• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III ANALISIS PENYEBAB DAN TIPE KENAKALAN

3.1.2 Teori Psikogenis

Argumen pokok teori ini ialah bahwa kenakalan merupakan bentuk penyelesaian atau kompensasi dari masalah psikologis dan konflik batin.

Menurut teori ini, penyebab kenakalan berkaitan dengan: 1) Jiwa yang galau semrawut

2) Konflik batin

Jika ketiga aspek itu dialami secara bersamaan oleh remaja, maka dapat menyebabkan kenakalan (Kartono 2005:26). Dalam hal ini penulis akan menganalisis satu persatu penyebab kenakalan menurut teori psikogenis ini dalam hubungannya dengan kenakalan Nayla.

3.1.2.1 Jiwa yang Galau dan Semrawut

Jiwa yang galau dan semrawut dapat menjadi salah satu penyebab kenakalan. Hal ternyata juga terdapat dalam diri Nayla. Nayla menderita tekanan hidup yang cukup berat. Ia selalu teringat pada masa kecilnya yang suram, ia selalu teringat pada tusukan peniti, ia selalu teringat pengalamannya dulu. Sewaktu diinterogasi polisi pun ia masih terngiang-ngiang tentang pengalamannya dulu. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut :

(83) Nayla diam saja. Pikirannya tak melayang ke jempol yang ditiban meja. Pikirannya melayang ke peniti yang menusuki vaginanya (hlm 73).

(84) Ia tak merasakan benar tamparan dan jambakan itu. Nayla seperti bermimpi. Nayla ingin bermimpi. Ia ingin terbangun esok pagi di ranjangnya sambil memeluk boneka kelinci. Lalu ia sarapan pagi dengan Ayah dan Ibu tirinya setelah mandi pagi. Nayla mengigau. Ia menyebut nama ibunya berkali-kali. Ia menyebut peniti. Ia bilang ingin lari. Lari selamanya dari Ibu dan peniti. Ia ingin bertemu Ayah. Ia bolos sekolah. Ia pindah ke rumah Ayah. Dua bulan. Dua bulan penuh kebahagiaan karena ia tak lagi ngompol. Tak lagi ketemu Ibu. Tak lagi ketemu peniti. Tapi dua bulan kemudian Ayah pergi. Ayah meninggal. Ia tertawa. Pikir mereka, ia memakai narkoba. Sebagian lagi menganggap ia gila. Ia dibohongi. Ia dijebloskan ke dalam Rumah Perawatan Anak Nakal dan Narkotika. Ada Ibu Lina. Ada puisi. Ada tumpukan ember. Ada lari. Ada tagihan kamar kos Luna. Ada sopir taksi. Ada polisi. Tak ada belati. Tetap. Selalu. Sena ntiasa. Tak ada belati. Sampai mampus! Sampai terjaga dari mimpi di depan orang tua Luna, Maya, dan Yanti. Sampai terjaga di kantor polisi. Sampai mampus! Tak ada belati (hlm 74).

Kegalauan Nayla juga terlihat saat ia merasa tak berdaya, tak tahu apa yang harus dilakukannya untuk kehidupannya mendatang. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut :

(85) Mendadak Nayla merasa tak lebih dari binatang-binatang itu. Tak lebih dari sampah-sampah yang belum dibersihkan di jalan. Tak bisa selamanya ia begini. Ia butuh pekerjaan. Butuh tempat tinggal. Butuh sesuatu yang bisa membuatnya sedikit merasa berarti ketimbang binatang dan sampah itu. Nayla butuh pilihan. Tapi apa yang bisa ia pilih ketika ia sama sekali tak punya pilihan? Hanya untuk semua inikah ia dilahirkan? Terlahir, terluka, dan disia-siakan? Sampai matikah ia akan seperti ini? (hlm 76).

Dari uraian diatas jelas terlihat jiwa Nayla yang galau dan semrawut. Ia selalu terkenang akan masa kecilnya yang banyak mengalami penderitaan, dari siksaan peniti hingga sampai dimasukkan ke Rumah Perawatan Anak Nakal dan Narkotika. Ingatannya itu selalu mengusik jiwanya. Nayla juga terkadang bingung mengenai apa yang harus dilakukannya di masa mendatang. Semuanya itu menyebabkan jiwa Nayla menjadi kurang tenang, galau, dan semrawut.

3.1.2.2 Konflik Batin

Konflik batin dapat menjadi salah satu penyebab kenakalan. Dalam hal ini, penulis juga menemukan adanya konflik batin dalam diri Nayla. Konflik batin itu diawali sejak Nayla masih kanak-kanak. Ia diharuskan untuk memilih salah satu dari Ayah atau Ibunya. Ibunya telah merawatnya sejak kecil, namun Nayla terkadang membencinya karena kelakuan ibunya yang buruk. Hal itu tampak dalam kutipan berikut :

(86) Rasa sakit di hatinya pun masih kerap menusuk setiap kali melihat sosok ibu tak ubahnya monster. Padahal ia ingin melihat Ibu seperti ibu- ibu lain yang terkejut ketika anak kandungnya jatuh hingga terluka dan mengeluarkan darah, bukan sebaliknya membuat berdarah. Nayla ingin punya Ibu, tapi bukan ibunya sendiri. Nayla ingin memilih tak

punya Ibu, ketimbang punya Ibu yang mengharuskan memilih peniti (hlm 2).

Nayla pernah belajar mencintai ibunya, namun ibunya lebih sibuk dengan urusan-urusan yang lain. Hal itu tampak dalam kutipan berikut :

(87) Saya pernah belajar mencintai perempuan. Mencintai Ibu. Tapi sayangnya, Ibu tak pernah belajar mencintai saya. Ia lebih senang belajar mencintai kekasih-kekasihnya (hlm 5).

Sebenarnya Nayla ingin sekali menyusul ayahnya. Hal itu tampak dalam kutipan berikut :

(88) Saya terlalu takut dan Ibu semakin kuat. Saya tidak mampu lagi menanggulangi ketakutan dan penyesalan ini. Saya harus pergi. Saya akan mencari Ayah yang selama ini Ibu benci (hlm 114).

Namun Nayla tidak dapat memilih keduanya, Ayah dan Ibunya. Ibunya mengharuskannya memilih salah satu. Hal itu tampak dalam kutipan berikut :

(89) Sudah kukatakan berkali-kali, kamu harus memilih antara aku atau ayahmu. Dan kamu sudah memilihnya. Tak ada alasan apapun yang pantas mempersatukan kita berdua (hlm 17).

Hal tersebut tentu saja menimbulkan suatu konflik dalam batin dan jiwa Nayla. Berada antara dua pilihan, memilih ayah atau ibunya.

Setelah ia lepas dari keluarganya, Nayla pun kerap dihantui konflik batin dalam kehidupannya. Pikirannya selalu dihantui pertanyaan dalam menjalani kehidupannya. Hal itu tampak dalam kutipan berikut :

(90) Tapi bagi saya, lupa tetaplah nestapa. Bahkan ketika pengaruh alkohol sudah melewati kapasitas otak juga tubuh saya dan mengocok perut hingga seluruh isinya berpindah ke dalam jamban, karpet di bawah sofa, ataupun lantai dansa, isi kepala saya tetaplah dipenuhi pertanyaan yang sama. Kenapa saya harus terdampar di tempat yang sunyi ini ketika anak-anak sebaya yang lain sedang tertidur di balik kehangatan selimut dan bermimpi? Kenapa saya harus mencari rasa aman lewat alkohol ketika anak-anak sebaya yang lain sudah merasa nyaman oleh segelas susu dan sekerat roti? Tentu saya tahu jawabannya. Saya sudah

memilih untuk menjadi lain karena jalan hidup saya tak sama dengan mereka. Tapi kenapa harus saya? Kenapa bukan mereka yang berada di posisi saya? (hlm 3).

Terlihat jelas bahwa sebenarnya Nayla kurang puas akan kehidupannya, ia ingin menjalani kehidupannya dengan nyaman seperti anak-anak lain. Namun Nayla menyadari bahwa ia memang harus menjalani kehidupannya seperti sekarang ini, ia yang telah memilih jalan hidupnya yang tidak sama dengan anak-anak lain.

Dari beberapa uraian di atas, tampak jelas bahwa tokoh Nayla mengalami suatu konflik batin. Konflik batin dalam memilih antara Ayah atau Ibunya. Nayla juga mengalami konflik dalam pikirannya menge nai kehidupannya, ia berusaha melupakannya dengan mabuk, minum alkohol.

3.1.2.3 Temperamen yang Tidak Terkontrol

Temperamen yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kenakalan yang menjurus pada kekerasan. Jika kita melihat dengan cermat setiap peristiwa yang diala mi Nayla, maka kita akan dapat menemukan temperamen Nayla yang tidak terkontrol. Hal itu dapat kita temukan saat Nayla menghadapi masalah dan bertengkar dengan Ben, kekasih lelakinya. Mungkin juga hal tersebut karena pengaruh pergaulan ketika ia hidup di jalanan dulu. Hal itu tampak dalam kutipan berikut :

(91) “Anjing lu! Bangsaaaaat!” Nayla menerkam Ben. Menghajar mukanya. Menjambak rambutnya. Ben mempertahankan diri dengan memegangi tangan Nayla. Nayla semakin brutal. Digigitnya tangan Ben, berusaha melepaskan pegangan tangannya. Pegangan tangan Ben terlepas. Nayla meraih botol bir dan memecahkannya, lalu mengacungkannya ke depan muka Ben.”Heh, Setan! Lu tau ya gue belajar dari jalanan! Jangan sampe gue gorok leher lu sekarang!” (hlm 88).

(92) Nayla menatap Ben dengan pandangan tak percaya. Dipecahkannya botol bir dan dihujamkannya ke arah Ben. Tidak dengan

sungguh-sungguh tentunya. Tapi tetap saja ujung pecahan botol itu menggores dada Ben. Mengoyak bajunya. Membuat Ben balik menatap Nayla dengan pendangan tak percaya (hlm 151).

Dari uraian tersebut terlihat jelas bahwa Nayla mempunyai temperamen yang tidak terkontrol, dan itu menyebabkan tindak kenakalan yang menjurus pada kekerasan.

Setelah menganalisis penyebab kenakalan Nayla dengan menggunakan dua teori dia tas, yaitu Teori Kebutuhan Dasar Manusia Abraham Maslow dan Teori Psikogenis, maka kita dapat mengetahui dengan pasti dan jelas tentang hal-hal apa saja yang menjadi penyebab kenakalan Nayla. Penulis menggunakan kedua teori tersebut sebagai tahapan analisis. Penulis memandang bahwa pemenuhan kebutuhan pada Teori Kebutuhan Dasar Abraham Maslow merupakan tahap pertama penyebab kenakalan, itu sangatlah jelas karena pemenuhan kebutuhan dasar tersebut betul-betul menjadi dasar atau titik tolak jiwa dan sikap manusia selanjutnya. Tidak terpenuhinya beberapa kebutuhan dasar dapat berakibat negatif.

Sebab-sebab kenakalan yang dikemukakan Teori Psikogenis merupakan tahap kedua dari penyebab kenakalan. Setelah kebutuhan dasar manusia tidak terpenuhi, maka akan muncul penyebab kenakalan yang lain, yang berasal dari sifat, jiwa, atau batin karena kurangnya pemenuhan kebutuhan dasar. Penyebab kenakalan itu antara lain adalah jiwa yang galau dan semrawut, konflik batin, dan temperamen yang tidak terkontrol. Dan akhirnya kedua tahap tersebut akan membentuk atau menyebabkan tindak kenakalan. Dalam hal ini, kenakalan yang

dialami tokoh Nayla sangat beragam. Semasa sekolah, Nayla sering membolos sekolah. Hal itu tampak dalam kutipan berikut :

(93) Tapi hari ini saya tak berjalan kaki menuju sekolah. Saya menunggu sahabat-sahabat di sebuah restoran cepat saji. Kami janjian bolos. Bukan yang pertama kali. Tapi kali ini, acara bolos kami punya misi (hlm 9).

Semasa hidup di jalanan, Nayla sering memalak orang, berantem, merampok taksi, dan keluar masuk Polsek. Hal itu tampak dalam kutipan berikut ini :

(94) Setelah berhasil melarikan diri dari rumah perawatan gila itu, saya sempat gila beneran, memang. Saya bergabung dengan anak-anak bina lain yang duluan keluar. Kami tidur di terminal. Kami ikut malak orang. Ngerampok taksi. Berantem. Keluar masuk Polsek (hlm 53). Nayla juga sering mabuk- mabukan dan terlibat dalam seks bebas. Hal itu tampak dalam kutipan berikut :

(95) Mabuk. Itulah belahan jiwa Nayla. Dan malam bagi Nayla, adalah belahan jiwa mabuk. Mabuk kehidupan, meupun mabuk minuman, asal sama-sama mabuk (hlm 142).

(96) “Ya, diperkosa satu laki- laki sejak umur sembilan tahun. Gue nyoba beneran sembilan laki- laki lainnya sejak umur tiga belas tahun. Berarti itu gue lakuin selama sama kamu!” (hlm 84).

(97) Saya diantar laki- laki. Setiap malam minggu saya punya janji. Setelah selesai menari, kami berdua menyelinap ke dalam kamar hotel. Melakukannya langsung tanpa perlu mengatasnamakan cinta sebagai embel-embel. Ia mau. Saya mau (hlm 101).

Selain itu Nayla juga menjadi pecinta sesama jenis, atau dalam hal ini disebut lesbian. Hal itu tampak dalam kutipan berikut :

(98) Tapi saya tak ingin memberi cinta saya kepada orang-orang yang tak semestinya menerima. Lebih baik saya mencintai Juli ketimbang laki-laki ya ng menginginkan selaput dara saja (hlm 6).

Dokumen terkait