• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

4. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis kualitatif, setelah seluruh bahan hukum yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier maka selanjutnya akan dilakukan analisa.96 Analisis dilakukan dengan memilih peraturan-peraturan hukum berkaitan Ambang Batas Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden Terhadap Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 53/PUU-XV/2017). Langkah-langkah analisis yang dilakukan dalam penelitian normatif ini adalah sebagai berikut :

a. Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminasi hal-hal yang tidak relevan dengan masalah dalam penelitian ini ;

b. Mengumpulkan bahan-bahan hukum dan bahan-bahan non hukum yang relevan dengan isu hukum dalam penelitian ;

c. Menelaah isu hukum berdasarkan bahan yang telah dikumpulkan ; d. Menarik kesimpulan terhadap permasalahan dalam penelitian ini ; e. Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun.

Penelitian hukum ini merupakan penelitian untuk menemukan hukum bagi suatu perkara inconcreto, yaitu usaha untuk menemukan apakah hukumnya yang

96 Peter Mahmud Marzuki, Op.cit. hlm. 171.

sesuai untuk diterapkan in concreto guna menyelesaikan suatu perkara tertentu.97 Dalam penelitian hukum ini membuat deskripsi aktual, mencarikan pemecahannya setelah berkonsultasi secara kritis pada seperangkat norma-norma hukum positif yang berlaku merupakan suatu pekerjaan penelitian hukum juga, yaitu yang disebut : penelitian hukum klinis (clinical legal research).98 Hasil analisis bahan hukum akan dibahas dengan menggunakan metode deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum, kemudian dikerucutkan ke hal yang bersifat khusus. Kemudian akan dianalisis dan dituangkan dalam bentuk preskriptif, sehingga dapat mencapai suatu kesimpulan terhadap permasalahan dalam penelitian ini.

97 Roni Hanitijo Soemitro, Op.cit. hlm. 22

98Ibid.

BAB II

KONSTITUSIONALITAS AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TERHADAP PERLINDUNGAN HAK

KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA

A. Teori dan Konsep Negara Hukum a. Teori Negara Hukum

Teori Negara hukum menggunakan berbagai istilah diberbagai Negara didunia. Istilah Negara hukum dalam terjemahan mempunyai istilah yang berbeda-beda, yaitu “rechstaat”99 istilah lain yang digunakan adalah “the rule of law” yang juga dimaksud dengan Negara hukum. Negara hukum pada dasarnya memberikan batasan-batasan hukum pada suatu Negara yang berdasarkan demokratis. Menurut Djokosoetono bahwa “Negara hukum yang demokratis sesungguhnya istilah ini adalah salah, sebab kalau dihilangkan democratische rechstaat, yang terpenting adalah menggunakan istilah primair yaitu rechstaat.100

Pemahaman mengenai negara hukum kemudian di jelaskan oleh Muhammad Yamin yang mengatakan kata negara hukum sama dengan rechstaat atau government of law, sebagaimana di jelaskan pendapat dibawah ini sebagai berikut :101

99 Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat- Sebuah Studi Tentang Prinsip- prinsipnya, Penanganannya Oleh Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum Dan Pembentukan Peradilan Administrasi Negara,( Surabaya: Bina Ilmu, 1987), hlm.30.

100 Padmo Wahyono, Guru Pinandita, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1984), hlm. 67.

101 Muhammad Yamin, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonseia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm. 72.

“polisi atau negara militer, tempat polisi dan prajurit memegang pemerintah dan keadilan, bukanlah pula negara Republik Indonesia ialah negara hukum (rechtsstaat, government of law) tempat keadilan yang tertulis berlaku, bukanlah negara kekuasaan (machtsstaat) tempat tenaga senjata dan kekuatan badan melakukan sewenang-wenang.”

Berdasarkan uraian penjelasan di atas, dalam literatur hukum Indonesia, selain istilah rechtsstaat untuk menunjukkan makna negara hukum, juga dikenal istilah the rule of law. Namun istilah the rule of law yang paling banyak digunakan hingga saat ini.

Cita negara hukum sebelumnya pertama kali dikemukakan oleh Plato kemudian dipertegas oleh Aristoteles. Konstribusi pemikiran Plato yang terpenting adalah pandangannya mengenai idea, seperti tercermin dalam karya bukunya politeia.

Munculnya tulisan buku Politeia (The Republica); karena dilatarbelakangi adanya keprihatinan dan kegaduhan Plato melihat kondisi negaranya yang dipimpin oleh penguasa yang represif dan otoriter, dan menggunakan kekuasaannya sewenang-wenang serta membiarkan nasib rakyat.102

Menurut Plato bahwa tujuan negara yang sebenarnya adalah untuk mengetahui dan mencapai atau mengenal idea yang sesungguhnya, sedang yang dapat mengetahui atau mencapai idea yang sesungguhnya itu hanyalah ahli-ahli filsafat saja, maka dari itu pimpinan negara atau pemerintahan negara sebaiknya harus dipegang oleh ahli-ahli filsafat saja.103Menurut Niccola Machiavelli bahwa tujuan negara sangat berbeda dengan ajaran-ajaran yang telah terdahulu, yakni untuk

102Beddy Iriawan Maksudi, Sistem Politik Indonesia-Pemahaman Secara Teoritik Dan Empirik, (Jakarta : Rajawali Pers, 2015), hlm. 116.

103 Soehino, Ilmu Negara, (Yogyakarta : Liberty, 1986), hlm.17.

mencapai kesempurnaan dan mengusahakan terselenggaranya ketertiban, keamanan, ketentraman, dan kemakmuran bersama.104

Menurut pendapat Hadjon105, kedua terminologi yakni rechtsstaat dan the rule of law tersebut ditopang oleh latar belakang sistem hukum yang berbeda. Istilah Rechtsstaat merupakan buah pemikiran untuk menentang absolutisme, yang sifatnya revolusioner dan bertumpu pada sistem hukum kontinental yang disebut civil law.

Sebaliknya, the rule of law berkembang secara evolusioner, yang bertumpu atas sistem hukum common law. Walaupun demikian perbedaan keduanya sekarang tidak dipermasalahkan lagi, karena mengarah pada sasaran yang sama, yaitu perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Meskipun terdapat perbedaan latar belakang paham antara rechtsstaat atau etat de droit dan the rule of law, namun tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran istilah “negara hukum” atau dalam istilah Penjelasan UUD 1945 disebut dengan “negara berdasarkan atas hukum (rechtsstaat)”, tidak terlepas dari pengaruh kedua paham tersebut.

Menurut Aristoteles, ada tiga unsur dari pemerintahan berkonstitusi, yaitu Pertama, pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum; Kedua, Pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang mengesampingkan konvensi dan kontitusi; ketiga, pemerintahan berkonstitusi berarti pemerintahan yang

104Ibid., hlm. 71-72.

105 Phlipus M. Hadjon, Op.cit. hlm. 72.

dilaksanakan atas dasar kehendak rakyat, bukan berupa paksaan-paksaan seperti yang dilaksanakan pemerintahan despotis.

Apabila dalam negara itu terdapat undang-undang untuk pemerintahan, maka monarki adalah merupakan bentuk yang paling baik. Artinya, pemerintahan itu hanya dipegang oleh satu orang saja, tetapi diatur dengan undang-undang. Kemudian bentuk aristokrasi, dan akhirnya bentuk demokrasi. Sedangkan jika dalam negara itu tidak ada undang-undangnya, maka bentuk yang paling baik adalah demokrasi, sesudah oligarki dan akhirnya tirani. Dalam bukunya Nomoi (undang-undang) kelihatan dengan jelas bahwa ajaran Plato tentang negara dan hukum berbelok arah dari dunia cita-cita kepada dunia kenyataan, dari idealisme kepada realisme.106 Sehingga dapat di simpulkan bahwa ketiga unsur yang dikemukakan oleh Aristoteles ini kemudian menjadi ciri dan dapat di temukan dihampir semua negara hukum. Oleh karena itu, ide atau gagasan konstitusionalisme telah lahir sejak itu.107Perkembangan sejarah tentang pemikiran negara hukum terus berkembang pada abad-abad berikutnya, sesuai dengan kehidupan manusia yang selalu dinamis.

Immanuel Kant dan Friedrich Julius Stahl telah mengemukakan buah pikiran mereka. Kant memahami bahwa negara hukum sebagai negara sebagai penjaga malam (Nachtwakerstaat) yang tugasnya adalah menjamin ketertiban dan keamanan masyarakat. Namun, dalam perkembangannya saat ini negara sebagai pencipta kesejahteraan (Welferestate).

106Ibid.,hlm. 22

107Beddy Iriawan Maksudi., Op.Cit, hal 117-118.

b. Konsep Negara Hukum

Sebelum perubahan Undang-Undang Dasar 1945 istilah negara hukum tidak ditemukan dalam batang tubuh, namun ditemukan dalam penjelasan UUD 1945 dengan istilah negara berdasarkan hukum (rechstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat).108 Konsep negara hukum yang dianut di Indonesia tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa

“Negara Indonesia adalah Negara hukum”.109 Hal ini mengandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya juga pemerintahan dan lembaga-lembaga Negara lainnya dalam melaksanakan tindakan-tindakan apapun, harus berdasarkan peraturan hukum atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Selanjutnya diuraikan, bahwa penjelasan UUD 1945 diterangkan

“pemerintahan berdasarkan atas konstitusional (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang terbatas) karena kekuasaan eksekutif dan administrasi di Indonesia berada dalam satu tangan yaitu ada pada Presiden, maka administrasi harus berdasar atas sistem konstitusional tidak bersifat absolute. Artinya, administrasi dalam menjalankan tugasnya dibatasi oleh peraturan perundang-undangan.”110

108 Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, (Bogor Selatan : Ghalia Indonesia, 2004), hlm. 34-35.

109 Lihat dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) Perubahan Ke-III Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

110 C.S.T Kansil, “Hukum Tata Negara Republik Indonesia”, Edisi Revisi I, (Jakarta : Rineka Cipta, 1986), hlm. 86.

Di dalam penjelasan UUD 1945 dikenal 7 (tujuh) kunci pokok sistem pemerintahan Indonesia, antara lain :111

1) Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat) ; 2) Sistem Konstitusional ;

3) Kekuatan negara yang tertinggi berada di tangan Majelis Permusyawaratan ;

4) Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi dibawah majelis ;

5) Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ;

6) Menteri negara ialah pembantu Presiden ; 7) Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.

Istilah Negara hukum dalam kepustakaan Indonesia merupakan terjemahan istilah “rechstaat”. Selain memakai istilah “rechstaat” juga lazim memakai istilah

“the rule of law” untuk mengartikan negara hukum. Belanda dan jerman lazim menggunakan istilah “rechstaat”, inggris memakai istilah “the rule of law”, prancis menggunakan “etat de droit”, dan Amerika Serikat “government of law, but not man”. Istilah “rechstaat” dan istilah “etat de droit” dikenal dinegara Eropa Kontinental, sedangkan “the rule of law” dikenal di negara Anglo Saxon. Adapun istilah “sosialist legality” dikenal dinegara yang berpaham komunis.112

Jimly Asshiddiqie juga menggunakan istilah nomocracy sebagai padanan negara hukum. Secara lengkap, Jimly Asshiddiqie menguraikan “ Gagasan, cita, atau ide negara hukum, selain terkait dengan konsep “rechstaat” dan “rule of law”, juga

111 C.S.T. Kansil dan Christine S.T Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Jakarta : Bumi Aksara, 2003), hlm.30.

112 Bachtiar, problematika implementasi putusan mahkamah konstitusi pada pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2015), hlm.30.

berkaitan dengan nomocracy yang berasal dari kata nomos dan cratos. Istilah nomokrasi itu dapat dibandingkan dengan demos dan cratos atau kratein dalam demokrasi. Yang dibayangkan sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi”.113

Keberadaan konsep negara hukum Eropa kontinental pada zaman modern dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat”

sedangkan dalam tradisi Anglo saxon seperti di Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “the rule of law”.

Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah

“rechtsstaat” itu mencakup empat elemen penting, yaitu:

1. Perlindungan hak asasi manusia.

2. Pembagian kekuasaan.

3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang.

4. Peradilan tata usaha Negara.

Sedangkan A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah “the rule of law”, yaitu:

1. Supremacy of Law.

2. Equality before the law.

3. Due Process of Law.

113Ibid, hlm.32.

Negara Hukum menurut Abdul Aziz Hakim adalah, negara berlandaskan atas hukum dan keadilan bagi warganya. Artinya adalah segala kewenangan dan tindakan alat-alat perlengkapan negara atau penguasa, semata- mata berdasarkan hukum atau dengan kata lain diatur oleh hukum sehingga dapat mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup warganya.114 Selain itu menurut Azhari prinsip- prinsip konsep negara hukum sebagai berikut :115

1. Nomokrasi Islam adalah konsep negara hukum yang pada umumnya diterapkan di negara-negara Islam.

2. Rechtsstaat, adalah konsep negara hukum yang diterapkan di negara-negara Eropa Kontinental, antara lain misalnya: Belanda, Jerman, Prancis.

3. Rule of Law, adalah knsep negara hukum yang diterapkan di negara-negara Anglo-Saxon, seperti: Inggris, USA.

4. Sosialist Legality adalah konsep negara hukum yang diterapkan di negaranegara komunis.

5. Konsep Negara hukum Pancasila merupakan konsep Negara hukum yang diterapkan di Indonesia

c. Konsep Negara Demokrasi a. Negara Demokrasi

Demokrasi adalah suatu pola pemerintahan dimana kekuasaan untuk memerintah berasal dari mereka yang diperintah. Selain itu demokrasi juga dapat dikatakan pola pemerintahan yang mengikutsertakan secara aktif semua anggota masyarakat dalam keputusan yang diambil oleh mereka yang diberi wewenang. Maka legitimasi pemerintah adalah kemauan rakyat yang memilih dan mengontrolnya.

Rakyat memilih wakil-wakilnya dengan bebas melalui mereka ini pemerintahnya.

114Abdul Aziz Hakim, Negara Hukum dan Demokrasi Di Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Celeban Timur, 2011), hlm. 8.

115 Azhary, M. Tahir, Negara Hukum, (Jakarta : Bulan Bintang,1995), hlm. 63.

Disamping itu dalam negara dengan penduduk jutaan, para warga mengambil bagian juga dalam pemerintahan melalui persetujuan dan kritik yang dapat diutarakan dengan bebas khususnya media massa.116 Demokrasi adalah salah satu bentuk pemerintahan sebagian besar negara-negara di dunia. Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata “demos” yang artinya rakyat, dan kata

“cratia/cratein” yang arinya pemerintahan atau memerintah. Jadi secara bahasa demos cratein atau demos cratos (demokrasi) adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada ditangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.117

Secara epistemologis, istilah demokrasi dapat dikemukakan oleh beberapa tokoh dengan berbagai sudut pandang masing-masing. H. L Mencken berpendapat

“demokrasi adalah sebuah teori yang mana rakyat tahu apa yang mereka butuhkan dan pantas dan sangat penting”.118 Muhammad Hatta berpendapat “kedemokrasian adalah keadilan keyakinan segenap bangsa Indonesia. Keyakinan ini mesti menjadi semboyan segala partai di Indonesia dan menjadi dasar susunan Indonesia merdeka dimasa yang akan datang”.119

Moh. Mahfud MD menyatakan makna demokrasi sesungguhnya mengandung pengertian tiga hal penting: Pertama, pemerintah dari rakyat (government of the

116 Abdul Aziz Hakim, Op.cit. hlm.174.

117 Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani, (Jakarta : ICCE UIN Jakarta, 2000), hlm. 110.

118Ibid.

119Ibid, hlm 21-22.

poeple); Kedua pemerintahan oleh rakyat (government by poeple); Ketiga, pemerintahan untuk rakyat (government for people).120 Jadi, bila ketiga hal diatas dapat dijalankan dan ditegakkan dengan baik dalam suatu tata pemerintahan, maka akan tercapailah suatu masyarakat yang demokratis, yang aman, tentram dan damai sesuai cita-cita rakyat bersama.

Selanjutnya menurut Moh. Mahfud MD bahwa ada dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai sistem masyarakat dan bernegara, yaitu ; pertama, hampir semua Negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental.

Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan Negara sebagai organisasi tertingginya. Karena itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang benar pada masyarakat tentang demokrasi.121

Juan J. Linz dan Alfred Stephan membuat kriteria pokok mengenai demokrasi, sebagai berikut : 122

“Kebebasan hukum untuk merumuskan dan mendukung alternatif-alternatif politik dengan hak yang sesuai untuk bebas berserikat, berbicara dan kebebasan dasar lain bagi setiap orang, persaingan yang bebas dan anti kekerasan diantara pemimpin dengan keabsahan periodik bagi mereka untuk memegang pemerintahan, dimasukkanya seluruh jabatan politik yang efektif didalam proses demokrasi dan hak berperan serta bagi semua anggota masyarakat politik, apapun pilihan politik mereka. Secara praktis ini berarti kebebasan untuk mendirikan partai-partai politik dan menyelenggarakan pemilihan umum yang bebas dan jujur pada jangka waktu tertentu tanpa

120A. Ubaidillah, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2003), hlm.163.

121 Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta, 1993), hlm. 86.

122 Nurtjahyo dan Hendra, Filsafat Demokrasi , ( Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2006), hlm. 72.

menyingkirkan jabatan politik efektif apapun dari akuntabilitas pemilihan yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.”

Gagasan atau konsep Negara demokrasi adalah antithesis dari konsep Negara monarchi yang memiliki kekuasaan absolute. Sejarah telah membuktikan bahwa lahirnya pemikiran Negara demokrasi dilatarbelakangi oleh suatu keadaan, di mana hak dan kebebasan rakyat tidak terlindungi sebagai akibat kekuasaan penguasa otoriter yang bersifat absolute.123

Menurut Liyphard dalam Manan dan Magnar menyatakan, bahwa sebuah negara dapat dikatakan demokrasi paling tidak harus memenuhi unsur-unsur, yaitu sebagai berikut :124

1) Ada kebebasan untuk membentuk dan menjadi anggota perkumpulan ; 2) Ada kebebasan menyatakan pendapat ;

3) Ada hak untuk memberikan suara dalam pemungutan suara ;

4) Ada kesempatan untuk dipilih atau menduduki berbagai jabatan pemerintah atau Negara ;

5) Ada hak bagi para aktivis politik berkampanye untuk memperoleh dukungan atau suara ;

6) Ada pemilihan yang bebas dan jujur ; 7) Terdapat berbagai sumber informasi ;

8) Semua lembaga yang bertugas merumuskan kebijakan pemerintah, harus bergantung pada keinginan rakyat.

Makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara yang mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan Negara, karena kebijakan itu akan menentukan kehidupan rakyat. Dengan demikian

123 H. Abdul Latif, Mahkamah Konstitusi dalam Upaya Mewujudkan Negara Hukum Demokrasi, ( Yogyakarta : Kreasi Total Media, 2007, hlm. 37.

124 Ibid, hlm. 38.

Negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat.125

Berdasarkan uraian diatas konsep negara demokrasi menurut pandangan para ahli bahwa setiap warga Negara memiliki kebebasan dalam menentukan pemerintahannya serta memiliki hak dalam segala hal, baik dalam menyatakan pendapat, berpolitik (memilih dan dipilih) serta diberikan kebebasan kepada pemerintahan untuk merumuskan kebijakan dalam ranngka mewujudkan negara kesejahteraan.

b. Partai Politik Sebagai Instrumen dalam Demokrasi

Partai politik itu pada pokoknya memiliki posisi (status) dan peranan (role) yang sangat penting dalam setiap sistem demokrasi.126 Partai politik biasa disebut sebagai pilar demokrasi, karena mereka memainkan peran yang penting sebagai penghubung antara pemerintahan Negara (the state) dengan warga negaranya (the citizens). Bahkan menurut Schattscheider manyatakan “political parties created democracy”, partai politiklah yang membentuk demokrasi, bukan sebaliknya. Oleh sebab itu, partai politik merupakan pilar atau tiang yang perlu dan bahkan sangat

125 Suryo Sakti Hadiwijoyo, Negara, Demokrasi dan Civil Society, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012), hlm. 41.

126 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007), hlm 709-710.

penting untuk diperkuat derajat pelembagaannya (the degree of institusionalization) dalam sistem politik yang demokratis.127

Sistem kepartaian yang baik sangat menentukan bekerjanya sistem ketatanegaraan berdasarkan prinsip check and balances dalam arti yang luas.

Sebaliknya, efektif bekerjanya fungsi-fungsi kelembagaan Negara itu sesuai prinsip check and balances berdasarkan konstitusi juga sangat menentukan kualitas sistem kepartaian dan mekanisme demokrasi yang dikembangkan disuatu Negara. Kehadiran partai politik merupakan salah satu bentuk pelembagaan sebagai wujud, ekspresi, ide-ide, pikiran-pikiran, pandangan, dan keyakinan bebas dalam masyarakat demokratis.

Sehingga Prosses pelembagaan demokrasi itu pada pokoknya sangat ditentukan oleh pelembagaan organisasi partai politik sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem demokrasi itu sendiri.

Keberadaan partai politik berkaitan erat dengan prinsip-prinsip kemerdekaan berpendapat (freedom of expression), berorganisasi (freedom of association), dan berkumpul (freedom of assembly). Ketiga prinsip kemerdekaan atau kebebasan diakui dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, Pasal 28 E ayat (3) UUD 1945 dengan tegas menentukan “setiap orang berhak atas kebebasan serikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.” 128

Menurut ilmuan politik, bahwa partai politik memiliki 4 (empat) fungsi berdasarkan pendapat Miriam Budiardjo dalam Jimly Asshiddiqie meliputi :129

(i) Sarana komunikasi politik ;

127Ibid. hlm. 110.

128Ibid, hlm. 717.

129Ibid..

(ii) Sosialisasi politik (political socialization) ; (iii) Rekruitmen politik (political recruitment) ; dan (iv) Pengatur konflik (conflict management).

Dalam istilah lain menurut Yves Meny dan Andrew Knapp, bahwa fungsi partai politik itu mencakup :130

(i) Mobilisasi dan integrasi ;

(ii) Sarana pembentukan pengaruh terhadap perilaku memilih (voting patterns) ;

(iii) Sarana rekrutmen politik ; dan

(iv) Sarana eloborasi pilihan-pilihan kebijakan.

Selain itu, tujuan dari didirikan partai politik sebagai berikut :

(i) Mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembentukan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

(ii) Mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan berdasarkan pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.

(iii) Mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Berdasarkan uraian keberadan dan tujuan partai politik diatas bahwa dapat dikatakan bahwa partai politik sangat diperlukan dalam menampung aspirasi masyarakat berupa tuntutan dan kepentingan yang beragam yang disampaikan dalam berbagai cara, sehingga di teruskan kepada pemerintah untuk mempengaruhi pembentukan kebijakan publik (public policy).131

130Ibid.

131 Anwar Arifin, Perspektif Ilmu Politik, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2015), hlm.94.

1. Sejarah Lahirnya Partai Politik di Indonesia

Perkembangan partai politik mulai di kenal dalam bentuk yang modern di Eropa dan Amerika Serikat sekitar abad ke-19 bersamaan mulai dikenalkan sistem pemilihan dan parlementaria.132Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk turut serta atau berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara. Miriam Budiarjo, mendefenisikan partai politik sebagai :133

‘’Suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk melakukan programnya’’.

Dengan luasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berperan menjadi penghubung antara rakyat disatu pihak dan pemerintah dipihak lain.134 Kegiatan ini bermula-mula bersifat elastis dan aristokrasi, mempertahankan kepentingan kaum bangsawan terhadap tuntutan-tuntutan raja.135

Negara yang berpaham mementingkan kekuasaan disebut menganut paham negara kekuasaan atau organisasi kekuasaan (machstaatsgedachte). Negara dianggapnya sebagai organisasi kekuasaan. Dalam hal ini, pemerintah hanya menjalankan kekuasaan negara saja. Machiavelli mengatakan, dalam hal politik mementingkan terutama dalam satu macam cara saja, yaitu kekuasaan. Partai-partai

Negara yang berpaham mementingkan kekuasaan disebut menganut paham negara kekuasaan atau organisasi kekuasaan (machstaatsgedachte). Negara dianggapnya sebagai organisasi kekuasaan. Dalam hal ini, pemerintah hanya menjalankan kekuasaan negara saja. Machiavelli mengatakan, dalam hal politik mementingkan terutama dalam satu macam cara saja, yaitu kekuasaan. Partai-partai