• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sudut Pandang

Dalam dokumen BAB II ANALISIS DATA (Halaman 106-119)

Sudut pandang atau point of view, menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Sudut pandang merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan peristiwa yang membentuk cerita. Sudut pandang dianggap sebagai salah satu unsur fiksi yang penting dan menentukan dalam kesuksesan bercerita sehingga pembaca dapat memahami isi atau makna yang terkandung dalam cerita tersebut.

Novel Pupus kang Pepes karya Suharmono kasiyun, pengarang menggunakan sudut pandang persona ketiga. Pada orang ketiga-terbatas, pengarang mengacu pada semua karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya menggambarkan apa yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu orang karakter. Pada orang ketiga-tidak terbatas, pengarang mengacu pada setiap karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga (Stanton, 2012:53)

Kutipan 1:

“Ing Amerika wektune mung kanggo sinau lan nulis, nganti ora weruh wektu. Pikirane mung daya – daya enggala rampung anggone nyusun desertasi, maju ujian lan mulih kumpul anak bojo. Dheweke uga mujudake dhuta bangsa, aja nganti ngucemake bangsa lan negarane ing antarane mahasiswa-mahasiswa saka negara liya, utamane saka Asia lan Afrika.” (PKP hal 11)

“Di Amerika waktunya hanya dipergunakan untuk belajar dan menulis, hingga tak kenal waktu. Pikirannya hanya imgin cepat-cepat selesai menyusun desertasinya, maju ujian dan pulang berkumpul dengan anak istri. Dia juga menjadi duta bangsa, jangan sampai mencemari bangsa dan negaranya diantara mahasiswa-mahasiswa dari negara lain, utamanya dari Asia dan Afrika.” (PKP hal. 11)

Kutipan pertama, pengarang memposisikan sebagai orang ketiga serba tahu. pengarang menjelaskan bahwa kehidupan sosok Dr. Subekti sangatlah berat. Ia melewati berbagai kesulitan selama di Amerika. Rasa sayang dan cintanya terhadap anak, istrilah menjadi kekuatan terbesar untuk tetap tetap tegar dalam menjalankan kewajiban. Ia sebagai mahasiswa S3 juga berkewajiban menjaga dan mempertaruhkan nama baik bangsa dimata negara asing. Selanjutnya akan diuraikan lagi pada kutipan berikut.

Kutipan 2:

“Warni ora wangsulan. Rasane dheweke pengin njerit sora. Rasane dheweke pengin nyuntak luh ing mripate kanthi asat. Rumangsane ora ana uwong maneh kang bisa dipercaya ing donya iki. Sakabehing uwong kang masang ulat sumeh marang dheweke betheke padha nduweni pamrih kanggo ngudal hawa nafsune. Dheweke ora bedda kaya golekan kanggo panglipur, banjur dibuwang yen wis bosen. Sapa maneh kang bisa dipercaya ing donya iki? Lha wong dhosen kang dikurmati para mahasiswa, wong sing bisa dianggep panutan, nalika ditekani omahe mentala marang dheweke, dikongkon ngladeni nafsu kewane, nalika omahe suwung”. (PKP hal. 74)

Terjemahan 2:

“Warni tidak menjawab. Rasanya dia ingin menjerit sekeras-kerasnya. Rasanya dia ingin menumpahkan air matanya hingga kering. Dia merasa tidak ada orang yang bisa dipercaya di dunia ini. semua orang yang memasang muka senyum kepadanya ternyata memiliki pamrih untuk menyalurkan hawa nafsunya. Dia tidak ada bedanya seperti boneka untuk penghibur, kemudian dibuang ketika sudah bosan. Siapa yyang bisa dipercaya di dunia ini? Lah seorang dosen yang dihormati para

mahasiswanya, yang juga bisa dianggap sebagai panutan, ketika didatangi rumahnya tega dengan dirinya, disuruh melayani nafsu hewannya, ketika rumahnya sepi”. (PKP hal.74)

Kutipan kedua tersebut, pengarang menjelaskan secara deskriptif dan imaginatif keadaan tokoh Warni dan segala perasaannya. Pengarang memaparkan kepedihan tokoh Warni dalam menjalani hidupnya. Sakit yang diderita dalam bentuk lahir dan batin. Pengarang secara imaginatif merealisasikan bentuk sakit lahir tokoh Warni ketika dipaksa oleh dosen untuk melayani nafsunya, sedangkan sakit batin terjadi ketika ia telah merasa malu, kesal, dan benci karena semua orang di dunia tidak ada yang bisa dipercaya. Semua orang melihatnya hanya karena kasihan. Kehidupannya yang keras memaksanya me lakukan pekerjaan haram.

Kutipan 3:

“Warni kang ngadek ing sisihe Wiwik kaya-kaya weruh dhagelan ing ngarepe. Semono uga Wiwik. Saiki kabeh padha ngalem sundhul langit marang ingkang sumare. Tega larane ora tega patine tumindak kang kejem banget.” (PKP hal. 116)

Terjemahan 3:

“Warni yang berdiri di sebelahnya Wiwik seperti melihat lelucon di depannya. Begitu juga Wiwik. Sekarang semua orang membombong tinggi kepada yang telah dikubur. Tega sakitnya tidak tega matinya, perbuatan yang kejam sekali.” (PKP hal. 116)

Kutipan ketiga adalah bukti pengarang bebas untuk mengekspresikan para tokoh dalam karya sastranya. Ia mempertemukan tokoh Warni dan Wiwik secara bersama dan dalam suatu pemikiran yang sama. Tokoh Warni dan Wiwik menilai bahwa kematian sosok Dr. Subekti banyak orang

bersandiwara. Ketika masih hidup mereka tega untuk menghancurkan kehidupannya melalui berbagai konflik yang mereka buat, sedangkan ketika ajal menjemput mereka ikut merasakan kepergiannya dan merasa kehilangan. Pengarang mengungkapkan segala emosi untuk menciptakan suasana seperti seolah - olah kehidupan nyata.

Simpulan kutipan di atas yakni dalam pembuatan karya sastra pengarang menggunakan sudut pandang persona ketiga. Penyebutan nama-nama tokoh cerita, khususnya yang tokoh utama, kerap atau terus menerus disebut. Pengarang menceritakan sesuatu secara detil seolah-olah pengarang mengetahui segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan para tokoh.

Pengarang adalah sebagai orang yang serba tau. Ia mampu menceritakan kisah tokoh - tokoh dalam cerita tersebut secara deskriptif dan detil sehingga cerita terkesan seperti gambaran kehidupan nyata. Pengarang dalam karya sastranya juga dapat mengomentari dan menilai secara bebas dengan penuh otoritas, dan tidak ada satu rahasia pun tentang tokoh-tokoh dalam karya sastranya yang tidak diketahui.

6. Amanat

Amanat adalah sebuah pesan yang disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui karya sastranya. Amanat dapat diambil dari kutipan langsung dari pengarang dalam karya sastra dan makna secara tersirat dari karya sastra tersebut. Karya sastra atau fiksi mengandung penerapan moral

dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangannya tentang moral. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itu pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan, yang diamanatkan (Nurgiantoro, 2007: 321). Amanat dalam novel Pupus Kang Pêpês karya Suharnomo Kasiyun adalah sebagai berikut.

a. Perjuangan dan Pengorbanan Jalan Menuju Keberhasilan

Perjuangan yang dilakukan oleh Dr. Subekti untuk mencapai gelar Doktor perlu pengorbanan yang tinggi. Ia rela meninggalkan keluarga tercintanya dan hidup sendirian di negeri asing. Berikut kutipannya.

Kutipan:

“Kadidene wong kang bubar maju perang., dheweke uga kesel lan loyo. Nanging apa tegese kesel lan loyo yen mulih perang nggawa kamenangan. Gelar “dhoktor” saka universitas kang manjila ing Amerika Serikat mujudake perjuangan kang ora baen-baen. Rong taun lawase dheweke maju ing palangan University of Kentucky, Lexington Amerika Serikat, ninggal anak bojo lan tanah wutah getih. Ngadhepi dina-dina sepi lan nglangut ing negara adikuwasane George Bush.” (PKP hal. 2)

Terjemahan:

“Seperti orang yang selesai maju berperang, dia juga capek dan loyo. Tapi apa artinya capek dan loyo kalau pulang perang membawa kemenagan. Gelar “doktor” dari universitas yang kecil si Amerika serikat membutuhkan perjuangan yang tidak main-main. Dua tahun lamanya ia maju di tempat berperang University of Kentucky, Lexington

Amerika Serikat. Meninggalkan anak istri dan tanah tumpah darah.

Menghadapi hari-hari sepi dan sendiri di negara adikuasa George Bush.” (PKP hal. 2)

Kutipan di atas menjadi bukti bahwa Dr. Subekti bertekad dan berusaha sekuat tenaga demi memperjuangkan almamaternya untuk mendapat gelar doktor di University of Kentucky, Lexington Amerika Serikat. Hari-hari ia lalui sendiri di Amerika. Perjuangan yang tidak macam-macam. Prestasi yang membanggakan diperolehnya. Ia lulus lebih cepat dari perkiraan dan mendapatkan nilai cumlaude. Banyak orang yang menginginkan keberuntungan seperti Dr. Subekti. Hasil perjuangan di Amerika dan pengorbanan meninggalkan anak istri serta tanah air adalah suatu keberhasilan.

b. Kesetiaan dalam Berumah Tangga

Hubungan dalam berumah tangga haruslah saling melengkapi satu sama lain, sebagai seorang istri harus setia menunggu suami ketika melaksanakan tugas negara. Seorang istri harus selalu mendukung apa yang dilakukan oleh suaminya dan menghargai apa yang dikerjakannya. Apabila semua itu dapat terpenuhi maka kerukuan dalam berkeluarga dapat terbentuk.

Kutipan:

“Bekti atine tansaya dijuwing-juwing. Sakeplasan dheweke kelingan Yuni sisihane. Menawa Yuni ora kendho tapihe apa ya bakal ana kedadeyan kaya ngene iki? Nanging kabeh wus dumadi. Kabeh padha mungsuhi dheweke. Sisihane dhewe sing banget ditresnani tega laku ngiwa.” (PKP hal 89)

Terjemahan:

“Bekti hatinya seperti di sobek-sobek. Sepintas dia teringat Yuni istrinya. Jikalau Yuni tidak copot kembennya apa ya akan ada kejadian seperti

ini? Tapi semuanya sudah terjadi. Semua telah memusuhinya. Istrinya sendiri yang sangat disayanginya tega berbuat serong.” (PKP hal. 89)

Seorang istri harusnya menjaga kehormatan suami. Kemanapun suami pergi, istri harus setia menanti dan mendoakan keselamatannya. Perbuatan Yuni tidak mencerminkan perilaku istri yang baik. Suami dengan susah payah bekerja demi membuatnya bahagia, akan tetapi ia membuat kesenangannya sendiri dengan berselingkuh. Kesetiaan dalam berumah tangga haruslah tercermin dalam kehidupan sehari-hari agar tercipta kerukunan, perdamaian, dan kebahagiaan dalam membangun keluarga.

c. Kesabaran dan Ketabahan dalam Menerima Cobaan

Kesabaran adalah sebuah proses untuk menerima segala sesuatu dengan sabar. Bersabar dalam menerima dan menghadapi berbagai cobaan hidup sebagai bentuk ketaatan dan ketaqwaan kita terhadap Tuhan YME. Kesabaran dan ketabahan merupakan kemampuan untuk mengolah, menerima, dan menyikapi kenyataan hidup.

Kutipan:

“Apa isih ana gunane dheweke urip ana ing donya? Anake ontang-anting lan lara nemen. Bojone wus tumindak durhaka, mitra-mitrane pada deksiya. Dheweke nangis sesenggukan keranta-ranta. Sauntara langit tansaya peteng. Angine tambah nggebes. Suwarane wit Trembesi tambah gemredeg, kaya gerenge buta-buta ngelak ludira. Lan nalika mripate nyawang gulungan OHP, dumadakan thukul pikirane. Alon-alon dheweke njupuk spidol lan kertas sasuwek ing meja, banjur ing kertas kuwi, “Tinimbang aku disiya-siya, luwih becik aku dak lunga”. Ing ngisor tulisan iku ditandhatangani lan ditulisi jenenge. Kertas dijarake ana meja, ditindhihi spidol.” (PKP hal. 109 − 110)

Terjemahan:

“Apa masih ada gunanya dia hidup di dunia? Anaknya terbontang-banting dan sakit parah. Istrinya sudah berbuat durhaka, teman-temannya menyia-nyiakannya. Dia menangis tersedu-sedu. Suara pohon Trembesi menambah ramai, seperti suara raksasa minum darah. Dan keyika matanya melihat gulungan OHP, mendadak muncul dipikirannya. Pelan-pelan dia mengambil spidol dan kertas selembar di meja, kemudian di kertas tersebut ditulis, “Daripada aku disia-sia, lebih baik aku pergi saja”. Di bawah tulisan itu ditanda tangani dan ditulis namanya. Kertas dibiarkan di meja, ditindihi dengan spidol.”(PKP hal. 109 −110)

Konflik yang dideritanya sudah terlalu pedih dan sulit untuk dilaluinya. Konflik keluarganya yang semakin parah, konflik di dunia kampus juga ia rasakan karena ia dijadikan sebagai bisnis monopoli pendidikan, ia dihancurkan karirnya melalui surat kaleng, banyak orang yang menerornya di Kampus, dan teman-temannya telah menyia-nyiakan hidupnya.

Keputusasaan yang dirasakannya membuatnya berpikir tidak jernih. Ia tidak bisa menyelesaikan konflik dalam hidupnya. Sifat kurang sabar dan tabah untuk menerima kenyataan hidup membuat pikirannya kacau. Sehingga ia memilih untuk mengakhiri hidupnya.

d. Kepedulian terhadap Sahabat

Endra, Wiwik, dan Dr. Subekti telah lama menjalin persahabatan. Mereka selalu berbagi kesedihan dan kebahagiaan. Ketika Dr. Subekti memiliki masalah yang rumit, Wiwik memberitahu kepada Endra. Mereka mencoba menyelesaikan masalah bersama-sama dengan jalan pemikiran yang berbeda-beda. Kepedulian terhadap sahabat sangat terasa dalam cerita di

novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun ini. Hal ini terbukti pada kutipan berikut.

Kutipan:

“Aja kakean lasan!” kandane Endra. “Aku ora pengin nduwe kanca mati ngenes. Apa sejatine sing mbok karepke ing sajeroning urip iki?”

Bekti ora isa suwala, sanadyan atine isih krasa remuk. Dheweke ngerti , Endra nduweni niat becik lan banget simpati marang kahanane, sanadyan mesthine ora mengerteni kasus layang budheg kuwi.” (PKP hal 85)

Terjemahan:

“Jangan kebanyakan alasan!” ujar Endra. “Aku tidak mau punya teman yang mati karena sedih. Apa sejatinya yang kamu inginkan di kehidupan ini?” Bekti tidak bisa bersuara, walaupun hatinya remuk. Ia tahu, Endra memiliki niat yang baik dan sangat simpati kepada keadaannya, walaupun secara pasti ia tidak mengerti kasus surat tanpa nama itu.” (PKP hal 85)

Peristiwa surat tanpa nama yang ditujukan kepada Dr. Subekti di kampus membuat hubungannya dengan Wiwik, Bu Nining, dan Ariwarni menjadi rusak. Dr. Subekti merasa dilecehkan. Persahabatan dengan Wiwik terancam berantakan. Wiwik merasa malu dan marah, ia disebut sebagai selingkuhan Dr. Subekti.

Kepedulian terhadap sahabat dicerminkan oleh tokoh Endra. Sebagai teman yang baik, tindakan Wiwik kurang tepat. Ia seharusnya mengklarifikasi masalah tersebut terlebih dahulu tentang kebenarannya dan bukan dengan cara menjauhi sahabatnya tanpa penyelesaian. Akhirnya, Endra menjadi penengah permasalahan mereka.

e. Pemimpin Adil dan Bijaksana

Sifat pemimpin yang patut diteladani adalah sikap adil dan bijaksana. Novel Pupus Kang Pêpês karya Suharnomo Kasiyun menguraikan berbagai model kepemimpinan. Pemimpin yang otoriter dibuktikan dengan perwatakan tokoh Pak Giri. Para pemimpin yang bersikap adil dan bijaksana dicerminkan oleh tokoh Rektor, Dekan, Endra, dan Pak Dibya.

Kutipan:

“Kasuse Ariwarni iki kudu ditangani kanthi kebak kawicaksanaan,” ngendikane Pak Dibya, dhosen kang paling tua. “Aja dupeh dheweke ambyur ing jagading palanyahan banjur kita vonis ilang hake dadi mahasiswa. Becike kita tlusuri yagene dheweke dadi wanita layah. Yen Dheweke kuliah nganggo masadhepane supaya bisa ninggalake profesine, apa ora perlu pertimbangke? Indeks prestasine ya lumayan, sejatine bisa diusulake entuk beasiswa.” (PKP hal. 71)

Terjemahan:

“Kasusnya Ariwarni ini perlu ditangani dengan penuh kebijaksanaan.” Ucapnya Pak Diya., dosen yang paling tua. “Jangan karena dia masuk ke dunia pelacuran kemudian kita vonis hilang haknya menjadi mahasiswa. Baiknya kita telusuri kenapa dia menjadi wanita panggilan. Ketika dia kuliah untuk masa depannya supaya bisa meninggalkan profesinya, apa tidak perlu untuk dipertimbangkan? Indeks prestasinya juga lumayan, sejatinya dia bisa diusulkan untuk mendapatkan beasiswa.” (PKP hal. 71)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa, Pak Dibya bersikap adil dan bijaksana. Ia mengajak para dosen untuk lebih bersikap kritis dan bijaksana dalam mengambil segala keputusan untuk mahasiswanya. Semua kejadian

pasti memiliki sebabnya. Mungkin dengan pertimbangan tersebut, maka segala keputusan yang akan diambil tidak akan salah.

Pemimpin harus berpikir realistis, bertindak adil kepada siapa saja dan berperilaku bijaksana dalam mengambil keputusan. Sifat tersebut memiliki kekuatan untuk membangun kehormatan bagi diri sendiri maupun bagi orang lain, sehingga perlu ditanamkan dalam diri untuk menjadi pribadi yang baik.

a. Keterkaitan Antarunsur

Unsur struktural yang terdapat dalam novel Pupus Kang Pêpês karya Suharnomo Kasijun menekankan pada enam unsur pembentuk karya sastra yang bersifat intrinsik meliputi tema, alur, penokohan, latar, penyudutpandangan dan amanat. Hubungan antar unsur intrinsik menunjukan adanya hubungan erat dan saling terkait antar unsur satu dengan yang lain yang dirangkai menjadi satu kesatuan yang utuh sehingga mampu membentuk makna secara keseluruhan cerita.

Tema merupakan gagasan dasar yang menopang sebuah cerita sebagai struktur - struktur yang sistematis yang nantinya akan mempengaruhi penokohan, latar serta alur cerita yang akan disampaikan oleh pengarang. Tema novel Pupus Kang Pêpês karya Suharnomo Kasijun adalah perjuangan seorang tokoh untuk menghadapi lika-liku konflik dalam kehidupannya. Dinamika konflik yang dialami sosok Dr. Subekti sangat kompleks. Konflik berawal dari keluarga dan dikembangkan oleh pengarang sehingga

mengganggu kelangsungan hidupnya. Pengarang menambahkan konflik keretakan persahabatan, bisnis monopoli pendidikan, berbagai teror dan ancaman sebagai upaya penghancuran karir Dr. Subekti.

Alur dalam novel Pupus Kang Pêpês adalah alur maju. Alur merupakan rangkaian sebuah cerita dari awal hingga akhir. Alur yang baik adalah alur yang dapat membantu mengungkapkan tema dan amanat dari peristiwa-peristiwa serta adanya hubungan sebab akibat yang wajar antara peristiwa yang satu dengan yang lain. Novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun memiliki alur runtut dan kompleks sehingga mampu mengungkapkan tema dan amanat yang baik.

Pengarang dalam membuat tokoh menyelipkan perwatakannya dalam tujuh cara, melalui pysiscal description yakni melukiskan bentuk lahir dari pelakon. Portrayal of thought strem or conscious thught, melukiskan jalan pikiran pelakon atau apa yang terlintas dalam pikirannya. Reaction to event, melukiskan bagaimana reaksi pelakon terhadap kejadian-kejadian. Direct

author analysis, pengarang dengan langsung menganalisis watak tokoh. Discussion of environment, pengarang melukiskan keadaan watak tokoh.

Misalnya dengan melukiskan keadaan kamar pelakon pembaca mendapat kesan apakah tokoh tersebut orang jorok, bersih, rajin, malas, dan sebagainya). Reaction of others to character, pengarang melukiskan bagaimana pandangan - pandangan tokoh lain dalam suatu cerita terhadap tokoh utama itu. Conversation of others about character, tokoh-tokoh dalam

suatu cerita memperbincangkan keadaan tokoh utama. Melalui cara tersebut pendalaman karya sastra Pupus Kang Pêpês dapat terkupas dengan baik.

Latar atau setting dalam novel Pupus Kang Pêpês meliputi tiga unsur. Latar tempat, latar waktu, dan latar sosial masyarakat. Latar tempat, dijelaskan oleh pengarang secara detil pendeskripsian tempat-tempat mana saja yang dipergunakan dalam cerita tersebut. Melalui daya imaginatif pengarang, ia mencoba menjelaskan latar tempat seolah-olah pembaca ikut merasakan keberadaan tempat tersebut.

Latar waktu dalam novel Pupus Kang Pêpês berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar sosial masyarakat dalam novel Pupus Kang Pêpês teruraikan dengan baik. Pengarang mencoba menunjukkan bagaimana keadaan keluarga yang sederhana dan agamis di lingkungan tokoh utama, keadaan kampus yang sebagian besar penguasanya ingin memburu kekuasaan, kampus sebagai monopoli bisnis pendidikan, serta perbedaan kelas sosial.

Penggunaan sudut pandang penulisan novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun adalah sudut pandang persona ketiga. Pengarang dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar, atau berpikir. Tokoh cerita menempati posisi yang strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca.

Unsur struktural pembangun novel Pupus Kang Pêpês yang meliputi tema, penokohan, latar, penyudut pandangan, alur, dan amanat mempunyai

hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain sehingga dapat membentuk kesatuan yang utuh dan indah.

Dalam dokumen BAB II ANALISIS DATA (Halaman 106-119)

Dokumen terkait