• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

1.1 Latar Belakang

Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru Indonesia pada Tahun 2010 sebesar 131.137 ton atau sebesar 2,6 persen dari total hasil tangkapan Ikan di Indonesia yang mencapai sebesar 5.039.446 ton. Volume produksi ikan lemuru selama selang periode tahun 2009 sampai tahun 2010 terjadi penurunan sebesar 20,93 persen, namun secara rata-rata selama selang periode tahun 2000 sampai tahun 2010 tercatat mengalami peningkatan rata-rata sebesar 7,06 persen. Selama selang periode tahun 2000 sampai tahun 2010 nilai produksi ikan lemuru juga mengalami peningkatan rata- rata sebesar 12,14 persen. Peningkatan nilai produksi ikan lemuru lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan volume produksi. Hal ini berarti bahwa harga jual ikan lemuru mengalami fluktuasi harga yang cenderung meningkat. Lebih lengkapnya mengenai volume dan nilai produksi ikan lemuru di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun 2000-2010

Tahun Volume Produksi

(ton) Nilai Produksi (Rp 000) 2000 88.744 209.043.884 2001 103.710 278.143.214 2002 132.170 338.983.266 2003 136.436 303.483.374 2004 103.361 302.724.577 2005 96.994 318.348.011 2006 163.129 504.140.337 2007 176.665 587.537.684 2008 139.350 502.482.957 2009 165.852 554.083.166 2010 131.137 561.406.821 Growth 2000-2010 (%) 7.06 12.14 Growth 2009-2010 (%) -20.93 1.32

Ikan lemuru (Sardinilla longiceps) hidup di Perairan Indo-Pacifik, dari Teluk Aden sampai dengan Perairan Filipina. Di wilayah Indonesia, ikan lemuru banyak terdapat di perairan Selat Bali. Hasil tangkapan ikan lemuru di Perairan Selat Bali memberikan kontibusi sebesar 40 persen dari total ikan lemuru yang ada di Indonesia.

Sumberdaya ikan lemuru telah menjadi tulang punggung kegiatan usaha perikanan di wilayah sekitar Perairan Selat Bali. Perikanan lemuru di Selat Bali mempunyai peranan penting terhadap kegiatan perekonomian di Provinsi Jawa Timur dan Bali, sebagai basis penangkapan dan pendaratan ikan tersebut. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan lemuru di kedua wilayah tersebut telah berkembang baik dilakukan secara tradisional maupun modern. Produk olahan dari ikan lemuru meliputi ikan asin, tepung ikan hingga ikan kaleng.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Banyuwangi diketahui bahwa produksi perikanan laut di Kecamatan Muncar pada tahun 2009 mencapai sekitar 95 persen dari semua produksi perikanan laut di Kabupaten Banyuwangi. Sementara itu, sebagian besar kegiatan penangkapan ikan lemuru di wilayah Provinsi Bali di daratkan di PPN Pengambengan, Kabupaten Jembrana.

Sumberdaya perikanan lemuru merupakan sumberdaya perikanan yang paling dominan di Perairan Selat Bali sehingga paling banyak dieksploitasi oleh nelayan. Sejak diperkenalkannya penangkapan lemuru dengan purse seine (pukat cincin) oleh Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) pada Tahun 1972, maka pengusahaan perikanan lemuru di Perairan Selat Bali berkembang sangat pesat. Alat tangkap purse seine mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan alat tangkap yang diperkenalkan sebelumnya.

Hasil tangkap ikan lemuru berfluktuasi dan sangat tergantung pada musim penangkapan, apabila hasil tangkap menurun maka akan sangat berpengaruh atau memberikan dampak kepada perekonomian masyarakat lokal. Dampak yang ditimbulkan oleh menurunnya hasil tangkap ikan lemuru diantaranya yaitu hilangnya pendapatan masyarakat yang meliputi nelayan, pengolah ikan dan pedagang ikan.

Pada tahun 2009 tercatat jumlah ikan yang didaratkan di PPP Muncar tercatat sebanyak 32.783 ton dengan nilai sekitar Rp 82 milyar. Rata-rata produksi perikanan tangkap di PPP Muncar sekitar 137 ton per hari. Jumlah ikan hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Pengambengan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan PPP Muncar yaitu tercatat sebanyak 31.579 ton pada tahun 2009 atau sekitar 132 ton per hari. Hal ini dikarenakan jumlah unit penangkapan ikan yang terdapat di PPN Pengambengan lebih sedikit dibandingkan dengan armada penangkapan ikan di PPP Muncar. Nilai produksi di PPN Pengambengan pada tahun yang sama mencapai Rp 70,34 milyar.

Produksi ikan lemuru pada tahun 2010 sebanyak 14.794 ton, mengalami penurunan yang cukup signifikan sebesar 77,3 persen dari tahun sebelumnya. Penurunan produksi ikan lemuru pada tahun 2010 diduga karena aktivitas penangkapan ikan pada tahun sebelumnya telah melebihi dari jumlah potensi sumberdaya yang tersedia. Data selengkapnya mengenai perkembangan produksi ikan lemuru di Selat Bali dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 disajikan pada gambar berikut.

Gambar 1. Perkembangan produksi ikan lemuru di Selat Bali tahun 2005-2010 Adanya penurunan produksi tangkapan ikan lemuru sebagai bakan baku utama bagi industri pengolahan ikan telah berdampak terhadap menurunnya bahkan terhentinya kegiatan produksi perusahaan tersebut. Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwagi tercatat bahwa jumlah

0 10000 20000 30000 40000 50000 60000 70000 80000 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Pr o d u ksi (t o n ) tahun

perusahaan pengolahan ikan yang terdapat di Kecamatan Muncar meliputi 8 unit pengalengan ikan, 39 unit usaha penepungan ikan secara mekanik, 13 unit penepungan ikan tradisional, 30 unit cold storage, 23 unit pemindangan ikan dan 11 unit pengolahan minyak ikan. Sementara itu, berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kehutanan Dan Kelautan Kabupaten Jembrana diketahui jumlah perusahaan pengolahan ikan di Kabupetan Jembrana tercatat sebanyak 12 unit perusahaan pengalengan dan penepungan ikan dan sebanyak 95 unit usaha pengolahan ikan tradisional lainnya. Kebutuhan ikan lemuru untuk industri pengolahan ikan di Muncar dan Pengambengan rata-rata sebesar 35 ton per hari untuk setiap unit perusahaan penepungan ikan dan sebesar 28 ton per hari untuk setiap unit perusahaan pengalengan ikan.

Oleh karena itu perikanan lemuru di Perairan Selat Bali perlu mendapatkan perhatian yang khusus terutama dalam hal pengelolaan sumberdaya. Dengan semakin berkembangnya alat tangkap purse seine di Selat Bali dalam penangkapan sumberdaya ikan lemuru perlu dilakukan pengendalian dalam pemanfaatannya agar kelestarian sumberdaya ikan lemuru dapat dijaga.

Menurut Fauzi dkk (2000) menjelaskan bahwa di dalam pengelolaan sumberdaya perikanan terdapat beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk mengurangi proses pemanfaatan sumberdaya yang berlebihan antara lain ITQ (individual transferable quota), pembatasan effort dan pajak. ITQ dan pembatasan effort adalah instrumen kebijakan yang lebih banyak diterapkan di perikanan temperate (single species) karena memerlukan perhitungan TAC (Total Allowable Catch) yang lebih rumit yang bisa dilakukan di perikanan single species. Pajak merupakan instrumen yang lebih umum dan secara teoritis bisa diterapkan baik di perikanan temperate maupun tropis. Pajak pada prinsipnya merupakan pembebanan biaya eksploitasi bagi pelaku perikanan. Pembebanan biaya-biaya tersebut dapat dianggap sebagai salah satu instrumen kebijakan agar terjadi pengurangan upaya penangkapan (effort) pengusaha, tetapi pengusaha tetap mendapatkan keuntungan yang optimum.

Salah satu bentuk biaya tersebut adalah melalui pungutan sumberdaya atau sering dikenal dengan user fee. Dalam pengertian ini yang dimaksudkan sebagai pungutan adalah penarikan sejumlah fee tertentu sebagai kompensasi atas

pemanfaatan sumberdaya tersebut. Implikasi pembebanan pungutan tersebut antara lain akan menaikkan total biaya yang dikeluarkan sehingga akan membuat pelaku perikanan untuk lebih berhati-hati dalam mengeksploitasi sumberdaya ikan.

Dokumen terkait