• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seiring dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang amat pesat di Indonesia dan pembangunan tempat tinggal penduduk yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang (RTR) seperti di daerah-daerah yang seharusnya jadi resapan/tempat parkir air (Retarding

Pond) dan daerah-daerah bantaran sungai mengakibatkan peningkatan volume air yang masuk

ke saluran drainase dan sungai sehingga terlampauinya kapasitas penyediaan prasarana dan sarana drainase perkotaan dan daya tampung sungai. Sebagai akibat dari permasalahan tersebut adalah terjadinya banjir atau genangan yang semakin meningkat.

Drainase yang dimaksud disini adalah drainase perkotaan yang didefinisikan sebagai drainase di wilayah kota yang berfungsi untuk mengelola dan mengendalikan air permukaan

sehingga tidak mengganggu dan/atau merugikan masyarakat. Dalam upaya pengelolaan sistem drainase di banyak kota di Indonesia pada umumnya masih bersifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan secara tuntas.

Pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan secara menyeluruh, mengacu kepada SIDLACOM dimulai dari tahap Survey, Investigation (investigasi), Design (perencanaan), Operation (Operasi) dan Maintanance (Pemeliharaan), serta ditunjang dengan peningkatan kelembagaan, pembiayaan serta partisipasi masyarakat.

6.4.3.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan Drainase A. Isu Strategis Pengembangan Drainase

Isu-isu strategis dalam pengelolaan Sistem Drainase Perkotaan di Indonesia antara lain:

1. Belum adanya ketegasan fungsi sistem drainase

Belum ada ketegasan fungsi saluran drainase, untuk mengalirkan kelebihan air permukaan/mengalirkan air hujan, apakah juga berfungsi sebagai saluran air limbah permukiman (“grey water”). Sedangkan fungsi dan karakteristik sistem drainase berbeda dengan air limbah, yang tentunya akan membawa masalah pada daerah hilir aliran. Apalagi kondisi ini akan diperparah bila ada sampah yang dibuang ke saluran akibat penanganan sampah secara potensial oleh pengelola sampah dan masyarakat.

2. Pengendalian debit puncak

Untuk daerah-daerah yang relatif sangat padat bangunan sehingga mengurangi luasan air untuk meresap, perlu dibuatkan aturan untuk menyiapkan penampungan air sementara untuk menghindari aliran puncak. Penampungan- penampungan tersebut dapat dilakukan dengan membuat sumur-sumur resapan, kolam-kolam retensi di atap-atap gedung, didasar-dasar bangunan, waduk, lapangan, yang selanjutnya di atas untuk dialirkan secara bertahap.

3. Kelengkapan perangkat peraturan

Aspek hukum yang harus dipertimbangkan dalam rencana penanganan drainase permukiman di daerah adalah:

• Peraturan Daerah mengenai ketertiban umum perlu disiapkan seperti pencegahan pengambilan air tanah secara besar-besaran, pembuangan sampah di saluran, pelarangan pengurugan lahan basah dan penggunaan daerah resapan air (wet land), termasuk sanksi yang diterapkan.

• Peraturan koordinasi dengan utilitas kota lainnya seperti jalur, kedalaman, posisinya, agar dapat saling menunjang kepentingan masing-masing.

dapat mengetahui tugas, tanggung jawab dan wewenangnya.

• Bentuk dan struktur organisasi, uraian tugas dan kualitas personil yang dibutuhkan dalam penanganan drainase harus di rumuskan dalam peraturan daerah.

4. Peran Serta Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta

Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan saluran drainase terlihat dari masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah ke dalam saluran drainase, kurang peduli dalam perawatan saluran, maupun penutupan saluran drainase dan pengalihan fungsi saluran drainase sebagai bangunan, kolam ikan dll.

5. Kemampuan Pembiayaan

Kemampuan pendanaan terutama berkaitan dengan rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah daerah yang merupakan akibat dari rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan drainase baik dari segi pembangunan maupun biaya operasi dan pemeliharaan. Permasalahan pendanaan secara keseluruhan berdampak pada buruknya kualitas pengelolaan drainase perkotaan.

6. Penanganan Drainase Belum Terpadu

Pembangunan sistem drainase utama dan lokal yang belum terpadu, terutama masalah peil banjir, disain kala ulang, akibat banjir terbatasnya masterplan drainase sehingga pengembang tidak punya acuan untuk sistem lokal yang berakibat pengelolaan sifatnya hanya pertial di wilayah yang dikembangkannya.

Isu Strategis Pengembangan Drainase Perkotaan di Kota Kupang meliputi :

(1) Saluran drainase daerah menampung limpasan air hujan dan air limbah rumah tangga setelah melalui proses pengolahan awal.

(2) Sistem pembuangan drainase Kota Kupang meliputi:

a. Sistem pembuangan air hujan disesuaikan dengan sistem drainase tanah yang ada dan tingkat peresapan air kedalam penampang/profil tanah, serta arah aliran memanfaatkan topografi wilayah;

b. Sistem pembuangan air hujan meliputi jaringan primer, jaringan sekunder dan jaringan tersier; dan

c. Pemeliharaan kelestarian sungai-sungai sebagai sistem drainase primer.

(3) Pengembangan jaringan drainase kota, terdiri atas :

a. Drainase primer yaitu Sungai Liliba yang bermuara di Pantai Oesapa, Sungai Dendeng yang bermuara di Pantai Lai Lai Besi Kopan dan Sungai Merdeka yang bermuara di Pantai Fatubesi;

b. Drainase sekunder meliputi saluran parit yang tersebar di seluruh wilayah yang mengarah pada saluran drainase primer; dan

c. Drainase tersier meliputi saluran drainase yang berasal dari ruas jalan lokal maupun lingkungan di seluruh daerah.

(4) Pengembangan sistem drainase diutamakan pada kawasan pusat kota, kawasan pengembangan perumahan, kawasan pengembangan pariwisata, kawasan pengembangan pusat pelayanan, jalan kolektor primer dan kolektor sekunder yang terdapat pada pusat-pusat kegiatan;

(5) Kawasan rawan banjir berada pada ruas-ruas jalan di Kelurahan Naikoten I, Kelurahan Naikoten II, Kelurahan Oetete, Kelurahan Kuanino, Kelurahan Oepura, Kelurahan Oebobo, Kelurahan Air Mata, Kelurahan Oeba, Kelurahan Oebufu, Kelurahan Fatululi, Kelurahan Kelapa Lima, Kelurahan Oesapa, Kelurahan Fatufeto, Kelurahan Naikolan, Kelurahan Penfui, Kelurahan Lasiana, Kelurahan Oesapa Selatan dan Kelurahan Oesapa Barat;

(6) Pembangunan daerah resapan di jalur-jalur jalan kolektor dan lokal di seluruh wilayah Kota Kupang untuk mengatasi permasalahan genangan air; dan

(7) Normalisasi secara berkala pada saluran drainase primer, sekunder dan tersier yang tersebar di seluruh wilayah daerah.