• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

3. Lembar Kerja Siswa

Menurut Prastowo (2014:69) Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah suatu bahan ajar cetak yang berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan siswa, baik bersifat teoretis dan atau praktis, yang mengacu kepada kompetensi dasar yang harus dicapai siswa; dan penggunaannya tergantung dengan bahan ajar lain.

Menurut Majid (2009:176) Lembar Kerja Siswa merupakan lembar kerja siswa (student work sheet) merupakan lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Lembar kerja ini berisi petunjuk dan langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas yang diberikan oleh guru kepada siswanya.

Menurut Belawati (2003:32) Lembar Kerja Siswa bukan merupakan

“Lembar Kegiatan Siswa”, akan tetapi Lembar Kerja Siswa”. LKS merupakan

materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa sehinga siswa diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Lembar Kerja Siswa merupakan lembaran kertas yang di dalamnya terdapat materi dan tugas-tugas serta petunjuk-petunjuk yang akan dipelajari siswa secara mandiri. 4) Instrumen Penilaian

Penilaian dilakukan oleh para guru dalam tiga aspek, yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (keterampilan). Setiap aspek yang dinilai harus menggunakan instrumen yang jelas dan detail. Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarsiswa adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik (Kosasi, 2014:134).

e. Kelebihan dan Kekurangan Kurikulum 2013

Kurinasih & Sani (2014:2) menyatakan bahwa terdapat beberapa hal penting dari perubahan atau penyempurnaan kurikulum 2013, yaitu kelebihan dan kekurangan yang masih saja terjadi.

1) Keunggulan Kurikulum 2013

a) Siswa lebih dituntut untuk aktif, kreatif, dan inovatif dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi di sekolah. b) Adanya penilaian dari semua aspek.

c) Munculnya pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti yang telah diintegrasikan ke dalam semua program studi. d) Adanya kompetensi yang sesuai dengan tuntutan fungsi dan

tujuan pendidikan nasional.

e) Kompetensi yang dimaksud menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

f) Banyak sekali kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan seperti pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills, hard skills, dan kewirausahaan.

g) Sangat tanggap terhadap fenomena dan perubahan sosial baik pada tingkat lokal, nasional, maupun global.

h) Standar penilaian mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi seperti sikap, keterampilan, dan pengetahuan secara proporsional.

i) Mengharuskan adanya remediasi secara berkala.

j) Tidak lagi memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci karena pemerintah menyiapkan semua komponen kurikulum sampai buku teks dan pedoman pembahasan.

k) Sifat pembelajaran sangat kontekstual.

l) Meningkatkan motivasi mengajar dengan meningkatkan kompetensi profesi, pedagogi, sosial, dan personal.

m) Buku dan kelengkapan dokumen disiapkan secara lengkap sehingga memicu dan memacu guru untuk membaca dan menerapkan budaya literasi dan membuat guru memiliki keterampilan membuat RPP serta menerapkan pendekatan saintifik secara benar.

2) Kekurangan Kurikulum 2013

a) Guru banyak salah kaprah karena beranggapan bahwa dengan Kurikulum 2013 guru tidak perlu menjelaskan materi kepada siswa di kelas.

b) Banyak guru yang belum siap secara mental dengan adanya Kurikulum 2013 ini.

c) Kurangnya pemahaman guru dengan konsep pendekatan saintifik.

d) Kurangnya keterampilan guru dalam merancang RPP. e) Guru tidak banyak yang menguasai penilaian autentik.

f) Tugas menganalisis SKL, KI, KD, buku siswa, dan buku guru belum sepenuhnya dikerjakan oleh guru dan banyaknya guru yang hanya menjadi plagiat.

g) Guru tidak pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan Kurikulum 2013 karena pemerintah cenderung melihat guru dan siswa mempunyai kapasitas yang sama. h) Tidak adanya keseimbangan antara orientasi proses

pembelajaran dan hasil dalam Kurikulum 2013 karena Ujian Nasional masih menjadi faktor penghambat.

i) Terlalu banyaknya materi yang harus dikuasai siswa sehingga tidak setiap materi bisa tersampaikan dengan baik, ditambah persoalan guru yang kurang berdedikasi terhadap mata pelajaran yang diampu.

j) Beban belajar siswa dan guru terlalu berat sehingga waktu belajar di sekolah terlalu lama.

2. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Sani (2013: 89) mengungkapkan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual berupa pola prosedur sistematik yang dikembangkan berdasarkan teori dan

digunakan dalam mengorganisasi proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan belajar.

Nurulwati dalam Trianto (2009: 22) mengemukakan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka model yang dikembangkan berdasarkan teori pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran di dalam kelas.

a. Hakikat Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Hamdatama (2014: 209) berpendapat bahwa model pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan berbagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah yang dihadapai secara ilmiah.

Duch dalam Shoimin (2014:130) berpendapat bahwa pembelajaran berbasis masalah bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berpikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan.

Ward dalam Ngalimun (2012: 89) berpendapat bahwa pembelajaran berbasis masalah (Problem based learning) merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa. PBM adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah, sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut, sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang mendorong siswa untuk terlibat aktif dan kritis dalam memecahkan masalah dan memiliki keterampilan dalam memecahkan masalah. b. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Berdasarkan teori yang dikembangkan (Barrow, Min Liu dalam Shoimin, 2014: 130) menjelaskan karakteristik dari pembelajaran berbasis masalah, antara lain:

1) Learning is student-centered

Proses pembelajaran dalam pembelajaran berbasis masalah lebih menitikberatkan kepada siswa sebagai orang belajar. Oleh karena itu, pembelajaran berbasis masalah didukung juga oleh teori konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan pengetahuannya sendiri. 2) Authentic problems form the organizing through self-directed learning.

Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang otentik sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.

3) New information is acquired through self-directed learning.

Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja siswa belum mengetahui dan memahami semua pengetahuan prasyaratnya sehingga siswa berusaha untuk mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya. 4) Learning accurs in small groups.

Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha membangun pengetahuan secara kolaboratif, pembelajaran berbasis masalah dilaksanakan dalam kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan penetapan tujuan yang jelas.

5) Teachers act as facilitators.

Pada pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah guru hanya berperan sebagai fasilitator. Meskipun begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong mereka agar mencapai target yang hendak dicapai.

Sedangkan menurut Rusman (2013:232) model pembelajaran berbasis masalah memiliki karakteristik sebagai berikut.

1) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar;

2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur;

3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective); 4) Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan

kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar;

5) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;

6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam Pembelajaran Berbasis Masalah.

7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;

8) Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan;

9) Keterbukaan proses dalam Pembelajaran Berbasis Masalah meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar; dan

10)Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

c. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran berbasis masalah menurut Amir (2008:24) adalah sebagai berikut:

1) Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas

Pada tahap ini harus memastikan bahwa semua anggotanya telah memiliki pemahaman terhadap berbagai istilah atau konsep yang terdapat di dalam masalah.

2) Merumuskan masalah

Pada tahap ini kejadian yang ada dalam masalah menuntut penjelasan hubungan-hubungan apa yang terjadi di antara kejadian itu. Siswa harus mampu masalah yang harus diperjelas agar dapat dipecahkan.

3) Menganalisis masalah

Pada tahap ini siswa dapat menyampaikan pengetahuan yang sudah dimiliki terkait masalah. Siswa berdiskusi untuk membahas informasi faktual yang tercantum pada masalah dan juga informasi atau ide-ide yang ada, apakah itu benar atau salah.

4) Bagian yang sudah dianalisis dilihat keterkaitannya satu sama lain, dikelompokkan, mana yang menunjang, mana yang bertentangan, dan lainnya.

5) Memformulasikan tujuan pembelajaran

Pada tahap ini dinamakan sebagai tahap perumusan tujuan. Perumusan tujuan menyadari pengetahuan mana yang masih kurang, dan mana yang masih belum jelas.

6) Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (di luar diskusi kelompok).

Pada tahap ini siswa harus mencari informasi tambahan terkait masalah, menentukan di mana hendak dicari, mengatur jadwal, dan menentukan sumber informasi.

7) Mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan membuat laporan untuk dosen atau kelas.

Laporan secara mandiri maupun kelompok dipresentasikan di depan kelas. Siswa lainnya menanggapi dan mendapatkan informasi-informasi baru.

Adapun Variasi langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah yang dikembangkan oleh Moust dan kawan-kawan dalam Sani (2013:142) antara lain:

1) Mengklarifikasi konsep yang belum jelas 2) Mendefinisikan permasalahan

3) Menganalisis permasalahan 4) Diskusi

5) Merumuskan tujuan belajar 6) Belajar mandiri

7) Evaluasi

Berdasarkan langkah-langkah di atas menurut para ahli, peneliti menggunakan langkah-langkah antara lain:

1) Mengklarifikasi konsep yang belum jelas 2) Merumuskan masalah

3) Menganalisis masalah 4) Mengumpulkan data

5) Pengujian hipotesis

6) Merumuskan pemecahan masalah d. Manfaat Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Amir (2008: 26) mengungkapkan model pembelajaran berbasis masalah mempunyai berbagai potensi atau manfaat antara lain:

1) Menjadi lebih ingat dan meningkatkan pemahamannya atas materi ajar. Dengan konteks melakukan deep learning (karena banyak mengajukan pertanyaan menyelidik) bukan surface learning (yang sekadar hafal saja), maka pemelajar akan lebih memahami materi.

2) Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan

Dengan kemampuan pendidik membangun masalah yang sarat dengan

konteks praktik, pemelajar bisa “merasakan” lebih baik konteks operasinya

di lapangan.

3) Mendorong untuk berpikir.

Dengan proses yang mendorong pemelajar untuk mempertanyakan, kritis dan kreatif, pemelajar dianjurkan untuk tidak terburu-buru menyimpulkan, mencoba menemukan landasan atas argumennya, dan fakta-fakta yang mendukung alasan.

4) Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial.

Model pembelajaran berbasis masalah dikerjakan dalam kelompok-kelompok kecil, maka dapat mendorong terjadinya pengembangan kecakapan kerja tim, dan kecakapan sosial.

5) Membangun kecakapan belajar (life-long learning skills).

Dengan struktur masalah yang agak mengambang, merumuskannya, serta dengan tuntutan mencari sendiri pengetahuan yang relevan akan melatih mereka untuk manfaat ini.

6) Memotivasi belajar.

Dengan adanya model pembelajaran berbasis masalah, kita punya peluang untuk membangkitkan minat dari pembelajar, karena kita menciptakan masalah dengan konteks pekerjaan. Dengan masalah yang menantang, siswa akan senang dan bersemangat untuk menyelesaikannya.

e. Kelebihan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Dalam setiap model-model pembelajaran yang diterapkan memiliki kelebihan. Trianto (2009:96) mengungkapkan kelebihan dari Model Pembelajaran Berbasis Masalah antara lain:

1) Realistik dengan kehidupan siswa

Model Pembelajaran Berbasis Masalah cenderung mengedepankan masalah nyata yang sering dialami dan ditemui oleh siswa dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan demikian, siswa mudah mengingat dan memahami serta menemukan solusi pemecahannya.

2) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa

Isi pelajaran yang diterapkan dalam Model Pembelajaran Berbasis Masalah disesuaikan dengan kebutuhan siswa karena cenderung mengambil masalah-masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Siswa dilatih untuk memiliki rasa ingin tahu yang tinggi terhadap masalah yang disajikan. Wujud keingintahuan siswa adalah melalui usaha untuk menemukan solusi terhadap masalah.

4) Retensi konsep jadi kuat

Model Pembelajaran Berbasis masalah membantu siswa untuk menyimpan atau mengingat sebuah kensep secara lebih kuat dan bertahan lama. Hal demikian terjadi karena masalah yang disajikan merupakan masalah yang tidak asing lagi bagi siswa. Selain itu, siswa berusaha bekerja sendiri di dalam kelompok dengan memanfaatkan pengetahuan yang telah dimiliki dan pengetahuan yang diperoleh dari sumber-sumber lain yang dicari sendiri sehingga tidak mudah dilupakan.

5) Memupuk kemampuan problem solving

Siswa dilatih untuk memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi. Solusi yang diberikan harus dipikirkan terlabih dahulu secara matang dan masuk akal.

Selain itu, juga dikatakan oleh Shoimin (2014:132) diantara beberapa kelebihan model pembelajaran berbasis masalah ialah sebagai berikut:

a) Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata.

b) Siswa memiliki kemampuan untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar.

c) Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak perlu dipelajari oleh siswa.

e) Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan, baik dari perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi.

f) Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri. g) Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah

dalam kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka. h) Kesulitan belajar siswa secara individual dapat diatasi melalui kerja

kelompok dalam bentuk peer teaching. f. Kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Dalam setiap model-model pembelajaran tidak hanya dilihat dari sisi kelebihan tetapi juga kita harus mengetahui sisi kekurangan dari model yang digunakan. Model pembelajaran berbasis masalah memiliki tidak hanya kelebihan melainkan kekurangan. Kekurangan dari model pembelajaran berbasis masalah menurut Shiomin (2014:132) sebagai berikut:

1) Model Pembelajaran Berbasis Masalah tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran karena ada bagian tertentu di mana guru harus berperan aktif dalam menyajikan materi.

2) Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman siswa ynag tinggi akan terjadi kesulitan dalam pembagian tugas.

Selain itu, menurut Trianto (2009: 97) model pembelajaran berbasis masalah memiliki empat kekurangan yaitu:

a) Persiapan pembelajaran (alat, problem, konsep) yang belum kompleks Konsep dan permasalahan yang disampaikan cenderung rumit dalam tahap persiapan. Media (alat) yang hendak digunakan dalam pembelajaran juga cenderung sulit untuk dibuat.

Pada dasarnya, masalah dalam kehidupan sehari-hari cukup banyak namun sulit untuk disesuaikan dengan materi pelajaran yang hendak diajarkan kepada siswa.

c) Sering terjadi miss-konsepsi

Siswa sering memiliki pandangan yang berbeda-beda terhaap masalah. Oleh karena itu, guru harus menyesuaikan semua pandangan siswa tersebut agar mencapai satu konsep yang sama dan sesuai dengan inti materi pelajaran.

d) Konsumsi waktu

Model Pembelajaran Berbasis Masalah memerlukan waktu yang cukup banyak dalam proses penyelidikan masalah.

3. Lembar Kerja Siswa

a. Pengertian Lembar Kerja Siswa

Prastowo (2014:69) menyatakan bahwa lembar kerja siswa (LKS) adalah suatu bahan ajar cetak yang berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang harus dikerjakan siswa, baik bersifat teoretis dan atau praktis, yang mengacu kepada kompetensi dasar yang harus dicapai siswa; dan penggunaannya tergantung dengan bahan ajar lain.

Menurut Majid (2009:176) lembar kerja siswa merupakan lembar kerja siswa (student work sheet) merupakan lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Lembar kerja ini berisi petunjuk dan langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas yang diberikan oleh guru kepada siswanya.

Belawati (2003:32) berpendapat bahwa lembar kerja siswa bukan merupakan

materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa sehinga siswa diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa Lembar Kerja Siswa merupakan lembaran kertas yang di dalamnya terdapat materi dan tugas-tugas atau soal-soal serta petunjuk-petunjuk yang akan dipelajari siswa secara mandiri. b. Fungsi, Tujuan, dan Manfaat Lembar Kerja Siswa dalam Pembelajaran

Durri Andriani dalam Prastowo (2014:270) menyatakan bahwa Lembar Kerja Siswa memiliki fungsi, tujuan, dan manfaat yang berbeda-beda selama pembelajaran. Di bawah ini akan diuraikan fungsi, tujuan, dan manfaat dari adanya Lembar Kerja Siswa.

1) Fungsi Lembar Kerja Siswa

a) LKS sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik namun lebih mengaktifkan siswa.

b) LKS sebagai bahan ajar yang mempermudah siswa untuk memahami materi yang diberikan.

c) LKS sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya akan tugas untuk berlatih. d) LKS memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada siswa.

2) Tujuan penggunaan Lembar Kerja Siswa

a) Menyajikan bahan ajar yang memudahkan siswa untuk berinteraksi dengan materi yang diberikan.

b) Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan.

c) Melatih kemandirian belajar siswa.

d) Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada siswa. 3) Manfaat Lembar Kerja Siswa

a) Mendapatkan kesempatan untuk memancing siswa agar secara aktif terlibat di dalam materi yang dibahas.

c. Jenis-jenis Lembar Kerja Siswa

Dalam LKS menurut Prastowo (2014:272) terdapat lima jenis Lembar Kerja Siswa, yaitu:

1) LKS yang Penemuan (Membantu Siswa Menemukan Suatu Konsep)

LKS ini memuat hal-hal yang harus dilakukan oleh siswa, meliputi: melakukan, mengamati, dan menganalisis.

2) LKS yang Aplikatif-Integratif (Membantu Siswa Menerapkan dan Mengintegrasikan Berbagai Konsep yang telah Ditemukan)

LKS ini membantu siswa untuk menerapkan berbagai konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.

3) LKS yang Penuntun (Berfungsi sebagai Penuntun Belajar)

LKS ini berisi pertanyaan atau isian yang jawabannya ada di dalam buku. Siswa dapat mengerjakan LKS ini sesuai dengan langkah-langkah atau petunjuk yang ada di dalamnya sehingga dapat memudahkan siswa dalam mengerjakan LKS.

4) LKS yang Penguatan (Berfungsi sebagai Penguatan)

LKS penguatan diberikan setelah siswa selesai mempelajari topik tertentu. Materi yang dikemas di dalam LKS lebih menekankan pada pendalaman dan penerapan materi pembelajaran yang terdapat di dalam buku ajar. LKS ini lebih tepat jika digunakan dalam pengayaan.

5) LKS yang Praktikum (Berfungsi sebagai Petunjuk Praktikum)

Alih-alih memisahkan petunjuk praktikum ke dalam buku tersendiri, kita dapat menggabungkan petunjuk praktikum ke dalam kumpulan LKS. Dengan

demikian, dalam bentuk LKS ini, petunjuk praktikum merupakan salah satu konten dari LKS.

Jenis-jenis lembar kerja siswa yang dikembangkan oleh peneliti dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. LKS yang Penemuan (Membantu Siswa Menemukan Suatu Konsep) LKS ini memuat hal-hal yang harus dilakukan oleh siswa, meliputi: melakukan, mengamati, dan menganalisis.

b. LKS yang Penuntun (Berfungsi sebagai Penuntun Belajar)

LKS ini berisi pertanyaan atau isian yang jawabannya ada di dalam buku. Siswa dapat mengerjakan LKS ini sesuai dengan langkah-langkah atau petunjuk yang ada di dalamnya sehingga dapat memudahkan siswa dalam mengerjakan LKS.

c. LKS yang Praktikum (Berfungsi sebagai Petunjuk Praktikum)

Alih-alih memisahkan petunjuk praktikum ke dalam buku tersendiri, kita dapat menggabungkan petunjuk praktikum ke dalam kumpulan LKS. Dengan demikian, dalam bentuk LKS ini, petunjuk praktikum merupakan salah satu konten dari LKS.

d. Unsur-unsur Lembar Kerja Siswa

Prastowo (2014:273) LKS terdiri dari beberapa unsur utama yang meliputi: 1) Judul

2) Petunjuk belajar

3) Kompetensi dasar atau materi pokok 4) Informasi pendukung

5) Tugas atau langkah kerja 6) Penilaian.

Namun demikian, beliau juga mengatakan lagi bahwa yang lebih spesifiknya itu format Lembar Kerja Siswa memiliki delapan unsur yaitu:

1) Judul

2) Kompetensi Dasar yang akan dicapai 3) Waktu penyelesaian

4) Peralatan atau bahan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas 5) Informasi singkat

6) Langkah kerja

7) Tugas yang harus dilakukan 8) Laporan yang harus dikerjakan.

Menurut Peneliti unsur-unsur lembar kerja siswa yang akan digunakan yaitu: 1) Judul

2) Kompetensi Dasar 3) Tujuan Pembelajaran 4) Alat dan Bahan 5) Informasi Singkat 6) Langkah Kerja

7) Tugas yang harus dilakukan

e. Langkah-langkah Membuat Lembar Kerja Siswa

Dalam penyusunan LKS harus diperhatikan 4 langkah di bawah ini menurut Prastowo (2014:275) sebagai berikut:

1) Melakukan Analisis Kurikulum Tematik

Analisis Kurikulum Tematik bertujuan untuk menentukan materi pokok dan pengalaman belajar yang membutuhkan bahan ajar berbentuk LKS. Adapun

caranya adalah dengan melihat materi pokok dan pengalaman belajar serta pokok bahasan yang akan diajarkan.

2) Menyusun Peta Kebutuhan LKS

Peta ini sangat diperlukan untuk mengetahui materi apa saja yang harus ditulis dalam LKS. Peta Kebutuhan LKS dibuat untuk mengetahui materi-materi yang harus ditulis dalam LKS.

3) Menentukan Judul LKS

Judul LKS yang mengacu Kurikulum 2013 disesuaikan dengan tema utama dan pokok bahasan yang diperoleh dari pemetaan Kompetensi Dasar dan materi pokok atau pengalaman belajar antar mata pelajaran di Sekolah Dasar. 4) Penulisan LKS

Penulisan LKS juga dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut. a) Merumuskan indikator dan atau pengalaman belajar antarmata

pelajaran dari tema sentral yang telah disepakati. b) Menentukan alat penilaian

c) Menyusun materi

d) Menyusun materi berdasarkan struktur LKS 5) Mengembangkan LKS Bermakna

LKS yang bermakna dapat dijadikan sebagai bahan ajar yang menarik bagi siswa. Hal ini mendorong siswa agar lebih tertarik dan belajar lebih giat. Beberapa langkah pengembangan LKS, yaitu:

a) Menentukan tujuan pembelajaran yang akan dimasukkan ke dalam LKS. b) Mengumpulkan materi.

c) Menyusun elemen atau unsur-unsur LKS. d) Pemeriksaan dan penyempurnaan.

Dokumen terkait