• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. SAKRAMEN PERKAWINAN DALAM KELUARGA

A. Latar Belakang Pemilihan Program Katekese

Dewasa ini situasi jaman yang begitu rumit, banyak sekali masalah-masalah yang timbul, salah satunya adalah kasus kawin cerai, hal ini terjadi di banyak kalangan tidak terkecuali umat katolik. Hal ini menjadi sebuah keprihatinan bagi saya sebagai penulis.Saya mengandaikan perceraian tersebut seperti halnya akar pohon rapuh yang digunakan sebagai pegangan bagi pohon itu sendiri. Pohon ini diandaikan sebagai satu keluarga, dan akarnya adalah iman, iman yang mereka dapat sejak kecil dan dari sakramen-sakramen yang mereka terima selama mereka hidup termasuk sakramen perkawinan. Banyak keluarga yang mengakhiri permasalahan dalam keluarganya dengan berpisah atau bercerai demi kepentingan atau kepuasan pribadi menuruti emosi.Berita-berita televisi juga banyak menyiarkan tentang pasangan yang harus keluar masuk ruang sidang karena mengurus perceraiannya.Keharmonisan keluarga yang dijanjikan saat akan menuju pelaminan dan diimpikan benar-benar hanya tinggal impian karena masalah yang dihadapi diselesaikan dengan jalan pintas yaitu lewat perpisahan.

Di dalam agama katolik kita tahu, bahwa seharusnya tidak boleh ada perceraian. Namun, ada hal yang dikhususkan sehingga pasangan yang sudah menikah menerima sakramen perkawinan bisa berpisah dengan bebagai pertimbangan dan faktor-faktor tertentu. Namun kenyataan yang terjadi tidak demikian, disekitar kita, banyak pasangan katolik yang lebih memilih berpisah

atau pergi ketempat lain dan meninggalkan istri serta anaknya tanpa ada yang tahu keberadaan salah satu pasangan tersebut. Muncul pertanyaan ketika hal ini menimpa keluarga katolik, “Apa gunanya kursus persiapan perkawinan selama ini? Apa pengaruh perjanjian nikah yang diucapkan di depan altar? Jika kenyataan yang terjadi perkawinan harus diakhiri dengan perpisahan. Apakah hanya sebagai formalitas saja lalu tidak dipertanggungjawabkan dalam kehidupan berkeluarga itu sendiri?” pengandaiannya,sakramen perkawinan hanya digunakan mainan semata, sebagai formalitas demi sahnya suatu hubungan di dalam gereja, sehingga mereka memiliki hak untuk melakukan dan memiliki apa yang didapat setelah mendapat sakramen tersebut. Rahmat yang diberikan saat melangsungkan perkawinan adalah rahmat yang suci, rahmat yang luar biasa yang tentunya dapat membuat yang menerima memiliki hak istimewa di dalamnya. Pasangan suami-istri terkadang kurang memahami dan menghayati arti dan makna sakramen itu sendiri.

Sakramen perkawinan merupakan hal yang penting bagi calon pasangan, Keluarga yang mereka bangun akan semakin kuat karenasakramen perkawinan merupakan pondasi janji sehidup semati bagi pasangan tersebut. Menurut E. Martasudjita, Pr (2003: 357). Melalui sakramen perkawinan, terbentuk dan berkembanglah sel-sel Gereja atau umat beriman yang paling kecil. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa lewat sakramen perkawinan Gereja akan semakin kaya dan berkembang lewat pasangan-pasangan yang menerima sakramen perkawinan secara sah. Dari pasangan yang akan membentuk keluarga baru ini, mereka akan mendapatkan rahmat yang akan membuat mereka semakin beriman dan mendapat tugas yang kudus. Hal ini didukung oleh pendapat Yeremias Pito Duan yang menyatakan sebagai berikut:

Berkat sakramen perkawinan, keluarga senantiasa disegarkan lagi dan di panggil untuk selalu terlibat dalam dialog dengan Tuhan melalui sakramen, persembahan hidup dan doa. Sakramen perkawinan menjadi sumber khusus dan sarana pengudusan bagi pasangan suami-istri dan keluarga kristen, yang telah dimulai dalam pembabtisan. Melalui wafat dan kebangkitan Kristus, cinta suami-istri disucikan dan dikuduskan, cinta yang mampu dan berdaya-guna menyembuhkan, menyempurnakan, serta mendatangkan rahmat (Pito Duan, 2003:48).

Pasangan suami-istri yang baru menerima sakramen perkawinan mempunyai tugas baru untuk mewartakan Kerajaan Allah di dunia, dengan cara aktif untuk ikut terlibat dalam kegiatan menggereja, berdialog dengan Tuhan lewat doa dan melayani sesama. Yesus Kristus yang wafat demi menebus dosa manusia, dan bangkit sesuai janji Allah, hal ini merupakan wujud nyata cinta kasih Allah kepada umatnya, dan cinta yang dirasakan oleh pasangan suami istri merupakancinta kasih Allah yang nyata yang turun untuk semua manusia lewat orang lain dan cara masing-masing. Secara kongkret, perkawinan menjadi sakramental jika pasangan suami istri sanggup menerima sakramen atau kalau mereka telah dipermandikan. Bagi pasangan yang telah dibabtis, ketika mereka saling meberikan consensus atau perjanjian, maka perkawinan mereka menjadi sah sekaligus sakramen. Sesebaliknya, apabila salah seorang dari pasangan yang tidak dibabtis, perkawianan tersebut bukan perkawinan sakramental (Konigsmann, 1989:25).

Tidak semata-mata melimpahkan tugas dan menyalahkan katekis di paroki namun terkadang katekis di parokikurang menguasai bahkan tidak paham materi yang diberikan saat kursus persiapan perkawinan, karena kurangnya pengalaman, belajar dan dukungan dari pihak Gereja. Hanya menyuruh dan tidak memberi apapun itu yang terkadang dikeluhkan para katekisdilapangan,

tidak mudah memang namun disisi lain kita juga memaklumi sulitnya tenaga pastoral untuk mengeyam tugas sebagai katekis yang mengajar dan mempersiapkan pasangan keluarga untuk menuju perkawinan kudus di Gereja.

Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang perkawinan katolik terkhusus untuk persiapan calon keluarga katolik saat mempersiapakan semua sebelum menuju pemberkatan kudus di gereja. Perkawinan dapat dikatakan sebagai persekutuan hidup antara seoang pria dan seorang wanita, atas dasar ikatan cinta kasih yang total, dengan persetujuan bebas dari keduanya yang tidak dapat ditarik kembali dengan tujuan, kelangsungan bangsa, perkembangan pribadi, kesejahteraan keluarga (Purwa Hadiwardoyo, 1990: 16). Apakah pernyataan diatas masih dipegang teguh oleh suami dan istri di saat mereka menghadapi masalah? Awal perkawinan tentu indah, menyenangkan dan serba berdua, sangat tidak menutup kemungkinan masalah muncul saat mereka membahas masalah ekonomi, kerja, orang tua, bahkan anak yang belum lahir pun akan memicu sebuah permasalahan. Di mana peran Gereja sebagai tempat mereka memulai membangun pondasi rumah tangga lewat kursus perkawinan? Pertanyaan demi pertanyaan muncul maka oleh sebab itu sangatlah penting penghayatan perkawinan dengan rencana yang sedemikian matang untuk semua pasangan laki-laki dan perempuan yang akan membangun sebuah bahtera rumah tangga. Bertitik tolak dari hal-hal diatas maka penulis akan membahas lebih lanjut hal ini dalam skripsi yang berjudulPERANAN SAKRAMEN PERKAWINAN, UNTUK MEMBENTUK KEHIDUPAN KELUARGA KATOLIK YANG IDEAL, DI LINGKUNGAN PAULUS GATAK PAROKI

SANTO PETRUS DAN PAULUS KELOR, WONOSARI, GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah keluarga-keluarga katolik di Lingkungan Paulus Gatak cukup memahami makna sakramen perkawinan?

2. Apa peranan sakramen perkawinan terhadap kehidupan berkeluarga demi terwujudnya keluarga katolik yang ideal?

3. Apa saja usaha yang akan dilakukan umat Lingkungan Paulus Gatak, untuk menghayati maknasakramen perkawinan dalam membangun keluarga yang ideal?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penelitian dari rumusan masalah diatas adalah :

1. Untuk mengetahui apakah keluarga-keluarga katolik di Lingkungan Paulus Gatak cukup memahami makna sakramen perkawinan.

2. Untuk mengetahui peranan sakramen perkawinan terhadap kehidupan berkeluarga untuk mewujudkan keluarga katolik yang ideal.

3. Untuk mengetahui usaha apa saja yang akan dilakukan oleh keluarga-keluarga katolik dalam menghayati makna dan konsekuensisakramen perkawinan. 4. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

D. Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan akan memberikan pengetahuan mengenai peranan sakramenperkawinan untuk membentuk kehidupan keluarga yang ideal. Adapun harapan tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Menambah pengetahuan dan wawasan tentang sakramen perkawinan itu sendiri. 2. Memberikan gambaran pentingnya sakramen pernikahan bagi calon pasutri. 3. Mendalami dan mendapatkan wawasan yang lebih luas dari pada sebelumnya

agar semakin tahu tentang sakramen perkawinan.

4. Mengembangkan diri dengan setia dan tekun dalam menanggapi panggilan hidup beriman sebagai suami-istri sesuai yang tertulis di dalam Kitab Suci.

BAB II

SITUASI UMUM KELUARGA KATOLIK LINGKUNGAN PAULUS GATAK PAROKI ST. PETRUS DAN PAULUS KELOR, WONOSARI,

GUNUNGKIDUL

Gereja yang kokoh memiliki pondasi keluarga-keluarga kecil di dalamnya. Hal ini tentunya sama bagi Gereja yang ada di Paroki Santo Petrus dan Paulus Kelor. Keluarga merupakan hal penting bagi Gereja, karena lewat keluarga Gereja semakin berkembanglewat kesadaran setiap anggota keluarga untuk ikut ambil bagian dalam kegiatan menggereja yang dilaksanakan oleh Paroki. Faktor yang mempengarui keterlibatan umat di paroki tentunya tergantung situasi umat di Wilayah tersebut. Beraneka ragam situasi umat di Paroki Santo Petrus dan Paulus Kelor ini karena paroki ini terdiri dari 8 Wilayah, tentunya banyak perbedaan situasi umatnya.

A. Situasi Paroki St. Petrus Dan Paulus Kelor

Menurut Tim Penyusun Buku Lustrum 1 (2011: 23),Paroki Kelor merupakan paroki desa yang berlindung pada santo Petrus dan Paulus. Kehidupan umat dan dinamikanya sangat diwarnai oleh keadaan alam dan sosial masyarakat pedesaan. Situasi alam pedesaan yang masih kental dan melekat di dalam masyarakat tentunya berpengaruh terhadap kehidupan mereka sehari-hari baik di wilayah maupun di Gereja. Semangat kegotong-royongan dan kentalnya budaya jawa menjadi warna yang khas dari Paroki Kelor. Dalam banyak kesempatan mereka tidak melupakan saling menyapa dan saling membantu

bahkan tanpa dimintai bantuan sebelumnya. Hal ini mereka lakukan secara cuma-cuma dalam artian tidak mengharap imbalan dari orang yang telah ditolong, hal ini mereka lakukan karena mereka masih menjadi warga desa yang alami, yang menjunjung tinggi kebersamaan.

1. Letak Geografis Paroki St. Petrus dan Paulus Kelor

Menurut Buku Lustrum 1 Paroki Kelor, umat Paroki Kelor tersebar di empat Kecamatan, yaitu Kecamatan Karangmojo, Ponjong, Ngawen, dan Semin. Pusat Paroki berada di desa Kelor, kecamatan Karangmojo ± 7 km dari Wonosari ke arah timur. Data statistik tahun 2011, jumlah umat ada 2.714 jiwa. Jumlah tersebut tersebar di 8 wilayah yaitu Wilayah Kelor, Wilayah Jaranmati, Wilayah Ngawen, Wilayah Sambeng, Wilayah Semin, Wilayah Wonosari Jurangjero, Wilayah Candirejo. Letak geografis bisa dibilang cukup strategis karena berada di jalur ramai yang menghubungkan Wonosari ke Semin, Klaten, Sukoharjo, Solo, Manyaran dan Wonogiri. Jarak dari pusat Paroki ke Wilayah-wilayah dan Lingkungan-lingkungan bervariasi, secara geografis Lingkungan Paulus Gatak berada di sebelah timur paroki ± 3Km dari pusat Paroki Kelor. Jarak yang relatif dekat membuat mudah dalam aktifitas menggereja yang dilaksanakan di paroki. Wilayah Wonosari Jurangjero, merupakan Wilayah yang paling jauh dari pusat Paroki, hal ini menjadi sedikit kendala untuk mengikuti kegiatan di paroki, karena alasan jarak, medan dan waktu yang harus ditempuh, meskipun demikian ada beberapa umat yang tetap aktif ikut ambil bagian kegiatan gereja yang dilaksanakan di paroki (Tim Penyusun Buku Lustrum 1, 2011: 23).

2. Situasi Umum Umat Paroki St. Petrus dan Paulus Kelor

Paroki St. Petrus dan Paulus Kelor ditetapkan sebagai paroki, pada tanggal 2 Agustus 2006. Semula Paroki Santo Petrus dan Paulus Kelor merupakan bagian dari Paroki St. Petrus Kanisius Wonosari. Rintisan untuk menjadi paroki sebenarnya sudah dimulai sejak 1 Januari 1998, ketika Stasi Kelor ditetapkan sebagai Paroki Administratif. Paroki Kelor berada di desa Kelor, Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul. Umat Paroki Kelor adalah umat pedesaan, sebagian besar dari umat bekerja sebagai petani, selebihnya bekerja sebagai pegawai negeri, guru, pedakang atau pengusaha. Dengan banyak latar belakang pekerjaan, mereka adalah umat yang senantiasa ikut serta aktif ambil bagian dalam tugas menggereja, mereka ikut ambil bagian saat tugas-tugas yang dilimpahkan kepada lingkungan. Dari tugas-tugas itu, mereka semakin tahu tentang liturgi, dan pewartaan di dalam Gereja. Dilihat dari segi ekonomi umat di Paroki Kelor termasuk golongan menengah ke bawah. Hanya beberapa keluarga yang bisa dibilang termasuk berekonomi menengah ke atas. Umat masih menjunjung tinggi nilai-nilai kegotongroyongan dan kebersamaan sebagai mana umumnya orang hidup di pedesaan. Jika ada keluarga atau kepentingan sosial yang membutuhkan tenaga, masyarakat sekitar dengan iklas hati melakukan bantuan bahkan tanpa ada komando untuk melakukan bantuan(Tim Penyusun Buku Lustrum 1, 2011: 24)

B. Situasi Kehidupan Keluarga Lingkungan Paulus Gatak

Keluarga Lingkungan Paulus Gatak merupakan bagian dari umat di Paroki Kelor dan masyarakat di kecamatan Karangmojo, setiap keluarga

memiliki anggota bervariasi, masing masing anggota keluarga juga memiliki matapencaharian yang bervariasi, mayoritas keluarga-keluarga katolik di Lingkungan Paulus Gatak bekerja sebagai petani,selebihnya ada yang bekerja sebagai guru, wiraswata, buruh pabrik dan pekerja serabutan. Kehidupan ekonomi bisa dibilang seimbang ada yang berekonomi menengah ke atas dan ada yang menengah kebawah. Keadaan ekonomi masyarakat yang berbeda-beda tidak mempengarui kegiatan sosial di masyarakat, sebagai contoh, bila ada kerja bakti di desa maupun di Paroki mereka saling bahu membahu dan tidak membedakan status ekonomi mereka, karena pada dasarnya tujuan mereka sama yaitu untuk saling membantu.Dalam hal yang berhubungan dengan iman, mereka juga tidak saling membedakan, misalnya saat ada doa lingkungan mereka yang hadir mendapat porsi yang sama untuk saling mengutarakan pendapat, dan mereka menyimpulkan juga secara bersama-sama. Tentunya kehidupan orang desa sangat terasa dikarenakan tidak ada sekat yang dirasakan mengganggu[Lampiran 3: (3)].

1. Jumlah Umat Keluarga Katolik di Lingkungan Paulus Gatak

Menurut hasil wawancara dengan ketua Lingkungan Paulus Gatak, umat di Lingkungan Paulus Gatak berjumlah 70 orang dengan 25 kepala keluarga. Jumlah tersebut adalah jumlah umat yang tinggal menetap di Lingkungan Paulus Gatak. Menurut ketua lingkungan Paulus Gatak sebenarnya umat di Lingkungan ini lebih dari 70 orang, beberapa diantaranya merantau keluar kota untuk bekerja namun masih dianggap sebagai anggota umat katolik Lingkungan Paulus Gatak yang tidak aktif.Dari jumlah tersebut terdapat 25 laki-laki, perempuan 25, dan 16 masih bersekolah SD, TK,dan balita [Lampiran 6: (9)].

2. Gambaran Kegiatan Menggereja Umat Lingkungan Paulus Gatak

Paguyuban umat di Paroki Santo Petrus dan Paulus Kelor semakin berkembang hal ini terbukti dari tugas liturgi yang diberikan kepada Lingkungan, baik yang ditugaskan Wilayah maupun Paroki berjalan lancar. Umat lingkungan Paulus Gatak merupakan bagian dari umat Paroki Kelor, tentunya juga ikut ambil bagian dari tugas-tugas menggereja. Sebelumnya umat Lingkungan Gatak hanya mendapat tugas di Wilayah, mereka hanya bertugas di kapel. Namun sekarang baik di Wilayah dan Paroki semua umat mendapat kesempatan yang sama untuk ikut ambil bagian bertugas di Paroki.

a. Doa Lingkungan

Umat Lingkungan Paulus Gatak menyadari bahwa kegiatan mereka banyak, namun mereka masih menyempatkan untuk melaksanakan doa Lingkungan. Doa Lingkungan ini berlangsung setiap Jumat malam Sabtu pukul 19.00, dilaksanakan secara bergantian dari rumah ke rumah. Dari sekian umat katolik yang ada, yang hadir dalam setiap doa tidak selalu sama kadang banyak kadang sedikit. Rata-rata dalam setiap doa lingkungan yang hadir ±30-35 orang. Dari jumlah umat yang hadir hanya 2-3 OMK yang hadir ikut doa Lingkungan tersebut. Ketua Lingkungan Paulus Gatak menyadari bahwa OMK merasa terlalu jauh jarak umurnya sehingga kalaupun datang OMK hanya sering diam dan sekedar mengikuti saja.Doa Lingkungan dilaksanakan secara terjadwal, dengan pembagian petugas yang sudah ditentukan [Lampiran 6 :(10)].

b. Tugas Koor

Menurut ketua Lingkungan Paulus Gatak Lingkungan Paulus Gatak memiliki potensi dalam hal tarik suara, hal ini memudahkan umat di Lingkungan Paulus Gatak untuk melaksanakan tugas koor di Wilayah pada hari Sabtu ke 2 atau ke 4 maupun tugas koor di Paroki pada hari Minggu. Sebelum hari tugas tiba, umat lingkungan Paulus Gatak melakukan latian, dan latian itu dilaksanakan seminggu sebelum bertugas latian rutin setiap hari, kecuali malam sabtu karena malam sabtu digunakan untuk doa Lingkungan. Umat yang ikut ambil bagian dalam tugas koor tidak begitu banyak, umat mengatakan minder karena suaranya tidak begitu bagus. Dalam setiap tugas koor umat yang ikut ambil bagian ±25 orang, kebanyakan yang tugas adalah bapak dan ibu, sedangkan muda-mudi katolik di Lingkungan ini hanya 4 orang yang sering ikut ambil bagian dalam tugas koor [Lampiran 6: (10)].

c. Menghias atau Mendekor gereja

Dalam waktu tertentu Lingkungan Paulus Gatak juga mendapat tugas untuk menghias gereja. Natal tahun 2013, Lingkungan Paulus Gatak mendapat tugas untuk mendekor kapel. Bila mendapat tugas untuk menghias atau mendekor gereja, ketua Lingkungan menghubungi OMK di Lingkungan untuk mengerjakannya. Namun, para bapak dan ibu tetap turut ikut membantu. Hal ini merupakan upaya untuk melibatkan OMK lingkungan agar ikut aktif dalam tugas yang diberikan kepada Lingkungan. Umat yang ikut dalam menghias atau mendekor gereja ini ±7 orang [Lampiran 6: (10)].

d. Ziarah

Kegiatan ziarah dilaksanakan setiap setahun sekali, saat bulan rosario. Hal ini disepakati dan diikuti oleh semua anggota umat Lingkungan Paulus Gatak, dengan mengadakan ziarah ini mereka juga semakin mengenal satu dengan yang lain, pada tahun ini umat Lingkungan Paulus Gatak ziarah ke Goa Maria Tritis dan diikuti oleh seluruh anggota Lingkungan Paulus Gatak [Lampiran 6: (10)].

e. Kerja Bakti di Kapel

Kerja bakti ini merupakan ide dari ketua Lingkungan Paulus Gatak, beliau menyadari bahwa umat terkadang hanya meresa memiliki tanpa merawat. Sehingga umat menyapakati diadakannya piket yang bertugas menjaga kebersihan lingkungan kapel. Hal ini dilaksanakan setiap hari sabtu pagi dan diikuti oleh ±5 orang secara bergiliran setiap minggunya. Piket rutin yang dilakukan umat ini mendapat apresiasi dari pihak pengurus wilayah dan paroki. Lewat pengalaman Lingkungan Paulus Gatak, kemudian Wilayah menganjurkan kepada semua Lingkungan untuk melakukan hal yang sama [Lampiran 6: (10)].

f. Tabungan Cinta Kasih

Tabungan cinta kasih ini dilakukan oleh ibu-ibu Lingkungan, diikuti oleh semua ibu-ibu Lingkungan Paulus Gatak, hal ini dilakukan setiap satu bulan sekali. Setiap kali pertemuan jumlah uang yang disetorkan adalah Rp. 50.000,00. Selain menabung maksud dari adanya kegiatan ini adalah untuk

membantu orang-orang yang kurang mampu dari segi ekonomi. Bunga yang di dapat dari tabungan ini dikumpulkan dan diberikan kepada keluarga-keluarga yang kurang mampu [Lampiran 6: (10)].

g. Pendalaman Iman Lingkungan

Dengan resmi berdirinya Paroki Kelor, umat juga semakin merindukan kehadiran sosok Allah sendiri, karena merasa ingin semakin diperhatikan dalam kehidupan dan perkembangan iman mereka mengenai Gereja dan Allah. Umat lingkungan Paulus Gatak memilki harapan agar iman umat semakin berkembang, lewat kegiatan-kegiatan yang menyangkut iman mereka sebagai orang katolik. Misalnya dengan kegiatan rekoleksi yang membahas tentang iman, ataupun lewat doa-doa yang selama ini belum banyak dikenal umat Lingkungan seperti kharismatik dll. Selain itu diharapkan adanya sapaan kepada kaum jompo/lansia oleh pastur paroki agar umat merasa dianggap sebagai anggota paroki Kelor yang membutuhkan perhatian lebih untuk membina iman lebih lanjut [Lampiran 6: (10-11)].

C. Penelitian Peranan Sakramen Perkawinan Untuk Membentuk Kehidupan Keluarga Katolik Yang Ideal Di Lingkungan Paulus Gatak, Paroki Santo Petrus Dan Paulus Kelor, Wonosari, Gunungkidul

Perkawinan merupakan keinginan dari Allah sendiri, karena lewat perkawinan manusia dapat disempurnakan. Sakramen perkawinan merupakan hal yang sakral, karena sakramen ini diberikan langsung oleh Allah

sendiri.Sakramen perkawinan membawa dampak dan konsekuensi bagi mereka yang menerimanya. Tentunya di banyak hal termasuk lewat anak yang akan dititipkan Allah kepada pasangan tersebut.Sakramen perkawinan juga berperan dalam membentuk keluarga katolik yang ideal.

1. Latar Belakang Penelitian

Pisah ranjang, ketidakcocokan yang membuat pasangan sering bertengkar, komunikasi yang tidak baik merupakan bentuk ketidakharmonisan keluarga-keluarga yang sudah dibangun sejak awal. Hal-hal diatas mungkin saja memicu perceraian dan jalan perkawinan yang dipilih tidak lagi harmonis dan mereka lebih memilih cerai. Jika dilihat dari sudut pandang Gereja, tentunya Gereja menolak adanya perceraian ini, namun ada beberapa faktor yang dapat menjadi pertimbangan untuk mengabulkan perceraian tersebut. Perceraian bertolak belakang dengan apa yang tertulis dalam kutipan Kitab Suci yang menyatakan “yang telah dipersatukan Allah, hendaknya jangan diceraikan manusia”, apa yang mereka alami (pasangan suami istri), entah masalah seberat apapun hendaknya bisa dibicarakan dengan kepala dingin, karena sejak mereka menerima sakramen perkawinan mereka sudah menjadi satu daging, menjadi pasangan yang sah. Sakramen perkawinan seakan menjadi hal yang bisa dimanipulasi, terkadang sakramen perkawinan hanya dijadikan sebagai formalitas saja supaya sah atau unuk menghindarkan diri dari kata zinah atau yang lain. Kurangnya pemahaman pasangan untuk sakramen perkawinan ini sedikit banyak merupakan pengaruh dari pendampingan katekis paroki saat kursus perkawianan, tidak mudah memang ketika harus mengajarkan hal yang

manusiawi apalagi hal baik untuk calon keluarga baru ini. Terkadang apa yang dimiliki katekis tidak cukup banyak sehingga pemahaman calon suami istri ini kurang dalam hal memaknai sakramen perkawinan. Bukan salah katekis tentunya, namun kita juga menyadari betapa banyaknya orang yang tinggkat pemahaman mereka berbeda, paroki dan romo parokipun ikut ambil bagian untuk pelaksanaan pelajaran yang dilakukan saat mempersiapkan perkawinan. Pengaruh dukungan dari orang-orang yang berkecimpung dalam hal ini juga