• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

3. Lembar Kerja Siswa

Lembar kerja siswa (student work sheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Lembar kerja siswa ini juga merupakan suatu bahan ajar cetak yang berupa lembar-lembar kertas yang berisi yang berisi materi, ringkasan, dan

petunjuk pelakasanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan siswa, baik bersifat teoretis, atau praktis yang mengacu kepada kompetensi dasar yang harus dicapai siswa dan penggunaannya tergantung dengan bahan ajar lain.

Syarat yang harus dipenuhi oleh seorang guru adalah guru harus cermat dan memiliki pengetahuan serta ketrampilan yang memadai, karena sebuah lembar kerja siswa harus memenuhi paling tidak kriteria yang berkaitan dengan tercapai atau tidaknya sebuah kompetensi dasar yang dikuasai oleh siswa. Prastowo (2014: 273) menyebutkan delapan unsur LKS secara spesifik, antara lain:

a) Judul

b) Kompetensi Dasar yang akan dicapai c) Waktu penyelesaian

d) Peralatan atau bahan yang dibutuhkan e) Informasi singkat

f) Langkah kerja

g) Tugas yang harus dilakukan h) Laporan yang harus dikerjakan. 4) Instrumen Penilaian

Penilaian dilakukan oleh para guru dalam tiga aspek, yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor

instrumen yang jelas dan detail. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarsiswa adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik (Kosasih, 2014: 134).

b. Kelebihan Kurikulum 2013

1) Siswa lebih dituntut untuk aktif, kreatif dan inovatif dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi disekolah.

2) Adanya penilaian dari semua aspek

Penentuan nilai bagi siswa bukan hanya di dapatdari nilai ujian saja tetapi juga di dapat dari nilai nilai kesopanan, religi, praktek, sikap dan lain-lain.

3) Munculnya pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti yang telah diintegrasikan ke dalam semua program studi.

4) Adanya kompetensi yang sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.

5) Kompetensi yang dimaksud menggambarkan secara holistik domain sikap, ketrampilan dan pengetahuan.

6) Banyak sekali kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan seperti pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills.

7) Standar penilaian mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi seperti sikap, ketampilan dan pengethauan secara proposional. 8) Mengharuskan adanya remediasi secara berkala

9) Tidak lagi memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci karena pemerintah sudah menyiapkan semua komponen kurikulum sampai buku teks pedomaan.

10) Sifat pembejaran sangat kontektual

11) Moningkatkan motivasi mengajar dengan meningkatkan kompetensi profesi, pedagogi, sosial dan personal.

12) Buku dan kelengkapan dokumen disiapkan lengkap sehingga memicu dan memacu guru untuk membaca dan menerapkan budaya literasi, dan membuat guru memiliki ketrampilan membuat RPP dan menerapkan pendekatan scientific secara.

c. Kekurangan kurikulum 2013

1) Banyak salah kaprah, karena beranggapakan dengan kurikulum 2013 guru tidak perlu menjelaskan materi kepada siswa di kelas, padahal banyak mata pelajaran yang harus tetap ada penjelasan dari guru.

2) Banyak sekali guru-guru yang belum siap secara mental dengan kurikulum 2013. Karena kurikulum ini menuntut para guru agar lebih kreatif, pada kenyataannya sedangkan banyak guru yang tidak seperti itu, sehingga membutuhkan waktu yang panjang agar bisa membuka cakrawalaberfikir guru, dan dengan perlu adanya pelatihan-pelatihan dari pendidikan agar merubah paradigma guru sebagai pemberi materi menjadi guru yang dapat memotivasi siswa

3) Kurangnya pemahaman guru dengan konsep pendekatan saintifik. 4) Kurangnya ketrampilan guru merancang RPP

5) Guru tidak banyak yang menguasai penilaian autentik.

6) Tugas menganalisis SKL, KI, KD, Buku Siswa dan Buku Guru belum sepenuhnya dikerjakan oleh guru, dan banyak guru yang hanya menjadi plagiat dalam hal ini.

7) Tidak pernah guru dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum 2013, karena pemerintah cenderung melihat guru dan siswa mempunyai kapasitas yang sama.

8) Tidak adanya keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam kurikulum 2013 karena UN masih menjadi faktor penghambat.

9) Terlalu banyaknya materi yang harus dikuasai siswa sehingga tidak setiap materi bisa tersampaikan dengan baik, belum lagi persoalan guru yang kurang berdedikasi terhadap mata pelajaran yang dia ampu.

10) Beban belajar siswa dan guru terlalu berat, sehingga waktu belajar di sekolah terlalu lama.

2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran konstruktivis untuk kegiatan belajar mengajar di kelas agar pembelajaran

berpusat kepada siswa. dengan kata lain, ketika mengajar di kelas, guru harus berupaya untuk menciptakan kondisi lingkungan belajar yang dapat membelajarkan siswa, dapat mendorong siswa belajar, atau memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru dapat menggunakan model pembelajaran inovatif, salah satunya adalah model

Pembelajaran Berbasis Masalah.

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) merupakan model

pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata (Trianto, 2007: 67). Pembelajaran berbasis masalah, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa dengan melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah serta memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah (Ngalimun, 2012: 89). Dari pendapat kedua para ahli di atas memiliki persamaan yaitu pada model pembelajaran berbasis masalah, siswa terlibat aktif dalam memecahkan suatu permasalahan.

Selain itu, Boud dan Felleti dalam (Ngalimun, 2012: 89) mengatakan bahwa “Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar dengan

masalah-masalah praktis, berbentuk, ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam pebelajar.”

Masalah yang dijadikan sebagai fokus pembelajaran dapat diselesaikan siswa melalui kerja kelompok sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada siswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, disamping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah seperti membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan, mengumpulkan data, menginterpretasikan data, membuat kesimpulan, mempresentasikan, berdiskusi dan membuat laporan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa PBM dapat memberikan pengalaman yang kaya kepada siswa. dengan kata lain, penggunaan PBM dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang apa yang mereka pelajari sehingga diharapkan dapat menerapkannya dalam kondisi nyata pada kehdupan sehari-hari (Ngalimun, 2012: 90).

a. Ciri-ciri Model Pembelajaran berbasis Masalah

Menurut (Ngalimun, 2012: 90) menyebutkan bahwa

Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) memiliki

karakteristik-karakteristik sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan suatu masalah, (2) memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa, (3) mengorganisasikan pelajaran di seputar masalah, bukan di seputar ilmu disiplin, (4) memberikan tanggung jawab yang besar kepada pebelajar dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) menggunakan kelompok

kecil, (6) menuntut pebelajar untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja. Berdasarkan uraian di atas, tampak jelas bahwa pembelajaran dengan model PBM dimulai dengan adanya masalah (dapat dimunculkan oleh siswa atau guru), kemudian siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka perlu ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga siswa dapat terlibat aktif dalam pembelajaran.

Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrows (publikasi tahun 2005) menjelaskan karakteristik dari PBM, yaitu:

1) Learning is student-centered

Proses pembelajaran dalam PBM lebih menitikberatkan kepada siswasebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBM didukung juga oleh teori konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri.

2) Authentic problems from the organizing focus for learning

Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.

3) New information is acquired through self-directed learning

Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya,

sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.

4) Learning occurs in small groups

Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaboratif, maka PBM dilaksakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.

5) Teachers act as facilitators.

Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Namun, guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong siswa agar mencapai target yang hendak dicapai. b. Hakikat model pembelajaran berbasis masalah

Pembelajaran berbasis masalah (PBM) merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBM adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah, sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut, sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah (Ward dalam Ngalimun, 2012: 89).

PBM merupakan model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar

berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan (Duch dalam Shoimin, 2014: 130).

PBM merupakan penggunaan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk mengkonfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitasnya yang ada (Tan dalam Rusman, 2012: 232).

c. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Dalam jurnal ilmiah didaktika yang ditulis oleh Saleh (2013), karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah dapat dirinci sebagai berikut:

1) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.

2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur.

3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective).

4) Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar, dan bidang baru dalam belajar.

6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM;

7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;

8) Pengembangan keterampilan inquiry (menemukan) dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.

9) Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.

10) PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

Menurut Rusman (2013: 232), alur proses Pembelajaran Berbasis Masalah dapat dilihat pada bagan berikut ini:

Bagan 1. Alur Proses Pembelajaran Berbasis Masalah

Pada bagan 1 tersebut siswa diminta untuk menentukan masalah, menganalisis masalah, pertemuan dan laporan, mencari solusi, dan membuat kesimpulan.

d. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Model pembelajaran berbasis masalah ini tidak dirancang untuk Pertemuan dan

Laporan Menentukan

Masalah

Analisis Masalah dan Isu

Penyajian Solusi dan refleksi Kesimpulan dan Integrasi Belajar Pengarahan Diri Belajar Pengarahan Diri Belajar Pengarahan Diri Belajar Pengarahan Diri

siswa. Model ini dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, keterampilan intelektual, belajar berperan berbagai orang dewasa melalui pelibatan siswa dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi Self-regulated Learner.

menerapkan model ini, terdapat sintaks model pembelajaran berdasarkan masalah yang dikemukakan oleh Hamdatama (2014: 212) ialah sebagai berikut:

Tabel 2. Sintaks Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Fase Peran Guru

1. Orientasi siswa kepada

Masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan segala hal yang akan dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.

2. Mengorganisasi siswa

untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah.

3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Gurumendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen atau pengamatan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyajikan karya yang sesuai, melaksanakan eksperimen atau pengamatan untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

e. Manfaat Model Pembelajaran Berbasis Masalah

PBM mempunyai berbagai potensi manfaat (Amir, 2008: 26) antara lain:

1) Menjadi lebih ingat dan meningkatkan pemahamannya atas materi ajar.

Dengan konteks yang ekat, dan sekaligus melakukan deep learning

(karena banyak mengajukan pertanyaan menyelidik) bukan surface

learning (yang sekadar hafal saja), maka pemelajar akan lebih memahami materi.

2) Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan

Dengan kemampuan pendidik membangun masalah yang sarat dengan konteks praktik, pemelajar bisa “merasakan” lebih baik konteks operasinya di lapangan.

3) Mendorong untuk berpikir

Dengan proses yang mendorong pembelajar untuk mempertanyakan, kritis dan kreatif, pemelajar dianjurkan untuk tidak terburu-buru menyimpulkan, mencoba menemukan landasan atas argumennya, dan fakta-fakta yang mendukung alasan.

4) Membangun kerja tim, kepemimpin, dan keterampilan sosial Karena PBM dikerjakan dalam kelompok-kelompok kecil, maka dapat mendorong terjadinya pengembangan kecakapan kerja tim, dan kecakapan sosial.

Dengan struktur masalah yang agak mengambang, merumuskannya, serta dengan tuntutan mencari sendiri pengetahuan yang relevan akan melatih mereka untuk manfaat ini. 6) Memotivasi belajar.

Dengan PBM kita punya peluang untuk membangkitkan minat dari pemelajar, karena kita menciptakan masalah dengan konteks pekerjaan. Dengan masalah yang menantang, siswa akan senang dan bersemangat untuk menyelesaikannya.

f. Kelebihan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut (Nata, 2009: 250) model pembelajaran Pembelajaran Berbasis Masalah dinilai memiliki berbagai kelebihan sebagai berikut: 1) Dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan

dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja;

2) Dapat membiasakan para siswa menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, yang selanjutnya dapat mereka gunakan pada saat menghadapi masalah yang sesungguhnya di masyarakat kelak;

3) Dapat merangsang pengembangan kemampuan berpikir secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses pembelajarannya, para siswa banyak melakukan proses mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai aspek.

Smith, sebagaimana dikutip oleh (Amir, 2008: 27)menjelaskan bahwa yang khusus meneliti berbagai dimensi manfaat strategi

pembelajaran berbasis masalah lebih lanjut menemukan bahwa pelajar akan: meningkat kecakapan pemecahan masalahnya,lebih mudah mengingat, meningkat pemahamannya, meningkat pengetahuannya yang relevan dengan dunia praktik, mendorong mereka penuh pemikiran, membangun kepemimpinan dan kerja sama, kecakapan belajar dan memotivasi pelajar.

Menurut (Sanjaya, 2008: 210), menjelaskan bahwa sebagai suatu strategi pembelajaran, model PBM memiliki beberapa keunggulan di antaranya:

1) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.

2) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

3) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.

4) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

5) Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu pemecahan masalah itu juga

dapat mendorong siswa untuk melakukan evaluasi baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.

6) Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah dan sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa,bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.

7) Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.

8) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

9) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

10) Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

g. Kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Dalam jurnal ilmiah didaktika yang ditulis oleh Saleh (2013), Beberapa kelemahan strategi pembelajaran berbasis masalah antara lain:

1) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.

2) Keberhasilan strategi pembelajaran melalui pembelajaran berbasis

masalah membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

3) Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.

4) PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBM lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang kaitannya dengan pemecahan masalah.

5) Dalam suatu kelas yang memiki tingkat keragaman siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

6) PBM biasanya membutuhkan waktu yang tidak sedikit sehingga dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten yang diharapkan walapun PBM berfokus pada masalah bukan konten materi.

7) Membutuhkan kemampuan guru yang mampu mendorong kerja siswa dalam kelompok secara efektif, artinya guru harus memilki kemampuan memotivasi siswa dengan baik.

8) Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap.

Sedangkan kekurangan PBM menurut (Nata, 2009: 250) antara lain: a) Sering terjadi kesulitan dalam menemukan permasalahan yang sesuai dengan tingkat berpikir para siswa. Hal ini terjadi, karena adanya perbedaan tingkat kemampuan berpikir pada para siswa, b) Sering memerlukan waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan metode konvensional. Hal ini terjadi antara lain karena dalam memecahkan masalah tersebut sering keluar dari konteksnya atau cara pemecahannya yang kurang efisien; c) Sering mengalami kesulitan dalam perubahan kebiasaan belajar dari yang semula belajar dengan mendengar, mencatat dan menghafal informasi yang disampaikan guru, menjadi belajar mendengan cara mencari data, menganalisis, menyusun hipotesis, dan memecahkannya sendiri.

3. Lembar Kerja Siswa

a. Pengertian Lembar Kerja Siswa

Lembar kerja siswa (student work sheet) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Lembar kerja siswa ini juga merupakan suatu bahan ajar cetak yang berupa lembar-lembar kertas yang berisi yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk pelakasanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan siswa, baik bersifat teoretis, atau praktis yang mengacu kepada kompetensi dasar yang harus dicapai siswa dan penggunaannya tergantung dengan bahan ajar lain.

b. Fungsi, Tujuan, dan Manfaat Lembar Kerja Siswa dalam Pembelajaran

Lembar Kerja Siswa mempunyai empat fungsi: pertama, LKS sebagai bahan ajar yang meminimalkan peran pendidik namun lebih mengaktifkan siswa. Kedua, LKS sebagai bahan ajar yang mempermudah siswa untuk memahami materi yang diberikan. Ketiga, LKS sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih. Keempat, LKS memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada siswa.

Andriani dalam Prastowo (2014: 270) menyatakan bahwa Lembar Kerja Siswa memiliki fungsi, tujuan, dan manfaat yang berbeda-beda selama pembelajaran. Di bawah ini akan diuraikan fungsi, tujuan, dan manfaat dari adanya Lembar Kerja Siswa.

1) Fungsi Lembar Kerja Siswa

a) LKS sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik namun lebih mengaktifkan siswa.

b) LKS sebagai bahan ajar yang mempermudah siswa untuk memahami materi yang diberikan.

c) LKS sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya akan tugas untuk berlatih.

d) LKS memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada siswa. 2) Tujuan penggunaan Lembar Kerja Siswa

a) Menyajikan bahan ajar yang memudahkan siswa untuk berinteraksi dengan materi yang diberikan.

b) Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan.

c) Melatih kemandirian belajar siswa.

d) Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada siswa. 3) Manfaat Lembar Kerja Siswa

a) Guru mendapat kesempatan untuk memancing siswa agar secara aktif terlibat di dalam materi yang dibahas.

c. Jenis-jenis Lembar Kerja Siswa

Lembar Kerja Siswa terdiri dari berbagai jenis. Perbedaan jenis Lembar Kerja Siswa dipengaruhi oleh perbedaan maksud dan tujuan pengemasan materi. Menurut Prastowo (2014: 272), terdapat lima jenis Lembar Kerja Siswa, yaitu:

1) LKS yang Penemuan (Membantu Siswa Menemukan Suatu Konsep) LKS ini memuat hal-hal yang harus dilakukan oleh siswa, meliputi: melakukan, mengamati, dan menganalisis. Guru merumuskan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh siswa kemudian siswa mengamati fenomena dari hasil kegiatannya. Setelah itu, guru memberikan pertanyaan analisis yang membantu siswa untuk mengaitkan fenomena yang diamati dengan konsep yang dibangun oleh siswa di dalam pikirannya.

2) LKS yang Aplikatif-Integratif (Membantu Siswa Menerapkan dan Mengintegrasikan Berbagai Konsep yang telah Ditemukan)

LKS ini membantu siswa untuk menerapkan berbagai konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. LKS ini dapat didahului dengan kegiatan menonton video yang mengandung nilai-nilai pelajaran. Setelah itu, siswa langsung mempraktekkannya dalam kesehariannya.

3) LKS yang Penuntun (Berfungsi sebagai Penuntun Belajar)

Sebelum mengerjakan LKS ini, siswa diminta untuk membaca buku pelajaran. Siswa dituntut untuk mencari, menghafal, dan memahami materi pelajaran yang terdapat di dalam buku.

4) LKS yang Penguatan (Berfungsi sebagai Penguatan)

LKS penguatan diberikan setelah siswa selesai mempelajari topik tertentu. Materi yang dikemas di dalam LKS lebih menekankan pada pendalaman dan penerapan materi pembelajaran yang terdapat di dalam buku ajar. LKS ini lebih tepat jika digunakan dalam pengayaan.

5) LKS yang Praktikum (Berfungsi sebagai Petunjuk Praktikum)

Dalam bentuk LKS ini, petunjuk praktikum merupakan salah satu konten dari LKS.

d. Unsur-unsur Lembar Kerja Siswa

Lembar Kerja Siswa memiliki beberapa unsur dalam penyususnannya dan akan lebih kompleks jika dibandingkan dengan unsur-unsur buku ajar. Menurut Prastowo (2014: 273) LKS terdiri dari beberapa unsur utama yang meliputi:

1) Judul

2) Petunjuk belajar

3) Kompetensi dasar atau materi pokok 4) Informasi pendukung

5) Tugas atau langkah kerja 6) Penilaian.

Namun demikian, beliau juga mengatakan lagi bahwa yang lebih

Dokumen terkait