B-1
MITIGASI GEMPA BUMI MENGGUNAKAN DETEKTOR GEMPA
SEDERHANA SISTEM RELAY DENGAN MENGACU PRINSIP
STRUKTUR DINAMIK
Tatang Kukuh Wibawa
1, Ali Zakariya
2, dan Fitrianto
3,
1
Jurusan Teknik Sipil Fak. Teknik , Universitas Sebelas Maret Tatang_kukuh@yahoo.com (085640545586)
2 Jurusan Teknik Sipil Fak. Teknik , Universitas Sebelas Maret 3
Jurusan Teknik Mesin Fak. Teknik , Universitas Sebelas Maret
Abstrak
Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng aktif dunia yaitu lempeng Eurasia, Lempeng Samudera Hindia-Benua Australia dan Lempeng Samudera Pasifik. Pergerakan lempeng besar dalam bentuk penumpuan dan papasan menimbulkan beberapa zona subduksi dan patah permukaan. Selain itu pergerakan ini akan membebaskan sejumlah energi yang telah terkumpul sekian lama secara tiba-tiba, di mana proses pelepasan tersebut menimbulkan getaran gempa dengan nilai yang beragam. Ilmuwan Sejauh ini belum ada yang bisa memprediksi terjadinya gempa bumi secara pasti kapan dan dimana terjadinya.
Mitigasi bencana digunakan untuk menunjuk pada semua tindakan untuk mengurangi dampak dari satu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan- tindakan pengurangan resiko jangka panjang. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dan proses perencanaan untuk respon yang efektif terhadap bencana-bencana bila terjadi.
Detektor gempa sederhana sistem relai digunakan sebagai mitigasi (pemberi peringatan) ketika bencana gempa bumi terjadi. Saat gempa bumi dengan kekuatan tertentu terjadi, bandul akan bergetar
sejauh perhitungan jarak maksimum (∆x) translasi studi kasus bangunan yang dikenai gaya gempa dan
kemudian menyentuh lempengan. Arus listrik yang mengalir diantara sensor dan kemudian menghidupkan relai. Relai ini menyebabkan saklar S1 dan S2 secara automatis menutup. Saklar S1 berfungsi menyuplai arus ke rilai agar relai tetap bekerja. Saklar S2 memberikan suplai arus ke rangkaian alarm. Pada saat inilah rangkaian alarm akan berbunyi.
Kata Kunci : Mitigasi, Gempa bumi, Detektor gempa sederhana
PENDAHULUAN
Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng aktif dunia yaitu lempeng Eurasia, Lempeng Samudera Hindia-Benua Australia dan Lempeng Samudera Pasifik. Lempeng Samudera Hindia - Benua Australia bergerak relatif kearah Utara relatif terhadap Lempeng Eurasia (7,0 cm/th), Lempeng Pasifik serta Lempeng Philipina di bagian Timur bergerak ke barat keduanya menumpu di bawah pinggiran Lempeng Asia Tenggara (10 cm/th), sebagai bagian dari Lempeng Eurasia. Pergerakan lempeng besar dalam bentuk penumpuan dan papasan menimbulkan beberapa zona subduksi dan
patah permukaan. Selain itu pergerakan ini akan membebaskan sejumlah energi yang telah terkumpul sekian lama secara tiba-tiba, di mana proses pelepasan tersebut menimbulkan getaran gempa dengan nilai yang beragam (Kertapati, 2004)
B-2 DIY dan Jateng adalah 5.743 orang
meninggal dan 38.423 orang luka-luka. Akibat gempa tersebut, 126.932 keluarga kehilangan rumah, 183.399 keluarga rumahnya rusak berat, dan 259.816 keluarga rumahnya rusak ringan Berdasarkan data tersebut, jumlah pengungsi di DIY dan Jateng diperkirakan mencapai 330.331 keluarga. (Akhmad Muktaf Haifani, 2008).
Gambar 1. Gambar dampak gempa terhadap bangunan, Yogyakarta 27 Mei 2006
Ilmuwan mencoba meramalkan gempa lewat dua cara, pertama mempelajari sejarah gempa besar di daerah tertentu dan kedua memantau laju penumpukan energi di suatu lokasi. Namun, Lembaga Penelitian Geologi AS (United States Geological
Study/ USGS) menilai metode ini tidak
selalu akurat, gempa yang multiplikator adalah salah satu penghambatnya. Sejauh ini peneliti belum ada yang bisa memprediksi terjadinya gempa bumi secara pasti.
mitigasi bencana guna mempersiapkan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan dari bencana alam gempa tersebut, dalam hal ini punulis menggunakan pendekatan sistem
relay untuk detektor gempa.
KAJIAN PUSTAKA
Konsep struktur terhadap gaya gempa
Kekakuan struktur yang dimodelkan sebagai kekakuan pegas-k, pada bangunan bertingkat yang menahan gaya gempa berasal dari struktur dinding. Kekakuan pegas struktur kolom, atau beberapa kolom yang dihubungkan dengan balok membentuk portal berasal dari kekakuan lentur. Sedangkan kekakuan struktur dinding berasal dari kekauan lentur dan geser. (Sri Murni 2009)
Kekakuan lateral kolom berdiri bebas
3
= ∆
Gambar 2. Gambar
kekakuan struktur
Kekakuan lateral balok jepit jepit atau portal balok kaku
12 ( + ) =
Prinsip dasar konsep tahan gempa adalah bangunan yang dapat bertahan dari keruntuhan akibat getaran gempa, serta memiliki fleksibilitas untuk meredam getaran. Prinsip pada dasarnya ada dua, yaitu kekakuan struktur dan fleksibiltas peredaman. Bangunan juga harus bersifat daktail, sehingga dapat bertahan apabila mengalami perubahan bentuk yang diakibatkan oleh gempa.
Maka dengan mengacu pada dasar bencana alam khususnya gempa bumi yang tidak dapat diketahui kapan dan dimana terjadinya, oleh sebab itu perlu adanya
Gambar 3. Ilustrasi portal balok kaku
Kekakuan lateral kolom dengan balok tidak kaku terletak diantara dua kondisi ekstrim, bergantung rasio kekakuan balok dan kekakuan kolom
Gambar 4. Ilustrasi balok
B-3 No Tahun Jumlah (kali)
1 2010
(awal)
1
2 2009 4
3 2007 2
4 2006 1
5 2004 2
6 1992 1
Total 11
∑
3 ( + )
≤ ≤
12 ( + )
(Sumber: Kementrian PU, 2010) Gambar 6. Peta zonasi gempa Indonesia Kekakuan lateral diding terdiri dari
kekakuan lentur dan kekakuan geser (pada kolom atau portal kekakuan geser diabaikan)
Deformasi lentur Deformasi geser
Gambar 5. Gambar kekakuan lateral dinding
Data gempa bumi besar dan berdampak besar berdampak pada kerusakan permanen dalam jumlah besar pada struktur yang tecatat di Indonesia dalam 20 tahun terakhir adalah 10 kali.
Tabel 1. Jumlah gempa bumi skala intensitas di Indonesia selama 20 th terakhir (Tatang, 2010)
3 =
∆ + ∆
Dalam bab 4 ketentuan umum tentang wilayah dan spektrum respon (SNI 03-1726-2002 tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung)
Berdasarkan data tersebut, gempa bumi di Indonesia selama 20 tahun terjadi 11 gempa besar. Asumsi kejadian gempa dimodelkan dengan Proses Poisson (tatang, 2010), didapat Probabilitas terjadi 5 kali atau lebih gempa 20 tahun kedepan di Indonsia: Indonesia di tetapkan terbagi dalam 6
wilayah gempa dimana wilayah gempa 1 P(X
t≥5) =
1
4
e
11(11)
xadalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah gempa ini, didasarkan atas percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan perioda ulang 500 tahun. Namun ditahun 2010 Kementerian Pekerjaan Umum mengeluarkan Peta zonasi gempa yang baru karena dipengaruhi oleh adanya gempa besar beberapa tahun terakhir, sehingga ditetapkan Indonesia terdiri atas 15 zona gempa yang baru.
x 0
x
!
= 1 - 0,0000167 - 0,000184 - 0,001 - 0,0037 - 0,01019
= 0,9831 ≈ 1
Potensi Besarnya kejadian terulang gempa ini sangatlah besar yang mengakibatkan besarnya dampak meninggalnya nyawa, runtuhnya bangunan rumah,gedung maupun prasarana sosial dan penggunaan Alat detektor gempa sederhana dapat digunakan sebagai alternatif untuk solusi mitigasi mengurangi terjadinya korban.
Daktilitas struktur
B-4 Daktilitas adalah kemampuan suatu
struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik yang besar secasra berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan
Mitigasi gempa
Mitigasi bencana adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk pada semua tindakan untuk mengurangi dampak dari satu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan- tindakan untuk mengurangi resiko-resiko yang terkait dengan bahaya-bahaya karena ulah manusia dan bahaya alam yang sudah diketahui, dan proses perencanaan untuk 1,0 ≤ = ≤
respon yang efektif terhadap bencana- bencana yang benar-benar terjadi.
HASIL DAN ANALISIS
Penetuan Simpangan Masksimun Elemen Struktur untuk Jarak Maks (
∆
x) pada
perangkat relay
Peraturan yang digunakan mengacu :
1. Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah Dan Gedung (SNI 03-1727-1989)
2. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002)
3. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002)
Contoh studi kasus gedung dibawah ini:
B-5 Tahap-tahap perhitungan simpangan maksimum studi khasus gedung 3 lantai yaitu:
1. Menghitung berat struktur perlantai.
Tabel 2. Contoh berat struktur per lantai
Tingkat hi Wi Wi x hi
(m') (t) (t.m)
6 22,0 1.682,06 37.005,28
5 18,5 2.994,17 55.392,15
4 15,0 2.995,17 44.927,55
3 11,5 2.996,17 34.455,96
2 8,0 2.997,17 23.977,36
1 4,5 3.385,25 15.233,62
Jumlah 17.049,99 210.991,90
2. Mengetahui data seismik gedung tersebut. Contoh data Seismik:
Lokasi gedung di wilayah gempa : 3 Percepatan puncak batuan dasar : 0,15 Percepatan puncak muka tanah, A0 : 0,22
(Tabel 5. Pasal 4.7.2 SNI 1726-2002).
Tc : 0,6
Am = 2,5 A0 : 0,55 Ar = Am x Tc : 0,33
(Tabel 6. Pasal 4.7.6 SNI 1726 -2002).
Gedung digunakan untuk perkantoran, Faktor Keutamaan Struktur, I : 1
(Tabel 1. Pasal 4.1.2 SNI 1726 -2002).
Faktor Reduksi Gempa, R : 8,5
3. Menghitung gaya lateral equivalent dan gaya geser per lantai.
Periode Alami wilayah gempa 3
C
0,33
T
3
T
0,0731
H
43
Gambar 8. Grafik respon spektra wilayah 3
T
0,0731* 22
4B-6 t
Tc= 0,6 Karena T > Tc, maka dipakai rumus
C
Ar
T
Ar Am
.
Tc
Ar
0,55
x
0,6
Ar
0,33
C
0,33
0,7426
0,44
Gambar 9. Grafik respon spektra dengan C=0,44
Gaya geser horisontal total akibat gempa ( V )
Vx, y
C.I.Wt
R
Gaya Lateral Equivale
Fxy
(
vxy
).
Wxy
.
hxy
∑
Wxy
.
hxy
Tabel 3. Contoh gaya lateral equivalent dan gaya geser per lantai
Lantai Hx
(m) Wx (kN)
WxHx (kNm)
F Lateral Fx (kN)
V Story Vx (kN)
6 22,0 1.682,06 37005,3 156,68 156,68
5 18,5 2.994,17 55392,1 234,53 391,22 4 15,0 2.995,17 44927,6 190,23 581,45
3 11,5 2.996,17 34456 145,89 727,33
2 8,0 2.997,17 23977,4 101,52 828,86
1 4,5 3.385,25 15233,6 64,50 893,36
∑ 17050 210992
B-7 Gambar 10. Gambar perhitungan struktur yang dikenai gaya gempa dan hasilnya
Detektor Gempa Sederhana Sistem Relay
Perangkat Relay
B-8 (b)
Gambar 11. Skema relai, (a) rangkaian terbuka, (b) rangkaian tertutup setelah di
beri arus listrik.
Perangkat Alarm
adalah berupa sensor grafitasi. Sensor sederhana ini terdiri bandul dan lempengan berupa lingkaran. Bandul berbahan logam yang dapat mengalirkan arus listrik, berfungsi sebagai penangkap getaran yang dihasilkan dari gempa bumi. Saat gempa bumi dengan kekuatan tertentu terjadi, bandul akan bergetar dan kemudian menyentuh lempengan berbentuk lingkaran.
Bandul
Rangkaian Alarm adalah sesuatu rangkaian elektronik yang digunakan untuk memberi peringatan kepada orang dengan cepat untuk mengetahui adanya sesuatu. Tanda peringatan yang biasanya dihasilkan oleh rangkaian alarm berupa bunyi yang keras. Skema rangkaian alarm yang akan
Lempengan
Δx
digunakan adalah seperti dibawah ini :
Gambar 12. Rangkaian Alarm
Sensor
Sensor adalah sesuatu yang digunakan untuk mendeteksi adanya perubahan lingkungan fisik atau kimia. Sensos fisika mendeteksi besaran suatu besaran berdasarkan hukum- hukum fisika. Contoh sensor fisika adalah sensor cahaya, sensor suara, sensor gaya, sensor tekanan, sensor getaran/vibrasi, sensor gerakan, sensor kecepatan,sensor percepatan, sensor gravitasi, sensor suhu, sensor kelembaban udara, sensor medan listrik/magnit, dll. Sensor yang digunakan
translasi (∆x) cm Maksimumum yang harus dipenuhi, di hitung dari perhitungan data
sebelumnya.
Δx Maks
Gambar 13. Sensor berupa bandul
Prinsip Kerja Alat
B-9 diantara sensor dan kemudian singkat dan biasanya terjadi dimalam hari
menghidupkan relai. Relai ini menyebabkan saklar S1 dan S2 secara automatis menutup.
serta belum adanya detektor gempa yang dipasang di masing-masing bangunan, perlu Saklar S1 berfungsi menyuplai arus ke rilai adanya sebuah alat yang dapat membantu agar relai tetap bekerja. Saklar S2
memberikan suplai arus ke rangkaian alarm. Pada saat inilah rangkaian alarm akan berbunyi.
mitigasi bencana guna mempersiapkan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan dari bencana alam gempa bumi tersebut.
Alat detektor gempa sederhana sistem relay ini dapat digunakan sebagai mitigasi/peringatan dini terjadinya gempa. Prinsip Stuktur dinamik pada perlakuan gempa terhadap bangunan (translasi) dapat dimanfaatkan dalam pengembangan sistem alat tersebut sehingga terciptalah alat yang mudah dalam pembuatan dan penggunaannya, efisien dalam pemakaian
Gambar 14. Skema cara kerja detektor gempa sederhana sistem relay
Detail Visualisasi Alat
komponen dan energi listrik, dan murah dalam pembuatannya sehingga terjangkau bagi semua elemen masyarakat terutama masyarakat menengah kebawah.
Prediksi hasil dan fungsi dari alat detektor gempa sederhana sistem relay ini yaitu:
1. Sebagai peringatan dini terhadap gempa bumi.
2. Menambah kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya gempa bumi.
3. Memudahkan mitigasi bila terjadi gempa bumi
4. Dengan alat yang sederhana maka
Gambar 15. detektor gempa sederhana sistem relay
didapat harga produksi yang murah sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
5. Membantu Pemerintah dalam upaya mengurangi dampak primer yang ditimbulkan oleh gempa bumi.
KESIMPULAN
B-10
DAFTAR PUSTAKA
A.W Coburn, Spence. 1994.
Mitigasi
Bencana
. Program bembangunan
perserikatan
bangsa-bangsa
dengan
kontor
koordinasi
bantuan bencana PBB.
Benny Kusuma dan Tavio. 2009
Desain
sistem rangka pemikul momen
dan
dinding struktur beton
bertulang
tahan
gempa
.
Surabaya. ITSPress.
Haifani, Achmad Muktaf.
Manajemen
resiko bencana gempa bumi
. Di
dalam:
Prosiding
Seminar
Nasional IV SDM TEKNOLOGI
NUKLIR : STTN- BATAN, 25-
26 AGUSTUS 2008. Yogyakarta.
285. ISSN 1978-0176
Hasto Widodo. 2010. SIRINE POLISI
.
http
://www.rangkaianelektronik.c
o.cc/2009/07/cilis.html,
20
September 2010.
Kementrian Pekerjaan Umum (PU).
2010.
Peta gempa indonesia
.
Jakarta : PU.
Kementrian Pekerjaan Umum (PU).
2001.
SNI-1726-2001(Tata Cara
Perencanaan Ketahanan Gempa
Untuk Bangunan Gedung)
.
Jakarta : PU.
Kementrian Pekerjaan Umum (PU).
1989.
SNI
03-1727-1989
(Pedoman
Perencanaan
Pembebanan Untuk Rumah Dan
Gedung)
. Jakarta : PU.
Kementrian Pekerjaan Umum (PU).
1989.
SNI 03-2847-2002 (Tata
Cara Perhitungan Struktur Beton
Untuk
Bangunan
Gedung).
Jakarta : PU.
Kertapati,
E.
K.,
Januari
2004;
”
Aktivitas Gempabumi
di
Indonesia, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi
”
, Badan
Penelitian dan Pengembangan,
Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral.
Majalah
Technokonstruksi,
edisi
Oktober 2009.
Atropatena
. Hal 6-
18. Jakarta: PT Multikarya Subur
Abadi
Sri Murni Dewi.2009.
Teknik Gempa,
untuk
Teknik
Sipil
.
Malang:BargieMedia Press
Syafi
’
i.
2009.
Pengantar
kuliah
Probabilitas untuk Teknik Sipil.
Solo : UNS.
Tatang K.W.
Mitigasi dan Menejemaen
Gempa Bumi
. Didalam makalah
lomba mahasiswa
berprestasi