• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKTI DEDUKTIF FORMAL DALAM GEOMETRI DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGAJARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUKTI DEDUKTIF FORMAL DALAM GEOMETRI DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGAJARAN"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

BUKTI DEDUKTIF FORMAL DALAM GEOMETRI DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGAJARAN

TESIS

Oleh

KHAIRANI HASIBUAN 117021032/MT

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013

(2)

BUKTI DEDUKTIF FORMAL DALAM GEOMETRI DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGAJARAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

KHAIRANI HASIBUAN 117021032/MT

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013

(3)

Judul Tesis : BUKTI DEDUKTIF FORMAL DALAM DGEOMETRI DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGAJARAN

Nama Mahasiswa : Kairani Hasibuan Nomor Pokok : 117021032

Program Studi : Magister Matematika

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Herman Mawengkang) (Dr. Sutarman, M.Sc)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Herman Mawengkang) (Dr. Sutarman, M.Sc)

Tanggal lulus: 4 Juni 2013

(4)

Telah diuji pada Tanggal 4 Juni 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Herman Mawengkang Anggota : 1. Dr. Sutarman, M.Sc

2. Prof. Dr. Muhammad Zarlis 3. Dr. Marwan Ramli, M.Si

(5)

PERNYATAAN

BUKTI DEDUKTIF FORMAL DALAM GEOMETRI DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGAJARAN

TESIS

Saya mengakui bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing dituliskan sumbernya

Medan, Penulis,

Khairani Hasibuan

(6)

ABSTRAK

Peneliti dari pendidikan matematika dan psikologi kognitif telah berfokus pada berbagai alasan pokok yang mendasari kesulitan yang dialami oleh siswa dalam bukti-deduktif pemecahan masalah geometri. Literatur penelitian tentang peme- cahan masalah geometri mengungkapkan secara luas dua alasan yang lebih luas untuk mengatasi kesulitan yang dialami oleh siswa. Pertama, sebagian besar siswa tidak memiliki isi/konten pengetahuan yang diperlukan. Kedua, sifat bukti deduktif berbeda dengan sebagian besar masalah matematika lainnya. Karena masalah ini adalah non-algoritmik, materi/konten pengetahuan amatlah penting, tetapi tidak cukup. Oleh sebab itu, hampir semua masalah tidak dimengerti se- bagian besar siswa oleh karena itu mereka membutuhkan bantuan pembelajaran yang lebih besar selama selama proses penyelesaian.

Kata kunci: Geometri, Analisis linier berganda, Non algoritmik

ii

(7)

ABSTRACT

Mathematical researchers and cognitive pschycology focused on several principal reasons based on difficulties of students in deductive proof solving geometry prob- lems. Literatures about geometry problems widely reveal two reasons knowing the difficulties. First, a large number don’t possess the required content knowledge.

Second, properties of deductive proof differenf from most of others mathematical problems. Since, this problem is non-algorithmic, content knowledge is very im- portant, but it is not enough. Thus, almost all problems were not understood by students, therefore they required greater instructional support during the solving process.

Keyword: Geometry, Multiple regression analysis, Non-algorithmic

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt yang telah memberikan be- gitu banyak rahmat daaan nikmat sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

Dalam menyelesaikan dendidikan di Program Studi Magister Matematika FMIPA USU ini, penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu DTM&H, MSc(CTM), SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

Bapak Dr. Sutarman, M.Sc, selaku Dekan dan Dosen Pembimbing-II yang telah memberikan masukan dan arahan bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang, selaku Ketua Program Studi Magister Matematika dan Dosen Pembimbing-I yang telah banyak memberikan bimbingan dan bantuan serta motivasi kepada penulis sehingga pendidikan ini dapat terse- lesaikan dengan baik.

Prof. Dr.Saib Suwilo, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Magister Matematika FMIPA USU, juga sebagai dosen yang telah memberikan masukan dan arahan untuk perbaikan tesis ini.

Dr. Marwan Ramli, MSi dan Prof. Dr. Muhammad Zarlis selaku Pembanding yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk sehingga tesis ini dapat tersele- saikan.

Seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Matematika FMIPA USU yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis selama perkuliahan hingga selesai.

Drs. Ahmad Siregar, M.M selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Medan yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk mengikuti Program Studi Magister Matematika di Fakultas Matematika dan Ilmu Penge- tahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

iv

(9)

Rekan-rekan seperjuangan, Mahasiswa angkatan kedua Program Studi Ma- tematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, atas kerjasama dan kebersamaan mereka dalam mengatasi berbagai masa- lah selama perkuliahan bersama penulis.

Sdri. Misiani, S.Si, selaku Staf Administrasi Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, yang dengan penuh kesabaran memberikan pelayanan terbaik di Program Studi Matematika FMIPA USU.

Secara khusus penulis ingin menyampaikan terimakasih dan rasa sayang yang mendalam kepada kedua orang tua penulis Ayahanda tercinta Purn.H.M.

Sholehuddin dan ibunda tercinta Hj. Mawarni. Suami tercinta Dahlir Akbar, S.E dan ananda tersayang Muthia Fadhilah Al-Akbari, Muhammad Al-Hafidz Khair- ul Akbar, Adillah Althafunnezya Al-Akbari serta abang, kakak dan adikku yang senantiasa memberikan dorongan dengan penuh kesabaran dan pengorbanan serta mendo’akan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi.

Hanya syukur dan terima kasih yang penulis dapat ucapkan kepada semua pihak untuk dukungan, do’a, bimbingan dan arahan yang penulis dapatkan.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang memer- lukannya.

Medan, Penulis,

Khairani Hasibuan

(10)

RIWAYAT HIDUP

Khairani Hasibuan S.Pd dilahirkan di Medan pada tanggal 2 Agustus 1974 dan merupakan anak ke lima dari tujuh bersaudara dari ayah H.M.Sholehuddin Hasibuan dan Ibu Hj.Mawarni. Menamatkan Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 060886 Kecamatan Medan Baru 1987, Sekolah Menengah Pertama pa- da tahun 1990 di MTs Muhammadaiyah Darussalam, dan Sekolah Menengah Atas jurusan IPA pada tahun 1993 di MAN 1 Medan. Pada tahun 1998 lulus dari Per- guruan Tinggi Negeri di FMIPA UNIMED S-1 Jurusan Matematika Universitas Negeri Medan. Pada tahun 2005 penulis menjadi Staf Pengajar di SMP Negeri 1 Medan sampai sekarang. Pada tahun 2011 mengikuti pendidikan Program Studi Magister Matematika di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

vi

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

KATA PENGANTAR iv

RIWAYAT HIDUP vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Manfaat Penelitian 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Penalaran dalam Pembelajaran Matematika 7 2.2 Pembuktian Deduktif formal dalam Matematika 8 2.3 Tahapan Berpikir Geometri Menurut Van Hiele 13

2.4 Penalaran Deduktif dalam Geometri 16

2.5 Jenis-Jenis Permasalahan yang Sesuai untuk Permasalahan da-

lam Pembuktian Secara Deduktif 19

2.6 Syarat untuk Menyelesaikan Permasalahan Matematika 19

(12)

2.7 Tujuan Pembelajaran Matematika Secara Deduksi 23

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 25

3.1 Tahapan Penelitian 25

3.2 Metode Penelitian 28

3.3 Desain Penelitian 28

3.4 Lokasi Penelitian 28

3.5 Populasi dan Sample Penelitian 29

3.6 Model Analisis 29

3.7 Kemampuan Penalaran Matematika 29

3.8 Indikator Pemecahan Masalah 33

3.9 Proses Pembuktian Pemecahan Masalah Geometri 34 3.10 Konten Pengetahuan Geometri dalam Pemecahan Masalah 36

3.11 Keterampilan Pemecahan Masalah Umum 39

3.12 Implikasi Pengajaran Geometri Melalui Pembuktian Deduktif Formal Melalui Aspek Penilaian Test Kemampuan Penalaran

Matematika (KPM) 42

3.13 Gambaran Umum Hasil Tes Siswa 45

3.13.1 Uji hipotesis 48

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 55

4.1 Kesimpulan 55

4.2 Saran 57

DAFTAR PUSTAKA 58

viii

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Variabel-variabel pada penelitian 46

3.2 Nilai koefisient persamaan liner berganda 46

3.3 Nilai kontribusi tiap variable 48

3.4 Uji F 48

3.5 Uji T 49

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Skematik untuk mengalalisis argumentasi 11

2.2 Skema penalaran deduktif 12

2.3 Dua garis sejajar dipotong garis lain 16

2.4 Dua garis sejajar dan dipotong dua garis lain 17 2.5 Diagram penalaran deduktif tentang jumlah besar sudut dalam segitiga

1800 18

3.1 Skema tahap I 25

3.2 Skema tahap II 27

4.1 Diagram penalaran deduktif tentang jumlah besar sudut dalam segitiga

180o 56

4.2 Segi 4 64

4.3 Segitiga siku-siku 64

4.4 Segitiga siku-siku 65

4.5 Setengah lingkaran 66

4.6 Segitiga sama siku 67

4.7 Jajarangenjang 68

4.8 Jajarangenjang 69

x

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data penelitian nilai siswa 61

2. Soal geometri dan Pembahasan 64

(16)

BUKTI DEDUKTIF FORMAL DALAM GEOMETRI DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGAJARAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

KHAIRANI HASIBUAN 117021032/MT

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013

(17)

Judul Tesis : BUKTI DEDUKTIF FORMAL DALAM DGEOMETRI DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGAJARAN

Nama Mahasiswa : Kairani Hasibuan Nomor Pokok : 117021032

Program Studi : Magister Matematika

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Herman Mawengkang) (Dr. Sutarman, M.Sc)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Herman Mawengkang) (Dr. Sutarman, M.Sc)

Tanggal lulus: 4 Juni 2013

(18)

BUKTI DEDUKTIF FORMAL DALAM GEOMETRI DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGAJARAN

TESIS

Oleh

KHAIRANI HASIBUAN 117021032/MT

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013

(19)

BUKTI DEDUKTIF FORMAL DALAM GEOMETRI DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGAJARAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

KHAIRANI HASIBUAN 117021032/MT

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013

(20)

Judul Tesis : BUKTI DEDUKTIF FORMAL DALAM DGEOMETRI DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGAJARAN

Nama Mahasiswa : Kairani Hasibuan Nomor Pokok : 117021032

Program Studi : Magister Matematika

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Herman Mawengkang) (Dr. Sutarman, M.Sc)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Herman Mawengkang) (Dr. Sutarman, M.Sc)

Tanggal lulus: 4 Juni 2013

(21)

Telah diuji pada Tanggal 4 Juni 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Herman Mawengkang Anggota : 1. Dr. Sutarman, M.Sc

2. Prof. Dr. Muhammad Zarlis 3. Dr. Marwan Ramli, M.Si

(22)

PERNYATAAN

BUKTI DEDUKTIF FORMAL DALAM GEOMETRI DAN IMPLIKASINYA DALAM PENGAJARAN

TESIS

Saya mengakui bahwa tesis ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing dituliskan sumbernya

Medan, Penulis,

Khairani Hasibuan

i

(23)

ABSTRAK

Peneliti dari pendidikan matematika dan psikologi kognitif telah berfokus pada berbagai alasan pokok yang mendasari kesulitan yang dialami oleh siswa dalam bukti-deduktif pemecahan masalah geometri. Literatur penelitian tentang peme- cahan masalah geometri mengungkapkan secara luas dua alasan yang lebih luas untuk mengatasi kesulitan yang dialami oleh siswa. Pertama, sebagian besar siswa tidak memiliki isi/konten pengetahuan yang diperlukan. Kedua, sifat bukti deduktif berbeda dengan sebagian besar masalah matematika lainnya. Karena masalah ini adalah non-algoritmik, materi/konten pengetahuan amatlah penting, tetapi tidak cukup. Oleh sebab itu, hampir semua masalah tidak dimengerti se- bagian besar siswa oleh karena itu mereka membutuhkan bantuan pembelajaran yang lebih besar selama selama proses penyelesaian.

Kata kunci: Geometri, Analisis linier berganda, Non algoritmik

(24)

ABSTRACT

Mathematical researchers and cognitive pschycology focused on several principal reasons based on difficulties of students in deductive proof solving geometry prob- lems. Literatures about geometry problems widely reveal two reasons knowing the difficulties. First, a large number don’t possess the required content knowledge.

Second, properties of deductive proof differenf from most of others mathematical problems. Since, this problem is non-algorithmic, content knowledge is very im- portant, but it is not enough. Thus, almost all problems were not understood by students, therefore they required greater instructional support during the solving process.

Keyword: Geometry, Multiple regression analysis, Non-algorithmic

iii

(25)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt yang telah memberikan be- gitu banyak rahmat daaan nikmat sehingga tesis ini dapat terselesaikan.

Dalam menyelesaikan dendidikan di Program Studi Magister Matematika FMIPA USU ini, penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu DTM&H, MSc(CTM), SpA(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

Bapak Dr. Sutarman, M.Sc, selaku Dekan dan Dosen Pembimbing-II yang telah memberikan masukan dan arahan bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang, selaku Ketua Program Studi Magister Matematika dan Dosen Pembimbing-I yang telah banyak memberikan bimbingan dan bantuan serta motivasi kepada penulis sehingga pendidikan ini dapat terse- lesaikan dengan baik.

Prof. Dr.Saib Suwilo, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Magister Matematika FMIPA USU, juga sebagai dosen yang telah memberikan masukan dan arahan untuk perbaikan tesis ini.

Dr. Marwan Ramli, MSi dan Prof. Dr. Muhammad Zarlis selaku Pembanding yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk sehingga tesis ini dapat tersele- saikan.

Seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Matematika FMIPA USU yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis selama perkuliahan hingga selesai.

Drs. Ahmad Siregar, M.M selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Medan yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk mengikuti Program Studi Magister Matematika di Fakultas Matematika dan Ilmu Penge- tahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

(26)

Rekan-rekan seperjuangan, Mahasiswa angkatan kedua Program Studi Ma- tematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, atas kerjasama dan kebersamaan mereka dalam mengatasi berbagai masa- lah selama perkuliahan bersama penulis.

Sdri. Misiani, S.Si, selaku Staf Administrasi Program Studi Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, yang dengan penuh kesabaran memberikan pelayanan terbaik di Program Studi Matematika FMIPA USU.

Secara khusus penulis ingin menyampaikan terimakasih dan rasa sayang yang mendalam kepada kedua orang tua penulis Ayahanda tercinta Purn.H.M.

Sholehuddin dan ibunda tercinta Hj. Mawarni. Suami tercinta Dahlir Akbar, S.E dan ananda tersayang Muthia Fadhilah Al-Akbari, Muhammad Al-Hafidz Khair- ul Akbar, Adillah Althafunnezya Al-Akbari serta abang, kakak dan adikku yang senantiasa memberikan dorongan dengan penuh kesabaran dan pengorbanan serta mendo’akan keberhasilan penulis dalam menyelesaikan studi.

Hanya syukur dan terima kasih yang penulis dapat ucapkan kepada semua pihak untuk dukungan, do’a, bimbingan dan arahan yang penulis dapatkan.

Semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang memer- lukannya.

Medan, Penulis,

Khairani Hasibuan

v

(27)

RIWAYAT HIDUP

Khairani Hasibuan S.Pd dilahirkan di Medan pada tanggal 2 Agustus 1974 dan merupakan anak ke lima dari tujuh bersaudara dari ayah H.M.Sholehuddin Hasibuan dan Ibu Hj.Mawarni. Menamatkan Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 060886 Kecamatan Medan Baru 1987, Sekolah Menengah Pertama pa- da tahun 1990 di MTs Muhammadaiyah Darussalam, dan Sekolah Menengah Atas jurusan IPA pada tahun 1993 di MAN 1 Medan. Pada tahun 1998 lulus dari Per- guruan Tinggi Negeri di FMIPA UNIMED S-1 Jurusan Matematika Universitas Negeri Medan. Pada tahun 2005 penulis menjadi Staf Pengajar di SMP Negeri 1 Medan sampai sekarang. Pada tahun 2011 mengikuti pendidikan Program Studi Magister Matematika di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

(28)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

KATA PENGANTAR iv

RIWAYAT HIDUP vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Manfaat Penelitian 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Penalaran dalam Pembelajaran Matematika 7 2.2 Pembuktian Deduktif formal dalam Matematika 8 2.3 Tahapan Berpikir Geometri Menurut Van Hiele 13

2.4 Penalaran Deduktif dalam Geometri 16

2.5 Jenis-Jenis Permasalahan yang Sesuai untuk Permasalahan da-

lam Pembuktian Secara Deduktif 19

2.6 Syarat untuk Menyelesaikan Permasalahan Matematika 19

vii

(29)

2.7 Tujuan Pembelajaran Matematika Secara Deduksi 23

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 25

3.1 Tahapan Penelitian 25

3.2 Metode Penelitian 28

3.3 Desain Penelitian 28

3.4 Lokasi Penelitian 28

3.5 Populasi dan Sample Penelitian 29

3.6 Model Analisis 29

3.7 Kemampuan Penalaran Matematika 29

3.8 Indikator Pemecahan Masalah 33

3.9 Proses Pembuktian Pemecahan Masalah Geometri 34 3.10 Konten Pengetahuan Geometri dalam Pemecahan Masalah 36

3.11 Keterampilan Pemecahan Masalah Umum 39

3.12 Implikasi Pengajaran Geometri Melalui Pembuktian Deduktif Formal Melalui Aspek Penilaian Test Kemampuan Penalaran

Matematika (KPM) 42

3.13 Gambaran Umum Hasil Tes Siswa 45

3.13.1 Uji hipotesis 48

BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 55

4.1 Kesimpulan 55

4.2 Saran 57

DAFTAR PUSTAKA 58

(30)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Variabel-variabel pada penelitian 46

3.2 Nilai koefisient persamaan liner berganda 46

3.3 Nilai kontribusi tiap variable 48

3.4 Uji F 48

3.5 Uji T 49

ix

(31)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Skematik untuk mengalalisis argumentasi 11

2.2 Skema penalaran deduktif 12

2.3 Dua garis sejajar dipotong garis lain 16

2.4 Dua garis sejajar dan dipotong dua garis lain 17 2.5 Diagram penalaran deduktif tentang jumlah besar sudut dalam segitiga

1800 18

3.1 Skema tahap I 25

3.2 Skema tahap II 27

4.1 Diagram penalaran deduktif tentang jumlah besar sudut dalam segitiga

180o 56

4.2 Segi 4 64

4.3 Segitiga siku-siku 64

4.4 Segitiga siku-siku 65

4.5 Setengah lingkaran 66

4.6 Segitiga sama siku 67

4.7 Jajarangenjang 68

4.8 Jajarangenjang 69

(32)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Data penelitian nilai siswa 61

2. Soal geometri dan Pembahasan 64

xi

(33)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pandangan para pakar pendidikan matematika terhadap perlunya pembuk- tian matematika diperkenalkan di tingkat sekolah mengalami perkembangan yang sangat menarik. Pada tahun 1970 dan 1980 ada suatu diskusi yang intensif di kalangan guru matematika di Amerika Serikat untuk membahas apakah pem- buktian matematika perlu dimasukkan sebagai bagian dari kurikulum sekolah menengah atas. Para guru matematika itu berpendapat bahwa pembuktian ma- tematika di sekolah sebenarnya telah dikembangkan dalam suatu pokok bahasan yang menekankan aspek-aspek formal, tetapi kurang memperhatikan pada pema- haman matematika (Hanna, 1983). Pandangan ini terus berkembang hingga Na- tional Council of Teachers of Mathematics, NCTM (1989) mengeluarkan suatu pernyataan bahwa (1) pembuktian secara deduktif tidak perlu lagi diajarkan di sekolah karena teknik heuristik lebih berguna bagi siswa dalam mengembangkan keterampilan penalaran dan jastifikasi dibandingkan pembuktian secara deduk- tif, dan (2) pembelajaran pembuktian di sekolah hanya diberikan kepada siswa yang bermaksud akan melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Pandan- gan terakhir mengenai perlunya pembuktian matematika diperkenalkan di sekolah direkomendasikan oleh NCTM (2000) bahwa pembuktian merupakan bagian dari kurikulum matematika di semua tingkatan. Bagian ” Reasoning dan Proof” dalam dokumen NCTM ini dinyatakan bahwa siswa seharusnya dapat:

1. Mengenal penalaran dan pembuktian sebagai aspek-aspek fundamental ma- tematika;

2. Membuat konjektur dan memeriksa kebenaran dari konjektur itu;

3. Mengembangkan dan mengevaluasi argumen dan pembuktian matematika;

4. Memilih dan menggunakan bermacam-macam jenis penalaran dan metode pembuktian.

(34)

2

Berdasarkan uraian diatas maka pembuktian deduktif formal merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan dapat menumbuh kem- bangkan kemampuan membuktikan dalam pembelajaran geometri. Hal yang sama juga disebutkan

”Formal deductive proof has its own instructional requirements. These require- ments are not addressed in instructional practices born in the research related to algorithmic mathematical problem solving processes. Instead of prescriptive pro- cedures, heuristicstrategies may be required on emergence. Appropriate knowledge elements related tocontent knowledge, skills in problem solving process including representational advancesand planning strategies, metacognitive functions are ma- jor requirements for learningproof-type geometry problem solving”.( Maduna B. E.

: 2003)

Rekomendasi dari NCTM (2000) itu mengindikasikan bahwa pembuktian matematika merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam pembela- jaran matematika di sekolah. Sedikit atau banyaknya pengalaman siswa di dalam menyusun suatu pembuktian di sekolah menengah atas akan berdampak pada kemampuan membuktikan ketika mengikuti kuliah di perguruan tinggi tingkat pertama, seperti yang dinyatakan oleh Moore (1994) bahwa salah satu alasan mengapa mahasiswa menemui kesulitan di dalam pembuktian adalah pengala- man dalam mengkonstruksi bukti terbatas pada pembuktian geometri sekolah.

Sejalan dengan itu, berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Sabri (2003) ter- hadap konsep pembuktian matematika mahasiswa calon guru disarankan agar kurikulum sekolah menengah atas hendaknya mempersiapkan siswa lebih baik lagi dalam pembelajaran pembuktian matematika. Hal ini menunjukkan bahwa konsep pembuktian matematika siswa menengah pertama sangat lemah. Di sam- ping itu, aspek-aspek penalaran yang terkandung di dalam pembuktian matem- atik tidak akan berkembang secara optimal, sehingga peningkatan kemampuan berpikir matematik siswa menegah atas akan berjalan lambat. Aspek-aspek pe- nalaran itu adalah aspek konjektur (membuat dugaan mengenai gagasan utama dalam pembuktian), aspek analisis (menganalisis fakta-fakta yang ada), aspek koneksi (membuat hubungan diantara fakta-fakta dengan kesimpulan yang ingin dicapai), aspek sintesis (mensintesa dengan memanipulasi fakta-fakta untuk men-

(35)

3

capai kesimpulan), bahkan evaluasi (mengevaluasi aturan-aturan penarikan ke- simpulan dari fakta-fakta yang diberikan atau yang diperoleh dan strategi pem- buktian secara kritis), dan aspek komunikasi matematik (mengekspresikan ide serta proses pembuktian secara lisan maupun tulisan).

Kesulitan siswa menengah atas dalam pembuktian itu tentu saja akan ber- pengaruh pada pembelajaran matematika topik yang lebih berat yang sarat de- ngan pembuktian, seperti topik geometri, dan yang lainnya. Geometri adalah mata pelajaran khusus yang membantu perkembangan keahlian deduktif yang di buktikan secara formal di tingkat pendidikan umum. Pemecahan dari permasala- han pada pembuktian deduktif formal ini dianggap sebagai bukti dari pencapaian tingginya tingkat kompetensi matematika. Untuk alasan ini, pembuktian deduktif formal tampaknya menjadi alat ukur/indikator yang wajar siswa menengah per- tama bagaimana kemampuan penalalarannya tidak hanya geometri tetapi materi lain dari kurikulum matematika SMP .

Saat ini, dapat di perhatikan hanya sedikit sekali penelitian yang di bu- at khusus untuk pengembangan permasalahan pembuktian deduktif formal pada siswa menengah pertama. Pada level SMP, siswa mulai mempelajari secara khusus bagaimana cara penyelesaian berbagai permasalahan geometri melalui pembuk- tian deduktif. Hal ini dapat meningkatkan logika berfikir siswa secara nyata dibandingkan dengan pelajaran lainnya pada di tingkat tersebut. Pembuktian deduktif formal yang diberikan di dalam kurikulum, dapat membiasakan siswa untuk mengatasi masalah secara sistematis. Namun pada kenyataan yang terjadi, saat dilakukan observasi awal bagaimana kemampuan siswa menegah atas dalam memecahkan permasalahan geometri melalui pembuktian deduktif formal ternya- ta dapat diambil kesimpulan bahwa siswa dalam observasi ini berada pada level SMP, menunjukkan performa (kinerja) yang buruk dalam pemecahan masalah geometri melalui pembuktian deduktif formal. Hal ini, sejalan dengan hasil yang di peroleh oleh suatu badan National Examinations and Testing Service (NETS) menunjukkan bahwa para siswa memiliki minat yang rendah dalam menyelesaikan permasalahan geometri melalui pembuktian deduktif formal, hanya sedikit dari sampel yang diteliti meraih nilai yang memuaskan (NETS, 2003: 14).

(36)

4

Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin mengupaya untuk mengembang- kan suatu model pembelajaran yang dapat mengatasi kesulitan-kesulitan siswa menengah pertama dan dapat menjembatani peningkatan tahap berpikir siswa menengah pertama. Sehingga dapat meningkatkan kompetensi kemampuan siswa menegah atas atas dapat berkembang secara optimal dan dapat meningkatkan minat siswa untuk membiasakan diri menggunakan pembuktian deduktif formal dalam memecahkan masalah geometri sehingga pembuktian deduktif formal dapat strategi yang efektif dalam pembelajaran untuk membantu para siswa memecah- kan masalah dalam geometri.

Pembuktian deduktif formal merupakan salah satu pendekatan pembela- jaran yang memungkinkan dapat menumbuh kembangkan kemampuan membuk- tikan dalam pembelajaran geometri. Pendekatan ini merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyajikan masalah kepada siswa menengah pertama, kemudian siswa dituntut untuk dapat mengelaborasi setiap informasi atau fakta yang diberikan. Melalui pendekatan ini, masalah yang diberikan harus dapat mengantarkan siswa menengah pertama untuk memahami objek-objek ma- tematika dan kaitan antara objek matematika yang satu dengan objek yang lain- nya.

Guru mendorong siswa menengah pertama untuk melakukan transactive rea- soning seperti mengkritik, menjelaskan, mengklarifikasi, menjastifikasi dan menge- laborasi suatu gagasan yang diajukan, baik yang diinisiasi oleh siswa maupun gu- ru. Untuk dapat terlibat didalam diskusi transaktif, kemampuan awal matema- tika siswa memegang peranan yang sangat penting, sehingga suatu gagasan yang muncul dapat berkembang secara bertahap sehingga membangun suatu konsep matematika yang komprehensif.

Berdasarkan berbagai uraian diatas maka peneliti bermaksud untuk mela- kukan penelitan yang berjudul Pembuktian Deduktif Formal Dalam Geometri dan Implikasinya Dalam Pengajaran.

(37)

5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pembuktian pemecahan masalah jenis geometri (PJG), Konten Pengetahuan Geometri (KPG), dan Pemecahan Masalah Umum (PMU) terhadap Kemampuan Penalaran Matematika (KPM)

1. Bagaimanakah kemampuan pembuktian pemecahan masalah jenis geometri (PJG) pada siswa menengah pertama;

2. Bagaimanakah Konten Pengetahuan Geometri (KPG) siswa menengah per- tama dalam pelajaran geometri;

3. Bagaimanakah kemampuan Pemecahan Masalah Umum (PMU) siswa me- nengah pertama dalam pembelajaran geometri;

4. Bagaimanakan Kemampuan Penalaran Matematika (KPM) siswa menengah pertama dalam pembelajaran geometri.

5. Bagaimanakah implikasi pengajaran geometri melalui pembuktian deduktif formal melalui aspek penilaian test untuk kemampuan pembuktian pemeca- han masalah jenis geometri (PJG), Konten Pengetahuan Geometri (KPG), dan Pemecahan Masalah Umum (PMU), serta Kemampuan Penalaran Ma- tematika (KPM)

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kemampuan pembuktian pemecahan masalah jenis geo- metri (PJG) pada siswa menengah pertama;

2. Untuk mengetahui Konten Pengetahuan Geometri (KPG) siswa menengah pertama dalam pelajaran geometri;

3. Untuk mengetahui kemampuan Pemecahan Masalah Umum (PMU) siswa menengah pertama dalam pembelajaran geometri;

(38)

6

4. Untuk mengetahui Kemampuan Penalaran Matematika (KPM) siswa me- nengah pertama dalam pembelajaran geometri;

5. Untuk mengetahui implikasi pengajaran geometri melalui pembuktian de- duktif formal melalui aspek penilaian test untuk kemampuan pembuktian pemecahan masalah jenis geometri (PJG), Konten Pengetahuan Geometri (KPG), dan Pemecahan Masalah Umum (PMU), serta Kemampuan Pe- nalaran Matematika (KPM).

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

Manfaat Praktis:

Hasil penelitian dapat mengatasi kesulitan yang dialami siswa dalam menye- lesaikan masalah geometri melalui pembuktian deduktif formal, khususnya siswa SMP N 1 Medan.

Manfaat Teoritis :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang matematika untuk menambah wawasan, baik penulis sendiri, maupun pihak dalam dunia pendidikan lainnya terutama di dalam pengajaran geometri serta sebagai bahan referensi bagi penulis selanjut- nya.

(39)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penalaran dalam Pembelajaran Matematika

Selama mempelajari Matematika di kelas, aplikasi penalaran sering dite- mukan meskipun tidak secara formal disebut sebagai belajar bernalar. Beberapa contohnya adalah:

1. Jika besar dua sudut pada suatu segitiga adalah 60o dan 100o maka sudut yang ketiga adalah 180o − (100o + 60o) = 20o. Hal ini didasarkan pada teori matematika yang menyatakan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180o.

2. Jika (x − 1)(x + 10) = 0 maka x = 1 atau x = −10.

Sejalan dengan contoh-contoh yang telah dikemuka kan di atas, dimana telah terjadi proses penarikan kesimpulan dari beberapa fakta yang telah diketahui siswa, maka istilah penalaran (jalan pikiran atau reasoning ) dijelaskan Keraf (1982: 5) sebagai: ”Proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta- fakta atau evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan”.

Sebagai contoh, Dari pengetahuan tentang besar dua sudut suatu segitiga yaitu 60o dan 100o maka dapat disimpulkan ataupun dibuat pernyataan lain bahwa besar sudut yang ketiga pada segitiga itu adalah 20o. Pada intinya, penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau suatu ak tivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang benar berdasar pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.

Beberapa contoh di atas menunjukkan bahwa aplikasi penalaran telah digu- nakan para siswa selama proses pembelajaran matematika berlangsung di kelas.

Untuk itulah, Depdiknas (2002: 6) menyatakan bahwa ”Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu

(40)

8

materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan di- latihkan melalui belajar materi matematika.”

Bayangkan sekarang jika para siswa tidak belajar matematika, apa yang akan terjadi dengan keterampilan berpikir siswa? Pola berpikir yang dikem- bangkan matematika seperti dijelaskan di atas memang membutuhkan dan meli- batkan pemikiran kritis, sistematis, logis, dan kreatif. Sekali lagi, bayangkan jika para siswa tidak belajar matematika. Akan cepatkah siswa menarik kesimpulan dari beberapa fakta atau data yang siswa dapatkan ataupun yang di ketahui?

Kemampuan bernalar tidak hanya dibutuhkan para siswa ketika siswa belajar matematika maupun mata pelajaran lainnya, namun sangat dibutuhkan setiap manusia di saat memecahkan masalah ataupun di saat menentukan keputusan, sebagaimana dikemukakan mantan Presiden AS Thom as Jefferson dan dikutip Copi (1978: vii) berikut ini: ” In a republican nation, whose citizens are to be led by reason and persuasion and not by force, the art of reasoning becomes of first importance”. Pernyataan itu menunjukkan pentingnya penalaran dan argumen- tasi dipelajari dan di kembangkan di suatu negara sehingga setiap warga negara akan dapat dipimpin dengan daya nalar (otak) dan bukannya dengan kekuatan (otot) saja.

Pendapat mantan Presiden AS Thomas Jefferson di atas sudah seharusnya makin meningkatkan tekad para guru matematika untuk makin meningkatkan kemampuan bernalar para siswanya. Sekali lagi, kemampuan dan keterampilan bernalar ini akan dibutuhkan para siswa dan seluruh warga bangsa ini ketika mem- pelajari matematika, ilmu lain, maupun ketika terjun langsung ke masyarakat.

Dikenal dua macam penalaran, yaitu induksi atau penalaran induktif dan deduk- si atau penalaran deduktif. Namun padathesis ini hanya penlaran deduktif saja yang akan dibahas.

2.2 Pembuktian Deduktif formal dalam Matematika

Strategi pembuktian dikembangkan bertujuan untuk meningkatkan kemam- puan siswa dalam memahami pembuktian, dan mengerjakan (membuktikan) su- atu pernyataan matematik. Berbagai pendekatan dan metode telah dikembangkan, di antaranya Tall (1991) menyarankan konsep bukti generik sebagai cara untuk

(41)

9

meningkatkan pemahaman siswa terhadap bukti suatu pernyataan. Bukti generik diberikan dalam level contoh yang menjelaskan konsep secara umum dengan me- mandang contoh khusus. Hal ini tentu saja berbeda dengan pembuktian secara umum yang mensyaratkan abstraksi dengan level yang lebih tinggi.

Kemudian, Leron (dalam Tall, 1991) mengajukan bukti terstruktur dengan sifat menggabungkan metode penyajian formal dan informal ke dalam suatu pem- buktian. Tujuan utama dari bukti terstruktur ini bukan untuk meyakinkan, tetapi untuk membantu pembaca dalam meningkatkan pemahamannya terhadap gagasan di belakang bukti itu, dan bagaimanakah hubungannya dengan hasil-hasil matematika lainnya.

Menurut Suriasumantri (2001: 49), ” Penalaran deduktif adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik suatu kesimpulan yang bersi- fat khusus.”

Contoh :

Semua manusia akan mati.

Si Polan adalah manusia.

Jadi Si Polan akan mati.

Salah satu karakteristik matematika adalah bersifat deduktif. Dalam pem- belajaran matematika, pola pikir deduktif itu penting dan merupakan salah satu tujuan yang bersifat formal, yang memberi tekanan pada penataan nalar. Pola pikir deduktif itu sangat penting, namun dalam pembelajaran matematika. Menu- rut Soedjadi (2000: 46), ”Bila kondisi kelas memungkinkan, kebenaran teorema dapat dibuktikan secara deduktif. Namun jika pembuktian dipandang berat, pola pikir deduktif dapat diperkenalkan melalui penggunaan definisi ataupun teore- ma”. Pendekatan deduktif merupakan pendekatan yang berproses dari umum ke khusus, dari teorema ke contoh-contoh. Teorema diberikan kepada siswa dan gu- ru membuktikan. Selanjutnya siswa diminta untuk menyelesaikan soal-soal yang relevan dengan teorema yang diberikan. Dengan menggunakan pendekatan ini pembelajaran berjalan efisien.

(42)

10

Berdasarkan pemikiran, Reiss dan Renkl (2002) mengajukan konsep contoh jawab huristik yang menyediakan overviu dari suatu jenis contoh yang tidak hanya memberikan bukti dari contoh itu, tetapi juga membantu siswa menunjukkan aspek-aspek pembuktian secara umum. Langkah-langkah huristik dalam contoh yang dibuktikan itu adalah sebagai berikut: (1) mengeksplorasi situasi masalah, (2) membuat konjektur, (3) mengumpulkan informasi untuk memeriksa konjektur, (4) membuktikan konjektur, (5) memeriksa kembali.

Pendekatan penalaran secara umum dapat dilakukan dengan cara mengeks- plorasi secara intuitif terhadap pernyataan yang harus dibuktikan dengan perta- nyaan-pertanyaan sebagai berikut: What happens if ? Why does it happen? How do different cases occur ? What is true here ? (Uhlig, 2003). Dengan pertanyaan yang bersifat eksploratif ini, diyakini bahwa pengetahuan tentang Theorems yang dihadapinya akan bertambah. Demikian pula pemahamannya secara konseptual.

Pendekatan ini mengembangkan suatu pembuktian dengan melakukan pertanyaan yang di singkat dengan WWHWT.

Strategi pembuktian yang telah dikembangkan di atas, belum ada yang membahas secara eksplisit bagaimana memunculkan gagasan utama dari struk- tur pembuktian, baik untuk memahami pembuktian yang ada maupun untuk mengkonstruksi suatu pembuktian.

Dalam penelitian yang dilakukan ini, pernyataan-pernyatan di dalam pem- buktian matematika dipandang sebagai salah satu bentuk argumentasi dengan struktur mengikuti struktur argumentasi yang dikembangkan oleh Toulmin (da- lam Pedemonte, 2003). Struktur argumentasi dari Toulmin ini digunakan Krumm- heuer (dalam Hoyles & Kuhemann, 2003) untuk menganalisis argumentasi, seperti pada gambar 2.1:

(43)

11

Gambar 2.1 Skematik untuk mengalalisis argumentasi

Hubungannya dengan pembuktian matematika, pernyataan-pernyataan di dalam pembuktian matematika dipandang sebagai salah satu bentuk argumen- tasi. Di dalam argumentasi pembuktian matematika, sebagai data adalah premis- premis, sedangkan yang menjadi warrant adalah definisi atau teorema. Diagram skematik ini dapat digunakan sebagai model untuk membantu membaca pem- buktian suatu pernyataan matematika, dan dengan sedikit modifikasi dapat di- gunakan untuk mengkonstruksi pembuktian matematika.

Diagram skematik Krummheuer dapat juga digunakan untuk mengembang- kan suatu model strategi pembuktian matematika secara informal. Konklusi di dalam skematik itu, baik sebagai target-conclussion maupun claim perantara yang dilakukan di atas menggunakan penarikan kesimpulan secara deduktif. Argumen- tasi dengan cara seperti ini dinamakan argumentasi deduktif .

Dalam argumentasi deduktif terdapat 4 (empat) proses kognitif yang di- lakukan yaitu: analisis masalah, representasi (perwakilan), planning (perencanaan) dan applying (penggunaan) pengetahuan digunakan dalam proses pemecahan ma- salah. Analisa permasalahan meliputi penguraian (dekomposisi) informasi masa- lah agar menjadi bermakna sehingga merupakan bagian dari permasalahan seperti kata kunci, ungkapan dan kalimat. Sehingga dapat dipahami apakah data cukup untuk membuktikan tujuan. Kesalahan informasi mungkin akan menyulitkan pemrosesan pemecahan masalah. Representasi informasi dari masalah dikonver-

(44)

12

sikan ke dalam suatu bentuk lain misalnya menjadi bentuk simbolis, diagram atau persamaan untuk mempercepat memproses. Diagram permasalahan berguna un- tuk mempermudah pemecahan masalah.

Gambar 2.2 Skema penalaran deduktif

Perencanaan yang mencakup strategi untuk menemukan proses informasi untuk menemukan proses informasi untuk mengubah permasalahan informasi menjadi tujuan sebenarnya. Dalam penyelesaian masalah pembuktian geomet- ri, membuat dugaan atau inferensi logis untuk teorema yang berlaku, bekerja mundur, dan menggambar garis bantu yang sering digunakan sebagai strategi dalam bidang geometri. Perencanaan yang mencakup keputusan antara langkah- langkah adalah tergantung subjektif dan orang. (Koedinger et al.,1993).

Pengetahuan yang diperlukan dalam masalah geometri meliputi konsep ben- tuk geometris dan sifat siswa, hubungan geometris dan teorema, bukti prosedur dan penalaran. Secara umum, analisis masalah, representasi, perencanaan dan penggunaan retrievals pengetahuan adalah komponen kunci dari proses peme- cahan masalah. Sebaliknya, dapat disimpulkan bahwa gagalnya proses peme- cahan masalah yang dihadapi di sebabkan oleh: kegagalan dalam menganali- sis masalahnya, kegagalan untuk mewakili masalah dalam bentuk yang efektif, kegagalan untuk merencanakan masalah solusi, kegagalan dalam mengakses atau mendapatkan kembali komponen pengetahuan yang relevan, atau kegagalan da- lam memanfaatkan pengetahuan yang diambil untuk menghasilkan informasi baru yang diperlukan. Rancangan pembelajaran bertujuan untuk mendukung pemeca-

(45)

13

han masalah kemampuan sehingga harus menyertakan kemampuan menganalisis masalah, representasi (keterwakilan), perencanaan dan penggunaan pengetahuan mendapatkan data.

2.3 Tahapan Berpikir Geometri Menurut Van Hiele

Salah satu pelajaran matematika di sekolah yang dipelajari oleh siswa adalah pelajaran geometri. Geometri adalah cabang matematika yang sudah dikenal siswa sejak kecil karena geometri banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam Pembelajaran geometri terdapat beberapa teori belajar yang relevan, di antaranya dikemukakan oleh Van Hiele.

Dalam teori yang kemukakan, berpendapat bahwa dalam mempelajari geo- metri para siswa mengalami perkembangan kemampuan berpikir melalui tahap- tahap tertentu. Van Hiele (Suherman, 2001: 52) menyatakan bahwa terdapat 5 tahap dalam berpikir gometri, yaitu: tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, dan tahap akurasi. Tahapan tersebut diuraikan se- bagai berikut:

a. Tahap pengenalan (visualisasi)

Pada tahap ini, siswa memandang suatu bangun geometri sebagai suatu ke- seluruhan. Pada tahap ini siswa belum memperhatikan komponen-komponen dari masing-masing bangun. Dengan demikian, meskipun pada tahap ini siswa sudah mengenal nama sesuatu bangun, siswa belum mengamati sifat- sifat dari bangun itu. Sebagai contoh, pada tahap ini siswa tahu suatu bangun bernama persegi panjang, tetapi siswa belum menyadari sifat-sifat bangun persegi panjang tersebut.

b. Tahap analisis

Pada tahap ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan sifat-sifat dari masing-masing bangun. Dengan kata lain, pada tahap ini siswa sudah terbiasa menganalisis bagian-bagian yang ada pada suatu bang- un dan mengamati sifat-sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur tersebut. Se- bagai contoh, pada tahap ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa suatu

(46)

14

bangun merupakan persegipanjang karena bangun itu mempunyai empat sisi, sisi-sisi yang berhadapan sejajar, dan semua sudutnya siku-siku.

c. Tahap pengurutan (deduksi informal)

Pada tahap ini, siswa sudah bisa memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun. Sebagai contoh, pada tahap ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu sama panjang.

Di samping itu pada tingkat ini siswa sudah memahami perlunya definisi untuk tiap-tiap bangun. Pada tahap ini, siswa juga sudah bisa memahami hubungan antara bangun yang satu dengan bangun yang lain. Misalnya pada tahap ini siswa sudah bisa memahami bahwa setiap persegi adalah juga persegipanjang, karena persegi juga memiliki ciri-ciri persegipanjang.

d. Tahap deduksi

Pada tahap ini siswa sudah memahami peranan pengertian-pengertian pang- kal, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan teorema-teorema dalam geomet- ri. Pada tahap ini siswa sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal. Ini berarti bahwa pada tahap ini siswa sudah memahami proses berpikir yang bersifat deduktif-aksiomatis dan mampu menggunakan proses berpikir tersebut.

e. Tahap akurasi Pada tahap ini, siswa mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika (termasuk sistem-sistem geomet- ri), tanpa membutuhkan model-model yang konkret sebagai acuan. Pada tahap ini, siswa memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri. Menurut teori Van Hiele adalah sebagai berikut:

(a) Belajar merupakan suatu proses yang diskontinu, yaitu ada lompatan dalam kurva belajar yang menyatakan adanya tahap pemikiran diskret dan berbeda secara kualitatif.;

(b) Tahap-tahap tersebut berurutan dan hierarkhi. Agar siswa dapat ber- peran dengan baik pada suatu tahap berikutnya dalam hirarkhi Van Hiele, maka dia harus menguasai sebagian besar dari tahap yang lebih rendah. Kemajuan darisatu tahap ketahap berikutnya lebih banyak

(47)

15

tergantung pada pembelajaran dari pada umur atau kematangan bio- logis;

(c) Konsep-konsep yang secara implisit dipahami pada suatu tahap menja- di eksplisit dipahami pada tahap berikutnya. Setiap tahap mempunyai bahasa dan simbol bahasa sendiri yang menghubungkan simbol-simbol itu.

Pada tahap ini, siswa mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika (termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuh- kan model-model yang konkret sebagai acuan. Pada tahap ini, siswa memahami bahwa dimungkinkan adanya lebih dari satu geometri. Teori Van Hiele adalah sebagai berikut:

1. Belajar merupakan suatu proses yang diskontinu, yaitu ada lompatan da- lam kurva belajar yang menyatakan adanya tahap pemikiran diskret dan berbeda secara kualitatif;

2. Tahap-tahap tersebut berurutan dan hierarkhi. Agar siswa dapat berpe- ran dengan baik pada suatu tahap berikutnya dalam hirarkhi Van Hiele, maka dia harusmenguasai sebagian besar dari tahap yang lebih rendah. Ke- majuan darisatu tahap ke tahap berikutnya lebih banyak tergantung pada pembelajaran dari pada umur atau kematangan biologis;

3. Konsep-konsep yang secara implisit dipahami pada suatu tahap menjadi eksplisit dipahami pada tahap berikutnya;

4. Setiap tahap mempunyai bahasa dan simbol bahasa sendiri yang menghu- bungkan simbol-simbol itu.

(48)

16

2.4 Penalaran Deduktif dalam Geometri

perhatikan masalah atau pertanyaan berikut, yaitu:

Tunjukkan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 1800

Untuk membuktikan bahwa 1800 merupakan jumlah besar sudut-sudut su- atu segitiga adalah dengan menggunakan penalaran deduktif yang proses pembuk- tiannya akan melibatkan teori atau rumus matematika lainnya yang sebelumnya sudah dibuktikan kebenarannya secara deduktif juga, yaitu: ”Jika dua garis seja- jar dipotong garis lain, maka sudut-sudut dalam berseberangannya adalah sama,”

seperti ditunjukkan gambar 2.3.

Gambar 2.3 Dua garis sejajar dipotong garis lain

Pada gambar 2.3, ∠A1 = ∠B2 dan ∠A2 = ∠B1 karena garis m dan n meru- pakan dua garis sejajar dan dipotong garis ketiga, sehingga sudut-sudut dalam berseberangannya akan sama besar, yaitu ∠A1 = ∠B2 dan ∠A2 = ∠B1. Per- hatikan 4ABC di bawah ini, dimana melalui titik C telah dibuat garis m yang sejajar dengan garis n, sehingga sudut-sudut dalam berseberangannya akan sama besar, yaitu: ∠A1 = ∠C1 dan ∠B3 = ∠C3

(49)

17

Gambar 2.4 Dua garis sejajar dan dipotong dua garis lain

Dengan demikian, berdasar gambar 2.4

∠A1 = ∠C1

∠B3 = ∠C3

∠C2 = ∠C2

∠A1 + ∠B3 + ∠C2 = ∠C1 + ∠C3 + ∠C2 Karena ∠C1 + ∠C3 + ∠C2 = 1800 maka:

∠A1 + ∠B3 + ∠C2 = ∠A + ∠B + ∠C = 1800

Contoh di atas menunjukkan bahwa pada penalaran deduktif, suatu ru- mus, teorema, atau dalil tentang jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 1800 telah dibuktikan dengan menggunakan atau melibatkan teori maupun rumus matematika sebelumnya yang sudah dibuktikan kebenarannya secara deduktif ju- ga. Sedangkan teori maupun rumus matematika yang digunakan sebagai dasar pembuk tian itu tadi telah dibuktikan berdasar teori maupun rumus matema- tika sebelumnya lagi. Begitu seterusnya. Disamping itu, pem buktian tentang jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 1800 telah melibatkan atau me nggunakan definisi yang sudah ditetapkan sebelumnya, seperti pengertian sudut lurus besarnya 1800. Proses di atas dapat digambarkan dengan diagram berikut.

Diagram ini menunjukkan bahwa dalam matematika ”benar” atau ”nalar”

berarti ”konsisten” dan diagram di atas menunjukkan juga bahwa bangunan ma- tematika telah disusun dengan dasar pondasi berupa kumpulan pengertian pang- kal (unsur pangkal dan relasi pangkal) dan kumpulan sifat pangkal (aksioma).

(50)

18

Gambar 2.5 Diagram penalaran deduktif tentang jumlah besar sudut dalam se- gitiga 1800

Aksioma atau sifat pangkal adalah semacam dalil yang kebenarannya tidak per- lu dibuktikan namun sangat menentukan, karena sifat pangkal inilah yang akan menjadi dasar untuk membuktikan dalil atau teorema matematika selanjutnya.

Depdiknas (2002: 6) menyatakan bahwa: ”Unsur utama pekerjaaan matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas dasar asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau pe rnyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelum nya”.

Disamping itu, pengertian-pengertian matematika secara berantai didefi- nisikan dari pengertian sebelumnya. Sebagaimana aksioma yang tidak perlu dibuktikan kebenarannya karena akan menjadi dasar pembuktian dalil atau sifat berikutnya, maka pengertian pangkal tidak didefinisikan karena pengertian pang- kal akan menjadi dasar pendefinisian pengertian-pengertian atau konsep-konsep matematika berikutnya. Suatu bangunan matematika akan runtuh jika terda- pat sifat, dalil, atau teorema yang diturunkan dari aksioma serta pengertian pangkalnya ada yang saling bertentangan (kontradiksi).

Itulah sebabnya, pernyataan bahwa jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga adalah 180o akan terkategori bernilai benar, karena sesuai dengan teori koheren- si, pernyataan yang terkandung didalam kalimat itu bersifat koheren, konsisten, atau tidak bertentangan dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang diang-

(51)

19

gap benar. Karenanya, Jacobs (1982: 32) menyatakan: ”Deductive reasoning is a method of drawing conclusions from facts that we accept as true by using log- ic ”. Artinya, penalaran deduktif adalah suatu cara penarikan kesimpulan dari pernyataan atau fakta-fakta yang dianggap benar dengan menggunakan logika.

Sekali lagi, bangunan pengetahuan matematika didasarkan pada deduksi semata-mata,kepada aksioma-aksioma yang dianggap benar tadi. Suatu hal yang banyak sudah jelas benar pun harus ditunjukkan atau dibukt ikan kebenarannya dengan langkah-la ngkah yang benar secara deduktif. Karena itulah, bangunan matematika dikenal sebagai mata pelajaran yang dikembangkan secara deduktif- aksiomatis, atau sistem aksiomatik.

2.5 Jenis-Jenis Permasalahan yang Sesuai untuk Permasalahan dalam Pembuktian Secara Deduktif

Jenis masalah adalah kriteria utama dalam merancang pembelajaran (Jo- nassen, 2000:63). Dalam menentukan jenis permasalahan, sedangkan pada pem- buktian jenis permasalah geometri, jawabannya (tujuannya) diberikan, tetapi prosedurnya tidak diketahui. Dengan demikian solusi terhadap masalah pem- buktian deduktif ini adalah untuk mencapai tujuan dari informasi yang diberikan.

Penyelesaian tentang masalah jenis pembuktian geometri didasarkan pada tujuan- nya. Hal ini menunjukkan bahwa pembuktian deduktif ini adalah non-algoritma.

Perencanaan ini sangat penting dalam permasalahan nonalgoritma, sebab logika pengambilan keputusan terjadi selama proses pemecahan masalah.

Praktek yang luas dalam penyelesaian permasalahan non-algoritma adalah permasalahan yang mengarah ke pengenalan dari pada ke prorosedurnya. Meski- pun pembuktian deduktif adalah non-algoritmia, namun permasalahannya sangat terstruktur. Fasilitas ini mendukung rancangan pembelajaran. Sehingga pembe- lajaran menjadi lebih berarti.

2.6 Syarat untuk Menyelesaikan Permasalahan Matematika

Sebuah soal permasalahan matematika biasanya memuat suatu situasi yang dapat mendorong seseorang untuk menyelesaikanya akan tetapi tidak secara lang-

(52)

20

sung tahu caranya. Jika seorang anak dihadapkan pada suatu permasalah ma- tematika dan anak tersebut langsung tahu cara menyelesaikannya dengan benar, maka masalah yang diberikan tidak dapat digolongkan pada kategori soal pemeca- han masalah. Pada awal abad ke sembilan belas, pemecahan masalah dipandang sebagai kumpulan keterampilan bersifat mekanis, sistematik, dan seringkali abs- trak sebagaimana keterampilan yang digunakan pada penyelesaian soal sistem persamaan. Penyelesaian masalah seperti ini seringkali hanya berlandaskan pada solusi logis yang bersifat tunggal.

Hudoyo (2002:427) yang menyatakan ”Secara alami manusia selalu mengha- dapi masalah karena itu pembelajaran matematika didasarkan masalah”. Masalah sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang dihadapi seseorang berbeda dengan masalah yang dihadapi orang lain. Suatu pertanyaan atau soal dapat merupakan masalah bagi seseorang tetapi mungkin tidak merupakan ma- salah bagi orang lain.

Beberapa pandangan tentang masalah dalam pembelajaran matematika te- lah dikemukakan oleh para ahli. mengemukakan bahwa suatu situasi adalah suatu masalah bagi seseorang jika orang tersebut sadar akan adanya situasi itu, me- ngakui bahwa situasi itu memerlukan tindakan, menginginkan atau memerlukan tindakan dan tidak dengan segera dapat memecahkan situasi tersebut. Polya (1981:117) mengemukakan bahwa suatu masalah berarti mencari dengan sadar beberapa tindakan yang tepat untuk mencapai suatu tujuan yang jelas, tetapi tujuan tidak dapat segera dicapai.

Selanjutnya Polya mengemukakan bahwa didalam belajar matematika ter- dapat dua macam masalah yaitu masalah untuk menemukan dan masalah untuk membuktikan. Ruseffendi (1988:336) menyatakan bahwa: Suatu persoalan itu merupakan masalah bagi seseorang. Pertama bila persoalan itu tidak dikenalnya, maksudnya ialah siswa belum memiliki prosedur atau algoritma tertentu untuk menyelesaikannya.

Kedua ialah siswa harus mampu menyelesaikannya, baik kesiapan mentalnya maupun pengetahuan siapnya, terlepas dari pada apakah akhirnya siswa sampai atau tidak kepada jawabannya. Ketiga sesuatu itu merupakan pamacahan ma-

(53)

21

salah baginya, bila siswa ada niat menyelesaikannya. Hudoyo (1988:175) berpen- dapat bahwa: Suatu pertanyaan merupakan suatu masalah apabila pertanyaan tersebut menantang untuk dijawab yang jawabannya tidak dapat dilakukan secara rutin saja. Lebih lanjut pertanyaan yang menantang ini menjadi masalah bagi seseorang bila orang itu menerima tantangan itu.

Dengan demikian suatu pertanyaan menjadi masalah bagi siswa, apabila siswa diberi motivasi untuk menjawab masalah itu. Pandangan-pandangan ten- tang pengertian masalah dalam pembelajaran matematika banyak kesamaannya namun pada prinsipnya sama. Suatu soal atau pertanyaan dikatakan masalah bagi seseorang apabila soal itu tidak dikenalnya atau belum memiliki prosedur atau algoritma tertentu untuk menyelesaikannya.

Konten pengetahuan yang berhubungan dengan pembuktian jenis masalah geometri ini terdiri dari konsep geometrik, relasi/hubungan, penalaran deduktif aksioma yang logis, dan ketentuan dalam bukti resmi matematika secara formal.

Berdasarkan pada pembuktian analisis terhadap para siswa, Reiss et al.,(2001:97) menunjukkan bahwa pengetahuan konten geometris saja tidak cukup untuk meng- hasilkan bukti matematika. Reiss et al.,(2001:97) membantah bahwa pengetahuan dan keahlian pemahaman secara metodologi juga mempengaruhi keberhasilan pe- mecahan bukti-jenis masalah geometri.

Menurut Reiss et al., (2001:97), metodologi pengetahuan merupakan per- paduan dari tiga aspek: membuktikan rencana/program, membuktikan struktur dan rangkaian logika. Di antaranya, membuktikan skema merujuk pada argumen deduktif, membuktikan struktur yang merujuk kepada keabsahan dalil matema- tika deduktif, dan rantai logika mengacu pada transparansi yang logis dari kema- juan secara bertahap. Ketiga aspek yang merupakan logika pemikiran deduktif maupun kesepakatan bersama secara formal bukti matematika.

Pembuktian masalah geometri menggunakan langkah-langkah pengolahan tentang memecahkan masalah umum misalnya menganalisa soal, representasi dan pemanfaatan pengetahuan mendapatkan data. Di antaranya, analisis masalah, representasi, dan penggunaan pengetahuan tentang mendapatkan data yang di- pengaruhi oleh pengetahuan dan keahlian pemahaman isi, sedangkan perencanaan

(54)

22

dipengaruhi oleh mengenal permasalahan, strategi dan kemampuan pemahaman- nya. Gambaran permasalahan, perencanaan, dan penggunaan data pengetahuan yang didukung oleh kemampuan menangani dengan diagram geometris.

Pembuktian masalah geometri menggunakan langkah-langkah pemrosesan- nya tentang memecahkan masalah secara umum misalnya seperti soal, perwaki- lan analisis perencanaan,dan pemakaian pengetahuan mendapatkan data. Hal ini membutuhkan pengoperasian matematika dan penalaran matematika. Ope- rasi seperti antara penjumlahan, pengurangan, kesamaan, dan ketidaksamaan sangat diperlukan dalam proses pemecahan masalah pembuktian jenis geomet- ri. Dalam kelas siswa sebelumnya, para siswa menemukan pemecahan masalah geometri memiliki kemampuan penalaran matematika, seperti penalaran induktif siswa dan kemampuan berfikir deduktif secara non formal.

Kompleksitas pembuktian proses pemecahan masalah geometri

Pembuktian Non-algoritma dari permasalah geometri mendorong para siswa untuk menerapkan pengetahuan tersebut dapat mengarahkan pembuktian:

Geometry proof problem solving is hard. Of the 27 definitions, postulates and theorems that are introduced prior to such a problem in a traditional curriculum, 7 can be applied at the beginning of this problem. Some of these rules can be applied in more than one way yielding 45 possible inferences that can be made from this problem’s givens. The number of options continues to increase at further layers at minimum it takes 6 such layers of inferences to reach the problem goal (Koedinger and Anderson, 1993:16-17)

Di antara berbagai kesimpulan yang dibuat, beberapa mungkin tidak relevan untuk perkembangan cara pembuktian, dan beberapa siswa dapat mengalami ke- sulitan membuat penilaian terhadap masalah yang dihadapi. Sebagai contoh jum- lah kesimpulan yang berkaitan dengan persegi yang diberikan dengan pusatnya melebihi 50, sementara hanya satu atau dua permasalahan yang relevan dengan masalah yang diberikan. Penilaian kesimpulan yang relevan adalah keahlian yang sangat penting yang harus dimiliki oleh seorang siswa. Pencarian dengan cara mundur (backward search), pencarian dengan cara maju (forward search), penca- rian dua arah (bi-directional search), serta menggambar garis bantu bukan meru-

(55)

23

pakan aturan tetapi heuristika yang dapat mengurangi kesimpulan yang tidak perlu. Kesesuaian strategi pada umumnya seperti heuristika dan perencanaan yang di sorot dalam pemecahan masalah geometri (Schoenfeld,1985:125; Chin- nappan & Lawson, 1996:3).

2.7 Tujuan Pembelajaran Matematika Secara Deduksi

Menurut Russeffendi (Dahlan, 2004) pembelajaran matematika secara de- duksi dilatarbelakangi oleh anggapan bahwa matematika merupakan ilmu yang terstruktur dan terorganisasikan, sehingga pengetahuan matematika dimulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan; seperti titik, garis, dan lain-lain. Titik itu dianggap ada, tetapi tidak dapat dinyatakan dalam suatu kalimat dengan tepat, sebab titik itu adalah unsur yang tidak didefinisikan. Paling hanya mampu mem- berikan penjelasan misalnya: ”titik itu adalah sesuatu yang tidak mempunyai ukuran panjang dan luas, isi, atau berat, yang belum jelas. Meskipun sepakat bahwa titik itu ada. Dari unsur yang tidak didefinisikan, maka munculah unsur- unsur yang didefinisikan, seperti lengkungan, sudut, dan lain-lain.

Menurut Ruseffendi (Dahlan, 2004) dari unsur yang tidak didefinisikan dan didefinisikan dapat dibuat asumsi-asumsi dasar atau aksioma atau postulat, yakni pernyataan dasar dalam matematika yang tidak dibuktikan kebenarannya kare- na kebenarannya tidak disangsikan lagi. Setelah itu disusunlah teori-teori atau dalil-dalil yang benar yang berlaku umum. Dalil ini disusun dengan pembuktian kebenarannya.

Menurut Inhelder dan Piaget (Dahlan, 2004: 29) hypotetico-deductive rea- soning, merupakan bench-mark dari tahap operasi formal. Akan tetapi penalaran deduktif bukan berarti proses operasi formal. Anak pada operasi konkrit dapat tiba pada kesimpulan yang benar jika diberi fakta-fakta yang nyata. Akan tetapi, penalaran dibatasi oleh hal-hal dan objek yang biasa di kenal. Pada tahap ope- rasi konkrit disebut demikian karena anak-anak berfikir dibatasi oleh fakta-fakta dan objek yang nyata dan tidak berupa dugaan-dugaan. Dilain pihak, anak-anak pada operasi formal tidak dibatasi untuk berfikir tentang fakta-fakta yang te- lah dilaluinya tetapi dapat membangun dugaan (hipotesis); apa-apa yang lebih mungkin dari yang nyata. Selama dalam periode operasi formal seseorang yang

(56)

24

berfikir dapat bekerja dengan dasar simbol yang tidak memerlukan referensi dunia nyatanya.

Meskipun kemampuan ini dapat membawa pikiran seseorang dalam otaknya terus-menerus berada dalam lamunan dan tidak membawannya pada suatu pem- bicaraan tanpa sampai pada metafisik, dan hal ini bukan tujuan dari Piaget (Dahlan, 2004: 29). Lebih baik digambarkan sebagai seseorang yang tidak menco- ba untuk mengaktualkan fakta-fakta dalam berfikirnya tetapi dapat menyatakan dalil-dalil dari apa-apa yang mungkin dengan sebaik-baiknya. Anak yang berada pada tahap ini dapat memformulasikan ide-ide dari hal-hal yang tidak dialaminya, mengarang cerita dan sering membuat gagasan yang hebat seperti orang dewasa tentang moral, hukum, etnis, pemerintahan, keadilan, dan agama. Siswa mema- suki, secara kognitif, arena orang dewasa dan turut berfikir tentang pembicaraan yang berat meskipun tanpa pernah mengalaminya.

(57)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tahapan Penelitian

Penelitian ini Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahapan: untuk menen- tukan prediksi indikator (Tahap I) dan memodifikasi dengan strategi (Tahap II).

Sebuah gambaran singkat dari Tahap I dan Tahap II sebagai berikut.

Gambar 3.1 Skema tahap I

Tahap 1

Memprediksi indikator dari pembuktian pemecahan masalah jenis geometri (PJG) kemampuan yang dihipotesakan menjadi Konten Pengetahuan Geometri (KPG), Pemecahan Masalah Umum (PMU), dan Kemampuan Penalaran Mate- matika (KPM).

(58)

26

Instrumen:

Untuk menguji hipotesa, tiga tugas tersebut dirancang tertulis: pembuktian pemecahan masalah jenis geometri (PJG), Konten Pengetahuan Geometri (KPG), dan Pemecahan Masalah Umum (PMU). Tes dilakukan secara tertulis selama 1 jam. Skor Kemampuan Penalaran Matematika (KPM) siswa ditulis pada kolom penilaian dari sekolah.

Prosedur:

Siswa menyelesaikan tiga tugas secara tertulis. Tugas pembuktian pemeca- han masalah jenis geometri (PJG), Konten Pengetahuan Geometri (KPG), dan Pemecahan Masalah Umum (PMU). Naskah yang ditulis pada tugas pembuk- tian pemecahan masalah jenis geometri (PJG) dan Pemecahan Masalah Umum (PMU) dinilai sesuai dengan indikator pemecahan masalah. Isi tugas Konten Pengetahuan Geometri (KPG) di nilai dengan cara yang biasa. Nilai Keteram- pilan Penalaran Matematika (KPM) diperoleh dari penilaian sekolah. Perangkat lunak statistik program SPSS digunakan untuk melakukan regresi linier analisis berganda dari semua nilai.

Peserta:

Para peserta dalam Tahap I dari penelitian ini adalah 166 siswa sekolah menengah pertama yang berasal dari delapan kelas di SMPN 1 Medan yang dipilih secara acak.

(59)

27

Tahap II

Gambar 3.2 Skema tahap II

Hasil penelitian dari Tahap I ditambah dengan tinjauan literatur yang lu- as tentang pertimbangan dari teori berpikir secara deduktif formal dalam pem- buktian jenis masalah geometri, melaporkan keprihatinan pembelajaran serta ke- butuhan instruksional/pengajaran memberikan dasar untuk merancang sebuah pembelajaran yang bernuansa lingkungan.

Prosedur:

Suatu proses rancangan berulang-ulang telah diadopsi untuk mengembang- kan, meninjau dan merevisi lingkungan belajar melalui serangkaian pertemuan dengan tujuan untuk pembentukan konsep, berfokus pada kelompok atau pengem- bangan.

Gagasan/ide pertemuan berfungsi untuk membangun sebuah prosedur yang umum, visi dan konsep yang jelas dari lingkungan belajar yang diperlukan melalui pertukaran pengalaman dan pengetahuan. Fokus pertemuan kelompok adalah untuk menentukan fitur utama dan struktur menyeluruh dari lingkungan belajar.

Pengembangan pertemuan yang melibatkan model atau contoh khas, gagasan yang muncul pembahasan itu menyertakan keputusan tentang hasil pertemuan sebelumnya, kebutuhan pembelajaran di peroleh dari kajian pustaka dan Tahap I dari penelitian.

(60)

28

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatitf.

Dalam hal ini, digunakan data kualitatif untuk mengembangkan pembelajaran geometri pada level SMP dengan menggunakan penalaran deduktif formal, dan selanjutnya diimplementasikan ke dalam pembelajaran matematika topik geomet- ri di SMP yang diladalamnya terdiri dari soal soal yang sesuai untuk pembuk- tian pemecahan masalah jenis geometri (PJG), Konten Pengetahuan Geometri (KPG), dan Pemecahan Masalah Umum (PMU). Naskah soal yang ditulis pa- da tugas pembuktian pemecahan masalah jenis geometri (PJG) dan Pemecahan Masalah Umum (PMU) di nilai sesuai dengan indikator pemecahan masalah. Isi tugas Konten Pengetahuan Geometri (KPG) di nilai dengan cara yang biasa. Ni- lai Keterampilan Penalaran Matematika (KPM) diperoleh dari penilaian sekolah.

Perangkat lunak statistik program SPSS digunakan untuk melakukan regresi linier analisis berganda dari semua nilai.

3.3 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-kuatitatif. Fokusnya adalah bagaimana pengaruh pembuktian deduktif formal dalam geometri dan implika- sinya dalam pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Bog- dan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2002: 3) yang menyatakan ”metodologi kuantitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif beru- pa nilai untuk pembuktian pemecahan masalah jenis geometri (PJG), Konten Pengetahuan Geometri (KPG), dan Pemecahan Masalah Umum (PMU). Data kuantitatif di dapat agar dapat di olah dengan mengunakan software SPSS 17 dengan menggunakan analisis regresi multikolinearitas

3.4 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Medan. Selanjutnya untuk pelaksanaan implementasi pembelajaran dilakukan pada di SMP Negeri 1 Medan.

Gambar

Gambar 2.1 Skematik untuk mengalalisis argumentasi
Gambar 2.2 Skema penalaran deduktif
Gambar 2.3 Dua garis sejajar dipotong garis lain
Gambar 2.4 Dua garis sejajar dan dipotong dua garis lain
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karya akhir yang berjudul: “Efektivitas Antibakterial Madu In Vitro Terhadap Pseudomonas Aeruginosa ATCC 27853”, ini adalah karya penelitian saya sendiri dan tidak

Contoh: Jika ada SQL statement (query) yang sering dijalankan untuk mengakses sebagian kecil dari data dalam tabel, maka SQL statement tersebut dapat dijalankan lebih efisien

Alat Uji Koneksi ini akan menunjukkan suatu hubungan âbagusâ dengan suatu isyarat akustik, di mana pengujian akustik menjadi pengujian lebih cepat dan lebih mudah sehingga pada

[r]

Alat Pendeteksi kabel listrik ini bekerja dengan menangkap sinyal frekuensi rendah yang dihasilkan oleh kawat listrik di dalam dinding yang terhubung dengan jaringan listrik arus

[r]

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul

Dan pada penelitian ini digunakan plasticizer minarex dengan variasi kadar dan nisbah filler hybrid (carbon black/abu sawit), dimana sifat mekanik yang diperoleh