• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR LAMPIRAN

A. Latar Belakang

Guru menurut kamus besar bahasa Indonesia (2011) adalah sebuah pekerjaan yang tugasnya mengajar. Menurut kunandar (2010) menjelaskan bahwa guru adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa indonesia (2011) menjelaskan guru honor adalah pekerjaan yang tugasnya mengajar dan mendapatkan upah/gaji honorium. Berdasarkan pengertian diatas di ketahui bahwa antara guru honor dan guru yang ada pada umumnya merupakan sosok yang tugasnya mengajar dan mendidik kemudian memperoleh hak berupa upah maupun pengahasilan. Hal ini juga di jelaskan dalam Undang-Undang maupun Peraturan Pemerintah yang ada. Dalam UU no 14 pasal 1 ayat 1 tahun 2005 tentang guru menyatakan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Berdasarkan definisi diatas, maka dapat diartikan bahwa guru adalah profesi yang melakukan pekerjaan seperti ; mengajar, mendidik, membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi peserta didik pada berbagai tingkatan pendidikan. Hal ini menyebabkan bahwa seorang guru yang berstatus sebagai pegawai honor

melakukan tugas atau beban kerja yang sama dengan guru tetap, karena dalam UU No 14 tahun 2005 tidak dijelaskan tentang perbedaan dalam tugas dan beban kerja antara guru yang berstatus honor dan guru berstatus tetap.

Tugas dan tanggung jawab tersebut datang dari dalam atau luar lingkungan pekerjaan. Dalam lingkungan pekerjaan tuntutan tersebut datang dari rekan kerja, kepala sekolah, wali murid, dan siswa. Surya (2012) menyatakan para guru tetap dan kepala sekolah jarang melakukan dialog atau diskusi berkenaan dengan pengajaran yang baik pada guru honor. Berdasarkan pernyataan tersebut guru honor berada dalam posisi lemah dalam tuntutan mengembangkan metode pengajaran dari kepala sekolah dan sesama rekan kerjanya. Hal itu terjadi karena moment untuk berbagi pengalaman menjadi kurang terpenuhi dan mengakibat pola pengajaran yang terbentuk seperti itu saja tidak berkembang. Berdasarkan informasi guru honor dalam pengembangan dan pelatihan karekater diri dan metode saja tidak didapatkan dari sekolah , ungkap salah satu guru honor di wates.

Selain itu tuntutan yang datang dan berasal dari orang tua murid adalah berdasarkan penuturan dari guru honor bahwa dengan adanya perbedaan latar belakang sosial dan status pekerjaan yang ada pada orang tua murid guru honor cenderung di tuntutan untuk lebih mudah beradaptasi dengan setiap anak dengan latarbelakang yang ada. Selain itu pada perkembangan terkait teknologi pengajaran yang ada pada guru honor di kota wates. Berdasarkan informasi yang di dapat guru honor mengalami kebingungan akan penerapana teknologi yang menurut guru honor belum sesuai pada metode pemebelajaran. Namun dengan adanya keunikan latarbelakng tersebut guru juga di tuntut untuk lebih

mengembangkan lagi terkait dengan metode pengajaran yang ada. Mulyasa (2010) menjelaskan guru dalam mengajar harus menjadi panutan bagi anak didiknya, agar lebih mudah dalam beradaptasi dengan karakter siswa didiknya. Hal itu menjadikan guru berada dalam tuntutan untuk mengembangakan karakter yang lebih mudah untuk beradaptasi diri dan membaginya dengan peserta didiknya.

Dalam melakukan beban kerja serta tuntutan dalam bekerja tersebut guru yang honor dan guru tetap pun berhak menerima pendapatan upah hasil berkerja, akan tetapi upah hasil bekerja yang di teriima oleh guru tetap dan guru honor itu berbeda. Susanto (2013) megatakan Guru yang berpendapatan antara 1- 2 juta mereka adalah guru yang sudah di sertifikasi, sedangkan yang berpendapatan 250-1 juta guru honor dan belum mendapatkan sertifikasi. Pernyataan tersebut sesuai dengan penuturan salah satu guru honor SD di Kulon Progo yaitu, Guru yang menyandang status honorarium mendapatkan tunjangan atau gaji sebesar Rp 400,000 per bulan. Dengan adanya perbedaan bahwa guru honor menerima upah yang kurang sebanding dengan tugas serta beban kerja yang di alami. Hal ini dapat menimbulkan kondisi bekerja yang kurang baik, dan mungkin mennyebabkan terjadinya kecemburuan sosio ekonomi antara guru tetap dan guru honor, sehingga mengarah pada bentuk kinerja mengajar yang kurang sesuai antara guru honor dan guru tetap. Sudarmana (2013) mengungkapkan bahwa kondisi yang terjadi antara guru honor dan guru tetap terjadi karena adanya faktor kebijakan yang berlaku khususnya terkait dengan dengan keguruan itu sendiri, hal ini bila tidak di sikapi dengan bijak maka akan berpotensi membuat budaya kerja di satuan pendidikan yang memburuk.

Terkait dengan guru honor yang kurang menerima upah yang sebanding dengan beban kerja yang sama dengan guru tetap. Guru honor pun kurang mendapatkan apresiasi berupa pengakuan atas prestasi maupun kerja kerasnya dalam mengajar serta mendidik siswa. Apresiasi tersebut diperlukan oleh guru honor untuk menunjang proses guru honor dalam mengajar dan memberikan guru honor dalam mengajar. Berdasarkan informasi yang di peroleh dari salah satu guru honor, bahwa dalam hal pengapresiasian serta bentuk pengakuan akan pengajaran serta prestasi siswa yang terjadi karena guru yang mengajarkan terasa kurang, menurutnya kepala sekolah maupun orang tua murid yang lain hanya memandang nya berdasarkan itu dari kerja keras siswa itu sendiri, dan tidak melihat bagaimana usaha guru honor dalam mendidik maupun melatih siswa dalam meraih hasil tersebut. Sudarmana (2012) hal yang memperihatinkan guru honor adalah kurang nya hak untuk mengembangkan diri, hak memberdayakan diri tersebut di perlukan sebagai bentuk apresiasi yang di berikan oleh pihak sekolah maupun pihak luar atas prestasi dan kerja keras yang dilakukan oleh guru honor.

Selain itu, hal yang membedakan antara guru honor dan guru tetap adalah tentang status kepegawaian yang di pegang oleh guru honor honor. Menurut informasi yang didapatkan dari Salah satu Komite sekolah SD di Kota Wates menuturkan bahwa beberapa guru honor masih terus di mempertanyakan status kepegawaian mereka, hal itu terjadi karena mereka merasa hanya di beri janji lisan saja oleh sekolah maupun pemerintah. Sudarman (2012) menuturkan bahwa status

kepegawian dan kepastian hukum pada guru honor tidak pernah mereka miliki, karena guru honor hanya di ikat melalui kontrak kerja dengan pihak sekolah saja. Penjelasaan diatas memberikan gambaran bahwa guru honor dalam kondisi yang cukup waspada karena sewaktu-waktu ketika ada guru baru yang dateng dan ternyata dirinya memiliki surat penugasan dari pemerintah maka dirinya akan pergi. Hal ini lah yang membuat kepastian akan karier dari guru honor masih terus dipertanyakan oleh semua guru honor. Padahal guru honor dan guru tetap memiliki persamaan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Berdasarkan berita dari media cetak online yaitu koran sindo yang dengan judul

“Gaji Guru Honorer Segera Dinaikkan” berisi tentang hasil wawancara dengan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yaitu bapak Anies Baswedan, mengatakan bahwa akan memperjuangkan kesejahteraan guru honorer agar kehidupannya menjadi lebih layak. Menurut Mendikbud, meski kesejahteraan guru PNS semakin meningkat, hal tersebut berbanding terbalik dengan kesejahteraan guru honorer.

Kesejahteraan merupakan hal yang cukup penting dalam mencapai keberhasilan dan kesuksesan seorang pekerja. Hal ini juga di sampaikan oleh Kunandar (2011) agar dapat melaksanakan kewajiban dan menjalankan profesi dengan baik, bahwa dibutuhkan kesejahteraan pribadi dan profesi bagi guru yang meliputi; Imbal jasa yang wajar, rasa aman dalam melaksanakan tugasnya, kondisi kerja yang kondusif bagi pelaksanaan tugas dan suasana kehidupan, hubungan antarpribadi yang baik serta kondusif, dan kepastian jenjang karier dalam menuju masa depan yang lebih baik. Melihat fenomena rendahnya gaji honor, maka hal

tersebut menjadi suatu perhatian khusus bahwa guru honor saat ini membutuhkan kesejahteraan secara pribadi dan profesi dalam menjalankan tugas serta peranannya. Hal ini menguatkan pada pertanyaan bagaimana kesejahteraan psikologis guru berstatus honor.

Kesejahteraan psikologis sendiri menurut Ryff (1989) adalah sikap positif yang ditunjukan pada diri sendiri dan orang lain seperti: dapat mengambil keputusan sendiri dan mengatur tingkah laku dirinya sendiri, dapat membuat dirinya merasakan kenyamanan yang sesuai dengan lingkungan, sehingga membuat hidupnya lebih bermakna dan memiliki tujuan hidup yang terus di eksplorasikan serta dikembangkan. Maksudnya kesejahteraan secara psikologis itu terjadi ketika dalam kehidupan sehari-hari perasaan seseorang berjalan sesuai dengan fungsinya. Huppert (2008) juga mengungkapkan bahwa kesejahteraan psikologis sikap positif yang ada pada individu terkait dengan 6 dimensi yang ada dalam kesejahteraan psikologis itu sendiri. Dalam hal ini penting untuk kita teliti karena dalam kesehariannya beban seorang guru honor yang cukup berat dan tantangan profesi yang cukup tinggi serta tuntuntan dari masyarakat akan hasil perilaku pengajaran memperngaruhi perasaan positif dan berfungsi secara efektif pada guru berstattus honor. Kesejahteraan psikologis sendiri memiliki 6 dimensi yang berpengaruh dalam kesejahteraan psikologis seseorang yaitu : penerimaan diri, otonomi, relasi positif dengan orang lain, tujuan hidup, dan penguasaan lingkungan. Dimensi-dimensi tersebut mempengaruhi guru honor dalam mencapai kesejahteraan secara psikologis.

Penelitian lain yang meneliti tentang guru honorer terkait dengan

kesejahteraan psikologis adalah “ kesejahteraan psikologis guru honorer AGHI di

kota bandung, Jawa barat” yang dilakukan oleh Melda Sumanto (2013). Pada

penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa 5 dimensi mendapatkan hasil yang tinggi ( pertumbuhan diri, penerimaan diri, otonomi, relasi positif, penguasaan lingkungan) sedangkan 1 dimensi yang mendapatkan hasil yang rendah (tujuan hidup). Sedangkan , secara data demografis subjek tidak dicantumkan penghasilan tambahan, mengajar di sekolah apa, lama mengajar, dan hal-hal yang penting dalam data demografis. Hal tersebutlah yang membuat penelitian yang akan di lakukan ini menjadi lebih menarik, karena terdapat perbedaan secara data demografis serta karakteristik subjek yang diteliti pun berbeda.

Selain itu penelitian sebelumnya yang meneliti terkait dengan kesejahteraan guru honor juga terjadi di guru honor rsbi yang ada di jakarta barat. Pada penelitian tersebut pada metode pengambilan data serta latar belakang mengajar, metode pengambilan data yang di lakukan pada penelitian tersebut di lakukan menggunakan metode obeservasi dan wawancara, dan subjek yang di gunakan hanya 4 orang guru dengan latar belakang subjek yang sama yaitu mengajar kurang lebih 2 tahun. Kota Wates adalah pusat administrasi dari Kabupaten Kulonprogo, Derah Istimewa Yogyakarta. Secara administrative berada di barat dari Kota Yogyakarta. Sedang kota Yogyakarta sendiri menurut orang banyak terkenal sebagai kota pelajarnya. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk melihat kesejahteraan psikologis pada guru honor di setiap tingkatan SD, SMP di kota Wates kabupaten Kulon Progo , Daerah Istimewa

Yogyakarta. Berdasarkan SK Gub No 252 tahun 2014, secara UMR ( upah minimum regional) Kulonprogo berada di posisi kedua terrendah setelah kabupaten gunungkidul, yaitu sebesar 1,268,720.

Berdasarkan uraian diatas, karena secara demografis berbeda dengan penelitian sebelumnya meskipun tuntutan dan beban kerja yang sama yang di tetapkan oleh pemerintah. Maka peneliti tertarik untuk melihat serta mengidentifikasi kesejahteraan psikologis yang ada pada guru honor pada tingkat SD dan SMP di kota Wates, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dokumen terkait