• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Lembaga Majelis Ulama Indonesia Sebagai Pengendalian Sosial Masyarakat Muslim

HASIL DAN ANALISA PENELITIAN

4.8. Tanggapan Responden Mengenai Pengendalian Sosial Majelis Ulama IndonesiaTerhadap Umat Muslim Terkait Menyelesaikan Perselisihan Yang

4.9.2. Peran Lembaga Majelis Ulama Indonesia Sebagai Pengendalian Sosial Masyarakat Muslim

Sebelum peneliti menjelaskan tentang pengaruh dari fatwa yang diberikan oleh Majelis Ulama Indonesia terhadap masyarakat, maka terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai peran dan fungsi dari lembaga MUI kota Medan bagi masyarakat. Sebagaimana hasil dari Musyawarah Nasional MUI yang pertama yang menghasilkan lima kesepakatan mengenai peran lembaga ini, seperti yang telah dituliskan sebelumnya mengenai peran dan fungsinya. Sebagian besar responden mengetahui peran dan fungsi dari lembaga Majelis Ulama Indonesia, responden yang mengetahui peran lembaga ini sebesar 82,8%, sedangkan yang tidak mengetahui peran lembaga ini sebesar 17,1%.

Mengetahui Tidak Mengetahui 82,8 %

17,1 %

Sumber : Data primer diolah penulis, 2011

Peran lembaga Majelis Ulama Indonesia Medan bagi masyarakat memiliki pengaruh bagi umat Islam karena peran yang lembaga ini jalankan bersifat mengayomi, memberikan pedoman dan mengajak masyarakat agar menjalankan ajaran agama secara baik dan benar sesuai dengan yang di ajarkan Islam. Bentuk pengendalian yang dilakukan oleh lembaga ini kepada umat Islam dengan cara metode dakwah yang dilakukan secara persuasif dan perlahan-lahan tanpa adanya paksaan yang dilakukan oleh lembaga ini, dalam proses penyampaian dakwah yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia tidak ada paksaan akan tetapi proses yang disampaikan berupa memberikan pemahaman dan penekanan akan ajaran dan nilai-nilai keislaman yang bertujuan untuk mengajak ummat Islam untuk menjalankan kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran agama Islam dan memberikan penjelasan mengenai suatu perkara atau masalah yang kurang begitu dipahami oleh ummat Islam apakah itu berbentuk himbauan atau fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga ini. Sebagai contoh Majelis Ulama Indonesia kota Medan mengeluarkan suatu himbauan dan fatwa pada ummat Islam untuk tidak melakukan suatu perbuatan atau perkara

yang bukan berlandaskan ajaran agama Islam seperti melarang untuk melaksanakan hari valentine dan melarang melakukan aksi mogok makan.

Peran yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia bagi ummat Islam dapat berupa dalam bentuk jalan dakwah diberikan secara persuasif dan tanpa melakukan paksaan bagi yang melanggarnya. Hal ini seperti yang dilihat oleh peneliti ketika berkunjung ke lembaga MUI Kota Medan, ketika itu MUI Medan sedang mengadakan muzakarah yang dihadiri oleh elemen masyarakat seperti ketua RT, ulama perorangan maupun masyarakat biasa, dimana dalam menyampaikan dakwahnya MUI tidak bersifat radikal untuk memaksakan kehendaknya agar diikuti, melainkan lembaga ini dalam menyampaikan dakwahnya dengan cara mengajak dan memberikan bimbingan pada umat Islam, hal inilah seperti yang disampaikan oleh ketua MUI Medan, karenanya ulama atau lembaga ini tidak berhak memberikan sanksi atau hukuman untuk orang yang melanggar fatwa dan himbauan, hal ini disebabkan karena Majelis Ulama Indonesia bukan suatu lembaga yang berhak memberikan hukuman seperti lembaga hukum (kepolisian dan pengadilan), hanya saja bagi yang melanggar fatwa atau himbauan yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia akan mengalami sanksi sosial. Seperti ketika bulan Ramadhan MUI pusat maupun MUI kota Medan menghimbau kepada pemiliki rumah makan untuk tidak membuka usahanya pada siang hari demi menghormati umat Islam yang sedang berpuasa, bagi yang melanggarnya maka lembaga ini akan memberikan teguran secara persuasif.

Pendapat yang diberikan oleh responden mengenai peran dan fungsi Majelis Ulama Indonesia Medan bagi masyarakat Medan dapat dikelompokkan menjadi tiga

kelompok responden, kelompok pertama yang mengatakan bahwa peran MUI berjalan sesuai dengah fungsinya berjumlah 37,4%, kelompok kedua yang mengatakan bahwa peran MUI tidak berfungsi berjumlah 19,2%, sedangkan kelompok yang ketiga mengatakan peran MUI kadang-kadang saja berfungsi berjumlah 43,4%. Berikut ini sebagaimana tergambar pada diagram di bawah ini:

Berfungsi Tidak Berfungsi Kadang-Kadang 37,4 % 19,2 % 43,4 %

Sumber : Data primer diolah penulis, 2011

Dari diagram diatas terlihat bahwa peran MUI belum berjalan sesuai dengan fungsinya karena hanya sebahagian saja responden yang mengatakan bahwa peran lembaga ini sudah berjalan sesuai dengan fungsinya, sedangkan mayoritas responden mengatakan bahwa hanya kadang-kadang saja lembaga ini menjalankan perannya, menurut pengakuan yang diberikan oleh responden mengapa peran lembaga ini belum berjalan optimal lebih disebabkan karena kurangnya sosialisasi secara langsung yang diberikan oleh Majelis Ulama Indonesia, kalaupun ada sosialisasi tersebut hanya berupa pada pemberitaan di media yang berdampak pada kurang maksimalnya lembaga ini menjalankan perannya. Sehingga kedepannya hal ini dapat menjadi pertimbangan bagi lembaga ini khususnya mengenai cara sosialisasinya, kita ambil contoh pada fatwa haramnya rokok yang dikeluarkan oleh lembaga ini yang

banyak terjadi polemik di masyarakat yang lebih disebabkan pada kurangnya komunikasi yang dilakukan oleh lembaga MUI kepada masyarakat.

Kedepannya Peran yang dilakukan oleh lembaga MUI dapat berjalan dengan lebih baik khususnya bagaimana komunikasi yang harus dibangun ke masyarakat, karena peran yang dimiliki oleh Majelis Ulama Indonesia memiliki posisi penting sebagai penyaring pengaruh budaya asing yang masuk dan meresapi masyarakat melalui segala lini, apakah dari unsur kebudayaan atau teknologi yang pada saat ini masyarakat cenderung menganderungi gaya hidup bebas dan meniru pengaruh negatif dari budaya asing yang masuk khususnya pada remaja yang hanya meniru budaya tersebut tanpa melakukan seleksi terhadap budaya yang masuk seperti mereka meniru hidup bebas tanpa terikat dengan norma-norma yang ada dimasyarakat, walaupun tidak semua para remaja melakukan hal yang seperti itu.

Peran utama dari MUI adalah sebagai lembaga dakwah yang menyampaikan risalah kepada ummat Islam, dakwah yang dilakukan oleh ulama jangan hanya dipandang secara ekslusif semata yang hanya terbatas pada pemberian pengajian dan wejangan-wejangan, akan tetapi dakwah yang dilakukan oleh MUI bersifat menyeluruh yang tidak terbatas pada masalah keagamaan saja, tetapi juga keterkaitan agama dalam sisi kemasyarakatan dan kesejahteraan hidup.

Pendapat yang diberikan oleh responden mengenai pengendalian sosial yang dilakukan oleh lembaga ini menunjukkan bahwa masyarakat muslim menyetujui peran dan fungsi lembaga MUI sebagai pemberi bimbingan dan pembelajaran kepada umat Islam agar berbuat sesuai dengan ajaran agama, hasil pendapat ini didukung oleh jawaban yang diberikan oleh responden mengenai kendali sosial yang dilakukan

oleh, yang menunjukkan bahwa 32,32% responden sangat setuju dengan kendali sosial yang dilakukan Mui, dan 53,53% setuju, sedangkan 14,14% responden tidak setuju. Sebagaimana tergambar pada diagram dibawah ini:

Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju 32,32 % 53,53 % 14,14 %

Sumber : Data primer diolah penulis, 2011

Peran yang dijalankan oleh lembaga Majelis Ulama Indonesia di era sekarang ini diharapkan mampu membendung dan meminimalisir perubahan-perubahan yang memberikan pengaruh negatif kepada masyarakat agar dapat menyelamatkan akidah Umat Islam. Keberadaan ulama di tengah masyarakat mempunyai peran kunci didalam masyarakat, karena sudah menjadi tugas ulama untuk membendung arus perubahan yang terjadi saat ini di masyarakat yang memberikan efek negatif. Terlebih pada saat ini, dengan ditandai oleh perkembangan yang sangat maju khususnya di dunia teknologi, yang membutuhkan perhatian semua pihak termasuk lembaga-lembaga agama untuk berupaya memfilter segala macam informasi yang masuk yang akan mengancam nilai-nilai moral Islam yang sudah terbangun selama ini. Untuk melakukannya diperlukan suatu pembimbingan dan pengawasan yang dilakukan ulama untuk mengendalikan aspek-aspek perubahan yang ada di masyarakat, khususnya melakukan pengendalian yang berkaitan dengan kehidupan ummah

disegala aspek secara islami. Hal ini yang perlu disampaikan oleh ulama dan para pemuka agama kepada pemerintah dan masyarakat.

Fungsi dan peran lain MUI (kota Medan) selain tempat lembaga yang menyampaikan dakwah, Majelis Ulama Indonesia Medan juga memiliki fungsi dan peran lain yaitu sebagai tempat menyampaikan fatwa, nasehat, Islah umat Islam yang sedang menghadapi perselisihan, dan memberikan masukkan kepada pemerintah yang menyangkut kepentingan umum seperti ekonomi, sosial, budaya, dan kesejahteraan rakyat. Peran yang dilakukan oleh lembaga ini melayani dan membimbing umat pada ajaran Islam yang benar.

Diantara peran lain Majelis Ulama Indonesia ialah sebagai tempat islah umat Islam yang sedang menghadapi perselisihan, islah yang dilakukan menyangkut mengenai permasalahan yang dihadapi umat Islam, sebagai contoh lembaga ini tempat konsultasi mengenai perkara pembagian hukum waris secara Islam, memberikan pedoman pada Umat Islam. Diantara fungsi dan peran MUI selain lembaga dakwah, sebanyak 57,57% responden mengetahui fungsi lain lembaga ini, sedangkan 42,42% tidak mengetahuinya, dapat digambarkan dalam diagram dibawah ini: Mengetahui Tidak Mengetahui 57,57 % 42,42 %

Melihat hasil diagram diatas maka Majelis Ulama Indonesia memiliki peran selain sebagai lembaga dakwah, diantaranya lembaga ini sebagai tempat pertemuan mereka yang berselisih untuk Islah (penyelesaian permasalahan keluarga, hukum waris,dll, secara damai) yang berfungsi sebagai penunjuk atau pemberi pemahanan ajaran agama Islam kepada ummat, sebagai contohnya responden mencontohkan lembaga ini turut memfasilitasi dialog antara ulama dengan aliran-aliran yang telah menyimpang dengan ajaran Agama Islam (ahmadiyah, lia eden) yang bertujuan untuk mengembalikan mereka pada ajaran Islam yang sesungguhnya, untuk kota Medan contohnya lembaga ini turut mendorong pelaku usaha makanan dan minuman yang membuka usahanya din kota Medan untuk mendaftarkan produknya agar disertifikasi kehalalnya melalui sertifikasi kehalal pada produk makanan dan minuman. Contoh lainnya adalah pada tahun 2005 disalah satu pusat perbelanjaan di kota Medan ketika antara makanan produk halal diletakkan bersebelahan dengan produk yang diharamkan dalam agama Islam, produk berupa daging ikan dengan daging kodok yang diletakkan berdampingan, langsung saja hal ini menuai polemik di masyarakat, pada akhirnya hal ini terdengar oleh Mui kota Medan. Maka secara langsung Mui Medan mengistruksikan agar letaknya di pisahkan agar tidak menimbulkan polemik yang berkepanjangan.

Masyarakat yang tidak mengetahui peran dan fungsi lain Majelis Ulama Indonesia mengatakan bahwa tugas lembaga ini tidak lebih hanya pada suatu lembaga dakwah yang hanya menyampaikan dakwah-dakwah semata dan tidak memiliki wewenang untuk mengatur kehidupan masyarakat banyak mengenai aspek-aspek yang lainnya. Responden yang tidak mengetahui fungsi lain Mui selain lembaga

dakwah beranggapan bahwa selama ini yang masyarakat ketahui tentang lembaga Mui hanya sebatas pada pemberian fatwa semata yang kemudian diberikan kepada Umat Islam untuk diikuti, karena masyarakat hanya tahu lembaga ini hanya mengurusi urusan agama. Padahal perlu diketahui bahwa dakwah yang dilakukan oleh lembaga Majelis Ulama Indonesia bukan dakwah yang hanya dipandang secara sempit, dakwah yang dilakukan oleh lembaga ini mengandung dakwah yang dilakukan disetiap aspek-aspek kehidupan masyarakat secara ajaran agama Islam.

Akhir-akhir ini berkembang paham sekuler dan liberal di Indonesia, yang berupaya memisahkan sisi kehidupan manusia dengan nilai-nilai agama, paham inilah saat ini sedang gencar-gencarnya disebarkan oleh mereka dengan alasan kemajemukan dan pluraisme masyarakat beragama yang tujuannya agar saat ini masyarakat yang lebih cenderung memisahkan aspek-aspek yang bersifat duniawi dengan religiutas. Islam mengakui perbedaan suku, agama, warna kulit, karena itu merupakan rahmat yang diberikan oleh Allah Swt kepada ummatnya, dan Islam juga mengenal sikap toleransi, akan tetapi jika menyangkut urusan akidah maka Islam di bisa bertoleransi karena hal demikian makanya Mui melaui kajian yang mendalam mengeluarkan fatwa mengharamkan pluraisme agama yang hanya akan menisbikan semua ajaran agama. Paham-paham ini juga tersebar dan memasuki pemikiran masyarakat kota Medan, sebagai contoh adanya perkataan yang sering diucapkan oleh orang-orang awam yang mengatakan bahwa semua agama sama, hanya caranya saja yang berbeda.

Sebagaimana orang-orang yang berpaham sekuler dan liberal yang melalui jaringan islam liberalnya menebarkan paham-paham tersebut agar masyarakat secara

perlahan-lahan menggangap urusan keduniaan tidak dicampuri oleh aspek keagamaan, contoh kasus ketika dewan perwakilan rakyat mengeluarkan undang-undang pornografi dan pornoaksi yang isi dari undang-undang-undang-undang tersebut untuk mencegah dan memberikan sanksi kepada yang melakukan tindakan tersebut, apa yang dilakukan oleh wakil rakyat tersebut mendapat dukungan oleh para ulama-ulama dan ormas-ormas Islam tidak terkecuali Majelis Ulama Indonesia dengan syarat tidak merusak kemajemukan yang ada ditengah-tengah masyarakat. Akan tetapi sikap yang ditunjukkan oleh golongan sekuler bertentangan dengan hal tersebut, bahkan mereka mengatakan jika undang-undang tersebut disahkan maka akan merusak bhineka tunggal ika yang dianut masyarakat Indonesia, padahal jauh-jauh hari ormas-ormas Islam sudah mengatakan tidak akan merusak kemajemukan yang ada selama ini di Indonesia.

Tugas yang dilakukan oleh lembaga Majelis Ulama Indonesia juga memiliki peran sebagai penengah dan fasilitator dalam menghadapi perselisihan yang terjadi pada masyarakat muslim. Tanggapan yang diberikan oleh responden mengenai andil Majelis Ulama Indonesia dalam menyelesaikan perselisihan yang dihadapi umat Islam, responden yang mengatakan ada/ya berjumlah 39,4%, dan yang mengatakan kadang-kadang saja 34,4%, sedangkan yang mengatakan tidak ada 26,3%, berikut ini dapat dilihat pada diagram di bawah ini:

Ada Tidak Ada Kadang-kadang 39,4% 34,4% 26,3%

Sumber: Data primer diolah penulis, 2011

Dari pendapat yang diberikan oleh responden yang berupa diagram mengenai andil lembaga Majelis Ulama Indonesia dalam menengahi dan menyelesaikan perselisihan yang dihadapi umat Islam, maka dapatlah disimpulkan pendapat responden yang merupakan keterwakilan dari masyarakat mengatakan bahwa sumbangsih lembaga ini dalam melakukan kendali sosial tidak hanya terbatas pada pemberian fatwa saja, akan tetapi andil lembaga ini dalam menengahi dan menyelesaikan perselisihan juga dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia, seperti contoh Mui pusat melakukan mediasi untuk menengahi konflik antara pemda DKI Jakarta dengan masyarakat yang menolak dipindahkannya makam mbah priok.

Dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi Majelis Ulama Indonesia harus terlebih dahulu melihat perkara atau permasalahan yang terjadi diantara mereka-mereka yang berselisih, hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman yang berakibat ketidaktahuan duduk permasalahan yang terjadi, contohnya ketika MUI pusat mengeluarkan himbauan tentang bergesernya arah kiblat, umat Islam Indonesia selama ini mengetahui bahwa arah kiblat yang benar menghadap kearah barat. Namun ketika para ulama meneliti bahwa sholat yang dikerjakan oleh umat

Islam di Indonesia ternyata tidak menghadap kearah kiblat (Mekkah) melainkan menghadap ke Negara Somalia dan Kenya. Untuk itulah maka MUI pusat melakukan sidang, dari hasil sidang tersebut didapati bahwa arah kiblat yang benar adalah menghadap kearah barat laut, untuk itu MUI menghimbau agar Masjid-masjid dan mushola untuk mengeser shaf sholat tanpa harus membongkar bangunan mesjid. Akan tetapi pendapat yang berbeda diutarakan oleh MUI kota Medan yang mengatakan bahwa posisi kiblat tidak berubah, kontan saja akibat adanya perbedaan yang disampaikan antara MUI pusat dengan MUI kota Medan membuat masyarakat Islam dikota Medan merasa kebingungan karena perbedaan pendapat yang disampaikan. Namun setelah dijelaskan oleh Mui Medan bahwa untuk kondisi dikota Medan mengapa tidak bergeser arah kiblatnya, ternyata letak geografis antara pulau Sumatera berbeda dengan letak pulau Jawa.

Tugas dan peran yang dijalankan oleh Majelis Ulama Indonesia bukanlah tugas yang ringan, karena lembaga Majelis Ulama Indonesia ataupun ulama dihadapkan dengan arus perubahan yang melanda masyarakat dewasa ini yang ditandai dengan meningkatnya laju perkembangan sains dan teknologi, akibat dari kemajuan dan perkembangan yang dicapai maka tidak sedikit terjadi pergeseran-pergeseran nilai dan norma yang ada di masyarakat yang membawa dampak positif dan negatif, dampak negatif yang dibawa oleh perkembangan teknologi bagi kehidupan umat Islam adalah terkikisnya nilai-nilai keislaman: tauhid, ibadah, hikmah, dan sikap toleransi yang berdampak pada tipisnya pemahaman keislaman, yang berakibat pada mudahnya umat Islam tersulut pada konflik yang bernuansa agama seperti konflik dengan jamaah ahmadiyah dll.

Dalam menghadapi arus perubahan ini maka peran para ulama dituntut mampu memberikan suatu pegangan kepada ummatnya agar tidak terjerumus pada perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan yang pada akhirnya akan mempengaruhi pola pikir umat, memberikan suatu pegangan pada masyarakat tidaklah cukup hanya sebatas pada memberikan himbauan ataupun fatwa semata, akan tetapi harus dibarengi dengan perbuatan dan sikap teladan para ulama untuk memberikan contoh yang baik bagi para pengikut agama, sebagaimana yang contohkan seorang ulama terkemuka Buya Hamka yang sampai akhir riwayat tetap memegang prinsip dan sikap nilai-nilai agama Islam.