• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

3. Lingkungan Kerja

a. Definisi Lingkungan Kerja

Menurut Sutrisno 2010 (dalam Aruan, 2015: 144), Lingkungan kerja adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di sekitar pegawai yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan. Lingkungan kerja ini meliputi tempat bekerja, fasilitas dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan, termasuk juga hubungan kerja antara orang-orang yang ada ditempat tersebut. Sedangkan menurut Isyandi 2004 (dalam Yudianto, 2018: 2196), Mengatakan bahwa lingkungan kerja adalah sesuatu yang ada di lingkungan pekerjaan yang dapat mempengaruhi diri dalam

melaksanakan tugas-tugas seperti suhu, kelembaban, ventilasi, pencahayaan, kebisingan, kebersihan tempat kerja dan kecukupan peralatan kerja.

Menurut Surodilogo 2010 (dalam Yudianto, 2018: 2196), Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar pekerjaan dan yang dapat mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan tugasnya, seperti layanan karyawan, kondisi kerja, hubungan karyawan dalam perusahaan yang bersangkutan. Menurut Nitisemito 2000: 183 (dalam Wibowo, 2014: 3) definisi lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar pekerja, yang dapat mempengaruhi seorang pekerja dalam menjalankan tugas-tugas yang di berikan. Pada dasarnya pengertian lingkungan berkaitan dengan elemen-elemen yang ada disekitar perusahaan yang berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap perusahaan. Dalam konteks lingkungan kerja maka dapat didefinisikan sebagai elemen-elemen yang ada disekitar karyawan, yang berdampak secara langsung dan tidak langsung terhadap kinerja karyawan.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, defnisi lengkap lingkungan kerja adalah keadaan sekitar tempat kerja baik secara fsik maupun nonfisik yang dapat memberikan kesan menyenangkan, mengamankan, menentramkan karyawan yang dapat mempengaruhi karyawan dalam menjalankan tugasnya. Kesan yang nyaman akan lingkungan kerja dapat

mengurangi rasa kejenuhan dan kebosanan dalam bekerja. Kenyamanan tersebut tentunya akan berdampak pada peningkatan kepuasan kerja dan menghasilkan kinerja karyawan. Sebaliknya, ketidaknyamanan dari lingkungan kerja yang dialami oleh karyawan bisa berakibat fatal yaitu menghasilkan ketidakpuasan kerja karyawan yang berpengaruh terhadap kinerja karyawan dalam bekerja.

b. Lingkungan Kerja Fisik

Pengertian lingkungan kerja fisik menurut Sedarmayanti 2001 (dalam logahan, 2012: 575), Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat memengaruhi karyawan baik secara langsung maupun scara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni: 1) Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan, seperti:

pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya;

2) Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang memengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.

Sementara pengertian lingkungan kerja fisik menurut Nitisemito 2002: 183 (dalam Wibowo, 2014: 3), lingkungan kerja fisik adalah segala

sesuatu yang ada disekitar karyawan, yang dapat mempengaruhi karyawan dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan.

Berdasarkan pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja fisik mencangkup semua komponen fisik yang ada disekitar tempat kerja pegawai yang berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap karyawan dalam menjalankan tugas-tugasnya. Penekanannya adalah pada komponen fisik atau benda berwujud seperti desain kantor, penerangan, dan segala peralatan yang digunakan oleh perusahaan.

c. Lingkungan Kerja Non-Fisik

Menurut Sedarmayanti 2001:31 (dalam Wibowo, 2014: 3), Lingkungan kerja non-fisik mencangkup semua keadaan yang terjadi berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Sedangkan Nitisemito 2000: 171-173 (dalam Wibowo, 2014: 3), menyatakan bahwa perusahaan hendaknya dapat menciptakan kondisi kerja yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Manajemen hendaknya mampu menciptakan suasana kerja yang penuh dengan nuansa kekeluargaan dan komunikasi yang baik.

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja non-fisik merupakan bagian dari lingkungan kerja keseluruhan yang didalamnya mencangkup perilaku individu seperti cara komunikasi dan hubungan antar karyawan. Lingkungan kerja nonfisik merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak boleh diabaikan oleh manajemen perusahaan.

d. Indikator – indikator Lingkungan Kerja

Menurut Madayai 2012 (dalam Al-Omari, 2017: 15545), indikator lingkungan kerja dibedakan menjadi 5 yaitu:

1) Faktor Udara

Udara di lingkungan kerja terutama komponennya dapat memainkan fungsi yang cukup besar dalam kaitannya dengan pekerjaan perilaku, khususnya kinerja pekerjaan. Seperti yang ditunjukkan oleh Ossama, Gamal dan Amal (2006), kualitas udara dalam ruangan sangat signifikan terhadap kesehatan, kenyamanan, dan kinerja pekerjaan di antara para karyawan.

2) Faktor Suhu

Suhu ruangan yang baik meningkatkan produktivitas dan mengurangi stres pada pekerja karena memainkan peran penting di tempat kerja lingkungan. Suhu yang efektif menunjukkan seberapa

panas atau dingin lingkungan kita benar-benar membuat kita merasa nyaman (Aamodt, 2004).

3) Faktor Suara

Kebisingan yang didefinisikan sebagai suara yang tidak diinginkan, adalah yang paling umum keluhan di kantor tempat kerja. Banyak peneliti mengindikasikan tempat-tempat bising dan mengekspos karyawan ke kondisi seperti itu dapat mempengaruhi kualitas kinerja pekerjaan mereka.

4) Faktor Cahaya dan Warna

Terlepas dari desain atau jenis bangunan, siang hari, adalah dianggap sebagai fitur alami nomor satu yang diinginkan dalam tempat kerja sebagai peneliti selalu menemukan paparan itu cahaya alami di ruang kantor berdampak pada kualitas karyawan kehidupan. Jumlah cahaya yang dibutuhkan di tempat kerja bergantung pada jenis tugas yang dilakukan, di luar atau di dalam ruangan, atau di siang hari, atau di malam hari. Sebagai akibatnya, itu akan menambah atau mengurangi kinerja. Pencahayaan yang tidak nyaman adalah sumber kesusahan, sehingga menyebabkan kinerja pekerjaan yang buruk. Itu terjadi ketika karyawan terkena lingkungan kerja yang tidak nyaman di mana ada silau tinggi, atau redup massal, atau kurangnya lampu di kantor.

Tata letak fisik yang sebenarnya dari sebuah kantor sangat penting untuk memaksimalkan produktivitas di antara karyawan. Saat ini, lingkungan kerja mendukung cara-cara baru untuk bekerja dan tempat kerja fleksibel yang menampilkan kemudahan komunikasi dan akses interpersonal dikontraskan dengan sepenuhnya kantor pribadi tertutup, dan perubahan ini menjadi kantor terbuka telah meningkatkan produktivitas karyawan yang sejajar dengan yang ruang kantor tertutup (Becker, 2002). Workstation individu itu terlalu ramai dan terbatas, akan menyebabkan stres, tekanan dan efek psikologis lainnya. Seorang karyawan mungkin merasa tidak stabil dan tidak memiliki kebebasan dan motivasi, dalam jangka pendek, dapat menyebabkan lingkungan yang sangat menegangkan, yang menurunkan kualitas kinerja pekerjaan.

Menurut Parlinda dan Wahyudin (dalam Logahan, 2012: 575-576), yang menjadi indikator-indikator lingkungan kerja adalah:

a) Perlengkapan kerja, adalah segala sesuatu yang berada di perusahaan yang meliputi sarana dan prasarana penunjang kerja, seperti komputer, mesin ketik, dan lain-lain;

b) Pelayanan kepada pegawai, adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelayanan perusahaan kepada pegawai, misalnya peyediaan tempat ibadah, sarana kesehatan;

c) Kondisi kerja, adalah segala yang berada di perusahaan yang berbentuk fisik misalnya ruang, suhu, penerangan, ventilasi udara; d) Hubungan personal adalah segala sesuatu yang ada di perusahaan

yang berkaitan dengan relasi antarsesama misalnya kerja sama antar pegawai dan atasan.

Indikator lingkungan kerja menurut Sedarmayanti 2001 (dalam Logahan, 2012: 576), di antaranya adalah:

1) Penerangan/cahaya di tempat kerja. 2) Temperatur/suhu udara di tempat kerja. 3) Kelembapan di tempat kerja.

4) Sirkulasi udara di tempat kerja. 5) Kebisingan di tempat kerja. 6) Getaran mekanis di tempat kerja. 7) Bau tidak sedap di tempat kerja. 8) Tata warna di tempat kerja. 9) Dekorasi di tempat kerja. 10) Musik di tempat kerja. 11) Keamanan di tempat kerja. 4. Kepuasan Kerja

Menurut Robbins 2003 (dalam Yudianto, 2018: 2197), kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima oleh pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Kepuasan kerja adalah tanggapan efektif atau emosional terhadap berbagai aspek atau aspek pekerjaan seseorang sehingga kepuasan kerja bukanlah konsep tunggal. Seseorang bisa relatif puas dengan satu aspek pekerjaan dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek lainnya. Kepuasan Kerja adalah sikap (positif) tenaga kerja terhadap pekerjaan mereka, yang muncul berdasarkan penilaian situasi kerja. Penilaian dapat dilakukan pada salah satu pekerjaannya, penilaian dilakukan sebagai rasa hormat dalam mencapai salah satu nilai penting dalam pekerjaan. Karyawan yang puas lebih menyukai situasi kerja untuk tidak menyukainya. Perasaan yang terkait dengan kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja cenderung mencerminkan perkiraan tenaga kerja tentang pengalaman kerja saat ini dan masa lalu daripada harapan untuk masa depan. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada dua elemen penting dalam kepuasan kerja, yaitu nilai kerja dan kebutuhan dasar. Nilai pekerjaan adalah tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan tugas kerja. Apa yang ingin dicapai adalah nilai-nilai pekerjaan yang dianggap penting oleh individu. Lebih lanjut dikatakan bahwa nilai kerja harus sesuai atau membantu memenuhi kebutuhan dasar.

Menurut Hariandja 2005 (dalam Yudianto, 2018: 2197), dijelaskan bahwa kepuasan kerja adalah sejauh mana individu merasakan berbagai faktor atau dimensi yang positif atau negatif dari tugas-tugas dalam pekerjaan. Menurut Lussier (2013: 64), kepuasan kerja adalah suatu kontinum dari rendah ke tinggi yang bisa merujuk ke satu karyawan, kelompok atau departemen, atau seluruh organisasi. kepuasan kerja adalah sikap kita secara keseluruhan terhadap pekerjaan kita. Kepuasan kerja seseorang adalah seperangkat sikap terhadap pekerjaan. Rivai dan Sagala 2009 (dalam Sule & Danni, 2018: 120), menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak puas dalam bekerja. Menurut Suwatno 2001: 187 (dalam Widodo, 2015: 169-170), kepuasan kerja adalah merupakan suatu kondisi psikologis yang menyenangkan atau perasaan yang sangat subjektif dan sangat tergantung pada individu yang bersangkutan dan lingkungan kerjanya, dan kepuasan kerja merupakan suatu konsep multificated (banyak dimensi), ia dapat memakai sikap secara menyeluruh atau mengacu pada bagian pekerjaan seseorang.

b. Teori Kepuasan Kerja

Menurut Widodo 2015: 171 ada beberapa teori tentang kepuasan kerja yaitu: 1) Two Factor Theory

Teori ini menganjurkan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda yaitu

motivators dan hygiene factors. Ketidakpuasan dihubungkan dengan

kondisi saat sekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, upah keamanan, kualitas pengawasan dan hubungan dengan orang lain) dan bukan dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor mencegah reaksi negative dinamakan sebagai hygiene atau maintainance factors.

2) Value Theory

Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan di mana hasil pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas dan sebaliknya. Kunci menuju kepuasan pada teori ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dengan yang diinginkan seseorang. Semakin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan orang.

Menurut Rivai 2009: 858 (dalam Saepudin, 2015: 47-49), teori mengenai kepuasan kerja adalah sebagai berikut:

a) Teori ketidaksesuaian (Discrepacny theory)

Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan maka orang akan lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang

positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai. b) Teori Kesetaraan (Equity Model Theory)

Teori lain tentang kepuasan kerja adalah kesetaraan atau Equity

Model Theory yakni, teori yang menjelaskan kepuasan dan

ketidakpuasan dengan pembayaran, kondisi kerja, perbedaan antara jumlah yang diterima dengan jumlah yang dipersepsikan oleh karyawan lain. Teori ini dikemukakan oleh Edward Lawyer, dalam teori ini Edward membagi kepuasan menjadi tiga tingkatan yaitu:

(1) Memenuhi kebutuhan dasar karyawan

Kebutuhan yang menunjang kebutuhan sehari-hari. Memenuhi kebutuhan yang menunjang aktivitas keseharian dalam bekerja yang menjadi dasar karyawan tersebut melakukan kerja. Dengan pemberian kompensasi yang sesuai.

(2) Memenuhi harapan karyawan yang sedemikian tupa, sehingga mungkin tidak mau pindah kerja ke tempat lain

Pemberian rasa aman dalam bekerja, membina hubungan antar rekan kerja yang baik dan pemberian pekerjaan yang sesuai dengan jabatan.

(3) Memenuhi keinginan karyawan dengan mendapat lebih dari apa yang diinginkan karyawan mendapat kesempatan dalam pemberian saran, mempunyai kesempatan yang sama dalam

meningkatkan karir dan mendapatkan penghargaan yang lebih dari kinerjanya.

c) Teori keinginan relative (Relative Deprivatioan Theory)

Sementara itu, sesuai dengan teori keinginan relatif ada enam keputusan penting menyangkut kepuasan dengan pembayaran, menurut teori ini adalah:

1) Perbedaan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan. 2) Perbedaan antara pengeluaran dengan penerimaan. 3) Ekspetasi untuk menerima pembayaran lebih. 4) Ekspetasi yang rendah terhadap masa depan.

5) Perasaan untuk memperoleh lebih dari yang diinginkan.

6) Perasaan secara personal tidak bertanggung jawab terhadap hasil yang buruk.

d) Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan, dan ketidakadilan. c. Indikator – indikator Kepuasan Kerja

Indikator untuk mengukur kepuasan kerja menurut Robbins dan Judge 2007 (dalam Ritonga, 2018: 74-75) yaitu:

1) Kepuasan terhadap Gaji

Gaji merupakan upah yang diperoleh seseorang dibandingkan dengan upaya yang telah dilakukan, dan besarnya upah yang diterima sama dengan upah yang diterima orang lain dalam posisi yang sama.

2) Kepuasan terhadap Pekerjaan Itu Sendiri

Sejauhmana pekerjaan mampu membangkitkan rasa senang dan menyediakan kesempatan untuk belajar memperoleh tanggung jawab dalam suatu tugas tertentu dan tantangan untuk pekerjaan yang menarik. 3) Kepuasan terhadap Sikap Atasan

Sejauhmana perhatian bantuan teknis dan dorongan ditunjukkan oleh atasan terhadap bawahan. Atasan yang memiliki hubungan personal yang baik dengan bawahan serta mampu memahami kepentingan bawahan, dan partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan memberikan dampak positif terhadap kepuasan pegawai.

4) Kepuasan terhadap Rekan Kerja

Tingkat dimana rekan kerja pandai secara teknis dan mendukung secara sosial. Bagi kebanyakan pegawai, kerja merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan interaksi sosial. Sehingga rekan kerja yang menyenangkan mampu meningkatkan kepuasan kerja.

5) Kepuasan terhadap Promosi

Mengacu pada sejauh mana perusahaan memberikan kesempatan maju kepada setiap pegawainya, memberikan kesempatan untuk berada

diantara jenjang berbeda dalam organisasi. Keinginan untuk promosi mencakup keinginan untuk pendapatan yang lebih tinggi, status sosial, pertumbuhan secara psikologis dan keinginan untuk rasa keadilan.

Menurut Lussier (2013: 64-65), terdapat berbagai indikator kepuasan kerja yaitu:

a) The Work Itself, apakah seseorang suka melakukan pekerjaan itu sendiri memiliki pengaruh besar pada kepuasan kerja secara keseluruhan. Orang yang memandang pekerjaan mereka sebagai sesuatu yang membosankan atau tidak memuaskan cenderung memiliki tingkat kepuasan kerja yang rendah.

b) Pay and Benefits, kepuasan seseorang dengan bayaran yang diterima mempengaruhi kepuasan kerja secara keseluruha dan meningkatnya biaya perawatan kesehatan, bersama dengan manfaat pensiun yang goyah, membuat manfaat lebih penting dari sebelumnya. karyawan yang tidak puas dengan gaji dan tunjangan mereka mungkin tidak bekerja secara maksimal.

c) Growth and Upward Mobility, apakah seseorang puas dengan perkembangan pribadi atau perusahaan dan apakah potensi mobilitas ke atas yang ada dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Banyak, tetapi tidak semua, orang ingin sesuatu yang menantang dan belajar hal-hal baru. beberapa orang ingin dipromosikan ke pekerjaan dengan tingkat yang lebih tinggi.

d) Supervision, Apakah seseorang puas dengan pengawasan yang diterima dapat mempengaruhi kepuasan kerja secara keseluruhan. karyawan yang merasa bahwa bos mereka tidak memberikan arahan yang tepat atau terlalu banyak kendali dapat menjadi frustrasi dan tidak puas dengan pekerjaan. hubungan pribadi antara bos dan karyawan juga mempengaruhi kepuasan kerja.

e) Coworkers, apakah seseorang memiliki hubungan positif dengan rekan kerjanya mempengaruhi kepuasan kerja secara keseluruhan. orang-orang yang menyukai rekan kerja mereka seringkali memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi daripada karyawan yang tidak menyukai rekan kerja mereka.

f) Job Security, selama masa pengangguran yang tinggi, karyawan

prihatin tentang bagaimana cara untuk menghindari PHK. Kekhawatiran mengenai PHK dapat menjadi stres dan mempengaruhi kepuasan kerja.

g) Attitude Toward Mobility, beberapa orang memandang kerja (sikap) sebagai sesuatu yang menyenangkan dan menarik, sementara yang lain tidak. beberapa orang puas dengan banyak pekerjaan yang berbeda, sementara yang lain tetap tidak puas dalam berbagai situasi kerja. orang-orang dengan sikap positif terhadap pekerjaan cenderung memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi. kepribadian dikaitkan dengan sikap dan perilaku kerja.

d. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Menurut Yudianto, Satriya & Aryani (2018: 2194), faktor kerpuasan kerja terkait dengan isi pekerjaan dan definisi tentang bagaimana seseorang menikmati atau merasakan pekerjaannya. Faktor yang dimaksud adalah prestasi, pengakuan, tanggung jawab dan peluang untuk berkembang. Menurut teori ini faktor kebersihan yang menonjol adalah kebijakan perusahaan, pengawasan, kondisi kerja, upah dan gaji, hubungan dengan rekan kerja, kehidupan pribadi, hubungan dengan bawahan, status, dan keamanan.

Siagian 2004: 128 (dalam Wibowo, 2014: 2), memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang sangat berpengaruh bagi terciptanya kepuasan kerja. Beberapa faktor tersebut adalah:

1) Pekerjaan yang penuh tantangan Karyawan akan puas bekerja pada perusahaan yang mampu memberikan tantangan lebih. Tantangan akan membuat karyawan semakin bergairan untuk berprestasi dan meningkatkan kinerja. Tantangan identik dengan sesuatu yang sulit untuk dicapai namun mungkin. Hal inilah yang memacu karyawan untuk meningkatkan performanya guna menaklukkan tantangan yang ada. Oleh karena itu pekerjaan yang mengandung tantangan yang apabila terselesaikan dengan baik merupakan salah satu sumber kepuasan kerja.

2) Sistem penghargaan yang adil Sistem pemberian penghargaan atau reward merupakan hal penting untuk diperhatikan manajmen perusahaan. beberapa kelompok karywan akan merasa sangat sensitif tentang keadilan dalam pemberian pengharagaan. Beberapa bentuk penghargaan yang berkaitan dengan kepuasan kerja karyawan adalah sebagai berikut:

(a) Pengupahan dan penggajian Sistem pengupahan atau penggajian kepada karyawan haruslah memenuhi aspek keadilan. Upah dan gaji harus sesuai dengan beban kerja dan jenis pekerjaan karyawan. (b) Sistem promosi Promosi dalam organisasi didasarkan pada berbagai

pertimbangan yang tidak didasarkan kriteria yang obyektif melainkan didasarkan pertimbangan yang subyektif personal, suka atau tidak suka, nepotisme, asal daerah, dan lain sebagainya. Sistem promosi yang diberikan perusahaan harus adil sesuai dengan prestasi dan pencapaian masingmasing karyawan. Promosi jabatan merupakan komponen penting dalam menciptakan kepuasan kerja karyawan.

(c) Kondisi kerja yang sifatnya mendukung Kondisi kerja yang kondusif, penuh dengan nuansa kekeluargaan merupakan aspek penting untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Lingkungan kerja yang buruk, konflik yang tinggi, dan ketegangan yang terjadi dalam lingkungan kerja dapat menyebabkan karyawan merasa tidak betah,

sehingga kepuasan kerja karyawan dapat menurun. Kondisi kerja merupakan hal yang penting untuk menciptakan kepuasan kerja karyawan. Lingkungan kerja yang baik dan kondusif akan membuat karyawan merasa nyaman dan mampu menjalankan tugas-tugas yang diembannya dengan baik.

(d) Sikap rekan kerja dalam organisasi Siagian 2004: 132-133 (dalam Wibowo, 2014: 2), mengatakan bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri. Manusia merupakan makhluk sosial yang butuh berinteraksi. Dalam kehidupan organisasional, sesorang pasti terlibat dalam sebuah interaksi sosial, baik dengan orang lain, rekan kerjanya, atasannya maupun bawahannya. Keharusan melakukan interaksi tersebut timbul karena adanya saling ketergantungan dan keterikatan antara satu tugas dengan tugas lainnya. Hubungan sosial yang ada di antara rekan sekerja berpengaruh pada proses kerja seseorang. Luthans 2011 (dalam Sule & Danni 2018: 183-184), menyatakan, bahwa faktor-faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah:

1) Pekerjaan itu sendiri. 2) Upah/gaji.

3) Promosi. 4) Supervisi.

5) Kelompok Kerja.

Menurut hasil penelitian Herzberg 2014 (dalam Stevani, 2015: 146-147), ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, antara lain sebagai berikut:

a) Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri, dan adanya pengakuan atas semuanya.

b) Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang dianggap remeh pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan, dan lain-lain.

c) Karyawan akan kecewa apabila peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan.

e. Dampak Kepuasan Kerja

Menurut Robbins (dalam Panut, 2017: 28), terdapat beberapa dampak langsung dari kepuasan pekerja terhadap kinerja pekerja tersebut meliputi: 1) Produktivitas pekerja tinggi.

2) Kemangkiran pekerja tidak ada.

3) Pekerja tetap setia tinggal di organisasi atau lembaganya. 4) Pelanggan menjadi puas dan meningkat jumlahnya.

Menurut (Robbins, 2014), ada empat cara karyawan mengungkapkan ketidakpuasannya yaitu sebagai berikut:

a) Keluar (exit), yaitu meninggalkan pekerjaan termasuk mencari pekerjaan lain.

b) Menyuarakan (voice), yaitu secara aktif memberikan saran perbaikan dan mendiskusikan masalah dengan atasan untuk memperbaiki kondisi. c) Mengabaikan (Neglect), yaitu secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, seperti sering absen, terlambat bekerja, kurangnya usaha, dan sering membuat kesalahan.

f. Pengukuran Kepuasan Kerja

Menurut Greenberg dan Baron 2003: 151 (dalam Wibowo, 2007: 310), menunjukkan adanya tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja yaitu:

1) Rating scales dan kuesioner

Rating scales dan kuesioner merupakan pendekatan kepuasan kerja

yang paling umum dipakai dengan menggunakan kuesioner dimana

rating scales secara khusus disiapkan. Dengan menggunakan metode

Dokumen terkait