• Tidak ada hasil yang ditemukan

APBN DAK APBD

B. Lingkup Pengelolaan Air Limbah

Air Limbah yang dimaksud disini adalah air limbah permukiman (Municipal Wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap kualitas lingkungan sehingga perlu dilakukan pengolahan.

Pengolahan air limbah permukiman di Indonesia ditangani melalui dua sistem yaitu sistem setempat (onsite) ataupun melalui sistem terpusat (offsite). Sanitasi sistem setempat (onsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada dalam batas tanah yang dimiliki dan merupakan fasilitas sanitasi individual sedangkan sanitasi sistem terpusat (offsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah dipisahkan dengan batas jarak dan mengalirkan air limbah dari rumah-rumah menggunakan perpipaan (sewerage) ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

6.4.1.2. Kondisi Sarana dan Prasarana Pengelolaan Air Limbah

Pada wilayah Kabupaten Ponorogo, sebagian besar dari masyarakat di kawasan permukiman telah menggunakan MCK sebagai sarana sanitasinya. Akan tetapi kebutuhan sarana sanitasi tersebut belum mampu melayani atau mencakup keseluruhan rumah tangga, ada beberapa rumah tangga di beberapa wilayah yang belum MCK. Sampai tahun 2008 prasarana dan sarana air limbah yang ada di Kabupaten Ponorogo dapat dilihat pada tabel berikut.

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

Tabel 6.21

Prasarana dan Sarana Air Limbah di Kabupaten Ponorogo

No. Prasarana dan

sarana air limbah

Jumlah (unit)

Perkotaan Perdesaan

1. Fasilitas Jamban Pribadi

a. Tangki septik 6.996 14.842

b. Cubluk 11.463 24.319

c. Non tangki lainnya 7.452 15.809 2. Fasilitas Jamban Umum

a. Tangki septik 63 117

b. Non tangki 170 480

3. IPTL Belum ada

5. Truk 1

Sumber: Penyusunan Action Plan Pelayanan Bidang Permukiman Propinsi Jawa Timur

Pada daerah khusus, seperti RSUD Kabupaten Ponorogo, telah memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Sedangkan di beberapa daerah dengan kegiatan industri baik rumah tangga maupun yang lainnya kebanyakan belum memiliki IPAL baik secara on site maupun off site, sehingga hal ini dapat berdampak memperburuk kondisi lingkungan yang ada di kawasan tersebut.

Tingkat pelayanan sanitasi di Kabupaten Ponorogo dibedakan antara daerah perkotaan dan perdesaan. Dimana tingkat pelayanan perkotaan telah mencapai 88,28% penduduk. Hal ini berarti bahwa sekitar 11,72% penduduk masih membuang kotorannya secara langsung ke lingkungan sekitarnya. Untuk pengembangan sesuai MDGs maka sampai tahun 2015 prosentase penduuk yang terlayani adalah 99,14%. Sedangkan pada wilayah perdesaan tingkat pelayanan sanitasinya diperhitungkan telkah mencapai 60,66% penduduk. Hal ini berarti bahwa sekitar 39,34% penduduk masih membuang kotorannya secara langsung ke lingkungan sekitarnya. Untuk pengembangan sesuai MDGs di wilayah perdesaan sampai tahun 2015, prosentase penduduk yang harus terlayani adalah 80,33%.

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

SANITASI Kabupaten Ponorogo Pelayanan PS Sanitasi Perkotaan Lainnya (sungai, drainase, kebun) (11,72%) Fasilitas Jamban Pribadi (64,92%) Dengan Tangki Septik (17,53%) Tanpa Tangki Septik (47,39%) Dilayani IPTL (0%) Dilayani Small Bore Sewer (SBS) – TAD (0%) Tidak dilayani IPTL dan SBD-TAD

(17,53%) Lainnya (18,67%) Dengan cubluk (28,72%) Sewerage Konvensional Fasilitas Umum (19,48%) Dengan Tangki Septik (17,53%) Dilayani IPTL (0%) Dilayani Small Bore Sewer (SBS) – TAD (0%) Tidak dilayani IPTL dan SBD-TAD

(6,31%) Dengan Shallow Sewep Modul Prokasih (17,05%) Pelayanan PS Sanitasi Perdesaan Fasilitas Jamban Pribadi (41,04%) Fasilitas Jamban Umum (19,63%) Lainnya (sungai, drainase, kebun) ( 39,34%) Dengan Tangki Septik (11,08%) Tanpa Tangki Septik (29,96%) Tidak Dilayani IPTL dan SBS - TAD Dengan cubluk (18,15%) Lainnya Dengan Tangki Septik (5,30%) Belum ada pelayanan IPTL Tanpa Tangki Septik (14,33%)

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

6.4.1.3. Permasalahan Pengelolaan Air Limbah

Secara umum pengelolaan air limbah di Kabupaten Ponorogo belum terencana dengan baik. Hal ini dikarenakan belum adanya masterplan pengelolaan air limbah, yang dapat menjadi pedoman untuk merencanakan kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan air limbah. Sementara itu dari dari segi penyediaan prasarana dan sarananya, yang menjadi permasalahan adalah belum adanya IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) khususnya di wilayah perkotaan Ponorogo maupun IPAL untuk daerah industri.

6.4.1.4. Analisa Permasalahan Pengelolaan Air Limbah

Air limbah yang dimaksud adalah air limbah permukiman (municipal wastetare) yang terdiri dari limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari sisa mandi, cuci dapur, dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah dari industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air limbah permukiman ini perlu dikelola agar tidak menimbulkan dampak seperti mencemari air permukaan dan air tanah, disamping sangat beresiko menimbulkan penyakit seperti diare, thypus, kolera dan lain-lain.

Berdasarkan kondisi dilapangan dapat diketahui, bahwa sebagian besar di wilayah Kabupaten Ponorogo sudah memiliki sarana sanitasi sendiri pada setiap rumahnya yang berupa MCK. Kebutuhan sanitasi idealnya tiap rumah memiliki sarana sanitasi sendiri demi alasan kenyamanan penggunaan. Namun pada beberapa kondisi hal tersebut dapat diabaikan, misalnya dengan membangun sarana MCK yang dapat digunakan secara komunal oleh beberapa kelompok masyarakat.

Belum adanya IPLT khusunya di wilayah perkotaan Ponorogo menjadi salah satu permasalahan pengelolaan limbah di Kabupaten Ponorogo. Untuk mengatasi hal ini diperlukan suatu kebijakan dan strategi yang spesifik untuk dapat memelihara, mengembangkan dan meningkatkan pengelolaan lumpur tinja. Kantor Menteri Negara Pekerjaan Umum dalam rangka pengelolaan lumpur tinja 2001/2005 menetapkan suatu kebijakan dalam pengelolaan lumpur tinja di wilayah perkotaan, yang memerlukan keterlibatan semua stakeholder. Kebijakan bidang lumpur tinja diperkotaan dapat dijelaskan sebagai berikut:

▪ Pengolahan lumpur tinja diprioritaskan pada kawasan yang sangat padat di perkotaan.

▪ Bantuan Pemerintah Pusat diberikan untuk pemantapan kelembagaan melalui pembinaan teknis di bidang manajemen pengolahan lumpur tinja dan bantuan peralatan berikut fasilitas pendukungnya kepada daerah yang betul-betul

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

membutuhkan dan belum memiliki kemampuan sumber daya maupun manajemennya.

▪ Untuk kota-kota metropolitan dan kota besar, pembangunan prasarana dan sarana lumpur tinja diusahakan dengan sistem terpusat dan semaksimal mungkin menggunakan prinsip pemulihan biaya, dengan prioritas pelayanan pada kawasan hunian dengan kepadatan bangunan yang tinggi dan dengan permukaan air tanah yang tinggi.

▪ Penanganan lumpur tinja di kawasan permukimam pada dasarnya adalah tanggung jawab masyarakat sendiri, sedangkan fasilitas penunjangnya dapat dibantu atau disediakan oleh Pemerintah Daerah tanpa atau dengan bantuan Pemerintah Pusat, ataupun kerja sama dengan pihak swasta.

▪ Konsep dasar yang dapat digunakan dalam menangani lumpur tinja di kawasan perumahan dan permukiman adalah bagaimana mengelola lumpur tinja secara terintegrasi, sehingga tepat guna (efektif), berdaya guna (efisien) dan terjangkau serta dapat dioperasikan secara berkelanjutan, dengan bertumpu kepada kemitraan antara masyarakat, pemerintah dan dunia usaha.

Berdasarkan kondisi yang berkembang dan kebijakan pengelolaan lumpur tinja, pendekatan strategis teknis dalam pengelolaan lumpur tinja terkait dengan fungsionalisasi IPLT, antara lain:

1. Implementasi proyek Communal System (pengelolaan lumpur tinja sistem komunal) di daerah yang baru dikembangkan dan di daerah yang tak dapat memakai sanitasi setempat, didasarkan pada pendekatan bertahap.

2. Pemantapan teknis operasi dan pemeliharaan yang tepat pada IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja) sehingga fasilitas IPLT dapat berfungsi secara efisien. 3. Pengembangan sistem sanitasi setempat yang tepat guna

4. Penyediaan subsidi dan bantuan teknis bagi masyarakat kurang mampu untuk membangun dan merenovasi fasilitas pembuangan tinja individu dan komunal hendaknya dilanjutkan termasuk pengembangan proyek kredit seperti sistem dana berputar.

5. Pembangunan kakus umum/komunal bagi mereka yang tak mampu membangu asalkan masyarakat atau pengguna dapat menggunakan dan melakukan pemeliharaannya dengan patut.

6. Program pendidikan dan penyebaran informasi dapat dilakukan dan diarahkan kepada pengguna untuk menjamin kesinambungan manfaat, operasi dan pemeliharan fasilitas. Dalam hal ini, setiap kota harus memiliki alat penyedot tinja

RPIJM

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten Ponorogo Tahun 2014 – 2018

(Vacuum Truck) dan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPTL) untuk melayani masyarakat yang menggunakan sistem setempat

7. Komponen program untuk strategi teknis terdiri dari :

▪ Daerah dengan kapadatan tinggi (> 300 orang/ha) dan daerah pengembangan baru harus dilayani dengan system terpusat , yang dibiayai developer dengan pengembalian oleh pengguna.

▪ Daerah kepadatan sedang (>100 – 300 orang/ha) harus dilayani dengan interceptor dan fasilitas pengolahan lumpur tinja ukuran kecil atau komunal.

▪ Daerah kepadatan rendah (50 - 100 orang/ha) dengan lingkungan berkualitas tinggi harus dilayani dengan interceptor berkaitan dengan program Prokasih (Program Kali Bersih).

▪ Daerah kepadatan sedang dengan kecepatan perkolasi tinggi (>3 cm / menit) atau muka air tanah tiggi (<1,5 m) harus dilayani dengan shallow sewer dan tangki septic komunal.

▪ Daerah kepadatan rendah dengan kecepatan perkolasi rendah rendah (<3 cm /menit) dan muka air tanah rendah (>1,5 m) harus menggunakan tangki septic dengan desain khusus.

▪ Seleksi pemilihan metoda pengolahan Lumpur tinja hendaknya dilakukan mulai dari teknologi yang paling sederhana (operasi dan pemeliharaan), biaya yang rendah (investasi dan operasi), teknologi yang tepat (diterima masyarakat, berguna dan efektif dalam pengolahannya.)

6.4.1.5. Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Air Limbah

A. Program Pembangunan Prasarana Air Limbah Sistem Setempat (on-site) dan