3. Langkah ketiga dapat digabung dengan pendekatan nan lebih kognitif, artinya kita berusaha mempelajari tentang latar belakang musik
2.2.4 Lirik Lagu
Menurut kamus Umum Bahasa Indonesia yang disusun oleh WJS Poer
Wardaminta, lirik berasal dari bahasa Eropa (lyric) yang artinya “sajak yang
melukiskan perasan”. Lirik lagu berperan penting karena ia turut memberi runtunan
bentuk pesan pada suatu lagu.
Lirik adalah karya sastra (puisi) yang berisi curahan perasan pribadi,
susunan kata sebuah nyanyian (KBBI dalam Ardiani M, 2009:7). Lagu adalah
berbagai irama yang meliputi suara instrument dan bernyanyi dan sebagainya,
nyanyian, tingkah laku, cara, lagak (KBBI dalam Ardiani M, 2009:7). Lagu adalah
suatu kesatuan music yang terdiri atas susunan berbagai nada yang berurutan
(Ensiklopedia Indonesia dalam Fillaili dalam Ardiani M, 2009:8).
Proses penulisan lirik lagu pada dasarnya tak berbeda denga proses
penulisan sebuah sajak. Lirik lagu atau lagu secara utuh dapat lahir berdasarkan
pengalaman eksistensial pengarangnya dengan dunia sekelilingnya. Ia pun dapat
merupakan hasil perenungan pengarangnya terhadap suatu gejala yang dilihat
atau dirasakan. Hasil perenungan itu kemudian dituangkan dalam deretan kata
yang kemudian terangkai membentuk sebuah lagu. Dalam hal ini, pencipta lagu
merupakan komunikator yang hendak menyampaikan pesan – pesannya melalui
lirik lagunya kepada khalayak, yang ia harapkan sebanyak mungkin dapat
menerimanya.
Seorang pencipta lagu yang hidup pada jamannya akan melahirkan karya –
karyanya yang sesuai dengan jamannya. Setidaknya ia memulai dari keadaan
bentuk untaian kata, kalimat; yang mengalir membentuk lirik lagu. Seperti yang
dikatakan oleh Susanto, bahwa setiap kegiatan menyampaikan berita dapat pula
diartikan sebagai suatu kegiatan komunikasi, yang dalam kaitanya dengan berita –
berita yang menyangkut kehidupan manusia (masyarakat) dianalogikan sebagai
suatu kegiatan sosial (sosialisasi).
Lirik lagu juga dapat merefleksikan nilai – nilai dan norma – norma sistem
sosial yang lebih besar atau ideologi suatu kelas sosial. Ada beberapa contoh jenis
musik yang menjadi alat ekspresi dan sarat refleksi nilai masyarakat penggunanya,
seperti jenis music Blues. Blues lahir pada pertengaha abad ke-18 dikalangan
budak – budak negro diperkebunan kapas di Amerika Serikat. Mereka mencoba
mengungkapkan kepedihan hidup mereka dalam lirik – lirik lagu yang kebanyakan
bertema tentang kondisi hidup yang tertindas.
2.2.5 Semiotika
Semiotika didefinisikan sebagai pengkajian tanda-tanda, pada dasarnya merupakan studi kasus atas kode-kode yakni sistem apapun yang memungkinkan
kita memandangan entitas-entitas tertentu sebagia tanda yang bermakna”
(Wibowo dalam Semiotika Komunikasi ,2011:3). Maka hal-hal itu orang lebih
sering menyebut upaya ini dengan ungkapan menemukan makna “berita dibalik
berita”.
Jadi semiotika merupakan ilmu dengan tanda, sebuah tanda menjadi
sesuatu yang dapat digunakan untuk menunjukan sesuatu. Ekspresi wajah
semuanya merupakan tanda. Kata-kata,tulisan dan gambar juga merupakan
tanda. Semiotika berupaya untuk mengenali cara orang menggunakan tanda dan
menawarkan sesuatu yang sifatnya ilmiah, yang menjelaskan fungsi setiap tanda.
Semiotika merupakan sesuatu bidang studi yang sangat luas cakupannya dan
lebih dikenal kedekatannya dengan studi-studi budaya serta menekankan pada
pendekatan kualitatif terhadap isi teks media.
Dick Hartoko memberi batasan bahwa “semiotic” adalah bagaimana karya itu ditafsirkan oleh para pengamat dan masyarakat lewat tanda – tanda atau
lambang – lambang Luxemburg (1984), seperti dikutip secara sistematis mempelajari tanda – tanda, lambang – lambang, sistem – sistemnya, dan proses pelambangan”.
Disamping itu menurut Ferdinand de Saussure, “semiotika adalah ilmu yang mempelajari peran tanda (sign) sebagai bagian dari kehidupan sosial. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari ilmu yang mempelajari struktur, jenis, tipologi serta
relasi – relasi tanda dalam penggunaannya didalam masyarakat. Oleh sebab itu, semiotika mempelajari relasi antara komponen – komponen tersebut dengan masyarakat penggunanya”. (Hipersemiotika, 2003:47.)
Dan Pierce menemukakan bahwa, “tanda (representasi) adalah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain. Oleh Pierce disebut denotatum. Mengacu beraarti mewakili atau menggantikan. Tanda baru dapat berfungsi bila dapat di
interpretasikan dalam benak penerima tanda melalui interpretant. Jadi, interpretant adalah pemahaman makna yang muncul dalam isi penerima tanda. Artinya, tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi
Hubungan ketiga unsur yang dikemukakan Pierce terkenal dengan nama segitiga semiotic”. (Semiotika Visual, 2004:37.)
Secara etimologis, istilah semiotic berasal dari kata Yunani semion yang
berarti penafsir “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang
menunjuk pada adanya hal lain. Contohnya asap menandai adanya api.
Saussure mengungkapkan bahwa “Semiologi didasarkan pada, selama perbuatan tingkah laku manusia membawa makna atau selama perbuatan dan
tingkah laku manusia membawa makna atau selama berfungsi sebagai tanda, harus ada di belakangnya sistem membedakan dan konvensi yang memungkinkan makna itu. Dimana ada tanda, di sana ada system”.
Bagi Pierce yang merupakan ahli filsafat dan logika menggambarkan bahwa “penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya, logika sama dengan semiotika dan semiotika dapat diterapkan dalam segala macam tanda”.
Sebagai sebuah kedisiplinan keilmuan, yaitu “ilmu tentang tanda” (The Science of Sign) tentunya semiotika mempunyai prinsip, sistem, aturan, dan prosedur – produser keilmuan yang khusus dan baku. Akan tetapi, pengertian ilmu
dalam ilmu alam (nature science), yang menuntut aturan – aturan, ukuran – ukuran matematis yang pasti untuk menghasilkan sebuah pengetahuan objektif sebagai kebenaran tunggal. Semiotika bukanlah ilmu yang mempunyai kepastian,
ketunggalan dan objektivitas macam itu, melainkan dibangun oleh pengetahuan yang lebih terbuka bagi aneka interpretasi.
Di alam semiotikus musik menurut Saussure, adanya tanda-tanda
keluar. Sistem tanda pada musik adalah Oditif. Untuk mencapai pendengarnya,
penggubah musik mempersembahkan kreasinya dengan perantara pemain musik
dalam bentuk tanda tertulis menjadi visual. Musik selalu memiliki simbol yang
dikemas sedemikian rupa hingga menjadi media penyampai pesan yang efektif
bagi masyarakat. “Pesan yang terkandung dalam musik beragam, pesan tentang
cinta, kerinduan hingga pesan perjuangan yang mengandung aspirasi tertentu
demi perubahan”. (Semiotika Komunikasi, 2004:114.)
Meski denotatum musik itu merupakan isi tanggapan dan perasaan yang
sangat kompleks dan sulit dilukiskan, namun Aart van Zoest mengungkapkan
bahwa “adanya tiga kemungkinan, yakni:
Pertama adalah untuk menganggap unsur – unsur struktur music sebagai
ikonis bagi gejala – gejala neurofisiologis pendengar. Dengan dmikian, irama
musik dapat dihubungkan dengan ritme biologis. Kemungkinan kedua, adalah
untuk menganggap gejala – gejala struktural dunia penghayatan yang dikenal.
Kemungkinan ketiga, adalah untuk mencari denotatum music ke arah isi
tanggapan dan perasaan yang dimunculkan music lewat indeksial”. (Van Zoest
Aart dalam Semiotika Komunikasi, 2004:144-145.)
Secara terminologis, semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang
mempelajari sederetan luas objek – objek, peristiwa – peristiwa, seluruh