• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Lembaga Majelis Ulama Indonesia Dalam Pengendalian Sosial Masyarakat Muslim (Studi Deskriptif Majelis Ulama Indonesia di Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peran Lembaga Majelis Ulama Indonesia Dalam Pengendalian Sosial Masyarakat Muslim (Studi Deskriptif Majelis Ulama Indonesia di Kota Medan)"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERAN LEMBAGA MAJELIS ULAMA INDONESIA DALAM

PENGENDALIAN SOSIAL MASYARAKAT MUSLIM

(Study Deskriptif Majelis Ulama Indonesia Kota Medan)

SKRIPSI Diajukan oleh: AFWAN SALFANI

060901039

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

(2)

ABSTRAK

Berbagai bentuk tindakan yang dilakukan untuk mencegah perilaku yang menyimpang dapat berwujud dengan seperti rambu-rambu dan larangan, yang memiliki fungsi untuk menjaga dan membimbing agar masyarakat tidak melakukan pelanggaran terhadap norma dan nilai-nilai yang telah disepakati. Rambu-rambu yang ada di masyarakat dapat berupa norma, nilai, aturan, undang-undang, aturan informal, yang bertujuan untuk mengatur dan mengarahkan perilaku anggota masyarakat agar tidak menyimpang dari kesepakatan yang telah ditentukan. Untuk mencegah dan menanggulangi perbuatan yang cenderung melanggar aturan dalam masyarakat agar tidak terus merebak dan berkembang didalam masyarakat maka diperlukan suatu pengendalian sosial terhadap individu-individu para anggota masyarakat. Salah satu bentuk pengendalian sosial yang dilakukan dapat berwujud dalam lembaga sosial yang ada di masyarakat, diantaranya Majelis Ulama Indonesia yang berperan sebagai lembaga yang mewadahi ulama, dan cendekiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina, dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia, yang berdiri pada tanggal 7 Muharram tahun1396 hijriyah yang bertepatan pada tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta.

Skripsi ini berjudul “Peran Lembaga Majelis Ulama Indonesia Dalam Pengendalian Sosial Masyarakat Muslim” yang berlokasi di kota Medan. Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Adapun alasan memilih study dekriptif adalah untuk menjelaskan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variable yang timbul.

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt, Tuhan semesta alam Yang Maha Kuasa yang memberikan kesempatan kesehatan dan waktu luang hingga saat ini, dan hanya denganNyalah kita beribadah, tidaklah semua hal ini terjadi pada diri ini atas kehendakNYA. Dan shalawat beriring salam kepada sebuah panutan umat ini Rasulullah Nabi Muhammad Shalallahu’Alaihi Wasallam berserta pada keluarga-keluarganya dan para sahabatnya.

Penulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan dengan baik guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari program Strata-1 (S-1), Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, adapun judul skripsi ini adalah “ Peran Lembaga Majelis Ulama Indonesia Dalam Pengendalian Sosial Masyarakat Muslim (Studi Deskriptif Majelis Ulama Indonesia di Kota Medan)”. Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan masukan bagi penulis secara materil dan spiritual. Untuk itu izinkan saya untuk mengucapan terima kasih kepada :

(4)

menjemput kecuali tiga hal diantaranya adalah do’a dari seorang anak yang shalih. Dan kepada ayah; hanya syukur yang mampu kupanjatkan saat Allah menitipkanku padamu. Terima kasihku ucapkan kepada para Ibu-ibuku dan ayah-ayahku; yang telah mendidikku dengan keras sehingga ku dapat mengetahui banyak hal yang tak aku mengerti, tiada lain yang bisa kuberikan pada kalian semua melainkan sebuah do’a, “Semoga Allah membalas segala amal kebaikan berlipat ganda atas kebaikan yang telah kalian lakukan..”.;

Kepada adik-adikku yang telah menemani abang dalam kehidupan sehari-hari, Asyri, Fahri, Bulan dan Ruslan, dan untuk mama Ros dan keluarga di Pekanbaru semoga kalian semua dalam keadaan sehat dan dalam lindungan Nya serta Murah rezeki. Ingat jangan melupakan Allah dalam keadaan apapun.

- Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik periode 2010-2015.

- Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku ketua Departemen Sosiologi dan ketua penguji.

- Ibu Dra. Rosmiani, MA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan kesempatan waktu luang, kesehatan, tenaga dan pikirannya dalam membantu mengembangkan penulisan skripsi ini. Semoga Allah melimpahkan keberkahan rahmat dan karunia kepada Ibu dan keluarga.

(5)

- Ibu Harmona Daulay S.sos, M.Si selaku dosen wali penulis. Dan seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Sosiologi khususnya dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik Universitas Sumatera Utara umumnya.

- Segenap dosen dan staf pengajar di FISIP saya ucapkan banyak terima kasih yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat kepada penulis. - Kepada guru-guruku yang mulia & yang terhormat yaitu:Drs Zainal Abidin

Zein, Drs Munifan Asdi, Drs Suprapto, Drs Nazarrudin, Dra Ida Hayati, Dra Erlina Hasan dan Suami, Dra Nurlida, Drs Ibnu Hajar, Sri Rahayu S,pd, serta Dra Riadi Lubis, saya ucapkan terima kasih kepada kalian semua yang telah mendidik saya ketika saya berada di lingkungan sekolah, terima kasih juga saya ucapkan kepada kalian semua karena telah bersedia memberikan pendapatnya yang terkait mengenai penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga saya berikan kepada guru-guru di SMA Negri 6 Medan Ibu Magda terima kasih masukkannya.

- Teman-temanku yang berada di mushola FISIP tempat dimana kita bersholat berjamaah, tempat berorganisasi, dan tempat bersendagurau, tiadalah hal yang berarti selain duduk bersama kalian dalam beribadah hanya kepada Allah SWT dalam ta’lim; Abang Hamzah Sinaga, Abang Rajab Polpoke, Abang Zul, Abang Andika, Abang Edo, Abang Rais, Abang Abadi, Abang Iqbal, Burhan, Alimul, Prie, Ali, Irwanto, dll.

(6)

Nasution, Regar, Dwi Yuli Adriani, Rini Handayani, Gibran Daulay, Vivi Syahputri, Wina Kartika, Indah Kartika, Okto Silaban, Esha Aprilia, Ulya,Abdul Haris Nasution dan teman lainnya di Sosiologi Stambuk’06 dll. - Sahabat-sahabatku sampai saat ini kita selalu bersama-sama walaupun

sebagian dari kita telah berada di tempat yang jauh, semasa bersekolah dan bermain bersama kita selalu mengukir cita-cita masing-masing dengan harapan dan cita-cita yang tinggi hingga saat ini.

- Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.

Jika pada penulisan ini terdapat kesalahan dan kekurangan maka penulis memohon maaf kepada semuanya, hal ini dikarenakan penulis menyadari banyak kekurangan dikarenakan keterbatasan waktu, kurangnya pengalaman, dan juga hal lainnya. Untuk masukan saran dan kritik sangat penulis harapkan demi membangun kesempurnaan. Akhirnya sekian dan saya ucapkan terima kasih yang tidak terkira dan semoga ini bermanfaat. Kepada Allah saya memohon ampun, dan kepada manusia saya mohon maaf. Wassalam.

Medan, Desember 2010

Hormat Penulis

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... x

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

1.5. Defenisi Konsep ... 12

1.6. Operasionalisasi Variabel ... 16

BAB II. KERANGKA TEORI 2.1. Sejarah Berdirinya Mui ... 17

2.2. Sosiologi Memandang Agama ... 18

2.3. Fungsi Agama ... 21

2.4. Kepemimpinan Kharismatik, Rasional, Tradisional ... 28

(8)

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian ... 33

3.2. Lokasi Penelitian ... 33

3.3. Populasi Dan Sampel ... 34

3.3.1. Populasi ... 34

3.3.2. Sampel ... 34

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.5. Teknik Analisa Data ... 36

3.6. Jadwal Penelitian ... 37

BAB IV. HASIL DAN ANALISA PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 38

4.1.1. Deskripsi Dan Sejarah Kota Medan ... 38

4.1.2. Sejarah Berdirinya Mui ... 42

4.1.3. Karakteristik Kelurahan Kota Maksum IV Dan Kelurahan Sei Rengas Permata ... 46

4.2. Karakteristik Responden ... 57

4.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57

4.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 58

4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 59

4.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 60

(9)

4.4. Tanggapan Responden Mengenai Peran Dan Fungsi Majelis Ulama Indonesia di Kota Medan Serta Keberadaannya Yang Memperhatikan Tata Cara

Kehidupan Umat Muslim ... 64 4.5. Tanggapan Responden Mengenai pengendalian Sosial Yang

Dilakukan Majelis Ulama Indonesia Terhadap Umat

Muslim ... 68

4.6.

Tanggapan Responden Mengenai Sejumlah Fatwa

Yang Dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia Terhadap

Umat Muslim... 72 4.7. Tanggapan Responden Mengenai Kepatuhan Untuk Mengikuti

Dan Menjalankan Sejumlah Fatwa Yang Dikeluarkan

Majelis Ulama Indonesia Terhadap Umat Muslim ... 81 4.8. Tanggapan Responden Mengenai pengendalian Sosial MUI

Terhadap Umat Muslim Terkait Menyelesaikan Perselisihan

Yang Terjadi Pada Umat Muslim ……… 84 4.9. Pembahasan ... 88 4.9.1 Keberadaan Mui bagi Umat Islam Di Kota Medan ... 90 4.9.2 Peran Lembaga Majelis Ulama Indonesia Sebagai Pengendalian

(10)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 121 5.2 Saran ... 125

DAFTAR PUSTAKA ……… 126

LAMPIRAN

1.Kuesioner Penelitian

2. Surat Keputusan Ketua Depatemen Sosiologi Fisip USU Tentang Pengangkatan Dosen Pembimbing Skripsi

3. Lembar Bimbingan Proposal dan Skripsi

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel. 1. Jumlah Penduduk Kota Medan Tahun 2001 s/d 2009 ... 41

Tabel. 2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis ... 48

Tabel. 3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 48

Tabel. 4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 50

Tabel. 5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Yang Dianut ... 51

Tabel. 6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis ... 52

Tabel. 7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 53

Tabel. 8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Yang Dianut ... 57

Tabel. 9 Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 58

Tabel. 10 Jumlah Responden Berdasarkan Pendidikan ... 59

Tabel. 11 Jumlah Responden Berdasarkan Usia ... 60

Tabel. 12 Jumlah Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 61

Tabel. 13 Distribusi Frekwensi Jawaban Responden Tentang Keberadaan Mui ... 62

Tabel. 14 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengaruh Keberadaan Mui Bagi Umat Islam ... 63

Tabel. 15 Distribusi Jawaban Responden Tentang Peran Dan Fungsi Mui ... 66

Tabel. 16 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Peran Dan Fungsi Mui Bagi Umat Islam ... 67

(12)

Tabel. 18 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Fungsi Lain Mui ... 72 Tabel. 19 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Fatwa

Yang Dikeluarkan Mui ... 74 Tabel. 20 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Fatwa rokok …………. 78 Tabel. 21 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Pengaruh Fatwa

Yang Dikeluarkan Mui Terhadap ... 79 Tabel. 22 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Beberapa

Fatwa Yang DIkeluarkan Mui ... 82 Tabel. 23 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Kepatuhan

Mengikuti Fatwa Yang Dikeluarkan Mui ... 84 Tabel. 24 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Andil Mui

Menyelesaikan Perselisihan Yang Terjadi Pada Umat Muslim ... 86 Tabel. 25 Distribusi Jawaban Responden Mengenai Adanya

Lembaga Lain Selain Mui ... 88 Tabel. 26 Distribusi Jawaban Tentang Tingkat Intensitas Responden

(13)

ABSTRAK

Berbagai bentuk tindakan yang dilakukan untuk mencegah perilaku yang menyimpang dapat berwujud dengan seperti rambu-rambu dan larangan, yang memiliki fungsi untuk menjaga dan membimbing agar masyarakat tidak melakukan pelanggaran terhadap norma dan nilai-nilai yang telah disepakati. Rambu-rambu yang ada di masyarakat dapat berupa norma, nilai, aturan, undang-undang, aturan informal, yang bertujuan untuk mengatur dan mengarahkan perilaku anggota masyarakat agar tidak menyimpang dari kesepakatan yang telah ditentukan. Untuk mencegah dan menanggulangi perbuatan yang cenderung melanggar aturan dalam masyarakat agar tidak terus merebak dan berkembang didalam masyarakat maka diperlukan suatu pengendalian sosial terhadap individu-individu para anggota masyarakat. Salah satu bentuk pengendalian sosial yang dilakukan dapat berwujud dalam lembaga sosial yang ada di masyarakat, diantaranya Majelis Ulama Indonesia yang berperan sebagai lembaga yang mewadahi ulama, dan cendekiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina, dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia, yang berdiri pada tanggal 7 Muharram tahun1396 hijriyah yang bertepatan pada tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta.

Skripsi ini berjudul “Peran Lembaga Majelis Ulama Indonesia Dalam Pengendalian Sosial Masyarakat Muslim” yang berlokasi di kota Medan. Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Adapun alasan memilih study dekriptif adalah untuk menjelaskan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variable yang timbul.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Dalam tindakan sehari-hari yang dilakukan oleh manusia tidak lepas dengan pola interaksi yang dilakukan sesama masyarakat apakah itu bersifat intern (keluarga) atau dengan masyarakat yang lain (orang lain). Karena dengan terjadinya interaksi dalam masyarakat maka akan tercipta suatu komunikasi yang terjalin diantara sesama mereka, apakah itu bersifat kata-kata ataupun berupa tindakan . Dalam berinteraksi manusia diikat dengan norma dan nilai yang telah berlaku dan disepakati oleh para anggota masyarakat yang berfungsi sebagai mengikat dan untuk mengatur tata cara bertindak masyarakat agar tidak menyimpang didalam pergaulan antar sesama masyarakat. Berbagai bentuk tindakan yang dilakukan untuk mencegah perilaku yang menyimpang dapat berwujud dengan seperti rambu-rambu dan larangan, yang memiliki fungsi untuk menjaga dan membimbing agar masyarakat tidak melakukan pelanggaran terhadap norma dan nilai-nilai yang telah disepakati.

(15)

yang berlaku dapat berjalan dengan baik, ini dapat dilihat dari adanya pelanggaran akan aturan dan norma yang telah disepakati yang dilakukan oleh sebagian orang-orang tertentu demi mencapai kepentingan pribadi, contohnya seperti seseorang-orang yang melakukan perbuatan kriminal.

Untuk mencegah dan menanggulangi perbuatan yang cenderung melanggar aturan dalam masyarakat agar tidak terus merebak dan berkembang didalam masyarakat maka diperlukan suatu pengendalian sosial terhadap individu-individu para anggota masyarakat. Hal ini berguna untuk memberikan suatu aturan dan tata tertib dalam masyarakat agar tidak melakukan suatu pelanggaran terhadap norma-norma dan kaidah-kaidah yang telah dibakukan, sehingga dapat mewujudkan ketertiban di dalam masyarakat dan juga mendatangkan rasa aman dalam masyarakat baik keseluruhan maupun secara individual.

(16)

Ada dua macam pengendalian sosial yang umum dikenal, yaitu; pengendalian yang bersifat preventif ialah pengendalian yang dilakukan sebelum terjadi pelanggaran, sedangkan pengendalian yang lainnya adalah pengendalian yang bersifat represif yaitu pengendalian yang dilakukan setelah terjadi pelanggaran dengan maksud hendak memulihkan keadaan agar bisa berjalan seperti semula (Suyanto dan Narwoko, 2004:134).

Majelis Ulama Indonesia adalah sebagai lembaga yang mewadahi ulama, dan cendekiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina, dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia atau yang disingkat MUI berdiri pada tanggal 7 Muharram tahun1396 hijriyah yang bertepatan pada tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta. Sebagai hasil dari pertemuan para alim ulama yang datang dari seluruh penjuru tanah air. Yang diantaranya meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 provinsi di Indonesia pada masa itu, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu: NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, Al-Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al Ittihadiyyah, di hadiri juga oleh 4 orang ulama dari dinas-dinas pemerintahan seperti; Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan POLRI, serta 13 orang cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan (mui.or.id).

(17)

ditandatangani oleh semua paserta musyawarah yang hadir yang kemudian disebut dengan Musyawarah Nasional Ulama I.

Momentum berdirinya Majelis Ulama Indonesia bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada dalam fase kebangkitan, setelah bangsa Indonesia merdeka selama 30 tahun. Ketika itu semangat bangsa Indonesia telah banyak terserap ke dalam perjuangan politik kelompok dengan kurang memperhatikan masalah kesejahteraan rohani umat.

Para ulama dan tokoh cendekiawan menyadari tugas mereka sebagai pewaris risalah para Nabi (Warasatul Anbiya) yang berfungsi sebagai jembatan untuk menyampaikan dakwah dan risalah kepada umat muslim. Atas dasar inilah, para ulama dan tokoh cendekiawan merasa terpanggil untuk berperan aktif dalam membangun masyarakat yang terbentuk melalui sebuah lembaga yang disebut dengan nama Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hal ini seperti yang dilakukan ulama dan tokoh cendekiawan ketika masa penjajahan dan perang perjuangan kemerdekaan.

(18)

kemajuan arus teknologi turut serta memberikan kerugian bagi yang menggunakannya bahkan orang banyak, hal ini dapat dirasakan bergesernya nilai-nilai dan norma-norma yang selama ini menjadi panutan, seperti pola hidup remaja sekarang yang lebih cenderung kepada pergaulan yang bebas dan tanpa mau adanya suatu norma yang mengikat mereka dan cenderung kepada mengikuti budaya luar tanpa melakukan seleksi terhadap budaya luar yang masuk, dan yang celakanya budaya asing yang masuk yang dianut oleh sebagian masyarakat hanya bersifat meniru trensetter yang tidak sesuai dengan budaya ketimuran tanpa mengambil manfaat positifnya, hal ini dapat dilihat dengan wujud pendewaan akan materi dan cenderung mengikuti hawa nafsu yang akan melunturkan aspek religi masyarakat serta meremehkan peran serta agama dalam kehidupan umat manusia.

Selain itu kemajuan dan keragaman yang dicapai umat Islam saat ini dalam bidang pemikiran keagamaan, dan organisasi sosial, lebih mengarah pada kecenderungan pada aliran dan aspirasi politik yang bersifat politik praktis, sehingga sering mendatangkan kelemahan dan bahkan dapat menjadi sumber pertentangan di kalangan umat Islam sendiri, hal ini tidak terlepas dengan adanya ingin mendahulukan kepentingan pribadi atau kelompok ketimbang kepentingan bersama.

(19)

berlaku didalam masyarakat. Sebagai contoh pergaulan bebas yang terjadi diantara para remaja dan pamakaian narkoba.

Adapun mengenai sejumlah fatwa dan himbauan yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia seperti: fatwa mengenai diharamkannya rokok dan mendukung agar disahkannya undang-undang anti pornografi dan pornoaksi dan mendukung pemberantasan perbuatan kemaksiatan, hal ini merupakan sebahagian dari metode dakwah yang dilakukan oleh lembaga ini, mengenai cara yang dilakukan adalah dengan menciptakan komunikasi dan koordinasi dengan masyarakat dan pemerintah. Hal ini dilakukan Majelis Ulama Indonesia agar umat Islam tidak terjebak kedalam pola kehidupan yang hedonisme.

Keberanian Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa mengenai isu yang sangat aktual perlu disambut secara terbuka. Alasannya di karenakan melihat situasi perkembangan masyarakat yang memerlukan adanya pola pengendalian norma dan nilai yang telah dibakukan agar tidak melakukan pelanggaran. Sebagai contoh pengendalian yang dilakukan lembaga ini adalah ketika dikeluarkannya beberapa fatwa yang sangat mengandung pro dan kontra di masyarakat seperti: dikeluarkannya fatwa haram merokok dan mendukung agar disahkan undang-undang pornografi. Alasan Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa untuk masyarakat bukan tanpa alasan, ini di dasarkan realitas yang terjadi di masyarakat sangat mengkhawatirkan yang dapat merusak tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat khususnya dalam agama (http:Immasjid.com).

(20)

sangat memprihatinkan, maka disini peran dan fungsi Majelis Ulama Indonesia dirasakan sangat perlu sebagai organisasi kepemimpinan umat Islam yang bersifat kolektif dalam rangka mewujudkan silaturahmi, demi terciptanya persatuan dan kesatuan serta kebersamaan umat Islam.

Wignjosoebroto (dalam Narwoko dan Suyanto,2004:131) menjelaskan di dalam masyarakat, berbagai larangan yang berlaku sudah tentu tidak hanya berwujud rambu-rambu yang sederhana seperti halnya dalam kehidupan berlalu lintas di jalan raya. Rambu-rambu yang ada di masyarakat yang diperlukan agar kehidupan sehari-hari masyarakat bisa berjalan dengan tertib jumlahnya jauh lebih banyak dan kompleks. Rambu yang ada di masyarakat dapat berbentuk seperti norma, nilai, aturan, undang-undang, aturan-aturan yang informal, yang bertujuan mengatur dan mengarahkan perilaku dan hubungan antar-anggota masyarakat agar tidak saling merugikan atau menyimpang dari kesepakatan yang telah ditentukan. Peran dan fungsi Majelis Ulama Indonesia sebagai sebuah lembaga yang berdasarkan agama memberikan pedoman yang berupa nilai, norma, dan aturan yang berfungsi untuk melakukan pengendalian sosial dalam kehidupan masyarakat muslim yang berakhlak.

(21)

lembaga yang menaungi ummat Islam dalam kehidupan beragama yang memberikan tempat bernaungnya aspirasi umat Islam

Dalam anggaran dasar Majelis Ulama Indonesia tercantum bahwa majelis diharapkan melaksanakan tugasnya dalam pemberian fatwa-fatwa dan nasihat, baik kepada pemerintah maupun kepada kaum muslimin mengenai persoalan-persoalan yang berkaitan dengan keagamaan khususnya dan semua masalah yang dihadapi bangsa umumnya. Majelis Ulama Indonesia juga diharapkan dapat menggalakkan persatuan di kalangan umat Islam, bertindak selaku penengah antara pemerintah dan kaum ulama, dan mewakili kaum muslimin dalam permusyawarahan antar golongan agama. Oleh karena itu fungsi MUI sebagai jembatan aspirasi umat Islam ke pemerintah.

Majelis Ulama Indonesia memiliki lima fungsi dan peran utama, yaitu:

1. Sebagai penyampai tugas dan risalah para Nabi, yang diberikan Allah Swt kepada para nabi.

2. Mengeluarkan fatwa yang menyangkut mengenai permasalahan yang sedang dihadapi ummat.

3. Membimbing dan melayani umat (Ri’ayat wa khadim al-ummah).

4. Sebagai wadah tempat islah ummah yang sedang menghadapi perselisihan. 5. Menegakkan perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan yang tercela (amar

ma’ruf nahi munkar).

(22)

beribadah dan bermuamalah. Hal ini penting guna meneguhkan jatidiri dan itikad umat Islam dengan suatu wawasan yang luas, fatwa yang telah dikeluarkan oleh sebuah institusi seperti MUI jelas akan memiliki kekuatan moral yang sangat besar bagi umat Islam di Indonesia, dari pada dikeluarkan oleh perorangan.

Sejumlah fatwa-fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia yang sering didengar dan disaksikan akhir-akhir ini adalah mengenai RUU (Rancangan Undang-Undang) Produk Halal yang saat ini tengah dibahas di Komisi VIII DPR RI, yang mengatakan bahwa jaminan produk halal diperlukan untuk menyakinkan konsumen mengenai produk-produk apa saja yang boleh di konsumsi khususnya Umat Islam, contoh lainnya ialah mengenai pemakaian vaksin meningitis bagi para jamaah haji yang menuai banyak silang pendapat dikalangan ulama yang sampai sekarang masih menjadi pembahasan dikalangan ulama (Waspada 11 juli, hal 1). Pada kasus lainnya ialah menetapkan sistem sensor tentang berbagai program acara yang telah dinilai merusak moral agar tidak ditayangkan seperti contoh mengenai kecaman MUI mengenai film ‘Paku Kuntil Anak’ yang dimana didalam film tersebut tidak dilakukannya sistem sensor pada produksi film tersebut (Batak Pos,30 Juli 2009).

(23)

sangat penting dalam melakukan tugasnya sebagai pembimbing dan pengayom umat muslim.

Keterlibatan Majelis Ulama Indonesia didalam melaksanakan tugas seperti mengeluarkan fatwa, jika diamati justru menarik untuk diikuti. Karena di satu sisi peran yang di lakukan Majelis Ulama Indonesia sudah tepat, karena memang sudah menjadi tugas MUI dalam menyikapi persoalan-persoalan yang ada di masyarakat khususnya terkait tentang umat Islam Indonesia. Akan tetapi di sisi lain, kalangan Islam sekuler memandang apa yang dilakukan Majelis Ulama Indonesia sangat mengkhawatir kerukunan hidup beragama di Indonesia, sebagai contoh ketika Majelis Ulama Indonesia mendukung rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi yang digodok DPR, yang mendapat tanggapan pro dan kontra dikalangan Masyarakat luas. Kalangan sekuler beranggapan bahwa UU tersebut dapat memecahbelahkan ke Bhineka Tunggal Ika, padahal tindakan yang didukung MUI tersebut semata-mata melihat kondisi masyarakat yang sangat rentan akan runtuhnya moral anak bangsa, tanpa maksud untuk memecahbelahkan ke Bhinekaan itu sendiri.

Jika melihat peran serta yang dilakukan Majelis Ulama Indonesia Kota Medan tentunya kita akan melihat beberapa contoh dari beberapa fatwa ataupun berupa himbauan yang dikeluarkan, seperti diharamkannya tindakan aksi mogok makan, mengikuti sms berhadiah karena bersifat judi (untung-untungan), dilarangnya umat muslim mengikut i hari valentine day dan, hari april mop (Waspada, 17 Juni 2009).

(24)

agama, sosial, dan masyarakat, memberikan kegiatan diskusi dalam seminggu sekali, melakukan pembagian tugas ulama yang akan melakukan siraman rohani di setiap masjid, melakukan pengawasan dalam peredaran makanan dan obat-obatan dalam kapasitas kehalalan suatu produk, serta melakukan pengawasan setiap tindakan masyarakat.

1.2.Rumusan Masalah

Rumusan masalah adalah penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Rumusan masalah biasanya berisi pertanyaan-pertanyaan yang perlu di jawab dan untuk mencari jalan pemecahannya. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di paparkan, maka penulis mencoba menarik suatu permasalahan yang lebih mengarah pada fokus penelitian yang akan dilakukan. Maka yang menjadi perumusan masalah pada penelitian ini adalah: Bagaimana peran Majelis Ulama Indonesia sebagai pengendali sosial masyarakat muslim Medan, terutama dalam memberikan fatwa dan himbauan?

1.3.Tujuan Penelitian

(25)

Majelis Ulama Indonesia sebagai pengendali sosial masyarakat muslim Medan, terutama dalam memberikan fatwa dan himbauan.

1.4.Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis : Agar penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berupa informasi mengenai studi yang terkait mengenai tindakan pengendalian sosial dalam masyarakat muslim khususnya mengenai dengan sosiologi agama.

2. Manfaat praktis : hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi institusi agama dan pemerintah (departemen agama) dalam melakukan pengendalian terhadap moral masyarakat yang beragama. Dan dapat menambah wawasan penulis dalam melihat suatu realitas yang terjadi dan akan menjadi referensi yang sangat bermanfaat bagi penulis.

1.5. Definisi konsep

Defenisi konsep dalam sebuah penelitian ilmiah sangat dibutuhkan agar dapat mempermudah dan untuk memfokuskan penelitian. Agar tidak menimbulkan kesalahpahaman konsep yang dipakai dalam penelitian ini, maka akan diberikan batasan.

1. Peran

(26)

kedudukannya, maka orang tersebut telah melaksanakan peran. Peran menentukan apa yang diperbuat seseorang bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Peran mencakup tiga hal: Pertama peran meliput i norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Kedua peran adalah suatu konsep ikhwal apa yang dapat dilakukan individu dalam masyarakat. Ketiga peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Fungsi dari peran adalah: memberikan arah pada proses sosialisasi, pewarisan tradisi, kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma, pengetahuan, dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat, dan menghidupkan kembali sistem pengendalian, sehingga dapat melestarikan kehidupan masyarakat (Suyanto,2004:160). Mengenai peran dalam penelitian ini “peran lembaga Majelis Ulama Indonesia dalam pengendalian sosial masyarakat muslim” ialah berkenaan dengan fatwa dan himbauan yang dikeluarkan lembaga keagamaan ini kepada masyarakat muslim sebagai pengendalian sosial yang dimana merupakan tugas utama lembaga ini sebagai penyampai risalah atau ajaran agama Islam kepada ummat. Mengenai fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga ini merupakan suatu himbauan atau informasi yang disampaikan untuk masyarakat muslim agar untuk ditaati, yang sebelumnya fatwa tersebut telah disepakati oleh ulama-ulama yang bersepakat yang memiliki dasar dan dapat dipertanggungjawabkan

2. Pranata Sosial

(27)

umum yang mengatur dan memenuhi kegiatan pokok warga masyarakat. didalam pranata sosial ada tiga kata kunci yang dibahas: 1 nilai dan norma, 2 pola dan perilaku yang dibakukan atau yang disebut dengan prosedur umum dan, 3 sistem hubungan, yaitu jaringan peran serta status yang menjadi sarana untuk melaksanakan prilaku sesuai dengan prosedur umum yang berlaku. Sedangkan menurut Koentjaraningrat pranata sosial adalah sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat itu untuk berinteraksi menurut pola-pola resmi atau suatu system tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.

Pembagian pranata sosial ada 5 macam, yaitu: pranata agama, pranata keluarga, pranata ekonomi, pranata pendidikan, dan pranata politik. Tujuan diciptakannya pranata sosial adalah untuk mengatur kebutuhan kehidupan manusia agar dapat terpenuhi secara memadai, juga untuk mengatur kehidupan masyarakat agar tidak terjadi kekacauan didalam masyarakat itu sendiri. Pranata sosial memiliki fungsi sebagai memberikan pedoman pada anggota masyarakat tentang cara bersikap dan bertingkah laku untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, serta menjaga keutuhan masyarakat dari perpecahan, dan sebagai pengendalian sosial di masyarakat.

3. Pranata agama

(28)

subsistem dari sistem sosial yang lain. Mengenai aspek sosiologinya agama tidak dipandang mengenai ajaran dan isi yang dibawa suatu agama, akan tetapi bagaimana ajaran dan keyakinan agama yang dilakukan tersebut mempengaruhi perilaku pemeluknya dalam kehidupan sehari-hari. Mengenai doktrin yang diajarkan suatu agama sebenarnya berkenaan dengan bagaimana ajaran agama yang dibawa memiliki suatu pengaruh yang sangat besar yang disampaikan secara berangsur-angsur, terutama orang yang menyampaikan ajaran agama tersebut memiliki suatu karisma, sehingga secara perlahan-lahan masyarakat disekitar dapat menerima keberadaan ajaran agama tersebut dan mengikutinya.

4. Majelis Ulama Indonesia

(29)

1.6. Operasionalisasi Variabel 1. Karakteristik Responden

a) Jenis kelamin responden. b) Tingkat pendidikan. c) Usia.

d) Pekerjaan.

2. Lembaga Majelis Ulama Indonesia sebagai pengendali sosial di masyarakat muslim.

a. Pengendalian sosial yang dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia. b. Peran dan fungsi agama dalam masyarakat sebagai pengendalian

sosial.

c. Organisasi selain MUI yang melakukan pengendalian sosial pada masyarakat muslim.

(30)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1. Sejarah Berdirinya Majelis Ulama Indonesia

Kedudukan Majelis Ulama Indonesia berpusat di tingkat nasional yang dimana setiap cabang tersebar pada seluruh tingkat provinsi dan daerah kabupaten dan kota. Para anggotanya tidak hanya terdiri para ulama saja, akan tetapi juga terdiri dari para aktivis organisasi Islam dan cendekiawan atau sarjana umum yang dipandang berperan penting dalam pembinaan umat ( Bustanudin, 2003; 120)

(31)

2.2. Sosiologi memandang agama

Sosiologi memandang agama sebagai salah satu dari institusi sosial, sebagai subsistem dari sistem sosial yang mempunyai fungsi sosial tertentu, misalnya sebagai salah satu pranata sosial. Karena posisinya sebagai subsistem, maka eksistensi dan peran agama dalam suatu masyarakat tak ubahnya dengan posisi dan peran subsistem lainnya, meskipun tetap mempunyai fungsi yang berbeda. Dengan kata lain, posisi agama dalam suatu masyarakat bersama-sama dengan subsistem lainnya ( seperti subsistem ekonomi, politik, kebudayaan, dan lain-lain) yang saling mendukung terhadap eksistensi masyarakat. Agama dalam hal ini tidak dilihat berdasarkan apa dan bagaimana isi ajaran dan doktrin keyakinan, melainkan bagaimana ajaran dan keyakinan agama itu dilakukan dan mewujud dalam prilaku para pemeluk dalam kehidupan sehari-hari (Suyanto,2004: 241).

Elizabeth Nottingham menegaskan bahwa fokus utama perhatian sosiologi terhadap agama adalah bersumber pada tingkah laku manusia dalam kelompok sebagai wujud pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari dan peranan yang dimainkan oleh agama selama berabad-abad sampai sekarang dalam perkembangan kelangsungan hidup kelompok masyarakat. Nottingham menjelaskan bahwa tidak ada defenisi agama yang benar-benar memuaskan, hal ini dikarenakan kemajemukan kehidupan yang ada di masyarakat yang pada akhirnya membutuhkan pendeskripsian yang luas ketimbang pada pendefenisian

(32)

pendapat atau penilaian yang diberikan pemeluk agama yang bersangkutan, atau motivasi yang melatarbelakangi tindakan itu. Ternyata dasar motivasi dan penilaian pemeluk-pemeluk agama yang bersangkutan dapat berbeda secara radikal dari yang dipakai para pengamat rasionalis dan materialis. Apa yang menurut ukuran materialis suatu kerugian, bagi manusia religius bukan sebagai kerugian tetapi keuntungan, bahkan suatu kebahagiaan yang menyangkut eksistensinya. Sebagaimana halnya tentang larangan yang diajarkan agama berpengaruh pada atas proses sosial atau jalannya kehidupan masyarakat, demikian juga ajaran moral yang bersifat deterministis berpengaruh pada cara berpikir dan pola tingkah laku para penganut yang bersangkutan. Determinisme mengajarkan bahwa terdapat mekanisme kausal dari dunia supra-empiris atas dunia empiris. Apa yang terjadi didunia yang kelihatan baik atau buruk tentu akan mendapat balasan atas perbuatan yang dilakukan.

(33)

cenderung dibuat terpisah dari organisasi yang memberikan jalan keluar bagi kebutuhan ekspresif.

Organisasi keagamaan yang tumbuh secara khusus semula berasal dari pengalaman keagamaan yang dialami oleh pendiri agama tersebut atau para pengikutnya. Dari pengalaman demikian lahir suatu bentuk perkumpulan keagamaan, yang kemudian disebut organisasi keagamaan yang sangat terlembaga (F O’Dea,1996: 69-70).

Usaha untuk mencapai tujuan yang dikehendaki oleh ajaran agama mendorong pengikutnya membentuk kerjasama tertentu untuk mencapai tersebut. Kerjasama tersebut dapat berbentuk organisasi, baik sosial dan politik keagamaan ( Bustanudin,2003: 117).

Menurut Betty Scharf (2004:34) sosiologi melihat agama sebagai salah satu dari Instusi sosial,yang terwujud kedalam suatu lembaga yang baku, salah satunya seperti institusi agama sebagai subsistem sosial yang mempunyai fungsi sosial tertentu, misalnya sebagai salah satu pranata sosial. Karena peran institusi agama sebagai sub sistem, maka eksistensi institusi agama tersebut dalam masyarakat tak ubahnya sebagai subsistem lainnya (institusi ekonomi, institusi keluarga, institusi hukum, institusi politik, institusi pendidikan), meskipun tetap mempunyai fungsi yang berbeda.

(34)

serta prosedur umum yang mengatur dan memenuhi kegiatan pokok warga masyarakat. Dalam penjelasan diatas maka dapat dikaitkan bahwa institusi agama merupakan subsistem dari institusi sosial atau lembaga sosial yang memiliki peran sebagai bentuk sebuah lembaga yang melakukan pengendalian akan nilai dan norma bagi pemeluknya, agar tidak lepas dari nilai dan norma yang disepakati dalam kehidupan beragama.

Menurut Soerjono Soekanto (1970:173), pranata sosial di dalam masyarakat memiliki fungsi sebagai berikut ;

1. Memberi pedoman pada anggota masyarakat tentang bagaimana bertingkah laku atau bersikap dalam usaha untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. 2. Menjaga keutuhan masyarakat dari ancaman perpecahan atau disintegrasi

masyarakat

3. Berfungsi untuk memberikan pegangan dalam mengadakan sistem pengendalian sosial. Sanksi-sanksi atas pelanggaran norma-norma sosial merupakan sarana agar setiap warga masyarakat tetap konform dengan norma-norma sosial, sehingga tertib sosial dapat terwujud.

2.3. Fungsi Agama

(35)

Protestan, Kristen Katolik, Budha, Hindu, dan Konghuchu. Perilaku keagamaan sesungguhnya merupakan perilaku yang terdapat pada alam kenyataan oleh karenanya dapat diamati dan diteliti, bila fenomena sosial berubah maka akan diikuti juga dengan perubahan fenomena keagamaan, yang kedua fenomena ini mempunyai hubungan keterkaitan diantara keduanya.

Horton dan Hunt dalam (Narwoko dan Suyanto 2004:252) setiap agama mempunyai unsur-unsur, yakni kepercayaan, simbol, praktik agama, penganut agama, dan pengalaman agama, pranata agama seperti juga pranata sosial lainnya yang merupakan sistem keyakinan dan praktik keagamaan yang penting dari masyarakat yang telah dibakukan dan dirumuskan serta dianut secara luas dan dipandang perlu dan benar. Agama berkaitan dengan hal-hal yang bersifat perilaku moral. Agama menawarkan suatu pandangan dunia dan jawaban atas berbagai persoalan yang membingungkan manusia. Agama mendorong manusia untuk tidak melulu memikirkan kepentingan diri sendiri, melainkan juga memikirkan kepentingan bersama.

(36)

a. Kepercayaan

Kepercayaan merupakan hal yang paling mendasar dalam setiap agama apapun. Hal ini disebabkan Kepercayaan terhadap segala sesuatu dalam agama merupakan permasalahan yang berkaitan dengan disiplin ilmu teologi. Adapun konsekuensi sosial yang ditimbulkan oleh kepercayaan tersebut baru merupakan permasalahan sosiologis. Yang menjadi, objek fokus perhatian kalangan sosiolog bukanlah melihat validitas atau kebenaran kepercayaan tersebut tapi lebih memfokuskan perhatian pada konsekuensi sosial yang timbul sebagai akibat dari adanya kepercayaan tersebut. Misalnya, kepercayaan akan adanya surga dan neraka menjadi salah satu faktor yang mendorong manusia untuk melakukan serangkaian ibadah atau ritual tertentu secara komunal. Dalam hal ini, fokus kajian seorang sosiolog bukanlah untuk membuktikan keberadaan surga atau neraka, akan tetapi mencoba mengupas pengaruh keimanan yang terdapat pada masyarakat, sehingga berpengaruh terhadap kepercayaan tentang surga dan neraka dalam membentuk perilaku mereka di masyarakat

b. Sacred dan Profane.

(37)

dalam suatu masyarakat atau agama sesuatu dipandang sebagai yang sacred tapi bagi masyarakat atau agama lain dipandang sebagai sesuatu yang profane.

c. Ritual dan Seremoni.

Setiap agama memiliki beberapa aspek bentuk perilaku yang rutin dilaksanakan oleh pengikut agama yang bersangkutan sebagai ekspresi dan penguat iman. Oleh karenanya semua agama memiliki ritual. Bagi pemeluk agama, ritual dan seremoni merupakan sesuatu yang penting berkaitan dengan masalah peribadatan. Adapun bagi kalangan sosiolog, beberapa ritual dipandang membantu mengikat orang secara bersama-sama dalam masyarakat. Pelaksanaan ritual memungkinkan terciptanya solidaritas sosial diantara para penganut agama meskipun terdapat banyak perbedaan diantara penganut agama tersebut.

d. Komunitas moral.

Agama merupakan suatu organisasi yang dibentuk oleh sekelompok orang yang memiliki kesamaan kepercayaan dan nilai-nilai. Adanya kesamaan nilai yang kemudian diperkuat dengan pelembagaan sanksi-sanksi terhadap pelanggaran nilai-nilai tersebut telah membentk suatu komunitas yang mampu bertahan dari generasi ke generasi berikutnya.

e. Pengalaman pribadi.

Pengalaman pribadi yang diperoleh melalui agama dapat memberikan makna bagi kehidupan manusia bahkan terkadang mampu memecahkan masalah-masalah pribadi yang sedang dihadapi terutama berkaitan dengan terapi mental.

(38)

karakteristik tersebut. Ada agama yang sangat kaya dengan ritual dan seremoni, namun ada juga agama yang hanya memberikan sedikit perhatian pada hal tersebut. Oleh karena itu, berbagai macam pendekatan telah dikembangkan oleh kalangan sosiolog untuk melihat fenomena keagaman di masyarakat dengan mendasarkan pada fokus perhatian yang ingin dikaji dari fenomena tersebut (http:arifinzain.wordpress.com).

Robert K. Merton dalam (Ritzer –Goodman, 2004: 137-141) menjelaskan bahwa analisis struktural fungsional memusatkan perhatiannya pada kelompok, organisasi, masyarakat,dan kultur. Ia menyatakan bahwa setiap objek yang dapat dijadikan sasaran analisis struktural fungsional tentu mencerminkan mencerminkan hal yang standar. Di dalam pikiran merton, sasaran studi struktural fungsional antara lain adalah peran sosial, pola institusional, proses sosial, pola kultur, emosi yang terpola secara kultural, norma sosial, organisasi kelompok, struktur sosial. Merton memperkenalkan konsep fungsi nyata (manifest) dan fungsi tersembunyi (latent). Kedua istilah ini memberikan tambahan penting bagi analisis fungsional, fungsi nyata (manifest) adalah fungsi yang diharapkan, sedangkan fungsi tersembunyi (latent) adalah fungsi yang tidak diharapkan.

(39)

masyarakat itu sendiri, dan ritus itu juga merupakan sarana bagi kelompok sosial untuk mengukuhkan kembali dirinya,

Akan tetapi tidak jarang agama mempunyai disfungsi seperti timbulnya sifat rasa fanatik didalam kalangan umat beragama dalam memahami ajaran agamanya dan cenderung mengganggap rendah pemeluk agama yang lain. Para sosiolog mengemukakan bahwa pertentangan yang membahayakan keutuhan masyarakat tidak jarang bersumber pada faktor agama. Seperti konflik antara umat Muslim dan umat Kristen ortodoks yang terjadi di Negara eks-Yugoslavia tahun 1990an, konflik antar orang Palestina yang beragama Muslim dengan orang Israel yang beragamaYahudi, konflik antara kaum syiah dengan kaum sunni di Irak, Iran, dan Pakistan, konflik antara penganut Islam dengan Hindu yang terjadi di India, serta pemberontakan di Srilanka yang salah satu penyebabnya terjadi diskriminasi yang dilakukan etnis Singhala yang mayoritas menganut Budha terhadap etnis Tamil yang menganut agama Hindu sebagai minoritas, dan banyak lagi konflik yang berlatarbelakang agama, yang menunjukkan bahwa adanya agama berlainan atau aliran yang berbeda dalam agama yang sama dalam satu masyarakat dapat membahayakan masyarakat. Agama merupakan salah satu sumber nilai, memiliki peranan, arti, dan bahkan sumbangan yang sangat besar dan paling tinggi harganya bagi setiap jejang kehidupan manusia. Agama mempunyai kekuatan yang mengikat yang luar biasa ke dalam dan semangat yang keras untuk menyalakan pertentangan keluar ( Burhanuddin, 2004: 75).

(40)

doktrin, ritual, dan aturan perilaku, dalam agama. Tujuan dan fungsi agama adalah untuk membujuk manusia agar melaksanakan ritual agama, dan menjalankan kegiatan yang diperkenankan agama. Sedangkan fungsi latent agama, antara lain menawarkan kehangatan bergaul, meningkatkan mobilitas sosial, mendorong terciptanya beberapa bentuk stratifikasi sosial. Melalui sanksi dan pembaharuan norma-norma dasar, agama memberikan dasar strategis bagi pengendalian sosial dalam menghadapi kecenderungan penyimpangan dan pengungkapan dorongan-dorongan yang berbahaya bagi stabilitas masyarakat. Salah satu bentuk sanksi yang dari agama dapat terlaksana melalui sebuah lembaga keagamaan.

Adapun fungsi agama dalam masyarakat (Ishomuddin, 2002 : 54-56) yaitu : a.Fungsi edukatif (pendidikan).

b.Fungsi penyelamat.

c.Fungsi sebagai perdamaian.

d.Fungsi sebagai Pengendalian Sosial. e.Fungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas. f.Fungsi transformatif.

g.Fungsi kreatif. h.Fungsi sublimatif.

Secara rincinya agama memiliki fungsi sebagai berikut (Suyanto,2004:255). 1. Agama menawarkan hubungan yang transcendental melalui pemujaan upacara

(41)

2. Agama mendasarkan perhatiannya pada sesuatu yang ada di luar jangkauan manusia yang melibatkan takdir dan kesejahteraan. Contohnya ketika manusia gagal dalam mengejar aspirasi, karena dihadapkan dengan kekecewaan serta kebimbangan, maka agama dapat memberikan dukungan moral sebagai sarana emosional bagi pemeluk agama. Dalam memberikan dukungannya, agama menopang nilai-nilai dan tujuan yang telah terbentuk, memperkuat moral, dan membantu mengurangi kebencian.

3. Agama menyucikan norma dan nilai masyarakat yang telah terbentuk, mempertahankan dominasi tujuan kelompok diatas keinginan individu, dan disiplin kelompok diatas doraingan hati individu. Agama juga menangani keterasingan dan kesalahan individu yang telah menyimpang.

4. Agama dapat memberikan standar nilai dalam arti dimana norma-norma yang telah terlembaga dapat dikaji kembali secara kritis dan pada saat itu masyarakat sedang membutuhkannya.

5. Agama melakukan fungsi-fungsi identitas yang penting. Dengan menerima nilai-nilai yang terkandung dalam agama dan kepercayaan tentang hakikat dan takdir manusia, individu mengembangkan aspek penting tetang pemahaman diri dab batasan diri yang mempengaruhi individu tentang siapa dia dan apa dia.

2.4. Kepemimpinan Kharismatik, Rasional, Dan Tradisional

(42)

seseorang yang memiliki pengaruh yang cukup di segani, kepemimpinan ini memiliki keuntungan diantaranya agama atau lembaga keagamaan dapat berkembang secara baik berkat kharisma seseorang yang memimpin, kerugiannya akan menciptakan kekuasaan yang sewenang-wenang, dan kediktatoran. Tindakan rasional yakni tindakan yang berhubungan dengan pertimbangan yang sadar. Kepemimpinan rasional-legal, yakni pemimpin memperoleh otoritasnya yang tertinggi dari peraturan hukum yang berlaku berdasarkan alasan rasional dari masyarakat yang diperintah. Kepemimpinan rasional memiliki keuntungan antara lain tidak terciptanya kekuasaan yang sewenang-wenang dan kediktatoran karena kemungkinan terjadinya hal demikian sudah sangat tertutup, akan tetapi kerugiannya maka agama atau lembaga keagaamaan akan cenderung bersifat birokrasi, yuridis formal ( Hendropuspito, 1984:130).

Organisasi keagamaan yang khusus merupakan agama yang didirikan dan yang paling khas, berawal dari tokoh kharismatik dan sejumlah pengikutnya. Pengunduran diri atau kematian figur kharismatik itu sendiri akan melahirkan krisis kesinambungan. Menurut Weber jika kharisma itu tidak “tetap merupakan suatu fenomena transisi, tetapi bersifat berhubungan permanen yang membentuk komunitas para penganut atau kelompok pengikut stabil”, maka secara radikal sifatnya pasti berubah (Max Weber, The Theory Of Social and Economic Organization, dalam

O’DEA.1996:70).

(43)

pengikut, khususnya para pemimpin kelompok, untuk melanjutkan komunitas yang telah diciptakan para sesepuh. Apa yang dinamakan pelembagaan yang kemudian melahirkan suatu keadaan rutinitas kharisma adalah suatu proses fundamental yang mendahului berdirinya organisasi keagamaan. Pada umumnya semua perkembangan, semua penyesuaian dengan masyarakat, semua inovasi membangkitkan protes unsur-unsur kelompok agama yang tidak mampu menerima perubahan. ( F. Odea,1996: 97).

Otoritas tradisional dengan legitimasinya diperoleh dari “suatu kepercayaan

mapan pada kesucian tradisi-tradisi yang sudah sangat lama ada dan pada legitimasi dari orang-orang yang mempraktekkan otoritas kepemimpinan yang dilandaskan pada tradisi-tradisi itu”; sehingga akibat dari otoritas tradisional maka terbentuk kelas-kelas yang terdapat pada masyarakat ataupun pada adat istiadat, yang pada akhirnya untuk memilih suatu pemimpin maka akan lebih dahulu dilihat dari strata yang dimiliki oleh seseorang (www.ioanesrakhmat.com).

2.5. Pendapat golongan moderat

(44)

agama, karena pluralisme agama hanya akan menisbikan kebenaran semua agama yang cenderung pada penggabungan ajaran agama yang satu dengan agama yang lain yang selama ini dianut oleh masing-masing agama, pendapat inilah yang sering dilontarkan oleh golongan sekuler dan liberal. Dengan kata lain Islam sangat bertoleransi dalam berbagai kehidupan, akan tetap Islam tidak bertoleransi dalam akidah.

Bagi kalangan sekuler, apa yang dilakukan Majelis Ulama Indonesia sangat mengkhawatirkan yang merupakan kemunduran bagi masa depan kehidupan umat beragama di Indonesia. Kalangan sekulerisme, liberalisme, dan pluraisme berpendapat apa yang dilakukan oleh MUI condong kepada memaksakan kehendak

dan melanggar hak asasi manusia untuk menentukan pilihan

(45)

Akan tetapi disisi lain, apa yang dilakukan oleh MUI adalah suatu gebrakan yang menunjukan sikap dan pandangan yang maju dan independen serta menjalankan peran dan fungsinya, mengingat peranan Majelis Ulama Indonesia sebagai pengawal akidah umat muslim dan penegak amar ma’ruf nahi munkar sekaligus menjadi proses pembelajaran yang baik bagi umat Islam di Indonesia dan di dunia.

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Adapun alasan memilih study dekriptif adalah untuk menjelaskan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variable yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian tersebut berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun variabel tersebut (Bungin, 2008;36).

3.2. Lokasi Penelitian

(47)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Dalam metodologi penelitian kata populasi digunakan untuk menyebutkan serumpun atau sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian. Oleh karenanya, populasi penelitian merupakan keseluruhan dari objek penelitian (Burhan, 2008:103). Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat muslim yang berdomisili di dua kelurahan, yaitu Kelurahan kota Matsum IV dan Kelurahan Sei Rengas Permata yang berjumlah 16698 orang berdasarkan data tahun 2007 dari kedua kelurahan tersebut.

3.3.2. Sampel

(48)

Penetapan jumlah total sampel adalah 99 orang responden dengan menggunakan rumus Taro Yamane dengan tingkat kepercayaan 95% dan Presisi 10% (Rakhmat, 2002: 82) yakni sebagai berikut:

n =

(49)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

pengumpulan data dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan atau mengumpulkan informasi (data) yang dapat menjelaskan dan atau menjawab permasalahan-permasalah yang bersangkutan secara objektif. Didalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang akan digunakan adalah data primer dan data sekunder yang dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil quesioner yang disebarkan, quesioner adalah merupakan lembaran yang berisikan beberapa pertanyaan dengan beberapa alternatif jawaban yang disebarkan pada objek penelitian agar mendapatkan jumlah masyarakat yang mengetahui peran Majelis Ulama Indonesia sebagai pengendalian sosial dimasyarakat terkait dengan fatwa dan himbauan yang diberikan.

2. Data sekunder.

Data sekunder adalah data-data yang diperoleh dari objek penelitian secara tidak langsung. Data sekunder ini diperoleh dari studi kepustakaan dengan mengumpulkan data-data dari buku-buku, literatur, dokumen-dokumen, artikel, majalah, surat kabar, media massa yang berhubungan dengan penelitian.

3.5. Teknik Analisa Data

(50)

dengan menggunakan tabel distribusi frekwensi untuk mendapatkan gambaran tentang peran lembaga Majelis Ulama Indonesia dalam pengendalian sosial masyarakat muslim terkait dengan fatwa dan himbauan yang diberikan.

3.6. Jadwal Penelitian

No. Kegiatan

Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi √

2 ACC Judul √

3 Penyusunan Proposal Penelitian √ √ √

4 Seminar Proposal √

5 Revisi Proposal √

6 Penelitian ke Lapangan √ √ 7 Pengumpulan Data dan Analisa Data √

8 Bimbingan Skripsi √ √ √

9 Penulisan Laporan Akhir √ √

10 Sidang Meja Hijau √

(51)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Deskripsi Dan Sejarah Kota Medan

Kota Medan merupakan kota metropolitan serta merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota Medan merupakan ibukota dari Provinsi Sumatera Utara, adapun yang menjadi pusat administrasi provinsi Sumatera Utara adalah yang beralamatkan di Jalan Pangeran Diponegero. Sedangkan yang menjadi pusat administrasi kota Medan beralamatkan di jalan Maulana Lubis yang berhadapan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kota Medan. Sebagai kota metropolitan yang religius kota Medan mengalami perkembangan yang cukup pesat dan signifikan dibandingkan kota lainnya di luar Pulau Jawa. Adapun Wujud perkembangan kota Medan antara lain ditandai dengan bertambahnya berbagai sarana dan prasarana seperti: tempat-tempat hiburan dan rekreasi, pusat perbelanjaan, hotel dan sarana-sarana olahraga yang lengkap.

(52)

nelayan, wiraswasta, pegawai negri sipil dan lain-lain. Sedangkan dari agama terdiri: agama Islam, Kristen Protestan, Khatolik, Budha, Hindia, dan Konghuchu, ini dapat kita jumpai banyak penganut agama-agama tersebut di kota Medan serta rumah ibadah yang mereka bangun. Oleh karenanya kota Medan memiliki ciri khas tersendiri daripada kota-kota lain yang ada di Indonesia, karena ciri masyarakatnya yang mejemuk dan plural.

Pada awalnya Kota Medan lebih dikenal dengan sebutan nama Tanah Deli dahulunya, dengan kondisi keadaan tanah yang berawa-rawa memiliki luas kurang lebih 4000 Ha. Beberapa sungai melintasi Kota Medan ini kesemuanya bermuara ke Selat Malaka. Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan–Deli).

(53)

pikiran yang maju. Ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru (menuntut ilmu) membaca Alqur’an kepada Datuk Kota Bangun dan kemudian memperdalam tentang agama Islam ke Aceh. Salah satu bentuk penghormatan untuk guru Patimpus maka didirikan patung yang bergambarkan guru Patimpus yang terletak diantara jalan Kapten Maulana Lubis dan jalan Wage Rudolf Supratman yang masih berdiri kokoh sampai saat ini.

Menurut Volker (pemkomedan.go.id) pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba dan disana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya. Pada tahun 1863 orang orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah Deli.

Seiring dengan perkembangan zaman maka kota Medan terjadi banyak perubahan dalam bentuk fisik maupun non fisik, hal ini dapat dilihat dan dirasakan dengan banyaknya pertumbuhan gedung-gedung yang dimana dahulunya merupakan lahan pertanian dan perkebunan, seperti contoh wilayah sunggal yang dahulunya merupakan daerah perkebunan berubah menjadi pemukiman, dan diwilayah itu juga pernah terjadi peperangan antara kuli dengan pemilik tanah yang disebut dengan perang sunggal. Adapun perubahan secara non fisik salah satunya adalah pola interaksi diantara penduduk yang sangat heterogen dan dinamis.

(54)

Batas wilayah kota Medan hampir keseluruhannya berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang , yaitu sebelah timur, sebelah selatan, sebelah barat, hanya sebelah utara yang berbatasan langsung dengan selat Malaka yang merupakan selat tersibuk didunia. Adapun pertumbuhan kota Medan selama ini didorong dengan bantuan kota-kota satelit seperti kota Binjai, kota Tebing Tinggi, kota Sibolga dan lain-lain, serta kabupaten-kabupaten di Sumatera Utara yang memberikan andil bagi perkembangan kota Medan. Melihat inilah kota Medan mempunyai posisi yang strategis bagi siapa saja yang berminat untuk bermukim dan berinvestasi.

Disamping itu kota Medan juga memiliki segudang problem yang dihadapi diantaranya jumlah penduduk yang semakin padat dari tahun ketahun yang pada akhirnya akan menciptakan permasalahan sosial baru bagi eksistensi suatu kota, seperti timbulnya penyakit sosial (kemiskinan, kelaparan, tempat hunian, kriminalitas, pertikaian yang berbau SARA). Hal ini dapat dilihat dalam tabel yang menerangkan kepadatan penduduk kota Medan dari tahun ke tahun.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Kota Medan Tahun 2001 s/d 2009

Sumber : BPS Kota Medan

(55)

4.1.2. Sejarah Berdirinya Majelis Ulama Indonesia

Majelis Ulama Indonesia adalah lembaga yang mewadahi ulama, dan cendekiawan Islam di Indonesia, yang berfungsi untuk membimbing, membina, dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan zu'ama yang datang dari berbagai penjuru tanah air.

Yang diantaranya meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 provinsi di Indonesia pada masa itu, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu: NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, Al-Washliyah, Math’laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al Ittihadiyyah, di hadiri juga oleh 4 orang ulama dari dinas-dinas pemerintahan seperti; Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan POLRI, serta 13 orang cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan.

Dalam musyawarah yang diadakan oleh ormas-ormas Islam yang ada di provinsi Indonesia dan, dinas pemerintahan tersebut, maka dihasilkan sebuah kesepakatan yang berguna untuk membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama, dan cendekiawan muslim, yang dimana hasil dari kesepakatan tersebut dihasilkan dalam sebuah “Piagam berdirinya Majelis Ulama Indonesia” yang ditandatangani oleh semua paserta musyawarah yang hadir yang kemudian disebut dengan Musyawarah Nasional Ulama I.

(56)

Jakarta pada hari Minggu tanggal 25 Juli 2010 yang menghasilkan beberapa butir-butir penting: diantaranya mengenai kepengurusan Majelis Ulama Indonesia pusat dan beberapa fatwa yang disepakati untuk dikeluarkan.

Mengenai kepengurusan Majelis Ulama Indonesia Pusat periode 2010 – 2015 diketuai oleh Ma’ruf Amin, dan wakil ketuanya oleh Prof Din Syamsudin. Penting untuk diketahui bahwa didalam struktur keorganisasian Majelis Ulama Indonesia terdiri oleh 16 Bidang, masing-masing diketuai oleh seorang ketua yang membidangi masing-masing bidang (Waspada 27 Juli 2010:1). Ke 16 Bidang itu adalah meliputi:

1) Bidang Fatwa

2) Bidang Ukhuwah Islamiyah 3) Bidang Dakwah

4) Bidang Pendidikan dan Kaderisasi 5) Bidang Pengkajian dan Kaderisasi 6) Bidang Pengkajian dan Penelitian 7) Bidang Hukum dan Undang-undang 8) Bidang Perekonomian dan Produk Halal 9) Bidang Pemberdayaan Ekonomi

10)Bidang Pemberdayaan Perempuan 11)Bidang Keluarga dan Perlindungan Anak 12)Bidang Remaja dan Seni Budaya

13)Bidang Kerukunan Umat Beragama

(57)

16)Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam.

Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka, di mana energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat.

Melihat kondisi seperti ini Ulama Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa mereka adalah pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya). Maka mereka terpanggil untuk berperan aktif dalam membangun masyarakat melalui suatu lembaga yang disebut dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), seperti yang pernah dilakukan oleh para ulama Islam pada zaman penjajahan dan perjuangan kemerdekaan. Satu hal yang patut untuk disyukuri karena pada saat ini bangsa Indonesia terlepas dari penjajahan yang dilakukan kolonial, sehingga pada saat ini bangsa Indonesia bisa menikmati kemerdekaan.

(58)

Selain itu kemajuan dan keragaman umat Islam Indonesia dalam alam pikiran keagamaan, organisasi sosial dan kecenderungan aliran dan aspirasi politik, sering mendatangkan kelemahan dan bahkan dapat menjadi sumber pertentangan di kalangan umat Islam sendiri. Hal terjadi karena disebabkan sempitnya cara pandang ummat terhadap suatu hal yang disertai oleh minimnya akan pengetahuan mereka mengenai ilmu agama.

Akibatnya umat Islam dapat terjebak dalam egoisme kelompok (ananiyah hizbiyah) yang berlebihan. Keberadaan MUI saat ini, makin dirasakan kebutuhannya sebagai sebuah organisasi kepemimpinan umat Islam yang bersifat kolektif dalam rangka mewujudkan silaturrahmi, demi terciptanya persatuan dan kesatuan serta kebersamaan umat Islam.

Majelis Ulama Indonesia menyadari mengenai tugas yang mereka jalankan semata-mata untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, adapun diantara tugas yang mereka jalankan berupa memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan masyarakat dengan cara pandang yang Islami kepada pemerintah dan masyarakat, menciptakan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa, menjadi penghubung antara ulama dan pemerintah, serta sebagai wadah yang menaungi ummat dalam bidang kehidupan beragama yang dilakukan dengan mengadakan konsultasi dan memberikan informasi timbal balik.

(59)

Indonesia pusat berada di wilayah Kabupaten dan Kota Madya. Adapun kedudukan Majelis Ulama Indonesia kota Medan merupakan salah cabang dari Majelis Ulama Indonesia Sumatera utara, yang berlokasi di wilayah kota Medan beralamatkan di jalan Nusantara no.3 tepatnya berada di kecamatan Medan kota kelurahan kota matsum III, yang diketuai oleh Prof Muhammad Hatta.

Didalam kedudukannya sebagai organisasi keagamaan Majelis Ulama Indonesia kota Medan juga mempunyai tugas dan fungsi yang tidak jauh berbeda dari majelis-majelis yang ada di wilayah manapun bahkan majelis pusat, yang membedakannya hanya kedudukannya berdasarkan lokasi dan struktur keorganisasian saja.

Dalam menjalankan peran dan fungsinya Majelis Ulama Indonesia selalu beracuan pada hukum-hukum Islam yang diterapkan pada kondisi kehidupan sehari-hari anggota masyarakat muslim.

4.1.3. Karakteristik Kelurahan Kota Maksum IV Dan Sei Rengas Permata Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Kecamatan Medan Area, Kelurahan Kota Maksum IV dan Kelurahan Sei Rengas Permata dengan penjelasan sebagai berikut ini:

(60)

Dari jumlah penduduk wilayah kelurahan Kota Maksum IV memiliki jumlah penduduk yang padat, dengan jumlah penduduknya 11.508 ribu jiwa, yang dihuni oleh berbagai etnis yang beranekaragam (data 2007 kelurahan kota maksum IV).

Tabel. 2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnis No Etnis yang mendiami Jumlah

1 Minang 7.665

2 Jawa 1.099

3 Melayu 603 4 Mandailing 711 5 Lain-lainnya 1.430 Jumlah 11.508

Sumber data: Data Kelurahan Kota Maksum IV Tahun 2007

Dari data yang diperoleh berdasarkan etnis yang menempati kelurahan Kota Maksum IV maka dapat kita menjelaskan bahwa sebahagian besar didominasi oleh mayoritas etnis Minang (7.665), dan etnis Jawa (1.099) sedangkan etnis yang lainnya merupakan etnis minoritas seperti Mandailing (711), Melayu (603), serta etnis yang lainnya (1.430). Data diatas menunjukkan bahwa masyarakat yang mendiami wilayah tersebut terdiri dari berbagai etnis yang beranekaragam.

Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan yang diperoleh oleh penduduk wilayah kelurahan kota Maksum IV adalah sebagai berikut:

Tabel. 3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No Latar belakang Pendidikan Jumlah Yang Menempuh

(61)

4 Tamat SLTP 2.970 5 Tamat SLTA 3.012 6 Lulus D-1 557 7 Lulus D-2 52 8 Lulus D-3 37 9 Lulus S-1 168 10 Lulus S-2 25 11 Lulus S-3 27

Total 11.508

Sumber data: kelurahan Kota Maksum IV tahun 2007

(62)

Jenis pekerjaan penduduk kelurahan Kota Maksum IV pada umumnya adalah pedagang dan penjahit, sedangkan pekerjaan yang lainnya adalah pegawai negri sipil, montir, dokter, sopir, TNI/Polri, dan buruh bangunan.

Tabel. 4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Sumber : Data kelurahan Kota Maksum IV tahun 2007

Dari tabel diatas , maka persentase tertinggi dari jenis pekerjaan yang dijalani di lingkungan kelurahan Kota Maksum IV mayoritas bekerja sebagai pedagang sebesar 6.527 orang (56,71%), disusul dengan yang berprofesi tidak tetap atau menganggur sebesar 2.936 orang (25,51%), sedangkan yang berprofesi sebagai penjahit sebanyak 1.120 orang (9,7%), yang berprofesi sebagai pegawai negri sebanyak 547 orang (4,75%), yang berprofesi sebagai sopir sebesar 175 orang (1,52%), yang berprofesi sebagai montir berjumlah 57 orang (0,49%), yang

(63)

berprofesi sebagai buruh bangunan sebesar 52 orang (0,45%), yang berprofesi sebagai dokter sebesar 49 orang (0,42%), dan yang berprofesi sebagai TNI/Polri sebanyak 45 orang (0,39%). Sedangkan yang berprofesi yang lain-lainnya sebesar 2.936 jiwa (25,51%), hal ini menurut peneliti bisa disebabkan beberapa fakror yaitu: karena belum adanya pekerjaan tetap atau masih mengganggur, dan masih duduk dibangku sekolah.

Jumlah penduduk kelurahan Kota Maksum IV berdasarkan agama yang dianut masing-masing penduduk, yang berjumlah 11.508 jiwa dengan rincian agama yang mereka anut, agama Islam berjumlah 11.463 jiwa, yang beragama kristen protestan berjumlah 15 jiwa, yang beragama budha berjumlah 30 orang, sedangkan yang menganut agama khatolik dan hindu tidak ada sama sekali. Berikut gambaran yang penganut agama yang berada dilingkungan kelurahan Kota Maksum IV berupa bentuk tabel.

Tabel. 5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Yang Dianut No Agama yang dianut Frekuensi (F) Persentase % 1. Islam 11.463 99,6 2. Kristen Protestan 15 0,13 3. Katholik - - 4. Hindu - - 5. Budha 30 0,26

(64)

Kelurahan Sei Rengas Permata merupakan kelurahan yang berada di wilayah administrasi Kecamatan Medan Area. Adapun pusat administrasi kelurahan Sei Rengas Pemata beralamatkan di jalan perak yang berbatasan langsung dengan wilayah yang menjadi pusat Administrasi kecamatan Medan Kota dan kelurahan-kelurahan yang ada di sekitarnya.

Dari jumlah penduduk yang bermukim di kelurahan Sei Rengas Permata memiliki jumlah penduduk yang relatif sedikit yang berjumlah 5.312 jiwa, di bandingkan dengan jumlah penduduk yang berada di kelurahan yang ada dikota Medan. Berikut ini adalah tabel yang menggambarkan jumlah penduduk yang bermukim di kelurahan Sei Rengas Permata berdasarkan etnis .

(65)

Dari tabel diatas maka dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk kelurahan Sei Rengas Permata memiliki kemajemukan yang beragam berdasarkan etnis yang menghuni wilayah tersebut, etnis Tionghoa menempati posisi teratas berdasarkan jumlah yakni berjumlah 4.498 jiwa (84,67%), diikuti oleh etnis Minang dengan jumlah 285 jiwa (4,85%), etnis lainnya adalah Melayu 165 jiwa (3,10%), Mandailing 147 jiwa (2,79%), Jawa jiwa 142 (2,67%) , sedangkan sisanya adalah etnis Karo, Aceh, Arab dengan jumlah 102 jiwa (1,9%).

Jumlah penduduk kelurahan Sei Rengas Permata, berdasarkan dari tingkat pendidikan yang diperoleh adalah sebagai data berikut ini:

Tabel. 7 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No Latar belakang Pendidikan Jumlah Yang Menempuh

Pendidikan

(66)

memperoleh tingkat pendidikan SLTA dengan berjumlah 1.513jiwa, sedangkan penduduk yang belum bersekolah dan tidak tamat SD berjumlah 464 jiwa, penduduk yang hanya menamatkan pendidikannya hanya sampai tamat di tingkat SD berjumlah 513 jiwa, sedangkan penduduk yang memiliki latar belakang pendidikan sampai pada tingkat Diploma atau Strata berjumlah 309 jiwa.

(67)

pendidikan serta melanggar undang-undang 1945 dan PP RI Nomor 47 Tahun 2008 tentang wajib belajar.

Berdasarkan isi dari Pembukaan Undang-undang dasar 1945 yang berbunyi “ Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan

Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia

dengan berdasarkan kemerdekaan.”

Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2 yang berbunyi (1) Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan.

(2) Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan

pemerintah wajib membiayainya.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 tentang wajib belajar pasal 1 (ayat 1 dan 2), pasal 2 (ayat 1 dan 2) yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1:

1) Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga Negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah.

Gambar

Tabel  1. Jumlah Penduduk Kota Medan Tahun 2001 s/d 2009
Tabel. 8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Yang Dianut
Tabel distribusi frekwensi diatas menerangkan pendapat para responden
tabel  berikut ini:
+2

Referensi

Dokumen terkait

Celestia yang dikembangkan oleh Cris Laurel dkk dapat dijadikan sebagai media simulasi virtual yang dapat memvisualisasikan fenomena fisika yang memungkinkan penggunanya

Produk yang dihasilkan adalah bahan pembelajaran matematika berupa paket soal tes dengan topik etnomatematika pada gerabah Bayat yang difokuskan dalam konsep kesebangunan

Sedangkan profil kecepatan angin permukaan (10 meter) di Stasiun Meteorologi Kelas I Ngurah Rai Denpasar pada periode Oktober 2016 dapat dilihat pada Gambar 4.8.. Terlihat

Variabel pada penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, dan daerah tempat tinggal pada karakteristik

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi tingkat keragaman genetik tetua sebagai generasi pertama (F1) dan anakannya (F2) dari kebun benih Akasia mangium yang ada di

Seperti telah disebutkan sebelumnya, proses pengiriman SMS yang dilakukan pada pengembangan SIJELITA adalah dengan menggunakan telepon seluler yang dihubungkan ke komputer client

Secara regional Carnell dkk, (1998) menyusun stratigrafi cekungan sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2. Telisa menjadi dua anggota yaitu Anggota Telisa Bawah dan Anggota Telisa

Hadis-hadis yang ditampilkan juga hadis-hadis yang berisi kelebihan laki-laki atas perempuan dan ke- wajiban isteri (perempuan) untuk selalu taat kepada suaminya (laki- laki).