Latar atau seting memiliki fungsi utama sebagai penyokong alur dan penokohan. Selain merupakan salah satu sarana untuk mengaitkan peristiwa - peristiwa dalam suatu cerita. Latar di sini mencakup latar tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat merupakan tempat terjadinya peristiwa.
Abrams (1981) menyatakan bahwa latar atau setting adalah landas tumpu, penyandaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (dalam Nurgiyantoro, 2007: 216).
Latar waktu merupakan petunjuk waktu terjadinya peristiwa, sedangkan latar sosial berkaitan dengan stasus sosial atau kedudukan tokoh dalam masyarakat, selain itu latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok sosial, dan sikapnya, cara hidup, bahasa, dan lain-lain yang melatari peristiwa.
a) Latar Tempat
1) Lexington, Amerika Serikat
Sosok Dr. Subekti adalah seorang dosen. Ia memiliki kesempatan untuk melanjutkan S3 di Lexington, Amerika Serikat. Keluarga tercintanya rela ditinggalkan demi menggapai cita - cita dengan harapan ingin
membahagiakan istri, anak, dan almamaternya. Ia mencari ilmu selama dua tahun di Universitas Kentucky Lexington, Amerika Serikat.
Kutipan:
“Ing Amerika wektune mung kanggo sinau lan nulis, nganthi ora weruh wektu… Dheweke ninggalake Lexington, Amerika, kaya patrape serdhadhu ninggal palagan sawise menang perang.” (PKP hal. 11)
Terjemahan:
“Di Amerika waktunya hanya dipergunakan untuk belajar dan menulis, hingga tidak mengenal waktu… dia meninggalkan Lexington, Amerika, seperti sikap seorang serdadu yang meninggalkan peperangan setelah memenangkan perang.” (PKP hal. 11)
Dua tahun mengarungi kehidupan di negeri asing. Kerinduan terhadap keluarga menjadi penyemangat untuk segera menyelesaikan belajarnya. Setiap bulan Dr. Subekti mengirim surat dan gaji kepada Istri sebagai bukti tanggung jawabnya kepada keluarga.
2) Cepu - Blora, Bojonegoro
Dr. Subekti merindukan harumnya tanah kelahiran ketika sampai di daerah Cepu- Blora, Kabupaten Bojonegoro. Para pedagang berjualan di kereta api demi menyambung hidup yang lebih baik.
Kutipan:
“Sepur Mutiara Utara terus ngenthit ninggalake Cepu, ninggalake bakul-bakul panganan golek pangupajiwa. Ninggalake bengawan kang misahake antarane Kabupaten Blora karo Bojonegoro.” (PKP hal. 1)
Terjemahan:
“Sepur Mutiara Utara terus berjalan meninggalkan arah Cepu, meninggalkan pedagang-pedagang makanan yang mencari nafkah untuk
kehidupan. Meninggalkan bengawan yang memisahkan antara kabupaten Blora dengan Bojonegoro.” (PKP hal. 1)
Doktor muda tersebut melakukan perjalanan dari Jakarta menaiki kereta api Mutiara Utara menuju arah Surabaya terlebih dahulu melewati Cepu - Bojonegoro. Harum tanah di pagi hari membuatnya tidak sabar untuk bertemu dengan istri dan anaknya. Semakin meninggalkan wilayah Cepu -Bojonegoro hatinya semakin tidak karuan.
3) Surabaya
Setelah dua tahun di Amerika, Dr. Subekti merasa asing ketika berada di kota Surabaya. Sejalan perkembangan zaman, bangunan - bangunan di kota pahlawan yang biasa ia lihat kini berubah menjadi bangunan mewah dan elit. Kota Surabaya yang biasanya panas berubah menjadi dingin.
Kutipan:
“Gerimis riwis-riwis ing jaba. Surabaya sing biasane panas sumelet krasa adhem. Ndilalah listrik mati pisan, nuwuhake kahanan sajroning omah gedhong dadi surem.” (PKP hal. 26)
Terjemahan:
“Gerimis rontik-rintik di luar. Surabaya yang biasanya panas sekali terasa dingin. Tidak disangka listrik padam juga, memunculkan keadaan didalam rumah elit menjadi gelap.” (PKP hal. 26)
Keadaan cuaca gerimis di Surabaya sama halnya dengan hati Dr. Subekti. Keadaan Kantor yang sepi menambah sunyi jiwanya. Sebagian dosen mengajar dan ada pula yang hanya duduk di kantor karena tidak ada kegiatan.
4) Lamongan
Ketika perjalanan menuju ke arah timur, Dr. Subekti terus memikirkan nasib keluarganya. Tidak terasa sampai di Lamongan yang terkenal dengan makanan khasnya tahu campur. Kota Lamongan terletak diantara Kabupaten Jombang dan Kabupaten Gresik. Ketika masuk kota Lamongan, wanita cantik yang duduk di seberang jauh didepannya masih terlihat memandanginya. Hal tersebut terbukti pada kutipan berikut.
Kutipan:
“Rodha sepur gumlindhing mengetan parane, wiwit mlebu kutha Lamongan. Lan kenya ayu iku isih katon migatekake dheweke. Eling lamongan sakeplasan kelingan marang bakul-bakul soto lan tahu campur ing Kedungdara lan Kertajaya.” (PKP hal. 5)
Terjemahan:
“Roda kereta api menggelinding ke arah timur, mulai memasuki kota Lamongan. Dan wanita cantik itu masih terlihat memperhatikan dirinya. Teringat Lamongan sepintas teringat kepada pedagang-pedagang soto dan tahu campur di Kedungdara dan Kertajaya.” (PKP hal. 5)
Wanita muda yang memandang Dr. Subekti ketika di kereta adalah mahasiswanya bernama Ariwarni. Ariwarni memberanikan diri untuk menyapa dan mengobrol bersama hingga perjalanan Dr. Subekti sampai di Lamongan. Sepintas ia teringat sewaktu masih di Amerika, Ia ingin makan soto dan tahu campur khas Lamongan tersebut.
5) Jakarta
Winarti dan Gunarto tinggal di Jakarta. Mereka merayakan kepulangan Adik kesayangannya dari Amerika. Ketika sampai di rumah, Dr. Subekti merasa bahwa kakaknya menyimpan rahasia kepadanya. Ia mendesak agar kakaknya mau menceritakan rahasia tersebut, tetapi mereka tetap merahasiakannya. Setiap kali Dr. Subekti bertanya tentang keluarganya, Winarti dan Gunarto membelokkan pembicaraan seakan - akan tidak ingin membahas keadaan keluarga adiknya tersebut. Akhirnya ia memutuskan untuk langsung berkunjung ke rumah ibunya.
Kutipan:
“Mak nyut dheweke bali kelingan marang kandhane kang mas pripeane nalika sepur arep ninggalake Jakarta.” (PKP hal. 4)
Terjemahan:
“Sekilas dia kembali teringat kepada ujarannya kaka iparnya ketika kereta akan meninggalkan Jakarta.” (PKP hal. 4)
Setelah berpamitan dengan Winarti dan Gunarto, Dr. Subekti langsung menuju ke stasiun. Sesampainya di gerbong kereta api, Ia teringat ucapan kakak iparnya supaya berkunjung ke rumah ibu. Ia bergegas meninggalkan kota Jakarta dan melakukan perjalanan ke Sumoroto untuk bertemu ibunya. Ia ingin menanyakan perihal apasaja yang telah terjadi setelah kepergiannya dari Amerika, sehingga banyak orang tingkahnya aneh kepadanya.
6) Sumoroto, Kauman
Dr. Subekti melanjutkan perjalanan menuju ke Sumoroto, Kauman, Ponorogo setelah melakukan perjalanan dari Ibu Kota. Ketika sampai di kota Reog, semua kenangan masa kecilnya terlihat dengan jelas. Dini hari Dr. Subekti telah sampai di terminal Ponorogo. Akses menuju Sumoroto dengan menaiki angkutan umum. Hal tersebut dibuktikan pada kutipan berikut.
Kutipan:
“Sumoroto pundi Mas?” pitakone sopir karo klakepan. “Kauman.”
“Kilen sekedhik.” “Kalih agen es?”
“Ngajenge, pas!” wangsulane Bekti. (PKP hal 94)
Terjemahan:
“Sumoroto mananya Mas?” Tanya sopir sambil menguap. “Kauman.”
“Ke barat sedikit.” “Dari arah agene es?”
“Depannya, itu!” jawabnya Bekti. (PKP hal.94)
Hawa dingin terasa sangat dingin, ketika angkutan umum tersebut melaju kencang. Pak Sopir mananyakan alamat yang dituju oleh Dr. Subekti. Jalan terasa sepi sekali berbeda ketika ia masih menjadi siswa. Banyak pedagang menuju Pasar. Para ibu menggendong kayu dan berjalan hingga ke rumah mereka masing-masing. Jalan yang dahulu masih menggunakan tanah sekarang berubah menjadi aspal.
7) Kereta Api
Kereta api melaju kencang dari Jakarta menuju Surabaya. Keinginan Dr. Subekti untuk segera sampai di rumah ibu, membuatnya melamunkan segala kemungkinan kejadian yang dialami istri dan anaknya. Hingga akhirnya ia tersadar dari lamunannya ketika mendengar suara bel kereta api.
Kutipan:
“Suwasanane bel sepur nyadharake lamunane. Gerbong restorasi katon sepi bareng nyedhaki Surabaya.” (PKP hal. 4)
Terjemahan:
“Suasananya bel kereta api menyadarkan lamunanya. Gerbong restorasi terlihat sepi ketika dekat arah Surabaya.” (PKP hal. 4)
Penjelasan Giarto dan Winarti dirasa sangat kurang untuk mengetahui semua kejadian dalam keluarga kecilnya. Perasaan tidak karuan menyelimuti hati. Hati dan pikiran terasa ingin mengejar waktu untuk segera sampai di Ponorogo.
8) Stasiun Pasar Turi
Doktor muda tersebut sampai di Stasiun Pasar Turi Surabaya. Banyak orang beralalu-lalang bepergian maupun pulang dari kota tujuan masing-masing. Hal tersebut terbukti pada kutipan berikut.
Kutipan:
“Saka Stasiun Pasar Turi dheweke terus ngeblas menyang terminal Joyo Boyo." (PKP hal. 7)
Terjemahan:
“Dari Stasiun Pasar Turi dia terus melaju ke terminal Joyo Boyo.” (PKP hal. 7)
Stasiun Pasar Turi ke Ponorogo perjalanan masih sangatlah jauh. Ia melanjutkan kembali perjalanannya menuju terminal Joyo Boyo atau biasa disebut dengan terminal Bungurasih. Terminal yang terkenal banyak calo dan premannya. Terminal terbesar se-Indonesia yang terletak diantara perbatasan Surabaya dengan Sidoarjo. Dari terminal Joyo Boyo, Dr. Subekti mencari kendaraan untuk menuju ke arah Ponorogo.
9) Terminal Ponorogo
Ketika perjalanan dari terminal Joyo Boyo, Dr. Subekti mengendarai bus Ponorogo. Jalan raya Surabaya-Madiun terlihat sepi ditengah malam, sehingga bus melaju dengan cepat tanpa menghiraukan keadaan penumpangnya dan sampai di terminal Ponorogo dengan selamat.
Kutipan:
“Bus sing ditumpaki mbandhang kaya dioyak syetan. Kahanan tengah wengi, dalan-dalan kang sepi, njurung sopir ugal-uglan. Isih setengah papat nalika bis sing ditumpaki mlebu terminal Ponorogo.” (PKP hal. 92)
Terjemahan:
“Bus yang dikendarai melaju seperti dikejar setan. Keadaan tengah alam jalan-jalan yang sepi memacu sopir untuk ugal-ugalan. Masih setengah empat ketika bus yang dikendarai masuk ke terminal Ponorogo.” (PKP hal. 92)
10) Bus Garuda Jaya
Perjalanan Surabaya ke Ponorogo kurang lebih enam jam. Dr. Subekti menumpangi Bus Garuda Jaya untuk segera sampai di Ponorogo. Bus dengan kecepatan tinggi melaju di siang hari.
Kutipan:
“Bis Garuda Jaya sing ditumpaki Bekti mlebu terminal jam setengah lima sore.” (PKP hal.103)
Terjemahan:
“Bus Garuda Jaya yang dikendarai Bekti masuk terminal jam setengah lima sore.” (PKP hal.103)
11) Rumah
Dr. Subekti telah melakukan perjalanan panjang menuju rumahnya. Sesampainya di rumah, ia merasa kaget. Ibu kesayangannya semakin beruban rambutnya. Terbukti pada kutipan berikut.
Kutipan
“Alon-alon banget dheweke mlebu njujug pawon, sawijining ibu kang rikmane putih memplak lagi ngrajang bligo. Atine sumendhal. “Ibu…!” Suwarane mandheg ana gorokan. Kang diundang kaget. “Bekti…! Kowe teka Le…!” dheweke ngangkul kenceng, diajak bali mlebu omah. “(PKP hal. 8)
Terjamahan:
“Pelan-pelan sekali dia memasuki ruang dapur, seseorang ibu yang rambutnya hampir semua berwarna putih sedang mengiris labu siam. Hatinya terkaget-kaget. “Ibu…!” Suwaranya berhenti di tenggorokan. Yang dipanggil merasa kaget. “Bekti…! Kamu datang Nak…!” dia merangkul kencang, diajak kembali masuk rumah. (PKP hal. 8)
Dua tahun meninggalkan ibunya, dan sekarang terasa bahagia setelah melihatnya. Ibu terlihat kaget melihat anak kesayangannya datang. Ia merangkul dengan erat anaknya sebagai penawar rindu.
12) Cafetaria
Cafetaria merupakan tempat makan di kampus. Ketika sampai di kampus, Dr. Subekti menenangkan pikiran sejenak di Cafetaria. Tampak seorang wanita cantik memanggil dirinya dari jauh, ternyata yang memanggilnya adalah Wiwik.
Kutipan:
“Mas Bekti…!” Ana swara wadon ngundan dheweke, nalika liwat ana ngarep Cafetaria. Dheweke tumenga, sawijining kenya sragam safari abu-abu mlayoni dheweke. (PKP hal. 20)
Terjemahan :
“Mas Bekti…!” ada suara wanita memanggil dirinya, ketika lewat di depan Cafetaria. Dia memandang, seorang wanita berseragam safari abu-abu berlari ke arahnya. (PKP hal. 20)
Sekian lama Wiwik tidak bertemu Dr. Subekti. Pertemuannya di Cafetaria membuat mereka menjadi semakin akrab. Mereka saling bercerita keadaan masing - masing dan keadaan kampus yang semakin banyak terjadi konflik. Keakraban antara Wiwik dan Bekti menimbulkan konflik diantara mereka. Konflik dipicu oleh rasa iri dan dengki para penguasa terhadap keberhasilan Dr. Subekti sehingga melalui hubungan dekat mereka nantinya akan muncul konflik yang lebih kompleks.
13) Restoran
Konflik di kampus semakin rumit dan kompleks. Kegoncangan jiwa Dr. Subekti menjadi terganggu. Endra mengajak sahabat-sahabatnya makan bersama di restoran elit. Suasana restoran membawa hati mereka sedikit tenang.
Kutipan:
“Lagu Barat kang sentimentil bali ngrenggani kahanan restoran kang sarwa gumebyar.”(PKP hal. 88)
Terjemahan:
“Lagu Barat yang sentimentil kembali merenggangkan suasana restoran yang semuanya mewah.” (PKP hal. 88)
Surat kaleng yang beredar di kampus mengatas namakan Dr. Subekti sebagai tersangka. Ia dianggap sebagai dosen perebut istri orang, dosen suka melakukan seks, dan dosen gagal dalam membina rumah tangga. Teror yang beredar membuat Wiwik kaget. Wiwik juga disangka sebagai selingkuhan Dr. Subekti. Akhirnya dengan niat yang baik, Endra mengajak Wiwik, Giarto, dan Dr. Subekti untuk meluruskan konflik mereka di restoran tersebut.
14) Ruang Kerja
Ruang kerja menjadi tempat singgahan sementara sebelum menuju ke kelas. Ketika keluar dari ruang kerjanya, Dr. Subekti merasakan hal aneh. Para mahasiswa bergerombol serta memandang Dr. Subekti dengan pandangan yang aneh. Hal tersebut terbukti pada kutipan berikut.
Kutipan:
“Metu saka ruangan kerjane dheweke ndulu mahasiswa padha pating grombol, nyawang dheweke kanthi panyawang kang aneh.” (PKP hal. 105)
Terjemahan:
“Keluar dari ruang kerjanya dia memperhatikan mahasiswa yang saling bergerombol melihat dirinya dengan penglihatan yang aneh.” (PKP hal. 105)
Kejanggalan peristiwa tersebut membuat doktor mudah tersebut bingung. Ia tidak mengetahui konflik apa yang sedang terjadi, tetapi ia menjadi gunjingan para mahasiswanya.
15) Kantor Jurusan
Kantor jurusan menjadi saksi bisu semua kegiatan Dr. Subekti. Ia merasa tenang dan nyaman ketika bersantai di sana. Sejenak ia melepas kepenatan keluarganya dengan mengajar mahasiswa, akan tetapi bayang-bayang konflik isrinya dan anaknya selalu menghantuinya.
Kutipan:
“Ing kantor jurusan dheweke rada ayem atine. Kahanan sepi. Mung ana Ketua Jurusan lan Sekretarise.” (PKP hal.23)
Terjemahan:
“Di kantor jurusan dia sedikit tenang hatinya. Keadaan yang sepi. Hanya ada Ketua Jurusan dan Sekretarisnya.” (PKP hal. 23)
Ia berusaha mengingat-ingat konflik keluarganya yang semakin berantakan. Di kantor jurusan itu pun menjadi saksi bisu kematian Dr. Subekti dengan menggantungkan dirinya di pintu.
16) Kantor Dekan
Kantor Dekan menjadi tempat persidangan konflik Ariwarni, mahasiswa yang menjadi wanita panggilan. Di ruang Dekan juga sebagai tempat persidangan Dr. Subekti ketika mendapatkan teror surat kaleng.
Kutipan:
“Metu saka kantor Dhekan Bekti terus ngluncluk mulih.” (PKP hal. 84)
Terjemahan:
“Keluar dari kantor Dekan Bekti lalu pulang.” (PKP hal. 84)
Keluar dari kantor Dekan, Dr. Subekti langsung membereskan barang-barangnya. Tidak ada pilihan lain, kecuali ia harus meninggalkan kampusnya. Kampus yang belum sempat ia mengabdi sepenunyakarena telah membuatnya terhina. Ia berniat akan pergi ke Jakarta, menjadi dosen di PT swasta di sana.
17) Ruang Rektor
Rektor memiliki dedikasi yang tingi kepada para pegawainya, begitu juga Dr. Subekti. Kedekatan Rektor dan Dr. Subekti tidak diragukan lagi. Setelah sampai di kampus, ia menuju ke Ruang Rektor untuk mendapatkan izin mengajar kembali.
Kutipan:
“Langite mendhung. Surabaya sing biyasane panas sumelet rada adhem. Luwih adhem maneh nalika dheweke mlebu ruangan Rektor.” (PKP hal. 18)
Terjemahan:
“Langitnya mendung. Surabaya yang biasanya panas sekali terasa dingin. Lebih dingin lagi ketika dia masuk ruangan Rektor.” (PKP hal. 18)
Rektor menyampaikan ucapan sambutan atas kembalinya doktor muda dari Amerika tersebut. kebanggaan terdalam dari Rektor diungkapkan kepada Dr. Subekti. Suasana ruangan Rektor menambah kenyamanan perbincangan mereka.
18) Kantor Endra
Kantor Perusahaan Endra terletak di kawasan Rungkut Surabaya. Tanpa dipikir panjang, Dr. Subekti mengendarai angkutan umum Angguna untuk sampai di sana. Ia mengunjungi perusahaan teman dekatnya sekaligus ingin berbagi cerita.
Kutipan:
“Mula tanpa dipikir dawa dheweke ngenthit numpak Angguna menyang kantore Endra kang dumunung ana Kawasan Industri Rungkut, kang luwih katelah Rungkut SIER.” (PKP hal. 62)
Terjemahan:
“Jadi tanpa berpikir panjang dia langsung menaiki Angguna pergi ke kantornya Endra yang berada di Kawasan Industri Rungkut, yang sekarang menjadi Rungkut SIER.”
19) Hotel Wora-wari
Hotel Wora-Wari terletak di kawasan kota Surabaya. Hotel elit dan megah banyak berisikan dengan para manusia berduit. Hotel tersebut sebagai
tempat menginap dan melakukan hubungan seks. Tokoh Dr. Subekti pergi ke Hotel Wora-Wari untuk menemui temannya yang bernama pak Dodi.
Kutipan:
“Wis kadhung janji, timbang mblenjani, telat ora apa-apa. Dheweke gegancangan budhal menyang Hotel Wora-Wari, panggonane nginap mitrane iku.” (PKP hal. 52)
Terjemahan:
“Sudah terlanjur janji, daripada mengingkari, telat tidak apa-apa. Dia dengan cepat pergi ke Hotel Wora-Wari, tempat menginap temannya itu.” (PKP hal.52)
Doktor muda tersebut telah berjanji untuk menemui teman akrabnya di Hotel Wora-Wari tersebut. ketika sampai disana, ia tidak menyangka akan bertemu mahasiswi bimbingannya. Ariwarni yang sedang bersama Pak Dodi.
20) Rumah Sakit Karang Menjangan
Setelah mendapatkan kabar bahwa Ariwarni akan dikeluarkan dari kampus. Ia langsung bergegas ke rumah Dr. Subekti. Ia menjelaskan bahwa ia masih ingin melanjutkan kuliah. Ketika melangkah meninggalkan rumah Dr. Subekti, Ia jatuh pingsan sehingga dilarikan ke RS. Karang Menjangan.
Kutipan:
“Sawise Bekti nukokake resepe Warni ing apotik rumah sakit, mobil kang disetiri Giarto terus mlayu ninggalake Gawat Darurat Rumah Sakit Karang Menjangan.” (PKP hal. 77)
Terjemahan:
“Setelah Bekti membelikan resepnya Warni di apotik Rumah Sakit, mobil yang disopiri oleh Giyarto terus melaju meninggalkan Gawat Darurat Rumah Sakit Karang Menjangan.” (PKP hal. 77)
Dr. Subekti, Wiwik dan Giarto segera membawa Ariwarni ke RS. Karang Menjangan. Keadaannya yang semakin melemah membuat mereka khawatir. Mereka masih memikirkan kira-kira siapa yang telah membocorkan keputusan pemberhentian kuliah Ariwarni, padahal rapat baru dilaksanakan siang sebelum kejadian.
21) Rumah Sakit Aisyah
Rumah sakit Aisyah adalah rumah sakit yang terletak di daerah Madiun. RS. khusus anak-anak dan balita dirawat. Mas Sudadi mengantarkan Dr. Subekti ke rumah sakit tersebut untuk menjenguk Andri. Anak kesayangannya tersebut terkena demam berdarah. Dr. Subekti hatinya tidak karuan ketika akan melihat anaknya yan sedang dirawat di RS. Hal tersebut dibuktikan pada kutipan berikut.
Kutipan:
“Dhadhane kaya tansaya didhodhogi. Rumah Sakit Aisyah, rumah sakit khusus kanggo balita kari puluhan meter adohe. Bekti nggeget lambe bareng Sudadi ngenggokake sepeda motore.” (PKP hal. 98)
Terjemahan:
“Dadanya terasa seperti diketuki. Rumah Sakit Aisyah, rumah sakit khusus untuk balita tinggal puluhan meter jauhnya. Bekti mengigit bibir ketika Sudadi membelokkan sepeda motornya.” (PKP hal. 98)
Mas Sudadi mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Setelah akan sampai di RS. Aisyah, Dr. Subekti merasa cemas kepada anaknya. Ia menggigit kecil bibirnya. Dirinya merasa bersalah karena telah meninggalkan anaknya bersama neneknya.
22) Universitas Bina Pemuda
Para dosen mendapatkan undangan seminar dari Universitas Bina Pemuda. Seminar dilaksanakan di pagi hari. Pak Giri ditunjuk sebagai pemakalah dalam seminar Universitas Bina Pemuda tersebut. ketika akan berangkat ke kampus, Bu Nining telah menunggu Dr. Subekti dan mengajaknya untuk berangkat bersama-sama.
Kutipan:
“Pak Bekti rawuh wonten Universitas Bina Pemudha?”
Bekti glagepan. Dheweke wis kadhung janji karo Wiwik. Piye tangkebe Wiwik manawa dheweke banjur budhal bareng Nining? Kamangka dheweke uga ora tegel nulak pangajake Nining.” (PKP hal. 42)
Terjemahan:
“Pak Bekti datang ke Universitas Bina Pemuda?” Bekti kebingungan. Dia sudah terlanjur janji dengan Wiwik. Bagaimana Wiwik bisa menerima, jika dia kemudian berangkat bersama Nining? Makadari itu dia juga tidak tega menolak ajakan Nining.” (PKP hal. 42)
Dr. Subekti mencoba untuk menolak ajakan Bu Nining. Ia telah berjanji untuk berangkat dengan Wiwik sebelumnya. Tidak ingin melukai hati mereka berdua, akhirnya Ia ikut bersama Bu Nining menuju kampus. Setelah sampai di kampus, Ia berengkat bersama dengan Wiwik menuju ke Universitas Bina Pemuda untuk menghadiri acara seminar.
23) Tempat Pemakaman
Dr. Subekti memiliki konflik kehidupan yang dinamis. Berbagai masalah datang menghadiri kehidupannya. Berawal dari konflik keluarga, konflik persahabatan, hingga konflik dalam dunia kerja pun dilaluinya dengan kepasrahan. Akhir kehidupan sosok Dr. Subekti ketika ia memutuskan untuk gantung diri karena tidak kuat menanggung beban dalam hidupnya. Pernyataan tersebut didukung oleh kutipan berikut.
Kutipan:
“Iring-iringan kuwi wusana mandheg ing kuburan. Omah kang langgeng kanggo manungsa kang mungkasi pangumbarane ing donya. Alon-alon kanthi khidmad layon iku diudhunake, dilebokake kubur”. (PKP hal. 144)
Terjemahan:
“Iringan tersebut berakhir berhenti di tempat Pemakaman. Rumah yang abadi untuk manusia yang mengakhiri pengembaraaannya di dunia. Pelan-pelan dengan khidmad jasad tersebut diturunkan, dimasukkan ke liang lahat.” (PKP hal.144)
Dihari kematian sosok Dr. Subekti menjadi sakral. Prosesi pemakaman dihadiri oleh banyak orang. Desa tempat tinggal sosok Dr. Subekti menjadi ramai dipenuhi oleh pengawal, para dosen dan jajarannya, serta mahasiswa yang dibimbingnya. Mereka merasa bersalah kepada almarhum. Endra, Wiwik, Ariwarni dan Semua iringan berhenti di tempat pemakaman. Pemakaman adalah rumah abadi yang dihuni oleh doktor muda yang baik budinya. Pemakaman berjalan dengan khidmat, jenazah diturunkan ke liang lahat dan menambah harunya pemakaman di hari tersebut.
b) Latar Waktu
1) Pagi
Pagi hari adalah waktu bagi semua orang untuk mengawali aktivitas. Segala bentuk aktivitas akan tergantung pada niat. Apabila memiliki niat kuat maka aktivitas yang akan dilakukan akan membawa dampak positif, begitu pula sebaliknya. Pagi itu, Dr. Subekti merasa berat sekali ketika akan berangkat ke Kampus. Seperti akan ada beban berat yang ditanggungnya. Hal tersebut terdapat pada kutipan berikut.
Kutipan :
“Esuk iku rasane abot banget arep budhal menyang kampus, nanging dheweke meksa budhal, ngelingi menawa pancen mujudake kuwajiban kang ora kena dilirwakake.” (PKP hal. 80)
Terjemahan :
“Pagi itu terasa berat sekali ketika akan berangkat ke kampus, tetapi dia memaksa berangkat, mengingat jikalau memang mewujudkan kewajiban