• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.3 Latar dalam novel Nayla

2.3.3 Latar Sosial

Selain mengungkapkan latar tempat dan latar waktu, penulis juga akan mengungkapkan latar sosial Nayla dan masyarakat disekitarnya. Yaitu meliputi status sosial keluarga Nayla, kehidupan sosial di tempat tinggalnya, dan adat serta budaya orang-orang di sekitar tempatnya beraktifitas.

Jika dilihat dari status sosial keluarga Nayla, keluarganya tergolong mampu dan tingkat ekonominya tinggi. Ibu kandungnya yang membesarkan dan menghidupi Nayla tergolong orang yang mampu. Hal itu tampak dalam kutipan berikut ini, saat ibunya berkata-kata kepada Nayla :

(57) Kusekolahkan kamu di sekolah yang cukup mahal. Kamu tinggal menghempaskan pantatmu di atas jok mobil yang berpendingin dan sampailah kamu di sekolah dalam sekejap. Kamu tinggal membuka mulut dan menyuap makanan bergizi penuh variasi tanpa perlu susah-susah memutar otak. Apa lagi yang kamu harapkan ketika semua kebutuhanmu tak ada yang kurang? (hlm 7).

Ayah Nayla pun tergolong orang yang mampu. Ayah Nayla adalah seorang penulis terkenal. Hal itu tampak dalam kutipan berikut ini, saat Ibu tiri Nayla membagikan foto dan tanda tangan Ayah Nayla :

(58) Saya tak menolak ketika ia membagikan foto berikut tanda tangannya kepada kami berlima. Ia pun sama sekali tak berniat menanyakan nama tamunya. Saya yakin pasti ia pikir kami hanyalah pelajar SMP yang ingin bertemu dengan sang penulis idola (hlm 11).

Ibu tiri Nayla juga tergolong orang yang mampu, karena dia juga seorang perancang busana ternama. Hal itu tampak dalam kutipan berikut ini :

(59) Bukan. Saya tak mencari Ayah. Saya hanya menyebut nama Ayah ketika seorang perempuan muda, perancang busana ternama, muncul di balik pintu (hlm 10).

Nayla hidup di tengah-tengah masyarakat modern dan tentunya daerah yang telah maju dan modern pula, dengan segala fasilitas yang sangat modern. Hal itu tampak dalam kutipan berikut ini :

(60) Saya melayang di atas bus kota itu. Saya terbang melewati mobil-mobil yang merayap sepanjang Blok M, menuju Sudirman. Menelikung di bundaran patung api. Berhenti di sebuah halte bus di bilangan Thamrin (hlm 10).

Karena Nayla hidup di tengah-tengah masyarakat dan daerah modern, maka banyak fasilitas untuk bersenang-senang, salah satunya ialah diskotek. Dengan status sosial yang tinggi pula, maka orang-orang yang dengan mudahnya berhura-hura dan kemudian yang ada di pikirannya hanya mabok dan seks. Semua hal itu tampak dalam kutipan berikut ini :

(61) Selaiknya kecepatan penyebaran berita dari mulut ke mulut tentang produk, pertokoan, restoran, film, lagu, atau pun dimana tempat nongkrong baru yang hip, begitu pula halnya dengan perempuan. Begitu pula halnya dengan saya. Diskotek tempat saya bekerja dikenal sebagai diskotek terbesar se-Asia Tenggara pada jamannya. Dan saya, selaku juru lampu disana, dikenal sebagai perempuan yang tengah naik daun! Tamu-tamu tak sekadar datang karena mereka tak mau ketinggalan jaman jika belum pernah bertandang ke diskotek itu, tapi juga datang untuk saya, si juru lampu (hlm 98).

(62) Entah pergunjingan seperti apa yang sebenarnya berputar-putar di komunitas dunia malam itu. Apakah mereka beranggapan saya masuk dalam kriteria cantik. Apakah mereka ingin mencicipi daun muda. Apakah mereka menganggap pastilah menyenangkan jika meniduri perempuan penikmat laki- laki amupun perempuan. Apakah mereka ingin menjajal kepiawaian saya minum alkohol tanpa pernah tumbang. Saya tidak terlalu peduli. Yang pasti, minimal saya mendapat tiga tawaran kencan per hari. Dari yang muda hingga tua. Dari juru musik tamu hingga pendatang biasa. Banyak dari mereka yang begitu menggiurkan untuk dicoba. Jadi kenapa tidak dicoba saja? (hlm 98). Orang-orang di sekitar Nayla kebanyakan adalah penganut budaya modern. Adat dan budaya ketimuran yang baik dan santun mungkin telah hilang dari pikiran dan jiwa mereka. Mereka cenderung lebih mengenal budaya modern yang bebas. Seks, mabuk minuman keras, dan narkotika telah menjadi bagian hidup mereka. Hal itu tampak dalam kutipan berikut :

(63) Saya sependapat dengannya. Karena itu saya tak terlalu bangga ketika banyak tamu laki- laki dan juru musik yang lain mengaku tergila- gila pada saya. Mereka berlomba- lomba mendapatkan tubuh saya. Mereka pasti bangga jika berhasil merobek selaput dara saya. Bodoh. Mereka

mengira saya perawan. Padahal hati saya yang perawan, bukan vagina saya. Meski usia saya masih sangat muda (hlm 5).

(64) Juli muncul di pintu kamar mandi yang tiba-tiba terbuka di depan Nayla. Matanya merah. Jalannya sempoyongan. Dengan sigap Nayla memapah Juli keluar dari dalam toilet menuju konsul DJ lalu memesankan Coca-Cola dicampur dengan garam. Di atas konsul, para juru lampu dan juru musik yang lain pun telah dibungkus mabuk. Selain sudah banyak mengkonsumsi alcohol, mereka juga menghisap ganja yang sudah dicampur dengan cocaine (hlm 60).

Lesbian pun telah menjadi peristiwa yang biasa. Walaupun sebagian orang masih terlihat heran, namun masyarakat di sekitar tempat Nayla bekerja memandang hal itu sebagai sesuatu yang biasa. Hal itu tampak dalam kutipan berikut ini :

(65) Lantas mereka bergandengan menuju lobby. Tamu-tamu dan karyawan hotel yang berpapasan dengan mereka langsung melirik dan berbisik. Diam-diam Juli memperhatikan reaksi Nayla. Baru kali ini mereka jalan berdua di depan umum. Di tempat mereka bekerja, orang-orang sudah sangat maklum dengan bentuk hubungan seperti apapun. Tapi tentunya amat beda situasinya di tempat-tempat umum. Tapi Nayla terlihat santai saja. Ia tak sungkan mencium bibir ataupun bergandengan tangan dengan Juli (hlm 65).

Bukti yang lebih menguatkan bahwa orang di sekitar Nayla telah melupakan adat dan budaya ketimuran yang santun terlihat dari peristiwa kumpul kebo, dan itu sendiri justru dilakukan oleh Ibu kandung Nayla dengan kekasihnya yaitu Om Indra. Hal itu tampak dalam kutipan berikut ini :

(66) Tapi Om Indra tidak saja dengan leluasa tidur di kamar Ibu. Om Indra juga mandi di kamar mandi Ibu. Om Indra juga memegang kunci duplikat. Ia bisa datang dan pergi kapan saja dengan bebas. Sebab itulah Nayla tahu, Om Indra adalah tamu istimewa. Om Indra adalah laki- laki yang Ibu cinta melebihi Om Billy, Om Deni, dan om-om lainnya (hlm 97).

Dari uraian di atas, diketahui bahwa Nayla hidup di tengah-tengah keluarga yang berstatus sosial tinggi dan tentunya dengan tingkat ekonomi yang tinggi pula. Dia hidup di tengah-tengah masyarakat modern dengan status sosial

dan ekonomi yang tinggi, dan banyak fasilitas modern untuk bersenang-senang dan tentunya itu menjadi akses yang sangat baik untuk berhura-hura, mabuk, dan seks bebas. Adat dan budaya orang-orang di sekitar Nayla cenderung modern, mereka telah melupakan budaya ketimuran yang baik dan santun. Budaya mereka cenderung bebas. Mabuk, dan seks bebas telah menjadi bagian hidup mereka, termasuk fenomena lesbian dan kumpul kebo. Semua itu tentu saja dapat menjadi salah satu akses menuju kenakalan remaja, dan Nayla telah mulai memasuki itu semua.

Dari analisis mengenai latar diatas, secara umum dapat disimpulkan bahwa baik latar tempat, latar waktu, maupun latar sosial merupakan setting yang tepat bagi tumbuhnya seorang remaja yang nakal.

Dokumen terkait