DAFTAR LAMPIRAN
1.1 Latar Belakang
Pandangan para pakar pendidikan matematika terhadap perlunya pembuk-tian matematika diperkenalkan di tingkat sekolah mengalami perkembangan yang sangat menarik. Pada tahun 1970 dan 1980 ada suatu diskusi yang intensif di kalangan guru matematika di Amerika Serikat untuk membahas apakah pem-buktian matematika perlu dimasukkan sebagai bagian dari kurikulum sekolah menengah atas. Para guru matematika itu berpendapat bahwa pembuktian ma-tematika di sekolah sebenarnya telah dikembangkan dalam suatu pokok bahasan yang menekankan aspek-aspek formal, tetapi kurang memperhatikan pada pema-haman matematika (Hanna, 1983). Pandangan ini terus berkembang hingga Na-tional Council of Teachers of Mathematics, NCTM (1989) mengeluarkan suatu pernyataan bahwa (1) pembuktian secara deduktif tidak perlu lagi diajarkan di sekolah karena teknik heuristik lebih berguna bagi siswa dalam mengembangkan keterampilan penalaran dan jastifikasi dibandingkan pembuktian secara deduk-tif, dan (2) pembelajaran pembuktian di sekolah hanya diberikan kepada siswa yang bermaksud akan melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Pandan-gan terakhir mengenai perlunya pembuktian matematika diperkenalkan di sekolah direkomendasikan oleh NCTM (2000) bahwa pembuktian merupakan bagian dari kurikulum matematika di semua tingkatan. Bagian ” Reasoning dan Proof” dalam dokumen NCTM ini dinyatakan bahwa siswa seharusnya dapat:
1. Mengenal penalaran dan pembuktian sebagai aspek-aspek fundamental ma-tematika;
2. Membuat konjektur dan memeriksa kebenaran dari konjektur itu;
3. Mengembangkan dan mengevaluasi argumen dan pembuktian matematika;
4. Memilih dan menggunakan bermacam-macam jenis penalaran dan metode pembuktian.
2
Berdasarkan uraian diatas maka pembuktian deduktif formal merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan dapat menumbuh kem-bangkan kemampuan membuktikan dalam pembelajaran geometri. Hal yang sama juga disebutkan
”Formal deductive proof has its own instructional requirements. These require-ments are not addressed in instructional practices born in the research related to algorithmic mathematical problem solving processes. Instead of prescriptive pro-cedures, heuristicstrategies may be required on emergence. Appropriate knowledge elements related tocontent knowledge, skills in problem solving process including representational advancesand planning strategies, metacognitive functions are ma-jor requirements for learningproof-type geometry problem solving”.( Maduna B. E.
: 2003)
Rekomendasi dari NCTM (2000) itu mengindikasikan bahwa pembuktian matematika merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam pembela-jaran matematika di sekolah. Sedikit atau banyaknya pengalaman siswa di dalam menyusun suatu pembuktian di sekolah menengah atas akan berdampak pada kemampuan membuktikan ketika mengikuti kuliah di perguruan tinggi tingkat pertama, seperti yang dinyatakan oleh Moore (1994) bahwa salah satu alasan mengapa mahasiswa menemui kesulitan di dalam pembuktian adalah pengala-man dalam mengkonstruksi bukti terbatas pada pembuktian geometri sekolah.
Sejalan dengan itu, berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Sabri (2003) ter-hadap konsep pembuktian matematika mahasiswa calon guru disarankan agar kurikulum sekolah menengah atas hendaknya mempersiapkan siswa lebih baik lagi dalam pembelajaran pembuktian matematika. Hal ini menunjukkan bahwa konsep pembuktian matematika siswa menengah pertama sangat lemah. Di sam-ping itu, aspek-aspek penalaran yang terkandung di dalam pembuktian matem-atik tidak akan berkembang secara optimal, sehingga peningkatan kemampuan berpikir matematik siswa menegah atas akan berjalan lambat. Aspek-aspek pe-nalaran itu adalah aspek konjektur (membuat dugaan mengenai gagasan utama dalam pembuktian), aspek analisis (menganalisis fakta-fakta yang ada), aspek koneksi (membuat hubungan diantara fakta-fakta dengan kesimpulan yang ingin dicapai), aspek sintesis (mensintesa dengan memanipulasi fakta-fakta untuk
men-3
capai kesimpulan), bahkan evaluasi (mengevaluasi aturan-aturan penarikan ke-simpulan dari fakta-fakta yang diberikan atau yang diperoleh dan strategi pem-buktian secara kritis), dan aspek komunikasi matematik (mengekspresikan ide serta proses pembuktian secara lisan maupun tulisan).
Kesulitan siswa menengah atas dalam pembuktian itu tentu saja akan ber-pengaruh pada pembelajaran matematika topik yang lebih berat yang sarat de-ngan pembuktian, seperti topik geometri, dan yang lainnya. Geometri adalah mata pelajaran khusus yang membantu perkembangan keahlian deduktif yang di buktikan secara formal di tingkat pendidikan umum. Pemecahan dari permasala-han pada pembuktian deduktif formal ini dianggap sebagai bukti dari pencapaian tingginya tingkat kompetensi matematika. Untuk alasan ini, pembuktian deduktif formal tampaknya menjadi alat ukur/indikator yang wajar siswa menengah per-tama bagaimana kemampuan penalalarannya tidak hanya geometri tetapi materi lain dari kurikulum matematika SMP .
Saat ini, dapat di perhatikan hanya sedikit sekali penelitian yang di bu-at khusus untuk pengembangan permasalahan pembuktian deduktif formal pada siswa menengah pertama. Pada level SMP, siswa mulai mempelajari secara khusus bagaimana cara penyelesaian berbagai permasalahan geometri melalui pembuk-tian deduktif. Hal ini dapat meningkatkan logika berfikir siswa secara nyata dibandingkan dengan pelajaran lainnya pada di tingkat tersebut. Pembuktian deduktif formal yang diberikan di dalam kurikulum, dapat membiasakan siswa untuk mengatasi masalah secara sistematis. Namun pada kenyataan yang terjadi, saat dilakukan observasi awal bagaimana kemampuan siswa menegah atas dalam memecahkan permasalahan geometri melalui pembuktian deduktif formal ternya-ta dapat diambil kesimpulan bahwa siswa dalam observasi ini berada pada level SMP, menunjukkan performa (kinerja) yang buruk dalam pemecahan masalah geometri melalui pembuktian deduktif formal. Hal ini, sejalan dengan hasil yang di peroleh oleh suatu badan National Examinations and Testing Service (NETS) menunjukkan bahwa para siswa memiliki minat yang rendah dalam menyelesaikan permasalahan geometri melalui pembuktian deduktif formal, hanya sedikit dari sampel yang diteliti meraih nilai yang memuaskan (NETS, 2003: 14).
4
Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin mengupaya untuk mengembang-kan suatu model pembelajaran yang dapat mengatasi kesulitan-kesulitan siswa menengah pertama dan dapat menjembatani peningkatan tahap berpikir siswa menengah pertama. Sehingga dapat meningkatkan kompetensi kemampuan siswa menegah atas atas dapat berkembang secara optimal dan dapat meningkatkan minat siswa untuk membiasakan diri menggunakan pembuktian deduktif formal dalam memecahkan masalah geometri sehingga pembuktian deduktif formal dapat strategi yang efektif dalam pembelajaran untuk membantu para siswa memecah-kan masalah dalam geometri.
Pembuktian deduktif formal merupakan salah satu pendekatan pembela-jaran yang memungkinkan dapat menumbuh kembangkan kemampuan membuk-tikan dalam pembelajaran geometri. Pendekatan ini merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyajikan masalah kepada siswa menengah pertama, kemudian siswa dituntut untuk dapat mengelaborasi setiap informasi atau fakta yang diberikan. Melalui pendekatan ini, masalah yang diberikan harus dapat mengantarkan siswa menengah pertama untuk memahami objek-objek ma-tematika dan kaitan antara objek mama-tematika yang satu dengan objek yang lain-nya.
Guru mendorong siswa menengah pertama untuk melakukan transactive rea-soning seperti mengkritik, menjelaskan, mengklarifikasi, menjastifikasi dan menge-laborasi suatu gagasan yang diajukan, baik yang diinisiasi oleh siswa maupun gu-ru. Untuk dapat terlibat didalam diskusi transaktif, kemampuan awal matema-tika siswa memegang peranan yang sangat penting, sehingga suatu gagasan yang muncul dapat berkembang secara bertahap sehingga membangun suatu konsep matematika yang komprehensif.
Berdasarkan berbagai uraian diatas maka peneliti bermaksud untuk mela-kukan penelitan yang berjudul Pembuktian Deduktif Formal Dalam Geometri dan Implikasinya Dalam Pengajaran.
5