• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pengarang Terhadap Dinamika Konflik dalam Pupus Kang Pêpês

Dalam dokumen BAB II ANALISIS DATA (Halaman 140-152)

C. Respons Suharmono Kasiyun dalam Memandang Dinamika Konflik

2. Respons Pengarang Terhadap Dinamika Konflik dalam Pupus Kang Pêpês

Dinamika konflik sosok Dr. Subekti sangat kompleks. Pengarang memaparkan konflik keluarga dan dunia kerja dalam novel Pupus Kang Pêpês. Konflik tersebut menjadi dinamis setelah muncul isu yang diberikan oleh pengarang. Isu yang diangkat oleh pengarang antara lain, seksualitas, profesionalitas, dan attitude.

a) Respons Pengarang Terhadap Konflik Keluarga

Konflik perselingkuhan diungkapkan oleh Suharmono kasiyun dalam novel

Pupus Kang Pêpês. Konflik perselingkuhan terjadi akibat kurangnya perhatian

seorang suami. Konflik tersebut juga dipengaruhi oleh kelalaian istri dalam menjaga kewajibannya sebagai seorang istri. Isu seksualitas diungkapkan Suharmono Kasiyun melalui lika-liku rumah tangga sosok Dr. Subekti. Ia telah berkorban luar biasa. Sebagai abdi Negara, ia rela mengorbankan keharmonisan keluarganya demi menjunjung tinggi nama baik negaranya. Pengorbanan luar biasa dengan mengejar ilmu demi kemajuan bangsanya. Ia sangat banyak berkorban hingga dikhianati istrinya.

Kutipan:

“Biyen dhek nalika isih ana Amerika rasane ngontog-ontog anggone pengin ketemu anak-bojo. Saiki dheweke ora ngerti apa sing kudu ditindakake. Dheweke ora bisa bayangke manawa ketemu Yuni kanthi weteng gedhe meteng pitung wulan. Kamangka anak kang dikandhut ing rahime dudu anake.” (PKP hal: 23)

Terjemahan:

“Dulu ketika masih di Amerika rasanya menggebu-gebu ingin bertemu anak-istri. Sekarang dia tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Dia tidak bisa membayangkan jika bertemu Yuni dengan perut besar hamil tujuh bulan. Karena anak yang dikandung di rahimnya bukan anaknya.” (PKP hal: 23)

Melalui kutipan di atas pandangan yang disampaikan pengarang adalah kekecewaan suami terhadap istri karena menghianati kepercayaan suami. Kepercayaan sosok Dr. Subekti kepada Yuni untuk menjaga ketulusan cinta telah hancur. Penghianatan Yuni mengakibatkan hancurnya bahtera rumah tangga mereka. Seorang suami harus menanggung momok akibat kebutaan nafsu istrinya.

Pengarang juga memperlihatkan kewajiban suami dan istri dalam kehidupan berumah tangga. Tanggung jawab serta tindakan suami dalam menghadapi cobaan dalam rumah tangganya dikupas melalui novel Pupus Kang Pêpês Suharmono Kasiyun dikehidupan sosok Dr. Subekti. Sosok Dr. Subekti memilih mengalah dan pasrah terhadap kejadian yang telah menimpanya. Kewajiban suami dalam membangun rumah tangga bukan hanya memberi kebahagiaan jasmani atau secara finansial saja, akan tetapi kebahagiaan rohani juga diperlukan unuk menjaga keharmonisan. Keterbukaan terhadap pasangan dalam menghadapi setiap cobaan. Perlunya membangun komunikasi yang baik diantara anggota keluarga sebagai kunci mempererat hubungan. Hal ini berakibat hancurnya rumah tangganya. Dr. Subekti hatinya terluka karena gagal mengemban tanggung jawab keluarganya.

Kewajiban istri dalam membina rumah tangga. Menjaga keharmonisan keluarga. Senantiasa menjaga kehormatan suami. Ia berkewajiban menjadi ibu dan ayah bagi anaknya ketika suami sedang melaksanakan tugas. Masyarakat Jawa

mempercayai bahwa ungkapan wong wadon kuwi suwarga nunut, neraka katut artinya wanita itu surga menumpang, neraka terbawa. Secara gramatikal berarti, apabila seorang suami melaksanakan kebaikan maka istri juga ikut merasakan kebaikan tersebut begitu pula sebaliknya.

b) Respons Pengarang Terhadap Konflik Dunia Kerja

1) Profesionalisme

Novel Pupus Kang Pêpês merupakan karya sastra berbahasa Jawa yang sangat berbobot. Isi cerita tersebut relevan dengan masalah kehidupan saat ini. Banyak kejadian dalam cerita yang dipaparkan oleh pengarang tentang berbagai penyelewengan di dunia pendidikan. Melalui cerita tersebut dapat diketahui bahwa pengarang mengkritisi kehidupan generasi muda dewasa ini. Para generasi muda kurang memahami esensi dalam menuntut ilmu. Mereka menuntut ilmu karena menginginkan pekerjaan layak bukan karena benar – benar ingin menggalih dan mengamalkankan ilmu yang diperolehnya tersebut.

Pengarang ingin mengungkapkan kepada pembaca bahwa sosok Dr. Subekti dalam novel Pupus Kang Pêpês adalah cerminan masyarakat dewasa ini. Ia menjadi objek keserakahan penguasa meskipun orang disekeliling mengusik kehidupannya. Ia selalu professional dalam menjalankan kewajibannya sebagai dosen. Keprofesionalan dan niat tulus sosok Dr. Subekti diselewengkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Pengarang membuka cakrawala kehidupan primer

melalui sosok Dr. Subekti yang tertindas akibat permainan bisnis kampus. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan berikut.

Kutipan 1:

“Aku mung sawijining tuk. Aku pengin saka tuk kuwi metu banyu sing bisa nelesi gorokane wong – wong kang satan.”

“Nyatane tuk kuwi malah dadi rebutan. Kabeh padha pengin monopoli, manfaatake tuk kuwi kanggo kepentingan pribadhi”. (PKP, hal: 34)

Terjemahan 1:

“Aku hanya salah satu lubang. Aku ingin dari lubang tersebut muncul sumber mata air yang bisa membasahi tenggorokannya orang – orang yang kekeringan.”

“Nyatanya lubang tersebut malah menjadi rebutan. Semua ingin memonopoli, memanfaatkan lubang tersebut untuk kepentingan pribadi”. (PKP, hal: 34)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa kebaikan hati dan budi sosok Dr. Subekti dalam novel Pupus Kang Pêpês menjadi bomerang dalam hidupnya. Pengarang menempatkan posisi sebagai tokoh Endra dalam konteks profesionalisme di dunia pendidikan. Tokoh Endra menjadi penengah sekaligus benang merah untuk menyadarkan sikap sosok Dr. Subekti. Dr. Subekti selalu berpikir positif kepada semua orang sehingga menjadikannya sebagai objek empuk bisnis monopoli pendidikan.

Pengarang mengupas realita dalam dunia pendidikan yang sekarang berubah menjadi ajang bisnis. Para penguasa yang memiliki uang rela membeli gelar untuk mendapatkan prestise untuk merubah kehidupan menjadi lebih baik. Hidup akan menjadi sengsara karena akan dijadikan boneka bagi penguasa. Harta dapat membutakan segalanya. Penguasa dapat membeli segalanya sehingga perlu ilmu

untuk menyadarkan mereka akan esensi pendidikan. Ilmu bukan hanya soal teori dan rumus, akan tetapi perlu penerapan di kehidupan sehari-hari. Sosialisasi kepada masyarakat sebagai kunci menjalin kehidupan selaras. Hal tersebut terbukti pada kutipan berikut.

Kutipan 2:

“Bakal bubrah tatanan yen kowe mung ngudi ilmu. Kowe bakal diplokoto wong sugih dhuwit. Yen aku ngemungake dhuwitku sing tumpuk undhung, apa sing ora bisa dak tuku? Dhoktor, professor…” (PKP, hal: 37)

Terjemahan 2:

“Tatanan kehidupan akan rusak apabila kamu hanya mengandalkan mencari ilmu. Kamu bakal dimanfaatkan orang kaya. Kalau aku memperlihatkan uangku yang bertumpuk-tumpuk, apa yang tak bisa ku beli? Doktor, professor…” (PKP, hal: 37)

Pendidikan dalam novel Pupus Kang Pêpês disebut sebagai gaya hidup karena pemenuhan pendidikan tidak lagi dimaksudkan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia tetapi untuk kebutuhan gengsi, martabat, prestise, dan kelas sosial dalam suatu masyarakat. Sosialisasi terhadap sangat diperlukan untuk menjalin kerjasama antar individu.

Sosok Dr. Subekti salah satu contoh sosok ilmuan muda di tahun 1988. Meskipun tidak dideskripsikan secara tersurat, pengarang mencoba menggambarkan Dr. Subekti sebagai doktor melalui karakternya yang baik, lugu, tidak neka - neka, dan penurut. Hal lain dideskripsikan oleh pengarang tentang tokoh tersebut melalui tingkah laku dan ucapannya. Dr. Subekti merupakan sosok lelaki yang kalem, tenang, dan menghormati semua orang disekelilingnya. Kebaikan hatinya dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Meskipun dalam kehidupannya ia

memiliki berbagai konflik dan tekanan pribadi, tetapi selalu mengedepankan kewajibannya sebagai seorang pendidik.

Era sekarang gelar doktor dengan mudah diraih dengan menggunakan cara yang singkat yakni bisnis monopoli atau membeli gelar seperti pada halaman 33 di novel tersebut.

Kutipan:

“Bekti ora wangsulan. Kelingan marang mahasiswa-mahasiswa kang mburu ijazah, muru pegawai negeri. Atusan ewu, malah yutan dhuwite disedhot. Korban bisnis pendhidhikan?” (PKP Hal. 33).

Terjemahan:

“Bekti tidak menjawab. “Teringat dengan mahasiswa-mahasiswa yang hanya memburu ijazah, mengejar pegawai negeri. Ratusan ribu, hingga jutaan uangnya diambil. Korban bisnis pendidikan?” (PKP Hal. 33)

Kutipan di atas merupakan respons pengarang. Respons pengarang diwujudkan melalui sebuah kritik. Kritik tentang dunia pendidikan sudah menjadi bisnis monopoli. Berbagai cara dilakukan demi mendapatkan ijazah dan profesi pegawai negeri. Keadaan tersebut berbeda dengan tahun pembuatan novel Pupus

Kang Pêpês. Pengarang membuat karakter Dr. Subekti sebagai salah satu contoh

dalam kehidupan sekunder bahwa seorang doktor muda menjadi korban ketamakan orang - orang rakus serta takut tersaingi di sekitarnya. Padahal ia seorang yang potensial, tenaganya diperlukan untuk kemajuan bangsa dan negara. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa kehidupan primer juga berpotensi untuk terjadi konflik kehidupan sekunder seperti dalam novel Pupus Kang Pêpês.

2) Attitude

a) Respons terkait Plagiarisme

Pengarang mengangkat isu plagiarisme di dunia pendidikan dalam novel

Pupus Kang Pêpês. Plagiat adalah perbuatan penjiplakan atau menyalin hasil

karya seseorang. Perbuatan tersebut dihindari oleh orang akademis karena menimbulkan kerugian yang amat besar baik bagi pemilik karya maupun penyalin karya. Plagiarisme dalam novel Pupus Kang Pêpês dilakukan oleh tokoh Pak Giri terhadap karya Pak Caraka.

Kutipan:

“Bali ngawang-awang ing pangangen-angene Bekti, Pak Caraka kang niba tangi anggone kuliah nganthi beasiswa kang cumpen. Tunjangan profesionale dicabut. Kamangka putrane kang mbarep wiwit kuliah uga, mbutuhake wragat kang ora sithik. Ing kene asil kringete wong tua kang kebak semangat iku dikomersilake.” (PKP hal. 45)

Terjemahan:

“Kembali teringat di pikirannya Bekti. Pak Caraka yang jatuh bangun ketika kuliah dengan beasiswa yang sedikit. Tunjangan profesionalnya dicabut. Maka dari itu putranya yang paling besar mulai kuliah juga, membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Disini hasil keringatnya orang tua yang penuh dengan semangat itu dikomersilkan.” (PKP hal. 45) Berdasar kutipan di atas, pengarang memposisikan sebagai dirinya sendiri melalui pandangan dunianya yang tertuang dalam novel Pupus Kang Pêpês. Plagiat yang dilakukan Pak Giri membuat sosok Dr. Subekti kecewa. Ia kecewa kepada ketua jurusan karena perbuatan tersebut telah merugikan orang lain. Pak Caraka berusaha sekuat tenaga membuat skripsi tersebut. hasil keringatnya

dikomersilkan oleh orang yang menggilai jabatan. Segala cara dilakukan agar nama baiknya tetap terjaga. Kutipan di atas sebagai bukti bahwa pengarang melihat banyak kecurangan di kampus. Plagiarisme dilakukan untuk mendobrak popularitas.

Novel Pupus Kang Pêpês lahir pada tahun 1988. Pengarang pada tahun tersebut sudah mengamati kehidupan di dunia kampus. Plagiarisme dilakukan oleh tokoh Pak Giri adalah sebagai bukti mengungkapkan kejadian di era tersebut. Pembuatan novel Pupus Kang Pêpês oleh Suharmono Kasiyun merupakan kontemplasi realitas kehidupan primer. Pengungkapan isu terkait plagiarisme yakni hasil renungan pengarang yang dituangkan dalam karya sastranya. Ia ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa ketika melakukan pekerjaaan hindari plagiarisme karena akan merugikan banyak pihak.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa kasus plagiarisme marak terjadi di dunia pendidikan. Tidak sedikit pelajar /mahasiswa bahkan pengajar di zaman sekarang yang melakukan plagiarisme baik itu disengaja atau tidak. Faktanya, ketika pelajar/ mahasiswa diberi tugas oleh pengajar tidak menutup kemungkinan mereka mengambil sumber dari internet. Hal tersebut diketahui melalui hasil tugas yang hampir sama antara satu dengan yang lain. Contoh kasus lain yaitu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis berinisial AA universitas ternama di Jogjakarta. Dosen tersebut melakukan plagiarisme sehingga gelar dan jabatannya harus rela dicabut. Perbuatan tersebut sangat disayangkan karena akan menghambat generasi muda dalam berfikir dan berkembang lebih maju.

b) Respons terkait Tuduhan dan Teror

Selanjutnya isu terkait tuduhan dan teror yang diuraikan oleh pengarang dalam novel Pupus Kang Pêpês. Tuduhan tanpa serta teror mengatas namakan Dr. Subekti sebagai contoh kasus dalam kehidupan sekunder. Pengarang mengupas secara detil konflik tersebut. Reaksi orang-orang disekeliling Dr. Subekti mulai tidak mempercayainya. Mereka tertipu oleh surat yang tidak jelas asal-usulnya.

Kutipan:

“Bekti kang arep marani Wiwik dadi kaget weruh Wiwik kang ngeneh-anehi. Dheweke ora ngira manawa bakal oleh tanggapan kaya ngono kuwi saka Wiwik. Bekti tumungkul ngurut dhadha. Yen Wiwik wae tangkebe kaya ngono marang dheweke, apa maneh liyane…” (PKP hal. 81)

Terjemahan:

“Bekti yang akan menghampiri Wiwik menjadi kaget melihat Wiwik yang tingkahnya aneh. Dia tidak menyangka jika akan mendapat tanggapan seperti itu dari Wiwik. Bekti muncul, mengelus dada. Kalau Wiwik saja tanggapannya seperti itu kepadanya, apa lagi orang lain…” (PKP hal. 81) Melalui kutipan di atas, diketahui bahwa pandangan dunia pengarang dalam menjalin hubungan harus berpondasikan kejujuran dan kepercayaan. Hal tersebut diperkuat melalui reaksi tokoh Wiwik terhadap sosok Dr. Subekti. Kepercayaan yang telah dibangun ketika masih dibangku perkuliahan kini mulai memudar akibat jebakan teror surat tanpa nama. Pengarang memandang bahwa kejujuran itu penting dan patut diperjuangkan. Apabila kejujuran tidak dilaksanakan, maka kepercayaan akan sulit untuk didapatkan. Kepercayaan sendiri bukan dinilai dari pandangan orang lain, akan tetapi tercermin dalam

penilaian diri kita masing-masing. Kepercayaan orang lain akan muncul apabila dalam berperilaku didasarkan atas kejujuran.

c) Respons terkait Aksi Mahasiswa

Isu selanjutnya terkait aksi mahasiswa di kampus. Aksi merupakan wadah untuk menuangkan anspirasi kepada pihak-pihak tertentu. Mahasiswa melakukan aksi pasti tidak lepas dari timbulnya sebuah permasalahan sehingga mendorong mereka melakukan aksi tersebut. Tidak semua aksi memiliki dampak positif, bahkan dapat memicu pergolakan konflik baru apabila tidak tersampaikan dengan baik.

Kutipan:

“Panone Bekti dadi semrepet. Suwara-suwara kuwi, suwarane puluhan mahasiswa padha bengok-bengok protes. Kupinge Bekti kaya disamber bledhek rasane, panas kaya dipanggang wawa.

“Pecat dhosen maksiyat…! Pecat dhosen laknat…! Pecat D\dhosen mesum..!” (PKP hal. 106)

Terjemahan:

“Penglihatan Bekti menjadi kabur. Suara-suara itu, suara puluhan mahasiswa yang sedang berteriak-teriak protes. Kupingnya Bekti terasa seperti disambar petir, panas seperti dipanggang dibara api.

“Pecat dosen maksiyat…! Pecat dosen laknat…! Pecat dosen mesum..!” (PKP hal. 106)

Melalui peristiwa aksi mahasiswa di atas, pengarang ingin mengungkapkan perasaannya tentang keberanian mahasiswa era tersebut. Mereka mengajukan tuntutan agar Dr. Subekti dipecat dari kampus. Mahasiswa pada zaman tersebut

sudah berani melawan dosen. Dosen yang seharusnya dihormati, akan tetapi dijadikan bahan berdemonstrasi.

Aksi mahasiswa dalam novel Pupus Kang Pêpês terlalu gegabah. Mahasiswa harusnya bersikap selektif dan kritis. Selektif dalam menerima semua informasi. Kebenaran informasi yang diterima sesuai atau tidak dengan kenyataannya sehingga dalam bertindak mereka memiliki dasar / acuan yang dipergunakan. Kritis dalam berfikir. Tindakan mahasiswa harus sesuai dengan norma yang berlaku. Kebebasan dalam menympaikan pendapat sangat diperbolehkan, akan tetapi perlu diperhatikan etika dan norma yang berlaku didalamnya.

c) Respons Pengarang Terhadap Konflik Persahabatan

Isu seksualitas yang dibangun pengarang dalam novel Pupus Kang Pêpês selanjutnya juga terjadi dalam persahabatan. Persahabatan antara Wiwik, Ariwarni, dan Bu Nining dengan Dr. Subekti telah diketahui oleh warga kampus. Kedekatan mereka dijadikan sebagai kambing hitam dalam melakukan aksi teror melalui surat tanpa nama untuk merusak hubungan persahabatan mereka.

Awal konflik persahabatan antara Wiwik dengan Dr. Subekti dimunculkan oleh pengarang untuk menambah genting tekanan konflik yang dipendam Dr. Subekti. Melalui tahap small conflict, pengarang menguraikan konflik yang terjadi secara terus menerus menghampiri tokoh utama. Konflik semakin dinamis sehingga persahabatan menjadi isu terakhir yang diuraikan oleh pengarang.

Pengarang Dr. Subekti telah tiada, namanya tetap terkenang selalu oleh sahabat-sahabatnya tersebut.

Kutipan:

“… Raine kaya-kaya diteplok banyu peceren. Sapa meneh sing didemonstrasi iku yen ora Bekti. Lan demonstrasine mahasiswa iku mesthi ana gegayutane karo laying budheg sing tau ditampa bojone. Dheweke uga dadi korban”. (PKP hal. 107)

Terjemahan:

“… Wajahnya seperti disiram air comberan. Siapa lagi yang didemonstrasi itu kalau tidak Bekti. Dan demonstrasinya mahasiswa tersbut pasti ada kaitannya dengan kasus surat tanpa nama yang pernah diterima oleh suaminya. Dia juga menjadi korban”. (PKP hal. 107)

Kutipan di atas dapat dijadikan bukti bahwa Wiwik sudah tidak percaya lagi dengan Dr. Subekti. Kasus teror surat tanpa nama membawa nama Wiwik. Ia juga dijadikan alat untuk menghancurkan nma baik sahabatnya. Tuduhan perselingkuhan Wiwik dengan Subekti telah beredar di lingkungan kampus.

Menjalin persahabatan perlu didasari keterbukaan. Pengarang memberi jawaban terkait konflik persahabatan mereka. Ketika memiliki konflik antara satu dengan yang lain haruslah diselesaikan dengan kekeluargaan bukan seperti yang dilakukan oleh Wiwik dalam novel Pupus Kang Pêpês. Keterbukaan yang dimaksud terkait konflik bersama dalam persahabatan. Persahabatan boleh dilakukan antara lawan jenis, akan tetapi perlu diperhatikan pula batas-batasnya agar tidak menimbulkan fitnah dan hal-hal yang tidak diinginkan.

Dalam dokumen BAB II ANALISIS DATA (Halaman 140-152)

Dokumen terkait