BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan.
Dalam menyajikan laporan keuangan pemerintah harus menyajikan informasi yang berguna dan bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan. Laporan keuangan dikatakan berkualitas apabila laporan keuangan yang disajikan oleh suatu entitas pelaporan harus memiiliki empat karakteristik yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami (PP No.
71 tahun 2010). Pemerintah daerah dituntut agar pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara baik untuk mewujudkan tujuan pemerintahan yang bersih (clean goverment), dimana pengelolaan keuangan daerah yang baik adalah kemampuan mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, transparan dan akuntabel.
Mardiasmo (2002) menjelaskan bahwa fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini adalah menguatnya akuntabilitas publik terhadap lembaga-lembaga publik yang berada di pusat maupun di daerah. Akuntabilitas dapat diartikan sebagai suatu bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan terhadap pelaksanaan kegiatan organisasi apakah telah mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan pemerintahan yang diatur dalam undang-undang nomor 17 tahun
2003 tentang keuangan negara dan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah adalah dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
Laporan keuangan pemerintah yang dihasilkan harus memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintahan sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 71 tahun 2010. Informasi yang terdapat dalam laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) harus memenuhi beberapa karakteristik kualitatif yang sebagaimana disyaratkan standar akuntansi pemerintahan yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami.
Komponen laporan keuangan yang disampaikan tersebut meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) disampaikan kepada badan pemeriksa keuangan (BPK) yang mana sebagai auditor independen yang akan mengaudit laporan keuangan pemerintah guna untuk mengetahui tingkat kualitas informasi yang dimiliki oleh LKPD tersebut. Selain penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan SAP, kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku, kualitas Sistem Pengendalian Internal, bukti-bukti yang memadai dan penyajian laporan keuangan secara keseluruhan yang nantinya akan menjadi pertimbangan di dalam pemeriksaan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah.
Kualitas laporan keuangan pemerintah daerah dinilai setiap tahunnya oleh badan pemeriksa keuangan (BPK) selaku auditor pemerintah. Badan pemeriksa
keuangan dapat memberikan empat jenis opini terhadap laporan pertanggungjawaban yang disajikan oleh pemerintah, yaitu wajar tanpa pengecualian (WTP) termasuk wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelas (WTP-DPP), wajar dengan pengecualian (WDP), tidak wajar (TW) dan tidak memberikan pendapat (TMP). Ketika BPK memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD), artinya dapat dikatakan bahwa laporan keuangan suatu entitas pemerintah daerah tersebut disajikan dan diungkapkan secara wajar dan berkualitas. Representasi kewajaran dituangkan dalam bentuk opini dengan mempertimbangkan kriteria kesesuaian laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas pengendalian internal (Indriasih, 2014). Setelah itu, laporan keuangan pemerintah disampaikan kepada DPR/DPRD.
Salah satu contohnya adalah pada pemerintah kota Medan, menurut pemko Medan berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan badan pemeriksaan keuangan (BPK-RI) perwakilan Sumatera Utara atas laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) tahun anggaran 2013 memperoleh opini WTP, namun disayangkan BPK memberikan opini wajar dengan pengecualian (WDP) pada tahun 2014 sampai dengan 2016 untuk pemko Medan. Pada tahun 2015 menurut pemeriksaan yang dilakukan BPK-RI berdasarkan atas catatan belanja pegawai, belanja barang dan jasa, piutang pajak daerah, aset tetap, akumulasi penyusutan serta pendapatan dan beban pada L-O yang tidak baik. Selanjutnya, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK-RI perwakilan Sumatera Utara dinyatakan bahwa kota
Medan juga meraih opini wajar dengan pengecualian (WDP) pada tahun 2016, dikarenakan terjadi keterlambatan dalam penyerahan berkas dari pemko Medan ke BPK dan penyimpangan keuangan di SKPD (satuan kerja perangkat daerah) tertentu (http://Medan.BPK.go.id). Grafik opini atas laporan keuangan yang didapat pemko Medan dari tahun 2012 sampai dengan 2016 dapat dilihat pada gamabar 1.1 berikut ini:
Sumber : www.medan.bpk.go.id/?page_id Gambar 1.1
Grafik Opini Laporan Keuangan Pemko Medan
Berdasarkan fenomena informasi tersebut dapat dinyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah kota Medan masih belum memenuhi karakteristik kualitatif yang disyaratkan, sehingga pemerintah kota Medan perlu membenahi bagian penata usahaan keuangan agar menghasilkan laporan keuangan yang memenuhi karakteristik kualitas yang disyaratkan. Kualitas laporan keuangan pemerintah yang baik sangat erat hubungannya dengan penerapan Standar Akuntansi
Pemerintahan, Sistem Informasi Akuntansi, Sistem Pengendalian Internal, Komitmen Organisasi dan Good Governance yang baik pula, sehingga laporan keuangan yang diterbitkan memenuhi karakteristik yaitu relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami.
Kualitas laporan keuangan pemerintah erat kaitannya dengan Standar Akuntansi Pemerintahanan (SAP). Laporan keuangan yang berkualitas harus disusun sesuai dengan prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang terdapat dalam standar akuntansi yang berlaku, oleh karena itu LKPD haruslah mengacu kepada SAP yang telah ditetapkan. SAP berfungsi sebagai acuan apakah laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) sudah disusun berdasarkan sistem yang memadai dan informasi yang termuat apakah sudah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan (SAP). Hal ini didukung oleh penelitian Wati (2014) yang membuktikan bahwa penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah. Hasil ini bertolak belakang dengan penelitian Inapty et al (2016) yang membuktikan bahwa penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan keuangan.
Salah satu faktor pendukung kualitas laporan keuangan adalah Sistem Informasi Akuntansi, dimana laporan keuangan dihasilkan dari suatu proses yang didasarkan pada input yang baik, proses yang baik dan output yang baik, Ketiga aspek tersebut haruslah terpadu dan berkesinambungan sebagai pondasi sistem pelaporan keuangan yang baik” (Kurniawan, 201l). Sistem Informasi Akuntansi merupakan suatu komponen atau sub sistem dari suatu organisasi yang
mempunyai tanggung jawab atas penyiapan informasi keuangan guna membantu manajemen dalam pembuatan keputusan. Setiap manajemen dalam sebuah organisasi memerlukan informasi yang berbeda sesuai dengan tanggung jawab dan wewenang yang dimilikinya. Semakin rendah tingkat manajemen memerlukan informasi yang rinci mengenai operasi dan kegiatan yang akan dilakukan, semakin tinggi tingkat manajemen membutuhkan informasi yang lebih ringkas. Hal ini didukung oleh penelitian Silviana (2013) Yang menunjukkan bahwa sistem informasi akuntansi berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan keuangan. Hasil penelitian tersebut berbeda dari penelitan Asril (2017) yang menyatakan bahwa penerapan sistem informasi akuntansi tidak berpengaruh signifikan terhadap Kualitas Laporan Keuangan.
Faktor yang dapat mempengaruhi kualitas laporan keuangan daerah selanjutnya adalah Sistem Pengendalian Internal pemerintah. “Sistem Pengendalian Internal yang memiliki tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan”(Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah). Menurut Arens et al. (2008:121) “Pengendalian Internal adalah proses yang dirancang untuk meyediakan jaminan yang layak mengenai pencapaian dari sasaran manajemen dalam kategori keandalan laporan keuangan, efektivitas dan efisiensi dari operasional dan pemenuhan dengan ketentuan hukum dan peraturan yang biasa diterapkan. Sistem Pengendalian Internal (SPI) memiliki fungsi untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya efektifitas dan efisiensi
dalam proses akuntansi terutama dalam menciptakan keandalan laporan keuangan.
Sehingga penerapan Sistem Pengendalian Internal mampu meningkatkan realiabilitas, objektivitas informasi dan mencegah inkonsistensi dan memudahkan proses audit laporan keuangan. “adanya pengendalian internal berfungsi untuk mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, dengan Sistem Pengendalian Internal akuntansi yang baik, risiko terjadinya kekeliruan dan kesalahan pencatatan atau perhitungan dapat diminimalisasi sehingga mengurangi kemungkinan pemerintah daerah mengalami kekeliruan”. Hal ini didukung dari penelitian Armel (2017) yang menunjukkan bahwa Sistem Pengendalian Internal berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan Yensi (2014) yang menunjukkan Sistem Pengendalian Internal tidak berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah.
Faktor lain yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan adalah Komitmen Organisasi. Komitmen Organisasi merupakan salah satu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka terhadap organisasi tempat bekerja (Robbins, 2003). “Karyawan yang memiliki Komitmen Organisasi yang tinggi adalah karyawan yang lebih stabil dan lebih produktif sehingga pada akhirnya juga lebih menguntungkan bagi organisasi” (Robbins, 2003). Komitmen merupakan sebuah sikap dan perilaku yang saling mendorong (reinforce) antara satu dengan yang lain. Karyawan yang komitmen terhadap organisasi akan menunjukkan sikap dan perilaku yang positif terhadap lembaganya, karyawan akan memiliki jiwa untuk tetap membela organisasinya, berusaha meningkatkan
prestasi, dan memiliki keyakinan yang pasti untuk membantu mewujudkan tujuan organisasi. Oleh karenanya, komitmen akan menimbulkan rasa ikut memiliki (Sense Of Belonging) bagi karyawan terhadap organisasi (Robbins, 2003) hal ini di dukung oleh penelitian Siahaan (2017) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan keuangan. Hasil penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan Rachmawaty (2015) yang menunjukkan komitmen organisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan keuangan.
Perkembangan teknologi dan ekonomi merupakan acuan dasar dalam mewujudkan pengelolaan keuangan daerah, sehingga terciptanya pemerintahan yang baik yang disebut Good Governance. Proses pengelolaan pemerintahan dengan adanya stakeholders yang terlibat dalam bidang sosial, ekonomi dan juga politik serta ikut juga terlibat dalam pendayaan sumber daya yang ada, manusia atau pun keuangan yang dilaksanakan pemerintah dilakukan dengan transparan baik dari proses penyusunan hingga pertanggung jawabannya sehingga akan tercipta akuntabilitas didalam pengelolaannya. Pengelolaan keuangan yang efektif dan efisien adalah salah satu wujud tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance) (Suprayogi, 2010). Hal ini didukung dari penelitian Oktarina (2016) yang membutikan bahwa good governance berpengaruh signifikan terhadap kualitas laporan keuangan hasil penelitian tersebut bertolak belakang dengan penelitian Kesuma et al (2017) yang menyatakan Good Governance tidak berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan.
Mengacu pada hasil penelitian terdahulu yang tidak konsisten di muka dan
hasil pemeriksaaan BPK-RI atau LKPD mendorong penulis untuk meneliti kembali pengaruh variabel Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan, Sistem Informasi Akuntansi, Sistem Pengendalian Internal, Komitmen Organisasi dan Good Governance tersebut terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah, dengan objek penelitian kota Medan.
Populasi penelitian ini difokuskan pada SKPD kota Medan. Alasan penggunaan populasi ini karena kota Medan dinilai tidak berhasil menyusun dan menyajikan laporan keuangan yang berkualitas hal ini ditunjukan dengan ketidak berhasilannya kota Medan yang mendapatkan opini WDP di tahun 2015 dan 2016.
Berdasarkan uraian diatas dan didukung dengan fakta-fakta yang ada, penulis ingin menguji kembali faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas LKPD dengan judul:
“Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan, Sistem Informasi Akuntansi, Sistem Pengendalian Internal, Komitmen Organisasi dan Good Governance terhadap Kualitas Laporan Keuangan pada SKPD kota Medan”.