• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisasi yang baik adalah yang memiliki tujuan (goals) jelas berdasarkan visi–misi yang disepakati oleh para pendirinya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut dibutuhkan cara untuk mencapainya, yang lazim disebut sebagai strategis. Disusun rencana (plan), seperangkat kebijakan (policies), tahap–tahap pencapaian, organisasi dan personalia yang mengisinya, anggaran dan program aksi.

Perencanaan dapat membantu kita melakukan evaluasi secara berkala untuk menjamin tercapainya tujuan, sekalipun di dalam perjalanannya mengalami beragam kendala dan hambatan. Mungkin dalam proses pencapaian tujuan, perjalanan kita tak mulus namun akan bisa tetap sampai ke tujuan walaupun harus melewati jalan berliku.

Setiap organisasi sudah barang tentu memiliki perencanaan. Perbedaan perencanaan terletak pada besar dan kompleksitas organisasi, lingkup, maupun variabel–variabel yang digunakan. Tiap–tiap organisasi mengenal istilah perencanaan strategik. Pengertian strategik di sini lebih menekankan pada upaya mencapai tujuan secara efektif dan efisien berdasarkan sumber daya yang dimiliki. Perencanaan strategik membantu perusahaan untuk maju dan berkembang di tengah persaingan usaha yang semakin tajam.

Sejarah lembaga–lembaga non pemerintah dan atau lembaga– lembaga nirlaba di berbagai negara maupun di Indonesia telah membuktikan pentingnya perencanaan strategik. Banyak sekali lembaga nirlaba yang sudah rontok karena mengalami disorientasi segera setelah lingkungan eksternalnya berubah drastis. Sebaliknya, ada lembaga nirlaba yang mampu bertahan di segala cuaca dengan reputasi yang baik karena bisa dijelaskan dengan keberadaan perencanaan. (Faisal Basri, 2013: xvi–xvii)

Penerapan perencanaan strategik yang diiringi oleh prinsip transparansi dan akuntabilitas akan membuat lembaga–lembaga nirlaba dipercaya oleh khalayak dan masyarakat. Bahkan penerapan strategik menjadi penopang utama yang didirikan dengan tujuan untuk mengabdi bagi kepentingan rakyat banyak. Dengan demikian perencanaan strategis bagi lembaga nirlaba maupun non nirlaba mempunyai fungsi dan peran penting.

Kongregasi Suster Misi Fransiskan Santo Antonius (selanjutnya di singkat: Kongregasi SMFA) adalah salah satu organisasai/lembaga katolik yang nirlaba yang mengabdi masyarakat. Dimensi pengabdiannya dapat dilihat berdasarkan visi–misi Kongregasi SMFA yang tertuang dalam Garis Besar Haluan SMFA–Pontianak. Semangat hidup Pendiri, Gerardus van Schijndel menjadi dasar untuk melaksanakan seluruh karya dan pelayanan yang dirikan di Boerdonk Negeri Belanda pada tanggal 17 Februari 1913. Untuk mewujudkan visi Kongregasi SMFA disusunlah rencana strategis (plan) dan kebijakan (policies) untuk pergi ke tanah misi pada zaman itu.

Kongregasi SMFA berpedoman pada Anggaran Dasar Ordo Ketiga Reguler Santo Fransiskus Asisi. Dalam praktek penghayatan spiritualitas Fransiskan unsur–unsur keutamaan yakni: doa, persaudaraan, kemiskinan dan pelayanan. Hal ini tampak dalam sikap hidup sehari–hari, dalam hal gaya hidup, pilihan tempat karya, pilihan bidang karya, gaya pelayanan dan pilihan membuka tempat karya baru. Pastor Pendiri bercita–cita agar para suster hidup dan berpihak kepada kaum kecil dan tertindas. Hidup solider dengan masyarakat biasa, bersikap sederhana dan bersahaja. Dua keprihatinan ini menjadi karisma suster SMFA sebagai “Suster Misi” dan “Suster Rakyat”. (Suster rakyat=Volk zisters dalam bahasa Belanda dan sisters of the common people dalam bahasa Inggris, dokumen Kongregasi SMFA Mandiri 2008)

Karisma yang diwariskan oleh Pastor Pendiri sebagai “Suster Rakyat” (Suster Rakyat=Volk zisters dalam bahasa Belanda) yang bersemangat misioner memprioritaskan karya di daerah miskin dan berusaha “menangani masalah yang timbul” dan berjuang bersama mereka untuk mendobrak mentalitas ketergantungan. Pastor Pendiri menghendaki Kongregasi SMFA untuk berkarya di segala bidang, yakni pelayanan yang berpihak pada orang yang miskin, sakit, cacat, kesepian, tersisih dan tertindas dalam masyarakat dan Gereja. Kongregasi SMFA berusaha memberdayakan mereka demi meningkatkan taraf hidup mereka baik rohani maupun jasmani. (Konstitusi SMFA, 2008:93–94). Karisma dan semangat ini diwujudkan oleh Kongregasi SMFA dalam karya pendidikan dan pelayanan pastoral.

Empat suster pertama yang diutus yakni Suster Gerarda Willems, Suster Dominica Morskate, Suster Dolorata Brouwer dan Suster Josephina Kogelman, berangkat dari Asten Belanda tanggal 23 Februari 1931 menuju Indonesia dan terus berlayar menuju Borneo, (Borneo=Kalimantan) dan tanggal 30 Maret tiba di pelabuhan Pontianak. Para suster pionir pertama ini mulai bekerja di bagian terpencil Kalimantan Barat yang paling ujung, yang berbatas dengan Serawak, yaitu Benua Martinus (Benua=kampung dalam bahasa Dayak Embaloh) tepat tanggal 25 April 1931.

Karya utama mereka pada waktu itu adalah pelayanan di bidang kesehatan dengan membuka rumah sakit dan pendidikan, khususnya putri– putri Dayak. Mereka mendidik kaum putri untuk menulis, membaca, menyanyi, memasak, menjahit, berhitung, mengajar agama, bekerja di kebun dan kunjungan keluarga. Setiap rumah milik Kongregasi SMFA, sejak saat itu selalu ada asrama putri untuk membina putri–putri dari pedalaman untuk memperoleh kesempatan belajar yang baik dengan dibekali pengetahuan dan keterampilan, baik formal maupun non formal menuju pribadi yang terampil, peka, kreatif, bertanggung jawab dan mandiri berdasarkan iman Kristiani serta meletakkan dasar pendidikan bagi kaum perempuan.

Jika di Benua Martinus yang menjadi sasaran pelayanan para suster SMFA adalah putri–putri Dayak, maka pada tahun 1932 menangani pelayanan kesehatan pada rumah sakit milik Pemerintah Hindia Belanda di Sintang. Suster SMFA melayani masyarakat umum, Belanda, Cina, Dayak dan Melayu. Jadi, para suster SMFA bekerja dibidang kesehatan milik Hindia Belanda.

Ketika Indonesia merdeka, semua rumah sakit milik Hindia Belanda menjadi milik Indonesia tetapi para suster SMFA tetap bekerja. Pada tahun 1969, Rumah Sakit Umum Sintang yang oleh Pemerintah Hindia dipercayakan kepada para suster SMFA dikembalikan kepada Pemerintah Daerah setempat. Pada tahun 1974, Rumah Sakit Umum Putussibau dan Pinoh juga dikembalikan kepada Pemerintah Daerah setempat. Para suster SMFA, bekerja di rumah sakit yang hanya milik Misi, seperti di Benua Martinus dan Sejiram. Namun karya Kongregasi SMFA tetap dijalankan, asrama, kesehatan, karya pendidikan dan pelayanan pastoral.

Dalam implementasi karisma dan semangat “Suster Rakyat”, menjadi pilihan, yang tampak pada karya maupun kehadiran yang tidak mencolok di mata dunia. Kongregasi SMFA hadir di daerah yang belum terjangkau pelayanan Imam (Pastor). Pelayanan mewartakan injil, diwujudkan dalam program bina iman dan pelayanan Sabda Tuhan pada Gereja lokal, masyarakat miskin dan terpencil. Pada tahun 1993, Kongregasi SMFA hadir di Emparu/SP I (Satuan Pemukiman Transmigrasi) dan memulai pelayanan pastoral di Paroki Santo Petrus Dedai, Keuskupan Sintang. Pelayanan Kongregasi SMFA menjawab kebutuhan aktual masyarakat adalah kunjungan umat dengan berjalan kaki ke kampung–kampung, kunjungan keluarga, mengajar calon baptis, membina anak–anak persiapan komuni pertama, mengajar sekolah minggu/bina iman anak, memimpin Ibadat Sabda pada hari minggu dan hari raya serta doa keluarga. Pendampingan umat dimulai dengan 8 wilayah dan saat ini melayani 12 wilayah.

Karya pendidikan milik Kongregasi SMFA pertama yaitu Sekolah SMK Pariwisata Kartini dengan jurusan Boga dan Busana. Semula bernama Sekolah Menengah Kesejahteraan Keluarga (SMKK) pada 1 Januari 1978. Pada Juli 1996 menjadi Sekolah Menengah Kejuruan Pariwisata (SMK Pariwisata) Kartini karena aturan kurikulum. Tujuan didirikan sekolah ini, untuk mendidik kaum perempuan agar siap menjadi ibu rumah tangga yang baik. Hal ini berawal dari pengalaman Kursus Rumah Tangga (KRT) untuk putri–putri yang tidak sekolah atau putus sekolah.

Karya pendidikan milik Kongregasi SMFA kedua yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Pada tahun 2004 di Sintang dan tahun 2005 di Pontianak. Salah satu wujud karisma Kongregasi SMFA, mengambil bagian pada pendidikan usia dini. Sedangkan PAUD Santa Angela Sosok dan PAUD Taman Seminari Santo Fransiskus Assisi Entikong mengelola milik Keuskupan Sanggau dan sebagai pengelola penuh.

Saat ini, Kongregasi SMFA memiliki tiga kategori karya. Pertama karya milik Kongregasi SMFA; Pendidikan SMK Kartini (1978), PAUD Santo Antonius Sintang (2004), PAUD Kartini Pontianak (2005), asrama putri Sri Melati Putussibau (1939), asrama putri Kartini Sintang (1950) dan asrama putri Dharmawati (1967). Kedua, karya yang dikelola oleh Kongregasi SMFA; PAUD/TK Santa Angela Sosok (1996), PAUD Taman Seminari Santo Fransiskus Assisi Entikong (2013), Asrama Santa Teresa Entikong (2013). Ketiga, lintas karya tempat suster SMFA bekerja sebagai tenaga kerja pada; TK dan SMA Karya Budi Putussibau, pastoral lapangan dan rumah retret,

asrama putri Desa Remaja Sanggau, Keuskupan Sintang, Keuskupan Sanggau dan Keuskupan Agung Pontianak.

Sejak awal kongregasi sampai sekarang penulisan sejarah lokal Gereja Katolik dalam hal ini Kongregasi Suster Misi Fransiskan Santo Antonius (SMFA) di Indonesia belum ada yang menulis menjadi sebuah buku sejarah Kongregasi SMFA. Perkembangan karya Kongregasi SMFA dari waktu ke waktu luput dari perhatian. Yang ada, hanyalah catatan sejarah yang di tulis oleh Suster Therese van Rienen yang mengisahkan situasi awal Kongregasi SMFA 1931–1947. Tulisan Suster Therese van Rienen belum pernah diperbarui. Sehubungan dengan hal tersebut, pada pertemuan suster berkaul kekal awal Desember 2004 dihimbau untuk menulis sejarah Kongregasi SMFA, dan dipertegaskan lagi dalam pertemuan para suster berkaul kekal tanggal 24–28 Juli 2005, dan belum terwujud juga.

Penulis yang notabene adalah anggota dari Kongregasi SMFA sejak 1991, ikut terlibat dan merasa bertanggung jawab atas kelangsungan karya kongregasi dalam karya pendidikan dan pelayanan pastoral baik mengenai kuantitas maupun kualitasnya. Untuk mewujudkan kedekatan emosional dan tanggung jawab tersebut penulis ingin menyumbangkan pikiran dan tenaga dalam bentuk skripsi untuk mengenali kisah perjalanan hidup kongregasi dengan rekonstruksi jenis–jenis pelayanan, personil, wilayah pelayanan, fasilitas/financial Kongregasi SMFA dalam kurun waktu yang panjang 1931– 2014 sampai terumus visi–misi SMFA 2014–2018. Penulis menilai dan mengevaluasi efektivitas karya pendidikan dan pelayanan pastoral dalam

menjawab kebutuhan aktual masyaraktat dan umat sesuai zamannya. Berdasarkan latar belakang yang ada, maka penulis mengambil judul:”Evaluasi Kisah Karya, Visi–Misi, dan Efektivitas Karya Pendidikan dan Pelayanan Pastoral Kongregasi SMFA Pontianak

Penulis memfokuskan perhatian pada 4 aspek telaah: jenis–jenis pelayanan, personil, wilayah pelayanan, fasilitas/financial dikaitkan dengan semangat Fransiskan sampai rumusan visi–misi Kongregasi SMFA. Oleh karena rentang waktu yang panjang dari tahun berdirinya (1931) sampai sebelum visi–misi baru dirumuskan menjadi latar belakang penulis untuk menganalisis visi–misi Kongregasi yang dirumuskan tahun 2014 namun tampak bahwa tidak hanya visi–misi tersebut yang telah menjiwai karya pendidikan (PAUD, SMK, asrama) dan pelayanan pastoral Kongregasi SMFA bagi Gereja di Wilayah–wilayah tetapi juga kisah perjalanan karya Kongregasi SMFA di Indonesia yang dilandasi Spiritualitas Fransiskan. Dengan kata lain, ada kisah yang mengantar rumusan visi–misi itu, namun juga ada Spiritualitas Fransiskan yang melandasi kisah dan karya–karya Kongregasi SMFA di Indonesia yang akhirnya berbuah pada pemenuhan kebutuhan masyarakat dan Gereja hingga saat ini.

Dokumen terkait