• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.6 Lokasi Penelitian

lokasi penelitian yang penulis tentukan dalam penelitian ini adalah di desa Lingga Raja II kecamatan Pegagan Hilir kabupaten Dairi yaitu daerah atau desa yang berpenduduk 95% suku Batak Toba.

Adapun alasan penulis memilih tempat ini adalah karena tempat ini merupakan tempat yang penduduknya dominan katolik dan prostestan yang bersuku Batak Toba sehingga memudahkan penulis untuk menemukan tradisi andung dalam upacara adat kematian. Di desa ini tradisi andung masih tetap eksis dan sering diperdengarkan dalam upacara adat kematian.

Dengan demikian penulis akan lebih mudah untuk memperoleh informasi baik itu observasi perekaman dan juga wawancara.

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA LINGGA RAJA II, KECAMATAN PEGAGAN HILIR

KABUPATEN DAIRI

Bab ini akan menjelaskan secara ringkas tentang etnografi masyarakat Batak Toba yang tinggal di Desa Lingga Raja II, Kecamatan Pegagan Hilir, Kabupaten Dairi. Pertama akan dijelaskan lokasi dan topografi Kabupaten Dairi dan Desa Lingga Raja II sehingga mempermudah pembaca untuk memahami gambaran tentang lokasi penelitian ini.

Kemudian akan dijelaskan seputar hal-hal terkait kegiatan masyarakat sehari-hari terkait dengan bahasa, sistem dan konsep religi, sistem kekerabatan, kesenian dan seni pertunjukan, peralatan musik, dan mata pencaharian. Akan disertakan juga contoh-contoh yang dapat mendukung pemahaman tentang hal tersebut.

2.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Dairi dan Desa Lingga Raja II.

Kabupaten Dairi terletak diantara 2015'00''-3000'00" Lintang Utara dan 98000'-98030' Bujur Timur, tepatnya di sebelah Barat Daya Provinsi Sumatera Utara, dengan ketinggian wilayah antara 400 – 1.700 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Dairi merupakan daerah yang beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Luas wilayah Kabupaten Dairi kurang lebih 1.927,80 km2 atau sekitar 2.69% dari luas Provinsi Sumatera Utara (71.680,68 km2).

Berdasarkan hasil sensus 2016 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Kabupaten Dairi pada tahun 2013 adalah sebanyak 276.005 jiwa. pada tahun 2014 adalah sebanyak 277.575 jiwa.

pada tahun 2015 adalah sebanyak 279.090 jiwa. pada tahun 2016 adalah sebanyak 280.610 jiwa.

Berdasarkan letak geografisnya Kabupaten Dairi memiliki batas-batas wilayah, yaitu: di sebelah utara berbatas-batasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Provinsi Nangroe Aceh Darussalam) dan Kabupaten Tanah Karo.

Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pakpak Bharat. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan (Provinsi Nangroe Aceh Darussalam), dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Samosir.

Kabupaten Dairi memiliki lima belas kecamatan yaitu Pegagan Hilir, Parbuluan, Sitinjo, Sidikalang, Sumbul, Silahisabungan, Si Empat Nempu, Si Empat Nempu Hulu, Si Empat Nempu Hilir, Berampu, Lae Parira, Tiga Lingga, Gunung Stember, Silima Pungga-Pungga, dan Tanah Pinem.

Pegagan Hilir memiliki tiga belas Desa yaitu Bandar Huta Usang, Bukit Tinggi, Laksa, Lingga Raja , Bukit Baru, Mbinanga, Onan Lama, Perrik Mbue, Simanduma, Simartugan, Tanjung saluksuk, Kuta Usang dan Lingga Raja II. Desa Lingga Raja II merupakan pemekaran dari Desa Lingga Raja pada tahun 2004 dengan Luas wiayah 3.000 Ha.

Topografis Desa Lingga Raja II, yang menjadi area penelitian penulis, secara umum termasuk daerah dataran tinggi, berbukit dan miring, dengan kemiringan antara 00 – 400 , dengan ketinggian rata-rata antara 1000

s/d 1200 di atas permukaan laut. Berdasarkan ketinggian wilayah Desa Lingga Raja II dapat diklasifikasikan menjadi tingkat swadaya yaitu lokasi terpencil dan masyarakat yang tergantung dengan alam, seperti bertani.

Secara umum Desa Lingga Raja II berbatasan dengan wilayah berikut: sebelah Utara berbatasan dengan tanah Karo, sebelah Timur berbatasan dengan tanah Karo, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lingga Raja I sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kuta Usang.

Desa Lingga Raja II memiliki 9 Dusun yaitu, Batu Garut, Lae Manasan, Lae Luhung, Lae Sikurang Etek, Lae Sikurang Balga, Lae Sulpi, Gunung Mas. Sibabi Bawah, dan Sibabi Atas. Desa Lingga Raja II berjarak kurang lebih 12 Km dari Tiga Baru yang mana Tiga Baru merupakan Ibukota Kecamatan Pegagan Hilir.

Peta Desa Lingga Raja II Sumber: https://g.co/kgs/Z4LUWW

2.2 Masyarakat di Desa Lingga Raja II

Masyarakat yang mendiami Desa Lingga Raja II merupakan 95%

bersuku Batak Toba dan 5% bersuku Pak-Pak. Hal tersebut menyebabkan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat selalu bernuansa Batak Toba.

Seperti berkomunikasi sehari-hari masyarakat menggunakan bahasa Batak Toba, begitu pula dalam upacara adat masyarakat menggunakan sesuai dengan aturan adat Batak Toba.

2.2.1 Sistem Kekerabatan

Dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba garis keturunan ditarik dari pihak laki-laki (patrilinear), dengan demikian ketika menikah sang istri dan anak-anaknya akan mengikuti marga sang suami, namun sang istri akan tetap menggunakan marga dari ayahnya. Menurut adat kuno, seorang laki-laki tidak bebas dalam memilih pendamping hidupnya. Lelaki Batak sangat pantang menikah dengan wanita semarganya, atau anak perempuan dari saudara perempuan ayah. Jadi perkawinan di adat Batak bersifat exogam yaitu harus mencari teman hidup diluar marganya sendiri.

Perkawinan yang ideal dan diharapkan oleh orang Batak adalah perkawinan antara orang rimpal atau marpariban yaitu lelaki dengan anak perempun dari saudara laki-laki ibunya (boruni tulang). Karena perkawinan bersifat exogam, maka setiap marga harus memberi anak perempuannya kepada marga lain dan menerima gadis dengan marga lain untuk jodoh anak laki-lakinya. Sistem perkawinan ini disebut dengan (connumbium sepihak)

A W B W C W

A1 A1‟ B1 B1‟ C1 C1‟

Keterangan:

A, B, dan C : Marga (M)

W : Istri M

M1 : Anak laki laki M M1‟ : Anak perempuan M

A1 menikah dengan B1‟ C1 menikah dengan A1‟ B1 menikah dengan C1

Marga B menjadi hula-hula bagi marga A karena marga B menjadi pemberi istri kepada marga A. Dan marga A menjadi boru bagi marga B, karena marga A menjadi penerima istri dari marga B

Marga A menjadi hula-hula bagi marga C karena marga A menjadi pemberi istri kepada marga C. Dan marga C menjadi boru bagi marga B karena marga C menjadi penerima istri dari marga B

Marga C menjadi hula-hula bagi marga B karena marga C menjadi pemberi istri kepada marga B. Dan marga B menjadi boru bagi marga C karena marga B menjadi penerima istri dari marga C

Posisi hula-hula itu sendiri diperoleh ketika satu marga menjadi pemberi istri (anak perempuan) kepada marga lainnya, dan marga penerima istri tersebut akan memperoleh posisi boru bagi keluarga pemberi istri (hula-hula). Dengan demikian, setiap masyarakat akan berperan sebagai hula-hula dan boru diwaktu yang berbeda dengan orang yang berbeda pula.

Kedudukan hula-hula dalam kekerabatan orang Batak lebih tinggi daripada kedudukan boru, karena pihak hula-hula telah memberikan istri yang akan melanjutkan keturunan pihak boru, sehingga pihak boru akan tetap menghormati pihak hula-hula untuk kelanggengan hubungan kekeluargaan.

Sedangkan orang Batak dengan marga yang sama, meski tidak saling mengenal atau apabila dari tempat (luat) yang berbeda akan disebut dongan sabutuha atau mardongan tubu. Maka namardongan tubu atau semarga harus saling menghargai dalam upacara adat maupun kegiatan sehari-hari sehingga tidak menimbulkan perpecahan dalam kekeluargaan.

Ketiga kedudukan tersebut (hula-hula, boru, dongan tubu) memiliki peran masing-masing dalam upacara adat maupun kegiatan sehari-hari.

Kedudukan ketiganya saling berhubungan sehingga dalam kekerabatan orang Batak Toba harus saling bekerja sama. Oleh karena itu, orang Batak menyatakan ketiga posisi tersebut (hula-hula, boru, dongan tubu) dengan sebutan dalihan natolu, untuk memudahkan para generasi untuk selalu mengingat posisinya dalam hukum adat Batak Toba.

Partuturan dalam sistem kekerabatan komunitas masyarakat adat Batak Toba, yang sudah terstruktur dalam sistem kekerabatan dalihan natolu, tutur yang sama dapat dituturkan kepada orang yang lebih muda maupun orang yang lebih tua bila posisi kekerabatannya sama. Seperti panggilan pada saudara laki-laki ibu, baik adik maupun abang akan dipanggil dengan sebutan Tulang (paman). demikian juga dengan saudara perempuan ayah, yang lebih muda maupun yang lebih tua akan dipanggil

namboru. berbeda dengan sebutan kepada saudara laki-laki ayah, apabila lebih muda dipanggil uda dan yang lebih tua dipanggil bapatua, dan saudara perempuan ibu apabila lebih muda dari ibu dipanggil inanguda dan yang lebih tua dari ibu dipanggil omaktua. lihat bagan berikut ini.

A W B W

A1 A1‟ A1 B1‟ B1 B1‟

menikah

Namboru Tulang

Bapatua A2 Ito A2‟ Inanguda

Ompung Ompung

Bagan partuturan

Keterangan:

anak tertua berada pada bagan sebelah kiri, dan semakin ke kanan menunjukkan anak lebih muda.

setiap huruf A : merupakan keturunan AW A1 : anak laki-laki AW

A1‟ : anak perempuan AW B1 : anak laki-laki BW B1‟ : anak perempuan BW

: A1 menikah dengan B1‟

A2 : anak laki-laki A1 B1‟

A2‟ : anak perempuan A1 B1‟

No Suami Istri Keterangan

1 Uda Inanguda Adik laki-laki ayah dan istrinya / adik perempuan ibu dan suaminya 2 Bapatua Omaktua Abang ayah dan istrinya / kakak ibu

dan suaminya

3 Amangboru Namboru Adik atau kakak ayah dan suaminya 4 Tulang Nantulang Adik atau abang ibu dan istrinya 5 Ito Eda/lae Saudara (lawan jenis ago) dan

istrinya/suaminya 6 Ompung doli Ompung

boru

Orangtua ayah dan orangtua ibu

tabel: panggilan dalam adat Batak Toba

2.2.2 Mata Pencaharian

Desa Lingga Raja II merupakan daerah perbukitan yang mengakibatkan 100% masyarakat yang berdomisili di Desa tersebut berprofesi sebagai petani. 20% diantaranya berprofesi sebagai guru, bidan, pegawai balai desa, pedagang namun tetap bertani sebagai pekerjaan sampingan. Hasil tani dari Desa Lingga Raja II yaitu: jagung, andaliman, cabai, tomat, kopi, jeruk, bawang Batak, dan sayur-sayuran. Hasil tani tersebut biasanya dijual kepada tokke (pembeli barang) dan sebagian dipasarkan juga ke kota-kota seperti Medan, Berastagi, Pekanbaru bahkan Jakarta. Harga hasil panen tersebut selalu mengalami perubahan, bisa melambung tinggi dan bisa anjlok, tergantung kebutuhan pasar. Misalnya hasil panen andaliman pada bulan September - Januari akan mencapai ratusan ribu rupiah perkilonya dan pada bulan Februari – Agustus hanya puluhan ribu rupiah perkilonya, bahkan tidak sebanding dengan jerih payah untuk memanennya. Demikian juga dengan hasil panen lainnya seperti tomat yang terkadang dijual dengan harga Rp 200.- saja, sehingga modal yang dikeluarkan tidak kembali sama sekali. Hal tersebut membuat para petani mengalami keresahan dan membutuhkan peran pemerintah dalam mengatasinya. Perbedaan status ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat mengakibatkan adanya kelompok rumah tangga yang miskin, sedang, dan kaya2.

2 Hasil wawancara dengan Op. Yanes Lumbangaol (Sabtu, 20 Agustus 2019), bertempat di Sibabi

2.2.3 Sistem Religi

Menurut sistem kepercayaan orang Batak, segala hal dalam kehidupan di dunia ini ada hubungannya dengan keilahian yang diyakini merupakan karya cipta Debata Mulajadi Nabolon, sehingga orang Batak meyakini bahwa jalan maupun alur kehidupan pun berhubungan dengan Mulajadi Nabolon. Dalam cerita turun-temurun diyakini bahwa ada tiga dewa yang dipercaya memiliki peran masing-masing dalam kehidupan manusia yaitu, Batara Guru, Soripada, dan Mangala Bulan yang bertindak sebagai representasi dari Debata Mulajadi Nabolon. Ketiga dewa ini berperan di bumi dan dikenal sebagai Debata Sitolu Sada (Situmorang 2009:1)

Debata Mulajadi Nabolon diyakini bertempat tinggal di atas langit (banua ginjang) yang berkuasa atas kehidupan seluruh umat. Orang batak menggunakan terminologi langit itu sendiri sebagai surga. Diyakini bahwa surga memiliki tujuh tingkat/lapis (langit sipitu lampis) dan Debata Mulajadi Nabolon diyakini tinggal di langit ketujuh yang disebut dengan langit ni langitan (langit diatas segala langit) 3. Debata Mulajadi Nabolon yang hidup di (bumi) banua tonga disebut dengan nama Silaon Nabolon yang menguasai dunia tengah yaitu bumi. Debata Mulajadi Nabolon juga hidup dalam dunia makhluk halus (banua toru) dengan nama Pane Nabolon yang mengatur mata angin. Selain untuk mengatur kehidupan manusia

3 Informasi diperoleh dari tulisan siallagan tahun 2012

Debata Mulajadi Nabolon juga diyakini mengatur kejadian seperti gejala-gejala alam seperti hujan, gempa bumi, hingga kehamilan.

Konsep tentang jiwa yang diyakini orang Batak adalah tondi yang secara harfiah adalah roh atau jiwa. Tondi dimiliki oleh orang yang hidup dan yang mati, tumbuh-tumbuhan bahkan hewan (Purba 2000:3). Tondi diterima seseorang ketika ia berada dalam kandungan yang hidup bersama badan calon bayi yang memberikan kekuatan untuk bertahan hidup. Tondi itu sendiri diyakini dapat pergi meninggalkan badan. Apabila tondi meninggalkan badan maka orang tersebut akan mengalami sakit dan apabila tondi meninggalkan badan dalam waktu yang lama maka orang tersebut bisa meninggal dunia. Tondi manusia diyakini bisa tersesat disuatu tempat apabila pemiliknya melakukan suatu yang terlarang4. Menurut D. Joh.

Warneck tondi manusia memiliki tujuh jenis menurut fungsinya yaitu: 1) Tondi Sipanggom-gom yaitu roh yang tidak pernah meninggalkan tubuh pemiliknya kecuali saat sudah meninggal dunia. 2) Tondi Sijung-jung yaitu roh pelindung yang melindungi manusia dalam perjalanan hidupnya. 3) Tondi Sipalos-palos yaitu roh jahat yang membuat penyakit. 4) Tondi Sibahota yaitu roh yang memiliki daya cipta. 5) Tondi Sipalilohot yaitu:

Roh yang menjadikan seseorang kaya. 6) tondi parorot yaitu roh pengasuh, dan 7) Tondi Saudara yaitu: roh yang menyatu dengan tubuh dan bergabung dengan plasenta dan akan dikuburkan ketika sudah meninggal bersama mayat.

4 Wawancara via telepon dengan Mardon Sinaga, hari Sabtu tanggal 14 september 2019

Selain tondi, orang Batak juga meyakini bahwa dalam hidup ini menusia memiliki sahala. Sahala merupakan kekuatan tondi, yakni kekuatan untuk memperoleh banyak keturunan, kharisma, kekayaan, dan pengetahuan (Purba 2000:3). Orang Batak meyakini bahwa sahala dapat dipindahkan atau dialihkan oleh orang hidup dan orang yang sudah meninggal kepada orang lain (Pedersen 1970:29-30). Misalnya pasangan suami istri yang belum memiliki keturunan akan meminta berkat (pasu-pasu) kepada pihak hula-hula (pemberi istri) agar kekuatan tondi hula-hula memberkati dan memberikan kekuatan kepada tondi pasangan suami istri tersebut sehingga dapat memperoleh keturunan (purba 2000:3)

Orang Batak juga meyakini keberadaan begu dalam kehidupannya.

Begu dipercaya hidup berdampingan dengan manusia dan memiliki tingkah laku yang sama namun waktu yang terbalik. Misalnya, manusia beraktifitas di siang hari sedangkan begu beraktifitas di malam hari. Orang Batak juga meyakini bahwa ada begu yang baik dan yang jahat. Manusia dalam masa keberhalaannya ada yang memuja begu untuk kebutuhannya dengan sajian (pelean) misalnya untuk meminta kekayaan, kesehatan, dan ada sebagian untuk menjatuhkan musuh (mangula-ula). Begu diyakini sebagai roh orang yang sudah meninggal dunia65.

Dikalangan orang Batak begu yang terpenting adalah Sumangot Ni Ompu (begu dari nenek moyang). Beberapa begu yang ditakuti atau dihormati orang Batak yaitu: 1) Sombaon, merupakan begu yang tinggal

5 Informasi ini diperoleh dari blogspot anak tangga yang terdapat dalam google

dipegunungan, hutan rimba yang gelap, dan mengerikan (parsombaonan). 2) Solobean, merupakan begu yang dianggap sebagai penguasa tempat-tempat tert9entu di Toba. 3) Silan, merupakan begu yang hampir sama denga Sombaon yang tinggal di hutan atau batu yang besar dan aneh namun diyakini merupakan begu nenek moyang yang mendirikan kampung atau nenek moyang dari marga. 4) Begu Ganjang, merupakan begu yang sangat ditakuti oleh orang Batak karena dapat dipelihara manusia yang bertujuan untuk membinasakan orang-orang lain yang dipelihara manusia tersebut6.

2.2.4 Kesenian dan Alat Musik

Orang Batak sangat mencintai kebudayaan dan kesenian, terbukti dengan kebiasaannya yang senang dengan musik, nyanyian, tarombo, opera batak, bahkan tarian. Orang Batak memiliki beberapa kegiatan bermusik yaitu:

1) Margondang.

Kata gondang memiliki banyak pengertian yaitu, dapat diartikan sebagai instrumen, sebagai ensambel musik, judul komposisi tunggal, judul komposisi kolektif dan dapat juga diartikan sebagai upacara (Purba 2000:1-3). Gondang hasapi merupakan ensambel musikal yang menggunakan alat musik sarune etek (alat musik tiup berlidah ganda), hasapi 2 buah (pembawa ritem dan melodi), garantung dan hesek (menggunakan botol kosong). Sedangkan gondang sabangunan merupakan ensambel musik

yang instrumenya terdiri dari lima buah taganing (gendang bersisi satu dan

Secara harfiah tor-tor merupakan tari atau tarian, sedangkan kegiatan menari disebut manortor. namun setiap gerakan-gerakan yang dilakukan pada saat manortor memiliki makna sebagai media komunikasi dan interaksi antara partisipan upacara. Kegiatan manortor biasanya dilakukan dengan iringan gondang yang dilakukan bukan semata-mata sebagai hiburan, namun biasanya dilakukan dalam berbagai kegiatan kegembiraan (masa panen) dan upacara adat (upacara adat perkawinan, upacara adat namonding (Saur matua) dan juga upacara adat yang bersifat sakral atau pun berhubungan dengan mistik (kesurupan)) . setiap upacara adat memiliki ciri khas tor-tor masing-masing sesuai dengan tema upacara adat yang sedang dilakukan87.

2) Martarombo

Martarombo merupakan kegiatan bercakap-cakap yang dilakukan untuk menceritakan hubungan satu marga dengan marga lainnya, bisa juga menceritakan tentang struktur kekeluargaan mulai nenek moyang hingga anak cucu. Martarombo biasanya dilakukan oleh kepala keluarga kepada

7 Informasi diperoleh dari darmaputra blogspot

anak-anaknya dengan tujuan supaya si anak tetap mengetahui cerita nenek moyang mereka meskipun sudah meninggal dunia. Martarombo juga dilakukan kepada orang lain (bukan keluarga) guna mengetahui tutur (panggilan) yang tepat yang ditujukan kepada lawan bicara. Hal tersebut biasanya dilakukan ketika sesama orang Batak yang pertama kali bertemu dengan menanyakan marga kepada lawan bicara dan mencocokkannya dengan marganya atau berdasarkan marga keluarganya8

3) Nyanyian (ende)

Nyanyian merupakan ungkapan perasaan dengan menggunakan melodi dan teks. Bagi orang Batak, bernyayi adalah hal yang dilakukan oleh seluruh umat terlepas dari bagus atau tidaknya suara yang melakukannya.

Kegiatan marende (bernyanyi) sering dilakukan untuk menghibur diri sendiri maupun orang lain. Marende bisa dilakukan dimana saja seperti di ladang, di rumah, di pesta adat, di gereja dan di halaman rumah. Bagi orang batak nyanyian dilakukan untuk mengutarakan perasaan, seperti rasa senang, rasa hampa, rasa syukur, bahkan rasa kesal, marah dan keterpurukan, semuanya dikemas dengan melodi dan teks yang di inginkan oleh penciptanya, sehingga penyaji boleh memilih lagu apa yang akan dinyanyikannya.

Dalam tradisi Batak, orang Batak mengenal nyanyian tradisi yang digunakan untuk meratapi suatu keadaan yaitu andung. Andung merupakan ratapan yang disajikan dalam bentuk melodi atau nyanyian. Andung

disajikan untuk tujuan tertentu, misalnya menceritakan hubungan emosional pangandung dengan mayat (tapi bisa saja terhadap hal lain, misalnya nasib, maupun perpisahan) yang ditangisinya. Teks maupun melodi andung disajikan secara improvisasi (spontan) dan bisanya selalu di dalam konteks.

Pembahasan mengenai andung akan dibahas lebih detail pada bab III.

4) Opera Batak

Opera Batak merupakan media hiburan yang menjadi tontonan masyarakat Batak Toba sebelum adanya media elektronik seperti tv dan radio. Opera Batak merupakan cerita rakyat yang dilakonkan dengan selingan nyanyian dan tarian dan iringan musik. Tarian, nyanyian dan musik serta lakon dalam opera batak tidak saling berhubungan. Nyanyian dan lakon seperti bersaing dalam pementasannya namun sama-sama dikemas menarik perhatian sehingga penonton tidak berpaling ketika pementasannya. Tradisi opera batak dilakukan dari satu tempat ketempat lain atau berpindah-pindah.

2.2.5 Bahasa

Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk mengungkapkan maksud dan tujuan tertentu. Dialek Batak Toba adalah dialek yang digunakan oleh masyarakat di Desa Lingga Raja II untuk berkomunikasi sehari-hari termasuk dalam konteks kegiatan upacara adat, seperti perkawinan, kematian, seni (nyanyian, Andung), cerita rakyat (legenda), dan silsilah atau jenjang tutur dalam keluarga.

Ada perbedaan yang tegas dalam hal penggunaan bahasa atau dialek Batak Toba dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Lingga Raja II.

Pertama, bahwa bahasa yang dipraktekkan dalam percakapan sehari-hari di antara anggota masyarakat adalah dialek yang mudah dipahami. Berbeda dengan dialek yang digunakan dalam percakapan sehari-hari, pilihan kosa kata untuk kegiatan mangandung pada masyarakat tersebut adalah pilihan kosa kata yang tertentu dan jarang digunakan untuk percakapan sehari-hari di masyarakat. perlu dipahami bahwa dalam hal Bahasa Batak Toba ada beberapa kosa kata yang berbeda dengan arti yang sama.

Berikut adalah daftar beberapa kosa kata yang sangat umum digunakan pada saat seseorang mangandung, yaitu:

No Kosa kata biasa Kosa kata untuk

7 Pardompakan pardompakan Dahi

8 Obut jambulan Rambut

9 Rungkung rungkung Leher

10 Andora Andora Dada

11 Abara tanggurung Bahu

12 Butuha Siubeon Perut

13 Daging Daging Punggung

14 Tarontok Tarontok Jantung

15 Tangis mangangguki Menangis

16 Boru sinuan beu anak perempuan

17 Anak sinuan tunas anak laki-laki

18 boru-boru Borua Perempuan

19 Bawa Ndalahi laki-laki

20 Bapa Among Ayah

21 Omak Inong Ibu

22 Tangga Balatuk pijakan/tangga

23 Kuburan Udean Kuburan

24 Balakkang Pudi Belakang

25 Amak Rere Tikar

26 Manjalo Pangido Minta

27 Mayat Bangke Mayat

28 Naik Nangkok Naik

29 Kandungan Bortian Kandungan

30 Natorop Sisolhot Kerabat

31 Busisaon Busisaon Bimbang

32 Marhusor Marhusor Bergerak

33 naso panagaman naso panagaman tidak disangka

34 Tona Tona Pesan

35 Kirim Tongos Kirim

36 Manesa mangapus Menghapus

37 Bereng Ida Lihat

38 Rame Torop Ramai

39 Lao Borhat pergi/berangkat

40 Kuburan Siudeon Kuburan

41 Tinggal Tading Tinggal

42 Cerita turi-turian Cerita

43 Mate monding /marujung ngolu Meninggal

44 holi-holi saring-saring tulang- tulang

45 Paitte Paima Tunggu

46 Satokkin Sallakka Sebentar

47 Tudia Hudia Kemana

48 Martona martading hata Berpesan

49 tega nai pulut niroha Teganya

50 Sugari aut sura Seandainya

51 dang sanggup dang tolap tidak sanggup

52 daong / dang Datung Tidak

53 Manutupi mangholipi menutup-nutupi

54 Hutiop Hupeop kuingat/kepegang

55 dang tarulangi dang haulahan tidak terulang

56 Tibu Gira lebih awal/cepat

56 Tibu Gira lebih awal/cepat

Dokumen terkait