• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN - BAB 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN - BAB 1"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura dapat terjadi oleh banyak hal diantaranya adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediastinum, ataupun akibat proses peradangan seperti tuberculosis dan pneumonia. Hambatan reabsorbsi cairan tersebut mengakibatkan penumpukan cairan di rongga pleura yang disebut effusi pleura. Effusi pleura tentu mengganggu fungsi pernapasan sehingga perlu penatalaksanaan yang baik.

Effusi pleura merupakan akibat dari penyakit lain. Klien dengan effusi pleura yang telah diberikan tata laksana baik diharapkan dapat sembuh dan pulih kembali fungsi pernapasannya, namun karena effusi pleura sebagian besar merupakan akibat dari penyakit lainnya yang menghambat reabsorbsi cairan dari rongga pleura, maka pemulihannya menjadi lebih sulit. Karena hal tersebut, masih banyak penderita dengan effusi pleura yang telah ditatalaksana namun tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.

Effusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer. Sementara 95% kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai effusi pleura dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami effusi pleura. Kejadian effusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita keganasan jika tidak ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan kualitas hidup penderitanya dan semakin memberatkan kondisi penderita.

(2)

kardiovaskuler yang dapat berakhir pada kematian. Perbaikan kondisi klien dengan effusi pleura memerlukan penatalaksanaan yang tepat oleh petugas kesehatan termasuk perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit. Untuk itu maka perawat perlu mempelajari tentang konsep effusi pleura dan penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan pada klien dengan effusi pleura. Maka dalam makalah ini akan dibahas bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan effusi pleura.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1 Bagaimanakah konsep penyakit effusi pleura ?

1.2.2 Bagaimanakah proses asuhan keperawatan pada klien dengan effusi pleura?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui bagaimana proses asuhan keperawatan pada klien dengan effusi pleura.

1.3.2 Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi konsep effusi pleura meliputi definisi, etiologi, manifestasi klinis dan patofisiologi

b. Mengidentifikasi proses keperawatan pada effusi pleura meliputi pengkajian, analisa data dan diagnosa, intervensi dan evaluasi

1.4 Manfaat

1.4.1 Mahasiswa memahami konsep dan proses keperawatan pada klien dengan gangguan effusi pleura sehingga menunjang pembelajaran mata kuliah sistem respirasi.

(3)

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika yang digunakan dalam makalah ilmiah ini adalah:

1.5.1 BAB 1 : Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan

1.5.2 BAB 2 : Kosep dasar effusi pleura yang terdiri dari definisi, anatomi paru, etiologi, Patofisiologi, manifestasi klinis, dampak masalah, penatalaksanaan, waterseal drainase, pemeriksaan diagnostik dan komplikasi.

1.5.3 BAB 3: Konsep dasar asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan dan intervensi keperawatan

1.5.4 BAB 4: Studi kasus pada klien dengan effusi pleura yang terdiri dari pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, prioritas masalah keperawatan, rencana intervensi, implementasi, evaluasi dan catatan perkembangan

(4)

BAB 2

KONSEP DASAR EFFUSI PLEURA

2.1 Definisi

Effusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).

Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price & Wilson 2006). Effusi pleural adalah Pengumpulan cairan dalam dalam ruang pleura (selaput yang menutupi permukaan paru-paru) yang terletak di antara permukaan visceral (selaput) dan parietal (dinding) (Brunner and Suddarth, 2001).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa effusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan dalam rongga dada yang seharusnya tidak ada (normalnya ada sedikit sekali cairan sebagai pelumas), dimana cairan tersebut akan menekan paru dan jantung sehingga akan menimbulkan sesak.

2.2 Anatomi paru-paru

(5)

bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah tisuda ke dalam dua lobus atas dan bawah. Permukaan datar paru menghadap ke tengah rongga dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru atau hillus paru-paru dibungkus oleh selaput yang tipis disebut Pleura.

Pleura merupakan membran tipis dan transparan yang menutupi paru dalam dua lapisan: Lapisan viseral, yang dekat dengan permukaan paru dan lapisan parietal menutupi permukaan dalam dari dinding dada. Kedua lapisan tersebut berlanjut pada radix paru. Rongga pleura adalah ruang diantara kedua lapisan tersebut. Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis).

(6)

Cairan dalam keadaan normal dalam rongga pleura bergerak dari kapiler didalam pleura parietalis ke ruang pleura dan kemudian diserap kembali melalui pleura visceralis. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura visceralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura visceralis lebih besar daripada pleura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan normal hanya terdapat beberapa mililiter cairan.

2.3 Etiologi

2.3.1 Kelainan skunder

Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder. Kelainan primer pada pleura hanya ada dua macam yaitu infeksi kuman primer intrapleura dan tumor primer pleura. Timbulnya effusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi :

a. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.

b. Peningkatan produksi cairan berlebih, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis. 2.3.2 Kelainan patologis

Secara patologis, effusi pleura disebabkan oleh keadaan-keadaan: a. Meningkatnya tekanan hidrostatik (misalnya akibat gagal jantung) b. Menurunnya tekanan osmotic koloid plasma (misalnya

hipoproteinemia)

(7)

2.3.3 Penyakit lain

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat dan hemoragis.

a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig.

b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, infark paru, radiasi, penyakit kolagen.

c. Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, tuberkulosis.

d. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Effusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini: kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.

2.4 Patofisiologi

Didalam rongga pleura terdapat + 5 ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.

(8)

H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intrapleura apabila terjadi atelektasis paru.

Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Penyebab effusi antara lain:

2.4.1 Penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura

2.4.2 Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura

2.4.3 Sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan

2.4.4 Infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat.

Klien dengan pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami effusi pleura ketika terjadi payah atau gagal jantung kongestif. Ketika jantung tidak dapat memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh terjadilah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler sistemik. Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi bocor dan masuk ke dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parietalis karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan pengumpulan abnormal cairan pleura.

(9)

tersebut berdasarkan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskuler (tekanan osmotic yang dilakukan oleh protein). Luas effusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan tergantung atas kekuatan relatif paru-paru dan dinding dada. Dalam batas pernapasan normal, dinding dada cenderung rekoil ke luar sementara paru-paru cenderung untuk rekoil ke dalam (paru-paru tidak dapat berkembang secara maksimal melainkan cenderung untuk mengempis). Adapun pathway dan masalah keperawatan yang mungkin muncul dari effusi pleura adalah sebagai berikut:

Peningkatan asam laktat di

tulang

Nyeri Intoleransiaktifitas

Gang. Pertukaran

gas O2+CO2 dialveoli

Sekresi lendir

Bersihkan jalan nafas tdk efektif

Kerusakan integritas

kulit

Nyeri

Fungsi pleura

Pasang WSD

Gang. mobilitas Resiko infeksi

(10)

2.5 Manifestasi klinis

Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan penyakit dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara effusi malignan dapat mengakibatkan dipsnea dan batuk. Ukuran effusi akan menentukan keparahan gejala. Effusi pleura yang luas akan menyebabkan sesak nafas.

Area yang mengandung cairan atau menunjukkan bunyi napas minimal atau tidak sama sekali menghasilkan bunyi datar, pekak saat diperkusi. Egofoni akan terdengar di atas area effusi. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural yang signifikan. Bila terjadi effusi pleural kecil sampai sedang, dipsnea mungkin saja tidak terdapat. Adapun gejala yang dapat timbul adalah:

2.5.1 Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.

2.5.2 Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.

2.5.3 Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.

2.5.4 Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu)

(11)

2.5.6 Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura. Keberadaan cairan dikuatkan dengan rontgen dada, ultrasound, pemeriksaan fisik, dan torakosentesis. Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan Gram, basil tahan asam (untuk tuberkulosis), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase, laktat dehidrogenase, protein), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan.

2.6 Dampak masalah

2.6.1 Dampak masalah terhadap individu

Sebagaimana penderita penyakit yang lain, pada klien effusi pleura akan mengalami suatu perubahan baik biologi, psikososial dan spiritual yang akan selalu menimbulkan dampak yang diakibatkan oleh proses penyakit atau pengobatan dan perawatan. Pada umumnya pemeriksaan klien dengan effusi pleura akan tampak sakit, suara nafas menurun adanya nyeri pleuritik terutama pada akhir inspirasi, febris, batuk dan yang lebih khas lagi adalah adanya sesak nafas, rasa berat pada dada akibat adnya akumulasi cairan di kavum pleura.

Meskipun bukan termasuk Kegawatan, pada sebagian besar kasus, cairan tersebut harus dikeluarkan karena:

a. Jumlahnya banyak, sehingga menekan paru, menggangu pernafasan dan mendorong jantung (pompa jantung terganggu, bisa fatal

b. Cairan tersebut dapat mengeras/memadat (organisasi) sehingga volume paru berkurang, (sesak) dan menimbulkan cacat permanen yg kelihatan terus di foto rontgen.

c. Jika terinfeksi, cairan tersebut berubah jadi nanah. ini menjadi penyakit lain yaitu Empyema, penanganannya berbeda.

d. Jika cairan tersebut berupa darah, misalnya karena kecelakaan, namanya : hematotoraks, penyakit yg akan sy bahas tersendiri, perlu penanganan segera.

(12)

Pada umumnya keluarga klien akan merasa dituntut untuk selalu menjaga dan memenuhi kebutuhan klien. Apabila ada salah satu anggota keluarga yang sakit sehingga keluarga klien akan memberi perhatian yang lebih pada klien. Keluarga menjadi cemas dengan keadaan klien karena mungkin sebagai orang awam keluarga klien kurang mengerti dengan kondisi klien dan tentang bagaimana perawatannya. Lamanya perawatan klien banyaknya biaya pengobatan merupakan masalah bagi klien dan keluarganya terlebih untuk keluarga dengan tingkat ekonomi yang rendah.

2.7 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dipsnea. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (misal gagal jantung kongestif, pneumonia, serosis).

Torakosintesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis, dan untuk menghilangkan dipsnea. Namun bila penyebab dasar adalah malignansi, effusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau minggu. Torakosentesis berulang menyebabkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumotoraks. Dalam keadaan ini klien mungkin diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan paru.

(13)

diresepkan, dan drainase dada biasanya diteruskan beberapa hari lebih lama untuk mencegah reakumulasi cairan dan untuk meningkatkan pembentukan adhesi antara pleural viseralis dan parietalis.

Modalitas penyakit lainnya untuk effusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah pleurektomi, dan terapi diuretic. Jika cairan pleura merupakan eksudat, posedur diagnostic yang lebih jauh dilakukan untuk menetukan penyebabnya. Pengobatan untuk penyebab primer kemudian dilakukan.

2.8 Water Seal Drainase (WSD)

WSD adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada.

2.8.1 Indikasi:

a. Pneumothoraks karena rupture bleb, luka tusuk tembus

b. Hemothoraks karena robekan pleura, kelebihan anti koagulan, pasca bedah toraks

c. Torakotomi d. Effusi pleura

e. Empiema karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi 2.8.2 Tujuan Pemasangan

a. Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura b. Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura

c. Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap sebagian d. Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga dada. 2.8.3 Tempat pemasangan

a. Apikal

1) Letak selang pada interkosta III mid klavikula 2) Dimasukkan secara antero lateral

(14)

1) Letak selang pada interkostal V-VI atau interkostal VIII-IX mid aksiller

2) Fungsi : untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura

1.8.4 Jenis WSD

a. Sistem satu botol

Sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada klien dengan simple pneumotoraks

b. Sistem dua botol

Pada system ini, botol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan botol kedua adalah botol water seal.

c. System tiga botol

Sistem tiga botol, botol penghisap control ditambahkan ke system dua botol. System tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan.

2.8.5 Cairan pleura yang normal memiliki ciri-ciri: a. Jernih

b. Ph 7.60-7,64

c. Kandungan proteinnya < 2 % (1-2 g/dl) d. Kandungan eritrositnya <1000 /mm3

(15)

1.9 Pemeriksaan diagnostik

Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya penurunan suara pernafasan. Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut:

2.9.1 Rontgen dada

Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis effusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.

2.9.2 CT scan dada

(16)

2.9.3 USG dada

USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.

2.9.4 Torakosentesis

Penyebab dan jenis dari effusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).

2.9.5 Biopsi

Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari effusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.

2.9.6 Analisa cairan pleura 2.9.7 Bronkoskopi

Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.

2.10 Komplikasi 2.10.1 Fibrotoraks

Effusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.

(17)

Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat effusi pleura.

2.10.3 Fibrosis paru

Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada effusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.

2.10.3 Kolaps Paru

(18)

BAB 3

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

3.1.1 Pengumpulan Data

Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi : a. Identitas Klien

Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan klien.

b. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong klien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada klien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.

(19)

Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.

f. Riwayat Psikososial

Meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku klien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.

g. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan 1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi klien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS klien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. klien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.

3) Pola eliminasi

(20)

4) Pola aktivitas dan latihan

Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu klien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan klien dibantu oleh perawat dan keluarganya. 5) Pola tidur dan istirahat

Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.

6) Pola hubungan dan peran

Akibat dari sakitnya, secara langsung klien akan mengalami perubahan peran, misalkan klien seorang ibu rumah tangga, klien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran klien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal klien.

7) Pola persepsi dan konsep diri

Persepsi klien terhadap dirinya akan berubah. Klien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, klien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini klien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.

8) Pola sensori dan kognitif

Fungsi panca indera klien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan proses berpikirnya.

(21)

Kebutuhan seksual klien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena klien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.

10) Pola penanggulangan stress

Bagi klien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin klien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Sebagai seorang beragama klien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.

h. Pemeriksaan fisik

1) Status Kesehatan Umum

Tingkat kesadaran klien perlu dikaji, bagaimana penampilan klien secara umum, ekspresi wajah klien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku klien terhadap petugas, bagaimana mood klien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan klien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan klien.

2) Sistem Respirasi

(22)

lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.

Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni

3) Sistem Cardiovasculer

Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.

4) Sistem Pencernaan

Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.

(23)

diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi klien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor). 5) Sistem Neurologis

Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.

6) Sistem Muskuloskeletal

Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.

7) Sistem Integumen

Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.

i. Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium : 1) Pemeriksaan Radiologi

(24)

pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300 cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan memberikan hasil yang penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura). j. Pemeriksaan Laboratorium

Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :

1) Pemeriksaan Biokimia

Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :

Transudate Eksudat

Kadar protein dalam effusi 9/dl < 3 > 3

Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5

Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200

Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6

Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016

Rivalta Negatif Positif

Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga cairan pleura :

- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma

- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis adenocarcinona (Soeparman, 1990).

2) Analisa cairan pleura

(25)

- Hilothorax : putih seperti susu - Empiema : kental dan keruh - Empiema anaerob : berbau busuk

- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah. 3) Perhitungan sel dan sitologi

Leukosit 25.000 (mm3):empiema

Banyak Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru Banyak Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.

Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur

Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit > 100.000 (mm3 menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan)

Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.

Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood, 1995)

4) Bakteriologis

Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 %.

3.1.2 Analisa Data

(26)

3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :

3.2.1 Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya batuk buruk

3.2.2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru dan atalektasis

3.2.3 Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum

3.2.4 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea dan anoreksia

3.3 Intervensi

3.3.1 Ketidak efektifan pembersihan jalan nafas berhubungan dengan kelemahan dan upaya batuk buruk.

NOC:

a. Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif dan dibuktikan dengan status pernafasan, pertukaran gas dan ventilasi yang tidak berbahaya:

1) Mempunyai jalan nafas yang paten 2) Mengeluarkan sekresi secara efektif.

3) Mempunyai irama dan frekuansi pernafasan dalam rentang yang normal.

4) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.

b. Menunjukkan pertukaran gas yang adekuatditandai dengan : 1) Mudah bernafas

2) Tidak ada kegelisahan, sianosis dan dispnea. 3) Saturasi O2 dalam batas normal

4) Rontgen toraks dalam rentang yang diharapkan. NIC:

a. Kaji dan dokumentasikan

(27)

2) Keefektifan pengobatan.

3) Kecenderungan pada gas darah arteri.

b. Auskultasi dada anterior dan posterior untukmengetahui adanya penurunan atau tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi hambatan. c. Penghisapan jalan nafas

1) Tentukan kebutuhan penghisapan oral/trakeal.

2) Pantau status oksigen dan status hemodinamik serta irama jantung sebelum, selama dan setelah penghisapan.

d. Pertahankan keadekuatan hidrasi untuk menurunan viskositas sekresi.

e. Jelaskan penggunaan peralatan pendukung denganbenar, misalnya oksigen, alat penghisap lender.

f. Informasikan kepada klien dan keluarga bahwa merokok merupakan kegiatan yang dilarang di dalam ruang perawatan.

g. Instruksikan kepada klien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk memudahkan keluarnya sekresi.

h. Rundingkan dengan ahliterapi oernafasan sesuai dengan kebutuhan. i. Berikan oksigen yang telah dihumidifikasi.

j. Beritahu dokter tentang hasil analisa gas darah yang abnormal. k. Bantu dalam pemberian aerosol. Nebulizer dan perawatan paru lain

sesuai dengan kebijakan dan protocol institusi.

l. Anjurkan aktivitas fisik untuk meningkatkan pergerakan sekresi. m. Jika klien tidak mampu untuk melakukan ambulasi, letak posisi tidur

klien diubah tiap 2 jam.

n. Informasikan kepada klien sebelum memulai prosedur untuk menurunkan kecemasan dan peningkatan kontrol diri.

3.3.2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru dan atalektasis.

(28)

a. Gangguan pertukaran gas akan terkurangi yang dibuktikan dengan status pernafasan yang tidak bermasalah.

b. Pertukaran gas tidak akan terganggu dibuktikan dengan indicator : 1) Status neurologist dalam rentang yang diharapkan.

2) Tidak ada dispnea saat istirahat dan aktifitas. 3) Tidak ada gelisah, siamosis dan keletihan

4) Pa O2, Pa CO2, pH arteri dan saturasi O2 dalam batas normal. NIC:

a. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman, usaha bernafas, produksi sputum.

b. Pantau saturasi O2 dengan oksimeter. c. Pantau hasil analisa gas darah.

d. Pantau status mental ( tingkat kesadaran, gelisah, confuse)

e. Peningkata frekuanse pemantauan pada saatklien tampak somnolen. f. Observasi terhadap sianosis, terutama membrab mukosa mulut. g. Jelaskan penggunaan alat bantu yang digunakan.

h. Ajarkan teknik bernafas dan relaksasi. i. Ajarkan batuk yang efektif.

j. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan pemeriksaan AGD dan alat Bantu yang dianjurkan sesuai dengan perubahan kondisi klien.

k. Laporkan perubahan kondisi klien: bunyi nafas, pola nafas, hasil AGD dan efek dari pengobatan.

l. Berikan obat-obat yang diresepkan.

m. Jelaskan kepada klien sebelum memulai pelaksanaan prosedur, untuk menurunkan ansietas.

n. Lakukan tindakan untuk menurunkan konsumsi oksigen.

o. Atur posisi klien untuk memaksimalkan ventilasi dan mengurangi dispnea.

(29)

a. Mentoleransi aktifitas yang biasa dilakukan dan ditunjukkan dengan daya tahan, penghematan energi dan aktifitas kehidupan sehari-hari. b. Menunjukkan penghematan energi ditandai dengan indicator :

1) Menyadari keterbatasan energi.

2) Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat. 3) Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas. NIC:

a. Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktifitas. b. Tentukan penyebab keletihan.

c. Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas.

d. Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber energi. e. Pantau pola istirahat klien dan lamanya istirahat.

f. Ajarkan kepada klien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan konsumsi oksigen.

g. Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu untuk mencegah kelelahan.

h. Hindari menjadwalkan aktivitas perawatan selama periode istirahat. i. Bantu klien untuk mengubah posisi tidur secara berkala dan

ambulasi yang dapat ditolerir.

j. Rencanakan aktifitas dengan klien / keluarga yang meningkatkan kemandirian dan daya tahan.

k. Bantu klien untuk mengidentifikasi pilihan aktifitas.

l. Rencanakan aktivitas pada periode klien mempunyai energi paling banyak.

3.3.4 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan kelemahan, dispnea dan anoreksia.

NOC:

(30)

b. Mempertahankan berat badan dalam batas normal.

c. Nilai laboratorium albumin, transferin dan elektrolit dalam batas normal.

NIC:

a. Tentukan motivasi klien untk mengubah kebiasaan makan.

b. Pantau nilai laboratorium khususnya transferin, albumin dan elektrolit.

c. Ketahui makanan kesukaan klien.

d. Tentukan kemampuan klien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. e. Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan. f. Timbang klien pada interval yang tepat.

g. Ajarkan keluarga dan klien tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal.

h. Diskusikan dengan ahli gizi dalam memberikan asupan diet. i. Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab perubahan nutrisi. j. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan.

k. Bantu makan sesuai kebutuhan.

Referensi

Dokumen terkait

Penerapan kegiatan pembelajaran yang dilakukan peneliti dengan menggunakan 3 siklus dan 2 tindakan., sehingga jika.. dijumlahkan menjadi

yaitu 3 orang ( 18.40 ‰ atau 3.66 % ) dari jumlah pemasangan infus 163 hari atau 82 dari jumlah pemasangan infus.Hal ini disebabkan ketidakpatuhan petugas dalam melakukan

Dari 13 emiten di industri barang konsumsi yang sudah merilis laporan keuangan, hanya 3 emiten yang mencatat penurunan laba, yaitu UNVR, MYOR dan TCID.

Hasil pengkajian di temukan masalah ketiga klien sama yaitu klien terlihat lessu, sering menyendiri, kontak mata kurang, afek datar, klien tidak konsentrasi.Diagnosa ketiga

Dalam hal penjualan kembali Unit Penyertaan REKSA DANA BNP PARIBAS EQUITRA dilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan melalui media elektronik, maka Formulir Penjualan Kembali

The aims of the research are to find out how far the students‘ achievement in English vocabulary before applying Spelling Bee game at the seventh grade students of SMP

Demikian pula dari hasil perhitungan bahwa bahan isolasi silica board tebal 50 mm dan jaket alumunium tebal 0,2 mm tersebut kerugian panas yang hilang sekitar 0,53

Gaya silinder sebesar 27489 N ini pada hakekatnya akan sangat bias memenuhi gaya pembendingan material sengkang yang dibutuhkan, jadi silinder dengan diameter