan potongan nata dan penanganan bahan baku.

Faktor-faktor lingkungan internal yang menjadi kekuatan perusahaan secara berurutan adalah lokasi usaha yang strategis (0.2376), sistem operasi dan produksi yang baku (0.1861), terjaminnya ketersediaan bahan baku (0.1567), modal yang digunakan milik sendiri (0.1011), pengiriman produk tepat waktu (0.0800), tenaga kerja produksi berpengalaman (0.0717), alat angkut pemasaran milik sendiri (0.0715), penanganan bahan baku yang baik (0.0710) dan kegiatan promosi produk melalui pameran (0.0243). Sedangkan yang menjadi kelemahan perusahaan adalah merek produk belum dikenal (0.3644), kualitas produk belum memuaskan (0.2244), harga jual produk yang belum sesuai (0.1613), keterbatasan dalam pendanaan (0.1287), teknologi produksi masih sederhana (0.0607) dan tenaga penjual yang terbatas (0.0605).

(4)

adalah loyalitas konsumen terhadap merek tertentu (0.3743), keberadaan perusahaan sejenis (0.2524), adanya produk substitusi (0.2029), kondisi perekonomian Indonesia (0.1209) dan kebijakan tentang perdagangan (0.0493).

Tingkat kepentingan kelembagaan yang terkait secara berurutan adalah industri nata de coco (0.2439), distributor produk nata de coco (0.1737), pengguna produk nata de coco (0.1324), perbankan/lembaga keuangan (0.1293), pemasok bahan baku (0.1128), pemerintah/pemda/dinas terkait (0.1053) dan industri produk substitusi (0.1024). Tingkat kepentingan kelembagaan ini, sangat berkaitan dengan faktor pemasaran, keuangan, produksi dan operasi, SDM, kondisi ekonomi, kebijakan pemerintah dan teknologi.

Prioritas strategi yang dapat diterapkan oleh pihak perusahaan secara berurutan adalah memperluas jaringan distribusi (0.4287), meningkatkan teknologi produksi yang digunakan (0.2141), meningkatkan kualitas produk (0.2007), membangun kemitraan dengan pemasok (0.1563). Sedangkan prioritas strategi yang dapat dilaksanakan oleh pihak diluar perusahaan untuk peningkatan daya saing adalah melakukan pameran untuk industri kecil setiap triwulan (0.2911), menyediakan paket kredit lunak untuk pembiayaan industri nata de coco (0.2484), memberikan pelatihan untuk industri nata de coco (0.2384) dan transfer teknologi oleh instansi terkait (0.2219).

Kata kunci : Analisis klaster, QFD, faktor lingkungan, kelembagaan, strategi,

fuzzy AHP

(5)

ABSTRACT

RINI HAKIMI. The Improvement Strategy of The Nata de Coco Industries Competitiveness in Bogor with Fuzzy Approach. Under the direction of MACHFUD, MARIMIN and ANI SURYANI.

The numbers of nata de coco industries are increase rapidly in Bogor and cause a high competition situation. The accurate data are urgently needed to support the improvement competitiveness of these industries. The aims of this research are to 1) clustering the nata de coco Industries in Bogor, 2) obtain the customer expectation and satisfaction, 3) determine the affecting external and internal factors, 4) find the interest level of related organization in nata de coco industries, 5) create the strategies and set the priority to improve the competitive positioning of nata de coco industries.

The tools which are used to analyze the data are K-means clustering, Quality Function Deployment (QFD), fuzzy pair wise comparison, matrix IFE and matrix EFE, matrix SWOT and Fuzzy AHP.

The clustering analysis results are 3 levels of the companies. They are grade A (high performance), grade B (medium performance), and grade C (low performance). The attributes quality of the product which preferred by the customers are the cleanness, the flavor, the aroma, the color, the elasticity, the packaging, the nutrition content, the shape and the size of the nata de coco products. The process activity which give the highest contribution to the product quality are making of the nata syrup, poaching of the nata cutlet and handling of the raw materials.

The internal environment factor that influence the strength of the company is the strategic location of the company (0.2376). The internal environment factor that sway the weakness of the company is the unpopular brand (0.3644). The external factor that affect the opportunity of the company is the increasing of the health living style (0.2274). The external factor that affect the threat of the company is the loyality of the customer to the specific brand (0.3743).

The organization which give the highest contribution to improvement strategy of nata de coco industries competitiveness are the nata de coco industry it self (0.2439) and the distributors (0.1737). The suggested strategies for nata de coco company are expanding the distribution network (0.4287) and improving the technology (0.2141). The priority of strategy which can be done by the organization outside of nata de coco company to improve the competitiveness are provide the exebition for small enterprise each three months (0.2911), and provide the loans for nata de coco industries (0.2484)

The policy should be taken from the factors above and the implementation needs the integration of all component among organizations.

Keywords : cluster, QFD, environment factors, organization, strategy, fuzzy AHP.

(6)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

(7)

STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING

INDUSTRI NATA DE COCO

DI KOTA BOGOR DENGAN PENDEKATAN FUZZY

RINI HAKIMI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)

Judul Tesis : Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Nata de Coco

di Kota Bogor dengan Pendekatan Fuzzy

Nama : Rini Hakimi

NRP : F 351030011

Program Studi : Teknologi Industri Pertanian

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Machfud, M.S Ketua

Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc Dr. Ir. Ani Suryani, DEA

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S

(9)

RI W AYAT HI DUP

Penulis dilahirkan di Lintau Buo-Sumatera Barat pada tanggal 8 Agustus

1975 dari ayah Syamsuar dan ibu Nurcahaya. Penulis merupakan putri kelima

dari enam bersaudara. Penulis menikah pada tanggal 10 Maret 2001 dengan

Daddy Budiman dan telah dikaruniai dua orang putri, yaitu Fathimah Fitri

Budiman dan Aisyah Rahmah Budiman.

Pendidikan formal yang penulis tempuh adalah sebagai berikut :

1. Sekolah Dasar di SDN 6 Batusangkar lulus pada tahun 1987.

2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMPN 1 Batusangkar lulus pada tahun

1990.

3. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMAN 1 Batusangkar lulus pada tahun

1993.

4. Pendidikan sarjana ditempuh di Institut Pertanian Bogor (IPB), Jurusan Sosial

Ekonomi - Program Studi Agribisnis, lulus pada bulan Februari 1998.

Pada tahun 2003 penulis diterima di Program Studi Teknologi Industri

Pertanian pada Program Pasca Sarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana

diperoleh dari Direktorat Jendral Pendidikan Nasional melalui program Beasiswa

Pendidikan Pascasarjana (BPPS).

Penulis bekerja sebagai Assistant Researcher di PSI-SDALP pada tahun

1998-2000. Penulis menjadi Staf Pengajar di Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas

Pertanian, Universitas Andalas, Padang sejak tahun 1998. Jabatan yang pernah

dipegang penulis adalah Kepala Laboratorium Komputer Jurusan Sosial Ekonomi

dari tahun 2000-2001, Pembina Kemahasiswaan Jurusan Sosial Ekonomi

Pertanian tahun 2000-2001, Staff pada Lembaga penelitian dan Pengabdian

(10)

I . PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usaha Kecil Menengah (UKM) di daerah Jawa memiliki omzet penjualan

lebih besar dari satu milyar rupiah mencapai 66,8% dan sekitar 53,7% lebih kecil

dari satu milyar rupiah di luar pulau Jawa. Kontribusi yang nyata telah diberikan

oleh UKM, dimana 99,99% dari total jumlah perusahaan di Indonesia merupakan

UKM, 99,44% dari jumlah karyawan di Indonesia merupakan karyawan UKM

dan 59,36% dari GDP Indonesia diperoleh dari sektor UKM (Biro Pusat Statistik,

2003) .

Pembentukan UKM baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi

motor penggerak untuk menciptakan kesempatan kerja, UKM juga merupakan

kunci keberhasilan pengembangan ekonomi lokal (Bantacut dan Rawi, 2003).

Berdasarkan klasifikasinya, UKM dapat dikelompokkan ke dalam kelompok

industri kimia, minuman, makanan, kayu olahan dan rotan, pulp dan kertas,

bahan kimia dan karet, serta bahan galian (Depperindag, 2003). Salah satu jenis

UKM yang berkembang dengan pesat di Indonesia adalah kelompok industri

makanan.

Jumlah golongan industri makanan di Wilayah Bogor, lebih banyak

terdapat di Kabupaten Bogor sebanyak 174 industri kecil dan 3 industri

menengah dan besar, sedangkan di Kota Bogor terdapat sebanyak 155 industri

kecil dan 6 industri menengah dan besar (Dinas Perindag Kota Bogor dan Dinas

Perindag Kabupaten Bogor, 2005).

Salah satu kelompok industri makanan yang berkembang di Wilayah

Bogor adalah industri nata de coco. Pemanfaatan bahan baku air kelapa untuk

industri nata de coco mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari banyaknya

industri yang membuat nata de coco. Untuk wilayah Bogor, industri nata de coco

terdapat di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, jumlah perusahaan yang terlibat

dalam produksi nata de coco sebanyak 23 perusahaan di Kota Bogor dan

sebanyak 15 perusahaan di Kabupaten Bogor, yang semuanya masih

merupakan industri kecil (Dinas Perindag Kota Bogor, 2005 dan Dinas Perindag

Kabupaten Bogor, 2005).

Jumlah industri nata de coco terbanyak terdapat di Kota Bogor. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat persaingan industri nata de coco ini sangat tinggi

untuk Kota Bogor, ditambah lagi banyaknya industri sejenis yang juga menjual

(11)

STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING

INDUSTRI NATA DE COCO

DI KOTA BOGOR DENGAN PENDEKATAN FUZZY

RINI HAKIMI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)

SURAT PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Nata de Coco di Kota Bogor dengan Pendekatan Fuzzy adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2007

(13)

RI NGKASAN

RINI HAKIMI. Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Nata de Coco di Kota Bogor dengan Pendekatan Fuzzy. Dibimbing oleh MACHFUD, MARIMIN dan ANI SURYANI.

Perusahaan nata de coco semakin banyak berkembang di Kota Bogor. Hal ini mengakibatkan semakin tingginya persaingan untuk industri nata de coco di Kota Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Mengelompokkan industri kecil nata de coco di kota Bogor, 2) Mendapatkan informasi tentang kebutuhan dan keinginan konsumen melalui kinerja kualitas produk nata de coco, 3) Menentukan dan menilai faktor-faktor internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap industri nata de coco, 4) Menentukan tingkat kepentingan kelembagaan yang terkait dalam peningkatan daya saing industri nata de coco, 5) Menyusun strategi dan prioritas untuk meningkatkan daya saing industri nata de coco.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah

K-means cluster, Quality Function Deployment (QFD) atau matriks House of Quality

(HOQ), fuzzy pairwise comparison, matriks IFE dan matriks EFE, matriks SWOT, dan fuzzy AHP. Penelitian ini dilaksanakan pada industri nata de coco di Kota Bogor.

Analisis klaster (cluster) menghasilkan tiga kelompok perusahaan nata de

coco, yaitu kelompok A – kinerja tinggi (Perusahaan TK dan Perusahaan PT), kelompok B – kinerja sedang (Perusahaan ST, Perusahaan IMM, Perusahaan ET dan Perusahaan UI) dan kelompok C – kinerja rendah (Perusahaan RS dan Perusahaan EB).

Informasi mengenai kebutuhan dan keinginan konsumen terhadap produk nata de coco, dilihat dari berbagai atribut kualitas produk, yaitu warna, rasa, aroma, nilai gizi, tekstur/kekenyalan, bentuk, ukuran, kebersihan dan kemasan. Atribut kualitas yang belum sesuai dengan harapan konsumen untuk Perusahaan

EB adalah atribut rasa, warna, kemasan dan nilai gizi. Matriks House of Quality

(HOQ) memperlihatkan bahwa tiga aktivitas proses yang besar pengaruhnya

untuk membuat kualitas produk yang sesuai dengan harapan konsumen adalah aktivitas pembuatan sirop nata, perebusan potongan nata dan penanganan bahan baku.

Faktor-faktor lingkungan internal yang menjadi kekuatan perusahaan secara berurutan adalah lokasi usaha yang strategis (0.2376), sistem operasi dan produksi yang baku (0.1861), terjaminnya ketersediaan bahan baku (0.1567), modal yang digunakan milik sendiri (0.1011), pengiriman produk tepat waktu (0.0800), tenaga kerja produksi berpengalaman (0.0717), alat angkut pemasaran milik sendiri (0.0715), penanganan bahan baku yang baik (0.0710) dan kegiatan promosi produk melalui pameran (0.0243). Sedangkan yang menjadi kelemahan perusahaan adalah merek produk belum dikenal (0.3644), kualitas produk belum memuaskan (0.2244), harga jual produk yang belum sesuai (0.1613), keterbatasan dalam pendanaan (0.1287), teknologi produksi masih sederhana (0.0607) dan tenaga penjual yang terbatas (0.0605).

(14)

adalah loyalitas konsumen terhadap merek tertentu (0.3743), keberadaan perusahaan sejenis (0.2524), adanya produk substitusi (0.2029), kondisi perekonomian Indonesia (0.1209) dan kebijakan tentang perdagangan (0.0493).

Tingkat kepentingan kelembagaan yang terkait secara berurutan adalah industri nata de coco (0.2439), distributor produk nata de coco (0.1737), pengguna produk nata de coco (0.1324), perbankan/lembaga keuangan (0.1293), pemasok bahan baku (0.1128), pemerintah/pemda/dinas terkait (0.1053) dan industri produk substitusi (0.1024). Tingkat kepentingan kelembagaan ini, sangat berkaitan dengan faktor pemasaran, keuangan, produksi dan operasi, SDM, kondisi ekonomi, kebijakan pemerintah dan teknologi.

Prioritas strategi yang dapat diterapkan oleh pihak perusahaan secara berurutan adalah memperluas jaringan distribusi (0.4287), meningkatkan teknologi produksi yang digunakan (0.2141), meningkatkan kualitas produk (0.2007), membangun kemitraan dengan pemasok (0.1563). Sedangkan prioritas strategi yang dapat dilaksanakan oleh pihak diluar perusahaan untuk peningkatan daya saing adalah melakukan pameran untuk industri kecil setiap triwulan (0.2911), menyediakan paket kredit lunak untuk pembiayaan industri nata de coco (0.2484), memberikan pelatihan untuk industri nata de coco (0.2384) dan transfer teknologi oleh instansi terkait (0.2219).

Kata kunci : Analisis klaster, QFD, faktor lingkungan, kelembagaan, strategi,

fuzzy AHP

(15)

ABSTRACT

RINI HAKIMI. The Improvement Strategy of The Nata de Coco Industries Competitiveness in Bogor with Fuzzy Approach. Under the direction of MACHFUD, MARIMIN and ANI SURYANI.

The numbers of nata de coco industries are increase rapidly in Bogor and cause a high competition situation. The accurate data are urgently needed to support the improvement competitiveness of these industries. The aims of this research are to 1) clustering the nata de coco Industries in Bogor, 2) obtain the customer expectation and satisfaction, 3) determine the affecting external and internal factors, 4) find the interest level of related organization in nata de coco industries, 5) create the strategies and set the priority to improve the competitive positioning of nata de coco industries.

The tools which are used to analyze the data are K-means clustering, Quality Function Deployment (QFD), fuzzy pair wise comparison, matrix IFE and matrix EFE, matrix SWOT and Fuzzy AHP.

The clustering analysis results are 3 levels of the companies. They are grade A (high performance), grade B (medium performance), and grade C (low performance). The attributes quality of the product which preferred by the customers are the cleanness, the flavor, the aroma, the color, the elasticity, the packaging, the nutrition content, the shape and the size of the nata de coco products. The process activity which give the highest contribution to the product quality are making of the nata syrup, poaching of the nata cutlet and handling of the raw materials.

The internal environment factor that influence the strength of the company is the strategic location of the company (0.2376). The internal environment factor that sway the weakness of the company is the unpopular brand (0.3644). The external factor that affect the opportunity of the company is the increasing of the health living style (0.2274). The external factor that affect the threat of the company is the loyality of the customer to the specific brand (0.3743).

The organization which give the highest contribution to improvement strategy of nata de coco industries competitiveness are the nata de coco industry it self (0.2439) and the distributors (0.1737). The suggested strategies for nata de coco company are expanding the distribution network (0.4287) and improving the technology (0.2141). The priority of strategy which can be done by the organization outside of nata de coco company to improve the competitiveness are provide the exebition for small enterprise each three months (0.2911), and provide the loans for nata de coco industries (0.2484)

The policy should be taken from the factors above and the implementation needs the integration of all component among organizations.

Keywords : cluster, QFD, environment factors, organization, strategy, fuzzy AHP.

(16)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

(17)

STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING

INDUSTRI NATA DE COCO

DI KOTA BOGOR DENGAN PENDEKATAN FUZZY

RINI HAKIMI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(18)

Judul Tesis : Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Nata de Coco

di Kota Bogor dengan Pendekatan Fuzzy

Nama : Rini Hakimi

NRP : F 351030011

Program Studi : Teknologi Industri Pertanian

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Machfud, M.S Ketua

Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc Dr. Ir. Ani Suryani, DEA

Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S

(19)

RI W AYAT HI DUP

Penulis dilahirkan di Lintau Buo-Sumatera Barat pada tanggal 8 Agustus

1975 dari ayah Syamsuar dan ibu Nurcahaya. Penulis merupakan putri kelima

dari enam bersaudara. Penulis menikah pada tanggal 10 Maret 2001 dengan

Daddy Budiman dan telah dikaruniai dua orang putri, yaitu Fathimah Fitri

Budiman dan Aisyah Rahmah Budiman.

Pendidikan formal yang penulis tempuh adalah sebagai berikut :

1. Sekolah Dasar di SDN 6 Batusangkar lulus pada tahun 1987.

2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMPN 1 Batusangkar lulus pada tahun

1990.

3. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMAN 1 Batusangkar lulus pada tahun

1993.

4. Pendidikan sarjana ditempuh di Institut Pertanian Bogor (IPB), Jurusan Sosial

Ekonomi - Program Studi Agribisnis, lulus pada bulan Februari 1998.

Pada tahun 2003 penulis diterima di Program Studi Teknologi Industri

Pertanian pada Program Pasca Sarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana

diperoleh dari Direktorat Jendral Pendidikan Nasional melalui program Beasiswa

Pendidikan Pascasarjana (BPPS).

Penulis bekerja sebagai Assistant Researcher di PSI-SDALP pada tahun

1998-2000. Penulis menjadi Staf Pengajar di Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas

Pertanian, Universitas Andalas, Padang sejak tahun 1998. Jabatan yang pernah

dipegang penulis adalah Kepala Laboratorium Komputer Jurusan Sosial Ekonomi

dari tahun 2000-2001, Pembina Kemahasiswaan Jurusan Sosial Ekonomi

Pertanian tahun 2000-2001, Staff pada Lembaga penelitian dan Pengabdian

(20)

I . PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Usaha Kecil Menengah (UKM) di daerah Jawa memiliki omzet penjualan

lebih besar dari satu milyar rupiah mencapai 66,8% dan sekitar 53,7% lebih kecil

dari satu milyar rupiah di luar pulau Jawa. Kontribusi yang nyata telah diberikan

oleh UKM, dimana 99,99% dari total jumlah perusahaan di Indonesia merupakan

UKM, 99,44% dari jumlah karyawan di Indonesia merupakan karyawan UKM

dan 59,36% dari GDP Indonesia diperoleh dari sektor UKM (Biro Pusat Statistik,

2003) .

Pembentukan UKM baik secara langsung maupun tidak langsung menjadi

motor penggerak untuk menciptakan kesempatan kerja, UKM juga merupakan

kunci keberhasilan pengembangan ekonomi lokal (Bantacut dan Rawi, 2003).

Berdasarkan klasifikasinya, UKM dapat dikelompokkan ke dalam kelompok

industri kimia, minuman, makanan, kayu olahan dan rotan, pulp dan kertas,

bahan kimia dan karet, serta bahan galian (Depperindag, 2003). Salah satu jenis

UKM yang berkembang dengan pesat di Indonesia adalah kelompok industri

makanan.

Jumlah golongan industri makanan di Wilayah Bogor, lebih banyak

terdapat di Kabupaten Bogor sebanyak 174 industri kecil dan 3 industri

menengah dan besar, sedangkan di Kota Bogor terdapat sebanyak 155 industri

kecil dan 6 industri menengah dan besar (Dinas Perindag Kota Bogor dan Dinas

Perindag Kabupaten Bogor, 2005).

Salah satu kelompok industri makanan yang berkembang di Wilayah

Bogor adalah industri nata de coco. Pemanfaatan bahan baku air kelapa untuk

industri nata de coco mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari banyaknya

industri yang membuat nata de coco. Untuk wilayah Bogor, industri nata de coco

terdapat di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, jumlah perusahaan yang terlibat

dalam produksi nata de coco sebanyak 23 perusahaan di Kota Bogor dan

sebanyak 15 perusahaan di Kabupaten Bogor, yang semuanya masih

merupakan industri kecil (Dinas Perindag Kota Bogor, 2005 dan Dinas Perindag

Kabupaten Bogor, 2005).

Jumlah industri nata de coco terbanyak terdapat di Kota Bogor. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat persaingan industri nata de coco ini sangat tinggi

untuk Kota Bogor, ditambah lagi banyaknya industri sejenis yang juga menjual

(21)

coco untuk melakukan ekspansi pasar agar dapat meningkatkan penjualan

produknya.

Industri nata de coco harus mampu membuat produk sesuai dengan

keinginan konsumen. Kemampuan untuk membuat produk nata de coco yang

memiliki kualitas sesuai dengan keinginan konsumen akan sangat

mempengaruhi keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai volume

penjualan yang diinginkan. Menurut Suprihatini dkk (2000), dampak terhadap

peningkatan pendapatan terjadi melalui peningkatan penjuaan atas produk

berkualitas yang berharga kompetitif. Produk-produk berkualitas yang dibuat

melalui suatu proses yang berkualitas akan memiliki sejumlah keistimewaan

yang mampu meningkatkan kepuasan konsumen akan penggunaan produk

tersebut.

Konsumen umumnya menginginkan produk nata de coco yang bewarna

putih, kenyal atau tidak keras dan dalam aneka rasa. Keinginan konsumen

terhadap produk secara umum dipengaruhi oleh kebiasaan, gaya hidup, faktor

psikologis, asal daerah, karakteristik etnik, iklan dan harga produk. Produsen

diharapkan mampu menterjemahkan keinginan konsumen yang bersifat subjektif

menjadi suatu besaran yang terukur sehingga dapat dihasilkan produk yang

sesuai dengan keinginan konsumen (Maflahah, 2000).

Selain itu, perkembangan produk nata de coco yang sangat pesat

ditandai dengan semakin banyaknya merek produk nata de coco yang beredar di

pasaran. Hal ini akan memicu persaingan diantara perusahaan yang

memproduksi nata de coco. Menurut Miliyoso (2003), usaha pengembangan dan

pemberdayaan industri nata de coco dilakukan dalam upaya meningkatkan daya

saing produknya, namun hal ini mengalami banyak kendala. Keberadaan

pesaing lokal dan non lokal semakin memperketat persaingan dalam produk nata

de coco.

Suatu perusahaan harus mampu memetakan kekuatan dan

kelemahannya dalam persaingan agar mampu memanfaatkan peluang yang ada

dan meminimalkan resiko dari ancaman persaingan. Strategi yang dijalankan

perusahaan merupakan reaksi atas perubahan-perubahan lingkungan yang

terjadi (Jamaran dkk, 2003). Oleh karena itu, suatu industri nata de coco

memerlukan suatu strategi untuk meningkatkan daya saingnya.

Persaingan yang terjadi dalam industri nata de coco dapat dimenangkan

(22)

kompetitif ini dapat dicapai dengan adanya strategi yang tepat sesuai dengan

kondisi lingkungan suatu usaha, baik internal maupun lingkungan eksternal dari

industri nata de coco. Strategi yang diperlukan adalah strategi yang sesuai

dengan posisi industri saat ini. Strategi ini juga harus disesuaikan dengan

kemampuan penerapan pada industri nata de coco sehingga bisa lebih efektif

untuk pengembangan industri ini dimasa yang akan datang.

Penelitian terdahulu tentang nata de coco telah dilakukan oleh Miliyoso

(2003) tentang strategi pemasaran dengan menggunakan analisis SWOT, dan

Adinarmiharja (2003) tentang manajemen resiko. Penelitian terdahulu mengenai

strategi yang berkaitan dengan peningkatan daya saing telah dilakukan oleh

Jamaran dkk (2001) membahas tentang sistem informasi penunjang strategi

untuk meningkatkan daya saing bisnis komoditas teh, Yuli Wibowo (2005) yang

membahas tentang daya saing perusahaan daerah dengan menggunakan

analisa prospektif. Sedangkan penelitian strategi yang lain berkaitan dengan

strategi peningkatan mutu teh hitam dengan menggunakan teknik pengambilan

keputusan-kelompok fuzzy dilakukan oleh Suprihatini dan Marimin (2000);

strategi pengembangan produk agroindustri berbasis salak dengan

menggunakan ME-MCDM dan ISM-Fuzzy dilakukan oleh Satriawan dan Marimin

(2002); strategi pemasaran kosmetika tradisional dengan menggunakan analisa

lingkungan dilakukan oleh Jamaran dkk (2003); strategi pengembangan produk

industri kecil barang jadi karet dengan menggunakan logika fuzzy dilakukan oleh

Haris dan Marimin (2003); strategi peningkatan kualitas teh hitam dengan

menggunakan balanced scorecard dan Quality Function Deployment dilakukan

oleh Marimin dan Karmila (2004).

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengelompokkan industri kecil nata de coco di Kota Bogor .

2. Mendapatkan informasi tentang kebutuhan dan keinginan konsumen

terhadap kualitas produk nata de coco.

3. Menentukan dan menilai faktor-faktor internal dan eksternal yang

berpengaruh terhadap industri nata de coco.

4. Menentukan tingkat kepentingan kelembagaan yang terkait dalam

peningkatan daya saing industri nata de coco.

5. Menyusun strategi dan prioritasnya untuk meningkatkan daya saing industri

(23)

1.3. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada industri nata de coco di Kota Bogor

propinsi Jawa Barat. Perumusan strategi dilakukan pada kelompok perusahaan

yang tergolong kinerja “rendah” dan memiliki target pasar konsumen langsung

(konsumen yang mengkonsumsi nata de coco dalam kemasan). Penetapan

perusahaan yang akan dikaji strategi peningkatan daya saingnya berdasarkan

hasil analisis klaster. Aspek yang dikaji dititikberatkan pada strategi untuk

peningkatan daya saing perusahaan nata de coco, yang meliputi pengelompokan

perusahaan nata de coco, penilaian harapan dan keinginan konsumen terhadap

produk nata de coco, faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi perusahaan

tersebut, kelembagaan yang terkait serta strategi dan prioritasnya.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa :

1. Alat penunjang keputusan kebijakan strategi bersaing bagi pelaku usaha

dalam pengembangan industri nata de coco.

2. Alat bantu bagi pemerintah daerah dan instansi terkait untuk menetapkan

strategi dalam pengembangan industri nata de coco.

3. Kontribusi pemikiran untuk pengembangan ilmu manajemen strategi dan

(24)

I I .TI NJAUAN PUSTAKA

2.1. Nata de Coco

Nata adalah nama yang berasal dari Filipina untuk menyebut

pertumbuhan yang menyerupai gel yang terapung pada permukaan medium

fermentasi cair yang mengandung gula dan asam yang dihasilkan

mikroorganisme Acetobacter xylinum. Nata de coco merupakan makanan

rendah kalori yang cocok untuk penderita diabetes (Astawan dan Astawan,

1991). Nata de coco adalah selulosa bakterial yang mengandung air kurang

lebih 98% dengan tekstur yang agak kenyal (Theodula, 1976).

Menurut Rosario (1982) nata de coco merupakan salah satu produk

industri hasil olahan dari air kelapa. Selain untuk pembuatan nata de coco, air

kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan minuman ringan, jelly,

ragi, alkohol, dekstran, anggur, cuka dan lain-lain. Jumlah air kelapa berlimpah,

karena dalam satu butir kelapa terdapat 200-250 ml air kelapa.

Bahan baku utama pembuatan nata de coco adalah air kelapa.

Pemanfaatan air kelapa untuk pembuatan nata de coco akan mengasilkan 1 kg

nata per liter air kelapa yang digunakan. Air kelapa yang dipakai berasal dari

kelapa tua (green matur). Bahan baku utama nata sebaiknya diambil dari buah

kelapa yang baru dipetik dari pohon atau tidak lebih dari satu minggu disimpan

sebelum digunakan (Warisno, 2004).

Buah kelapa terdiri dari kulit luar, sabut, tempurung, kulit daging (testa),

daging buah, air kelapa dan lembaga. Setiap butir kelapa dalam dan hibrida

mengandung air kelapa masing-masing sebanyak 300 dan 230 ml dengan berat

jenis rata-rata 1,02 dan pH agak asam (5,6). Air kelapa mengandung sedikit

karbohidrat, protein, lemak dan beberapa mineral. Kandungan zat gizi ini

tergantung kepada umur buah. Disamping zat gizi tersebut, air kelapa juga

mengandung berbagai asam amino bebas (http://warintek.progressio.or.id/ttg/

pangan/perkebunan.htm).

Menurut Palungkun (2001), mikroorganisme Acetobacter xylinum akan

membentuk gel pada permukaan larutan yang mengandung gula. Bakteri

Acetobacter xylinum dapat tumbuh dan berkembang membentuk nata akibat adanya kandungan air sebanyak 91,23%, protein 0,29%, lemak 0,15%,

karbohidrat 7,27% serta abu 1,06% di dalam air kelapa. Selain itu terdapat juga

(25)

terdiri dari asam nikotinat 0,01 ug dan asam folat 0,003 ug per ml. Nutrisi-nutrisi

tersebut merangsang pertum buhan Acetobacter xylinum untuk membentuk nata

de coco. Adapun kandungan gizi nata de coco dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Nata de Coco per 100 gram

Zat gizi Kandungan gizi

Kalori 146 kal

Lemak 0.2 persen

Karbohidrat 36.1 mg

Kalsium 12 mg

Fosfor 2 mg

Fe / Zat Besi 0.5 mg

Sumber : Warisno, 2004

Proses pembuatan nata secara umum adalah penyaringan, pencampuran

dengan gula dan ZA (Zwavelzuur Ammonia) atau Amonium sulfur, perebusan,

penempatan dalam wadah fermentasi, pencampuran (dengan starter, cuka),

fermentasi, pemanenan, pembersihan, dan pemotongan (http://www.bi.go.id/

sipuk/siabe

).

Nata tidak hanya dapat dibuat dari air kelapa saja, tetapi dapat

dibuat dari buah-buahan yang lain seperti nanas, lidah buaya, apel dan lain-lain.

Adanya Acetobacter xylinum akan mengubah komponen gula menjadi substansi

yang menyerupai gel dan tumbuh di permukaan media.

Produk nata de coco telah banyak dikenal di masyarakat Indonesia,

sehingga menyebabkan pasar atas produk nata de coco telah merambah

masyarakat yang tinggal di kota-kota besar, maupun kota-kota kecil. Jenis usaha

nata de coco ini memiliki resiko ketidakpastian pasar, dimana produk dari nata de

coco sering tidak terjual, sehingga pada akhirnya dapat mengakibatkan

penumpukan hasil produksi ataupun menurunnya omzet penjualan dari nata de

coco (Adnarmiharja, 2003). Keberadaan pesaing lokal dan masuknya pesaing

dari luar negeri semakin memperketat persaingan dalam pemasaran produk nata

de coco. Untuk dapat memenangkan persaingan ini perlu strategi yang tepat

(Miliyoso, 2003).

2.2. Klaster (Cluster)

Kotler (1998), mendefenisikan klaster industri sebagai kelompok

segmen-segmen industri yang sama-sama memiliki keterkaitan vertikal dan horizontal.

Menurut Porter (1998), klaster adalah suatu kelompok perusahaan-perusahaan

(26)

geografis, yang dikaitkan oleh kebersamaan (commonalities) dan saling

melengkapi (complementories).

Analisis klaster merupakan analisis yang digunakan untuk

mengelompokkan objek-objek berdasarkan kesamaan karakteristik diantara

objek-objek tersebut. Adapun metode yang dapat digunakan untuk melakukan

pengelompokan data dalam analisis klaster (Santoso, 2004) adalah :

a. Metode Hirarki (Hirarchical Method)

Metode ini memulai pengelompokan dengan dua atau lebih objek yang

mempunyai kesamaan paling dekat. Kemudian proses diteruskan ke objek

lain yang mempunyai kedekatan kedua. Demikian seterusnya sehingga

klaster akan membentuk semacam ‘pohon’ dimana ada hirarki (tingkatan)

yang jelas antar objek, dari yang paling mirip sampai yang paling tidak mirip.

Secara logika semua objek pada akhirnya akan membentuk sebuah klaster.

b. Metode Non Hirarki atau Klaster K-Rata-rata (Non Hirarchical Method atau

K-Means Cluster)

Teknik ini memproses semua objek (kasus) secara sekaligus. Proses ini

dimulai dengan penentuan jumlah klaster terlebih dahulu, misalnya

ditentukan akan ada 2 klaster, atau 3 klaster atau angka lainnya. Setelah

jumlah klaster ditentukan, baru proses klaster dilakukan tanpa mengikuti

proses hirarki.

Ukuran kesamaan yang dapat digunakan untuk analisis klaster adalah :

1. Asosiasi atau korelasi antar objek, rumusnya :

2. Kedekatan atau jarak antar objek. Beberapa bentuk kedekatan jarak yang

bisa digunakan adalah :

a. Jarak Euclidean, ada dua metode, yaitu :

Euclidean distance, rumusnya :

(Simamora, 2005)

Dimana : dij = jarak euclidean

vij, vjk = skor responden ke-i dan ke-j pada variabel k (k = 1,2, ..., n)

              −               −             − =

= = = = = = = n i n i i i n i n i i i n i i n i i i n i i

y

y

x

x

y

x

y

x

n n n r 1 2 1 2 1 2 1 2 1 1 1

(

)

=

=

n

k ik jk

ij

v

v

d

1

(27)

Square euclidean distance, rumusnya :

(Simamora, 2005)

Dimana : dij = jarak euclidean

vij, vjk = skor responden ke-i dan ke-j pada variabel k (k = 1,2, ..., n)

atau

(Likas, et al, 2002)

Dimana : E = square euclidean distance

xi= data setiap variabel untuk setiap objek mk = cluster center untuk setiap kelompok

b. Cityblock atau jarak Manhattan adalah jarak berupa jumlah perbedaan absolut antar objek.

(Simamora, 2005)

Dimana : mij = jarak manhattan

vij, vjk = skor responden ke-i dan ke-j pada variabel k (k = 1,2, ..., n)

c. Chebychev antar dua objek adalah perbedaan nilai absolut maksimum pada setiap variabel.

2.3. Kualitas Nata de Coco

Perusahaan dapat mencapai daya saing tinggi jika perusahaan mampu

mendengarkan keinginan dan harapan konsumen dengan cara membuat produk

yang memiliki kualitas yang baik. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)

yang tertuang dalam SNI 01-4317-1996, syarat kualitas nata dalam kemasan

dapat dilihat pada Tabel 2.

(

)

= − = n k jk ik

ij

v

v

d 1

2

(

)

(

)

2

1 1

1

,

...

,

m

I

x

C

x

m

m

E

i k

N

i M

k i k

k

=

∑∑

= =

= − = n k jk ik

ij

x

x

(28)

Tabel 2. Syarat Kualitas Nata dalam Kemasan

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

- Bau - Normal

- Rasa - Normal

- Warna - Normal

- Tekstur - Normal

2 Bahan asing - Tidak boleh ada

3 Bobot tuntas % Min 50

4 Jumlah gula (dihitung sebagai sukrosa) % Min 15

5 Serat makanan % maks 4,5

6 Bahan tambahan makanan

- Pemanis buatan : - sakarin

- siklamat

Tidak boleh ada Tidak boleh ada

- Pewarna tambahan SNI 01-0222-1995

- Pengawet (Na Benzoat) SNI 01-0222-1995

7 Cemaran logam

- Timbal (Pb) mg/kg Maks 1,2

- Tembaga (Cu) mg/kg Maks 2

- Seng (Zn) mg/kg Maks 5

- Timah (Sn) mg/kg Maks 40,0/250,0*

8 Cemaran Arsen (As) Maks 0,1

9 Cemaran mikroba

- Angka lempeng total koloni/g Maks 2,0 x 102

- Coliform APM/g < 3

- Kapang koloni/g Maks 50

- Khamir koloni/g Maks 50

* dikemas dalam kaleng

Menurut ITC (1991) dalam Hubeis (1994), penilaian bahan pangan pada

industri pangan dapat dilakukan berdasarkan :

1. Ciri fisik

Ø Penampilan : warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik

Ø Kinetika : tekstur, kekentalan dan konsistensi

Ø Flavor : sensasi dari kombinasi bau dan cicip

2. Atribut internal

Ø Nilai gizi

Ø Keamanan mikroba

Menurut Wirakartakusumah dan Kadarisman (1995), kualitas pangan

tidak lagi didasarkan pada karakteristik fungsional yang konvesional saja, tetapi

(29)

seperti karakteristik psikologis (sifat-sifat sensasi), shelf life,

kepraktisan/kemudahan (makanan siap saji) dan kecepatan penyajian (fast food),

termasuk karakteristik keamanan pangan (food safety).

2.4. Quality Functional Deployment (QFD)

Quality Function Deployment (QFD) menurut Subagyo (2000) adalah suatu cara untuk meningkatkan kualitas barang atau jasa dengan memahami

kebutuhan konsumen, lalu menghubungkannya dengan ketentuan teknis untuk

menghasilkan barang atau jasa di tiap tahap pembuatan barang atau jasa yang

dihasilkan. Menurut Gaspersz (2001), QFD didefenisikan sebagai suatu proses

atau mekanisme terstruktur untuk menentukan kebutuhan pelanggan dan

menterjemahkan kebutuhan-kebutuhan itu kedalam kebutuhan teknis yang

relevan, di mana masing-masing area fungsional dan tingkat organisasi dapat

mengerti dan bertindak. QFD mencakup juga monitor dan pengendalian yang

tepat dari proses operasional menuju sasaran.

Tahapan penggunaan QFD menurut Subagyo (2000) adalah :

1. Mengidentifikasi kemauan pelanggan. Dalam hal ini, pelanggan atau

konsumen ditanya mengenai sifat yang diinginkan dari suatu produk.

2. Mempelajari ketentuan teknis dalam menghasilkan barang atau jasa. Hal ini

didasarkan data yang tersedia, aktivitas dan sasaran yang digunakan dalam

menghasilkan barang atau jasa, dalam rangka menentukan kualitas

pemenuhan kebutuhan pelanggan.

3. Hubungan antara keinginan pelanggan dengan ketentuan teknis. Hubungan

ini dapat berpengaruh kuat, sedang atau lemah. Setiap aspek dari konsumen

diberi bobot, untuk membedakan pengaruhnya terhadap kualitas produk.

4. Perbandingan kinerja pelayanan. Tahap ini membandingkan kinerja

perusahaan dengan pesaing. Nilai yang digunakan untuk kinerja terbaik nilai

5 dan yang terburuk nilai 1.

5. Evaluasi pelanggan untuk membandingkan pendapat pelanggan tentang

kualitas produk yang dihasilkan oleh perusahaan dengan produk pesaing.

Nilai yang digunakan antara 1 sampai 5, kemudian dibuat rasio antara target

degan kualitas setiap kategori.

(30)

Matriks House of Quality (HOQ) atau rumah kualitas adalah bentuk yang

paling dikenal dari QFD. Matriks ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian

horizontal dari matriks berisi informasi yang berhubungan dengan konsumen dan

disebut dengan tabel konsumen (customer table), bagian vertikal dari matriks

berisi informasi teknis sebagai respon bagi input konsumen dan disebut tabel

teknis (technical table) (Gaspersz, 2001).

3.

Karakteristik teknis (Ketentuan proses)

1.

Harapan konsumen (Prioritas harapan

konsumen)

5. Matriks interaksi

(Hubungan antara karakteristik teknis dengan harapan konsumen )

2. Analisis persaingan (Perencanaan strategi) 4.

Target teknis

(Matriks kualitas, persaingan, target nilai, biaya dll)

Gambar 1. Rumah Kualitas atau House of Quality (Cox, 1992)

2.5. Lingkungan Perusahaan

Perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang dapat mengenali dan

memberi interaksi secara menguntungkan terhadap kebutuhan, kecenderungan

yang belum terpenuhi dalam lingkungan (Kotler, 2000). Lingkungan perusahaan

dibagi menjadi dua yaitu lingkungan internal dan lingkungan eksternal.

2.5.1. Lingkungan Internal

Lingkungan internal adalah suatu kondisi yang berada di dalam

perusahaan dimana perusahaan mempunyai pengaruh terhadapnya (controlable)

(Wahyudi, 1996). Lingkungan internal perusahaan menggambarkan kuantitas

dan kualitas sumberdaya manusia, fisik, finansial perusahaan dan juga dapat

memperkirakan kelemahan (weakness) dan kekuatan (strength) struktur

organisasi maupun manajemen perusahaan (Pearce dan Robinson, 1997).

(31)

Faktor-faktor internal yang dapat dianalisis menurut Pearce dan Robinson

(1997) adalah :

1. Pemasaran

Menganalisis kekuatan dan kelemahan dari kegiatan pemasaran, termasuk

pangsa pasar, pelayanan purna jual, kepemilikan informasi pasar, strategi

penetapan harga dan loyalitas terhadap merek.

2. Keuangan dan Akunting

Faktor keuangan yang diperhitungkan terdiri dari kemampuan perusahaan

untuk mendapatkan modal jangka pendek dan jangka panjang, hubungan

dengan pemilik, investor dan pemegang saham, biaya masuk industri dan

hambatan masuk, harga jual produk, efisiensi dan efektivitas sistem akunting

biaya, anggaran dan perencanaan laba.

3. Kegiatan Produksi dan Operasi

Kegiatan produksi-operasi perusahaan dapat dilihat dari efisiensi, efektivitas

dan produktivitas. Berdasarkan ketiga hal tersebut faktor-faktor yang perlu

diperhatikan adalah biaya dan ketersediaan bahan baku, hubungan dengan

pemasok, sistem pengendalian persediaan, lokasi fasilitas, pemanfaatan

teknologi, pengendalian kualitas, riset dan pengembangan.

4. Sumber Daya Manusia

Faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kemampuan sumber

daya manusia adalah keterampilan dan modal kerja karyawan, efektivitas

insentif yang digunakan untuk memotivasi prestasi, tingkat keluar masuk dan

kemangkiran karyawan.

5. Sistem Informasi

Menganalisis ketepatan waktu dan akurasi informasi tentang penjualan,

relevansi informasi untuk keputusan-keputusan taktis, informasi untuk

memanajemen masalah kualitas dan kemampuan karyawan untuk

menggunakan informasi yang tersedia.

2.5.2. Lingkungan Eksternal

Lingkungan eksternal adalah suatu kondisi yang berada di luar

perusahaan dimana perusahaan tidak mempunyai pengaruh sama sekali

terhadapnya (uncontrolable) sehingga perubahan-perubahan yang terjadi pada

lingkungan ini akan mempengaruhi kinerja perusahaan dalam industri tersebut

(32)

perusahaan dapat dibedakan menjadi lingkungan jauh (kondisi eksternal makro),

lingkungan industri (kondisi eksternal mikro) dan lingkungan operasional.

2.5.2.1. Lingkungan Jauh

Lingkungan jauh (remote) terdiri dari sekumpulan kekuatan yang timbul

dan berada di luar jangkauan perusahaan dan terlepas dari situasi operasional

perusahaan, dalam arti perusahaan tidak mampu mempengaruhi tetapi kegiatan

perusahaan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada di lingkungan jauh

tersebut (Pearce dan Robinson, 1997). Faktor-faktor yang termasuk dalam

lingkungan jauh tersebut adalah :

1. Faktor ekonomi

Faktor ekonomi berkaitan dengan sifat dan arah sistem ekonomi tempat

suatu perusahaan beroperasi. Faktor ekonomi yang perlu diperhatikan

adalah ketersediaan kredit secara umum, tingkat penghasilan yang

dibelanjakan (disposible income) serta kecenderungan belanja masyarakat

(propensity to spend), suku bunga primer, laju inflasi serta kecenderungan pertumbuhan PNB.

2. Faktor sosial budaya

Faktor sosial yang mempengaruhi suatu perusahaan adalah kepercayaan,

nilai, sikap dan gaya hidup di lingkungan eksternal perusahaan, yang

berkembang dari pengaruh kultural, ekologi, demografi, agama, pendidikan

dan etnik.

3. Faktor politik

Tindakan politik yang dirancang untuk melindungi dan memberikan manfaat

bagi perusahaan meliputi undang-undang paten, subsidi pemerintah dan

hibah dana riset produk. Sedangkan kendala politik dikenakan atas

perusahaan melalui keputusan tentang perdagangan yang adil, program

perpajakan, ketentuan upah minimum, kebijakan tentang polusi dan

penetapan harga, undang-undang perlindungan pekerja, konsumen dan

lingkungan.

4. Faktor teknologi

Untuk menghindari keusangan dan mendorong inovasi, perusahaan harus

mewas padai perubahan teknologi yang mungkin mempengaruhi industrinya.

Adaptasi teknologi yang kreatif dapat membuka kemungkinan terciptanya

produk baru, penyempurnaan produk yang sudah ada atau penyempurnaan

(33)

5. Faktor ekologi

Faktor ekologi berkaitan dengan ketersediaan bahan mentah untuk proses

produksi dan kualitas lingkungan hidup manusia.

2.5.2.2. Lingkungan Industri

Lingkungan industri terdiri atas tiga sektor, yaitu pesaing, pelanggan dan

pemasok. Sektor pelanggan meliputi identifikasi pembeli, faktor demografi dan

lokasi geografi pasar. Sektor pemasok berkaitan dengan modal, tenaga kerja,

bahan dan sebagainya yang diberikan oleh pemasok pada suatu perusahaan.

Perencana strategis harus meneliti biaya dan tersedianya semua faktor produksi

yang digunakan dalam perusahaan. Sektor pesaing berkaitan dengan keadaan

pasar yang dihadapi perusahaan (Jauch dan Glueck, 1995).

Menurut Porter (1995), kekuatan bersaing pada lingkungan industri

bergantung pada lima faktor yaitu ancaman masuknya pendatang baru, ancaman

terhadap produk substitusi, kekuatan tawar menawar pemasok, kekuatan tawar

menawar pembeli dan intensitas persaingan dalam industri.

2.5.2.3. Lingkungan Operasional

Lingkungan operasional terdiri dari faktor-faktor dalam situasi persaingan

yang mempengaruhi keberhasilan suatu perusahaan dalam mendapatkan

sumber daya yang dibutuhkan atau dalam memasarkan produk dan jasanya

secara menguntungkan. Lingkungan operasional lebih dapat dipengaruhi atau

dikendalikan perusahaan ketimbang lingkungan jauh. Komponen utama dari

lingkungan ini adalah kreditor, tenaga kerja dan lingkungan industri (pesaing,

pelanggan dan pemasok) (Pearce dan Robinson,1997).

Kunci bagi kelangsungan hidup perusahaan adalah kemampuan

perusahaan untuk melakukan perubahan diri ketika lingkungan berubah dan

menuntut perilaku yang baru. Perusahaan yang mampu menyesuaikan diri,

mengikuti terus perubahan lingkungan serta melakukan perubahan melalui

perencanaan ke masa depan dan akan mempertahankan strategi yang ada

sesuai dengan perubahan lingkungan (Kotler, 2000).

2.6. Strategi Bersaing

Jauch dan Glueck (1995), menyebutkan bahwa strategi adalah rencana

yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategis

perusahaan dengan tantangan lingkungan dan yang dirancang untuk

(34)

yang tepat oleh perusahaan. Strategi adalah sarana yang digunakan untuk

mencapai tujuan akhir (sasaran). Sedangkan Steiner dan Miner (1977)

menyatakan strategi adalah respon secara terus menerus maupun adaptif

terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan dan kelemahan internal

yang dapat mempengaruhi organisasi.

Menurut Porter (1995) strategi adalah alat yang paling penting untuk

mencapai keunggulan bersaing. Suatu perusahaan dapat mengembangkan

strategi untuk mengatasi ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada.

Menurut Rangkuti (1999) proses analisis, perumusan dan evaluasi strategi

disebut sebagai perencanaan strategis. Tujuan utama perencanaan strategis

adalah agar organisasi atau perusahaan dapat mengantisipasi perubahan

lingkungan eksternal.

Wahyudi (1996) menyatakan bahwa strategi adalah suatu alat untuk

mencapai tujuan perusahaan. Strategi memiliki sifat antara lain : menyatu

(unified), yaitu menyatukan seluruh bagian-bagian dalam perusahaan;

menyeluruh (comprehensive), yaitu mencakup seluruh aspek dalam perusahaan;

integral (integrated), yaitu seluruh strategi akan cocok/sesuai dari seluruh

tingkatan (corporate, business dan functional).

Pokok perumusan strategi bersaing adalah menghubungkan perusahaan

dengan lingkungannya. Walaupun lingkungan yang relevan sangat luas, meliputi

kekuatan-kekuatan sosial sebagaimana juga kekuatan-kekuatan ekonomi, aspek

utama dari lingkungan perusahaan adalah industri-industri dimana perusahaan

tersebut bersaing (Porter, 1995).

Perumusan strategi sangat diperlukan oleh perusahaan untuk mencapai

tujuan sehingga membentuk industri yang berdaya saing. Agar strategi yang

dijalankan tepat, maka perusahaan harus mengetahui faktor internal dan

eksternalnya sehingga kombinasi strategi yang digunakan tepat dengan posisi

perusahaan saat ini (Marimin, 2004).

2.7. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE)

Matriks evaluasi faktor internal (Internal Factor Evaluation/IFE) digunakan

untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan

dan kelemahan yang dianggap penting. Sedangkan matriks evaluasi faktor

eksternal (External Factor Evaluation/EFE) digunakan untuk mengevaluasi

(35)

Matriks IFE dan EFE merupakan salah satu teknik perumusan strategi yang penting dan merupakan langkah pertama dari kerangka kerja perumusan

yang disebut tahap input, yaitu tahap meringkas informasi dasar yang diperlukan

untuk merumuskan strategi. Matriks ini beserta pernyataan misi yang jelas

menyediakan informasi dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi

bersaing secara sukses dengan syarat alat ini harus disertai dengan penilaian

intuitif yang baik (David,1998).

2.8. Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats)

Hal terpenting dalam perumusan strategi yang baik adalah bahwa strategi

yang dibuat harus berpijak pada situasi riil di lingkungan eksternal dan internal

perusahaaan Untuk melakukan hal ini dapat digunakan alat bantu berupa

matriks SWOT. Analisa SWOT merupakan salah satu alat analisis kualitatif yang

digunakan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman dalam melakukan suatu

kegiatan dengan mengacu pada kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh

perusahaan (Pearce dan Robinson, 1997).

Menurut Marimin (2004), tahapan analisa SWOT adalah :

1. Tahap pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal.

Tahapan ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi

kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi perusahaan yang

dilakukan dengan wawancara terhadap ahli dari perusahaan yang

bersangkutan ataupun analisis secara kuantitatif misalkan neraca, laba rugi

dan lain-lain.

2. Tahap analisis yaitu pembuatan matriks internal eksternal (matriks IE) dan

matriks SWOT.

Matriks IE merupakan hasil dari penggabungan matriks IFE dan matriks EFE.

Matriks IFE dan EFE akan memberikan gambaran tentang posisi

perusahaan. Matriks SWOT dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategis

perusahaan. Matriks ini dapat memberikan gambaran secara jelas

bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat

disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan.

3. Tahap pengambilan keputusan

Tahap pengambilan keputusan dalam matriks SWOT merujuk pada matriks

internal eksternal yang menghasilkan posisi perusahaan. Strategi yang

dirumuskan merujuk pada kuadran dari perusahaan yang bersangkutan

(36)

Menurut David (1998), matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang

penting dan membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi, dimana

matriks ini dapat mengembangkan secara jelas bagaimana peluang dan

ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan

kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Keempat strategi tersebut adalah :

1. Strategi S-O, strategi ini menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk

meraih peluang-peluang yang ada di luar perusahaan.

2. Strategi W-O, strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan

internal perusahaan dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal.

3. Strategi S-T, strategi ini berusaha untuk menghindari atau mengurangi

dampak dari ancaman-ancaman eksternal dengan menggunakan kekuatan

yang dimilikinya.

4. Strategi W-T, strategi ini merupakan suatu cara untuk bertahan dengan

mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman.

Strategi yang dirumuskan dari matriks SWOT merupakan bentuk

keputusan kompleks dalam organisasi yang dibuat oleh sekelompok manusia.

Dengan meningkatnya kekompleksan dari pembuat keputusan organisasi,

meningkat pula keperluan untuk mengadakan pertemuan dan bekerja dalam

kelompok. Hal ini menyebabkan ketidakefisienan waktu. Untuk mengatasi

masalah tersebut, sistem penunjang keputusan kelompok merupakan sarana

penunjang yang tepat.

2.9. Konsep Fuzzy

Sistem fuzzy merupakan penduga numerik yang terstruktur dan dinamik.

Sistem ini mempunyai kemampuan untuk mengembangkan sistem intelijen

dalam lingkungan yang tidak pasti dan tidak tepat. Sistem ini menduga suatu

fungsi dengan logika fuzzy. Logika fuzzy sering menggunakan informasi

linguistik dan verbal (Marimin, 2002). Variabel linguistik adalah ketika konsep

linguistic fuzzy number direpresentasikan seperti sangat kecil, menengah, besar

dan sebagainya (Yudhistira, 2000).

Gugus fuzzy merupakan pengembangan dari struktur biasa.

Representasi abstrak dari anak gugus fuzzy dari sebuah gugus universal X

(37)

Gambar 2. Anak Gugus Fuzzy (Marimin, 2002)

Bingkai persegi panjang mempresentasikan gugus universal X dan

lingkaran yang terputus-putus menggambarkan batas ambiguous dari elemen

yang terdapat di dalam atau di luar X, sedangkan A adalah gugus fuzzy dalam X.

Teori gugus fuzzy mendefinisikan derajat dimana elemen X berada (tercakup)

didalam gugus fuzzy A. Fungsi yang memberikan derajat terhadap sebuah

elemen mengenai keberadaannya dalam sebuah gugus disebut fungsi

keanggotaan. Salah satu bentuk fungsi keanggotaan adalah Triangular Fuzzy

Number (TFN) (Marimin, 2002) . µA (x)

a1 a2 a3

Gambar 3. Triangular Fuzzy Number (TFN) A= ( a1, a2, a3)

Fungsi keanggotaan dari gambar di atas adalah sebagai berikut :

µA (x) = 0, x < a1

a

x

a

a

a

a

x

2 1 1 2 1 , ≤ ≤ − − =

a

x

a

a

a

x

a

3 2 2 3 3 , ≤ ≤ − − =

a

x

3 ,

0

> =

Pemrosesan bilangan fuzzy pada representasi selang (Marimin, 2002) adalah :

• Penjumlahan : [a1,a3] (+) [b1,b3] = [a1 + b1, a3 + b3]

• Pengurangan : [a1,a3] (-) [b1,b3] = [a1 - b1, a3 - b3]

• Perkalian : [a1,a3] (.) [b1,b3] = [a1 . b1 , a3 . b3]

a1 a3

• Pembagian : [a1,a3] (÷) [b1,b3] = , b3 b1

A

x

(38)

2.10. Konsep AHP

Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks

yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta

menata dalam suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi

nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif

dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut

kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas

tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin,

2004).

Ide dasar prinsip kerja AHP adalah :

1. Penyususan struktur hirarki

Persoalan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu

kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hirarki.

2. Penilaian kriteria dan alternatif

Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut

Saaty (1993), untuk berbagai persoalan skala 1 sampai 9 adalah skala

terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat

kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan

Identitas

Kepentingan Defenisi Nilai 1 Kedua elemen sama penting

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting (kebalikannya 1/3) 5 Elemen yang satu esensial atau sangat penting

(kebalikannya bernilai 1/5)

7 Satu elemen jelas lebih penting (kebalikannya 1/7) 9 Satu elemen mutlak lebih penting (kebalikannya 1/9)

2,4, 6,8 Nilai-nilai antara dua pertimbangan yang berdekatan (kebalikannya 1/2, 1/4, 1/6, 1/8)

Sumber : Saaty, 1993

3. Penentuan prioritas.

Untuk setiap kriteria dan alternative, perlu dilakukan perbandingan

berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif

kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif.

Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai

(39)

prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau

melalui penyelesaian persamaan matematik.

4. Konsistensi logis.

Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara

konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.

Untuk menentukan bobot atau prioritas dengan jalan menentukan nilai

eigen (eigenvalue), dapat diselesaikan melalui dua cara, yaitu :

1. Penyelesaian dengan manipulasi matriks

Prosedur untuk mendapatkan nilai eigen adalah :

a. Kuadratkan matriks tersebut.

b. Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi.

c. Hentikan proses ini, bila perbedaan antara jumlah dari dua perhitungan

berturut-turut lebih kecil dari suatu nilai batas tertentu.

2. Penyelesaian dengan persamaan matematik

Langkah-langkah untuk menentukan besarnya bobot adalah :

a. Langkah 1 :

) ,.... 2 , 1 ,

(i j n j

i

w

a

w

= ij =

wi

= bobot input dalam baris

wj

= bobot input dalam lajur

b. Langkah 2:

) ,.... 2 , 1 ,

(i j n

w

a

w

i = ij j =

Untuk kasus-kasus umum mempunyai bentuk :

(

)

= = = n j j ij

i i n

n

a

w

w

1 ,... 2 , 1 1

w

i = rataan dari

a

i1

w

1

,…, a

in

w

n

c. Langkah 3:

Bila perkiraan aij baik akan cenderung untuk dekat dengan nisbah

wi /wj

.

Jika n juga berubah maka n diubah menjadi

?

maks sehingga diperoleh :

(i n)

maks

a

w

w

j

n

j ij

i 1,2,...,

1 1 = =

= λ Pengolahan Horizontal

Pengolahan horizontal dilakukan untuk menyusun prioritas elemen

keputusan setiap tingkat hierarki keputusan. Tahapannya menurut Saaty (1983)

(40)

a. Perkalian baris (

z

) dengan rumus

n

i

a

Z

ij

j

π

=

1

=

b. Perhitungan vektor prioritas

eVPi =

= =

=

n i ij n j n ij

a

a

n

j

1 1

1

π

π

eVPi adalah elemen vektor prioritas ke-i

c. Perhitungan nilai eigen maksimum

VA =

a

ij X VP dengan VA = (Vai)

VB = VP / VA dengan VB = (Vbi)

?

max =

= n i ij

a

n 1 1

VA = VB = Vektor antara

Vbiuntuk i = 1, 2, ..., n

d. Perhitungan indeks konsistensi (CI)

1 max − − = n n CI

λ

Pengolahan Vertikal

Pengolahan ini digunakan untuk menyusun prioritas setiap elemen dalam

hierarki terhadap sasaran utama.

NPpq =

=

s

t1

NPH pq (t, q-1) NPTt(q-1)

NPpq = nilai prioritas pengaruh elemen ke-p pada tingkat ke-q

terhadap sasaran utama

p = 1, 2, ..., r

T = 1, 2, ..., r

NPH pq = nilai prioritas elemen ke-p pada tingkat ke-q

(41)

Perhitungan Consistency Ratio (CR) RI CI CR=

)

1

(

)

(

=

n

n

p

CI

Dimana : CI = konsistensi indeks

RI = indeks random yang didapat dari tabel Oarkridge

p = nilai rata-rata consistency vector

n = banyaknya alternatif atau kriteria

Tabel 4. Nilai Indeks Random (RI)

Ukuran Matriks

Indeks Random (RI)

Ukuran Matriks

Indeks Random (RI)

1 0,00 8 1,41

2 0,00 9 1,45

3 0,58 10 1,49

4 0,90 11 1,51

5 1,12 12 1,48

6 1,24 13 1,56

7 1,32

Penggabungan pendapat responden

Pada dasarnya AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu

responden ahli. Namun demikian dalam aplikasinya penilaian kriteria dan

alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multi disipliner. Konsekuensinya pendapat

beberapa ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu persatu. Pendapat yang

konsisten tersebut digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometrik

(Marimin, 2004).

n

i n

G

x

X

=

π

Dimana : XG = rata-rata geometrik

n = jumlah responden

xi = penilaian oleh responden ke- i

2.11. Konsep Fuzzy AHP

Metode fuzzy AHP adalah suatu metode yang dikembangkan dari metode

AHP dengan menggunakan konsep fuzzy pada beberapa bagian seperti dalam

hal penilaian sekumpulan alternatif dan kriteria. Menurut Kastaman (1999)

(42)

pengambil keputusan tidak dipaksa untuk melakukan penilaian diskrit (angka)

tetapi hanya menggunakan intuitif mereka melalui bilangan linguistik. Pada

umumnya pengembangan metode fuzzy AHP melalui empat tahapan (Yudhistira,

2000), yaitu :

1. Skoring alternatif dan kriteria

Skoring yang dilakukan oleh pengambil keputusan dalam bentuk variabel

linguistik seperti sangat jelek, agak jelek, sedang, baik dan sangat baik.

Penentuan nilai fuzzy untuk setiap alternatif dalam bentuk TFN akan

diperoleh tiga fungsi keanggotaan (under optimistic, most likely dan pesimistic

condition). TFN dikembangkan dengan menentukan nilai dari fungsi

keanggotaan pesimistic sebagai a, nilai dari fungsi keanggotaan most likely

sebagai b dan nilai dari fungsi keanggotaan optimistic sebagai c.

Menurut Kastaman (1999) fuzzyfikasi pada metode fuzzy AHP adalah proses

pengubahan nilai selang rating (berupa batas nilai) yang diberikan oleh

penilai menjadi selang dalam bentuk bilangan fuzzy dengan maksud untuk

menghilangkan ketidakkonsistenan nilai yang disebabkan selang rating dan

bias setiap penilai.

2. Defuzzifikasi skor fuzzy

Defuzzyfikasi dilakukan untuk menentukan satu nilai dari skor fuzzy.

Menurut Marimin (2000), defuzzyfikasi merupakan suatu proses pengubahan

output fuzzy ke output yang bernilai tunggal (crisp). Terdapat banyak metode

defuzzyfikasi, namun yang banyak digunakan adalah metode centroid dan

maksimum. Di dalam metode centroid, nilai tunggal dari variabel output

dihitung dengan menemukan nilai variabel dari center of gravity suatu

keanggotaan untuk nilai fuzzy. Sedangkan di dalam

Gambar

Tabel 2.  Syarat Kualitas Nata dalam Kemasan
Gambar 1. Rumah Kualitas atau House of Quality (Cox, 1992)
Gambar 4.  Diagram Alir Konsep Penelitian.
Gambar 5.  Rumah Kualitas Perusahaan A
+7

Referensi

Dokumen terkait

Opsi produksi bersih untuk penanganan limbah yang dapat dilakukan oleh industri. nata de coco di Kota Padang, yaitu pembuatan pupuk, pembuatan jelly drink

Home Industri Nata De Coco “QUEEN” dan Home Industri Nata De Coco “LARIS“ menjadi/ sebagai mitra dari program IbM ini, yang mana akan mengikutsertakan 12 ( lima

Tujuan dari kegiatan penerapan produksi bersih pada industri minuman ringan nata de coco adalah: memperkenalkan konsep produksi bersih pada industri kecil minuman

Limbah yang dihasilkan dari aktivitas industri nata de coco sulit dihindari, sebaiknya mempunyai sarana penanganan limbah, terutama untuk limbah air yang digunakan dalam proses

Kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pemasaran agroindustri nata de coco di Kota Medan. Faktor – Faktor

yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode SWOT. Hasil penelitian diperoleh: 1) Kekuatan agroindustri dalam pemasaran nata de.. coco di daerah penelitian adalah

Hubungan kimia insdustri dengan aplikasi ilmu biologinya adalah pembuatan nata de coco memerlukan mikroba dalam proses fermentasi gula yaitu bakteri asam asetat

Pada kegiatan ini dilakukan pendampingan dalam praktek proses pembuatan nata de coco, mulai dari proses pemasakan, pencampuran bahan, cara fermentasi media nata de