• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FUNGSI, MAKNA, DAN STRUKTUR MUSIKAL ANDUNG PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA LINGGA RAJA II, KECAMATAN PEGAGAN HILIR, KABUPATEN DAIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FUNGSI, MAKNA, DAN STRUKTUR MUSIKAL ANDUNG PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA LINGGA RAJA II, KECAMATAN PEGAGAN HILIR, KABUPATEN DAIRI"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FUNGSI, MAKNA, DAN STRUKTUR MUSIKAL

ANDUNG PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA LINGGA RAJA II, KECAMATAN PEGAGAN HILIR, KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI SARJANA

O L E H

YENIRUS SINAGA NIM : 150707036

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

2020

(2)

ANALISIS FUNGSI, MAKNA, DAN STRUKTUR MUSIKAL

ANDUNG PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA LINGGA RAJA II KECAMATAN PEGAGAN HILIR KABUPATEN DAIRI

SKRIPSI SARJANA

NAMA: YENIRUS SINAGA NIM : 150707036

Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D. Dra. Frida Deliana, M,Si.

NIP:196108291989031003 NIP: 196011181988032001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

2020

(3)

PENGESAHAN

Diterima oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni (S.Sn) dalam bidang Etnomusikologi di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Medan.

Hari : Selasa

Tanggal : 28, Januari 2020

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan,

Dr. Drs. Budi Agustono, M.S.

Nip: 196008051987031001

Panitia Ujian: Tanda Tangan

1. Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D.

2. Dra. Frida Deliana, M,Si.

3. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., P.hD.

(4)

DISETUJUI OLEH :

Program Studi Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Medan

Medan

Program Studi Etnomusikologi Ketua,

Arifninetrirosa SST., M.A.

Nip. 196502191994032002

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan 28 Januari 2020

Yenirus Sinaga NIM: 150707036

(6)

Abstrak

ANALISIS FUNGSI, MAKNA, DAN STRUKTUR MUSIKAL ANDUNG PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA LINGGA RAJA II KECAMATAN PEGAGAN HILIR KABUPATEN DAIRI

Tulisan ini membahas tentang tradisi andung yang masih digunakan masyarakat Batak Toba, khususnya masyarakat Batak Toba yang berdomisili di desa Lingga Raja II Kecamatan Pegagan Hilir Kabupaten Dairi. Andung adalah ratapan dalam bentuk nyanyian yang disajikan dalam bentuk rangkaian melodi dan teks oleh seseorang untuk mengekspresikan kesedihan. Teks maupun melodi andung biasanya disajikan secara improvisasi (spontan) di tempat di mana andung itu disajikan. Dengan kata lain, tidak ada andung tanpa konteks yang sebenarnya.

Andung merupakan hal yang lazim disajikan oleh msyarakat Batak Toba dalam upacara kematian. Andung disajikan untuk suatu tujuan tertentu, misalnya menjelaskan hubungan emosional antara sipenyaji dengan seseorang yang ditangisinya (orang yang meninggal dunia), atau „mengadukan‟ nasib si penyaji kepada yang meninggal dunia itu akan nasibnya sepeninggal orang yang dikasihinya, atau menceritakan kepada khalayak yang sedang melayat tentang sesuatu yang perlu diinformasikannya untuk diketahui khalayak. Semua ini dilakukan secara spontan. Teori yang digunakan untuk menganalisis struktur melodi Andung adalah teori Weighted scale (bobot tangga nada) yang dikemukakan oleh William. P Malm (1977:9). Teori untuk menganalisis makna teks nyanyian andung adalah teori Semiotika yang dikemukakan oleh Martinez.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif bersifat deskriptif yang dikemukakan oleh Allan P Mariam dalam bukunya “The Anthropology Of Music”. Di dalam proses kerja penelitian ini, penulis mengawalinya dengan melakukan studi pustaka, dan studi lapangan, meliputi pengamatan terlibat, wawancara serta melakukan rekaman lapangan, dan melakukan analisa untuk menuliskan laporan ahir. Hasil dari penelitian ini adalah deskripsi analisis Andung ditengah-tengah masyarakat Batak Toba yang dapat memberikan pemahaman tentang fungsional andung yang memiliki empat fungsi yang sesuai dengan fungsi musik dalam pendekatan Alan P Meriam dalam sepuluh fungsi musik, analisis makna penyajian andung bagi masyarakat di Desa Lingga Raja II Kecamatan Pegagan Hilir Kabupaten Dairi, dan analisis struktural andung dalam upacara adat namonding melalui transkripsi yang dibuat untuk mengecek keabsahan data.

Kata kunci: andung, Batak Toba, kematian

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang maha kuasa, atas perlindungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul: “Analisis Fungsi, Makna, dan Struktur Musikal Andung pada Masyarakat Batak Toba di Desa Lingga Raja II Kecamatan Pegagan Hilir Kabupaten Dairi” yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana seni (S.Sn) pada program studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dekan Fakultas Ilmu Budaya Bapak Dr. Drs. Budi Agustono, M.S., dan ketua Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yaitu kepada Ibu Arifninetrirosa, SST.,M.A. atas bimbingan, arahan yang selalu memotivasi penulis supaya tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini dan sekretaris Program Studi Etnomusikologi bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si.

Terimakasih yang sebesar-besarnya juga saya ucapkan kepada Bapak Prof.

Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D. sebagai Dosen Pembimbing I dan kepada ibu Dra. Frida Deliana, M.Si. atas semua tuntunan, nasehat serta bimbingannya dan memotivasi penulis supaya tetap semangat dan tidak menyerah dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada seluruh Bapak dan Ibu dosen Program Studi Etnomusikologi yaitu Drs. Fadlin, M.A., Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si., Drs. Muhammad Takari, M.Hum., P.hD., Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., Drs. Irwansyah, M.A., Drs. Perikuten

(8)

M.Pd., Dra. Rithaony, M.A. atas ilmu yang telah diberikan selama ini. Begitu juga kepada Ibu Siti Nurhawani sebagai pegawai administrasi, terimakasih atas bantuannya selama ini.

Dalam tulisan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada ibunda Rapmahita Situmorang, yang telah berjuang di Kampung halaman untuk mendukung penulis dengan materil, doa restu, serta dukungan yang luar biasa baik dalam bidang akademik maupun kegiatan sehari-hari sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Nasehatmu ibu akan senantiasa mengiringi langkahku, dan doa yang selalu engkau ucapkan telah membawaku kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Saya tidak dapat membalas semua kebaikan dan perjuangan ibu, namun saya akan berusaha menjadi anak yang akan membahagiakanmu kedepannya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada almarhum ayah tercinta Maston Sinaga, yang telah berjuang untuk menyekolahkan saya hingga ke jenjang srata satu. Pengorbananmu ayah akan selalu saya kenang, nasehat- nasehatmu akan menjadi bekal bagi kehidupan saya kedepannya. Tiada yang bisa saya lakukan untuk membalas kebaikan serta pengorbananmu, selain mengucapkan doa kepada Tuhan Yesus. tiada yang bisa saya lakukan untuk membahagiakanmu ayah, karena engkau pun sudah bahagia bersamaNya. Selamat jalan ayah.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada saudara saya yaitu Ruth Ananta Sinaga beserta abang Ringo-Ringo dan adek Laura dan yoel, kepada abangda Jhon Freslin Sinaga beserta eda Jeremia Sihaloho dan adek

(9)

Jeremia dan Ayu, kepada abangda Dosran Yoseph Sinaga beserta eda sasmianto Silaban dan adek Sasmianto, Yosel, Rido, Putra, kepada abangda Waslin Sinaga, kepada abangda Irwanda Sinaga dan kepada saudari tercinta Ewis Melona Sinaga, yang telah berjuang untuk menyekolahkan saya sampai pada saat ini saya dapat menyelesaikan studi saya dengan baik. Kebaikan serta doa doa kalian akan saya jadikan motivasi hidup saya. Tiada kata yang bisa menggambarkan betapa besarnya cinta dan kasih sayang saya kepada kalian. Khususnya kepada saudari saya Ewis Melona Sinaga, yang telah membantu, serta mendukung saya dengan materil, doa, dan dukungan penuh dalam akademik maupun kegiatan diluar kampus. Terima kasih karena telah menjadi orang tua, sahabat, teman sekaligus kakak saya, dalam masa menyelesaikan pendidikan strata satu. Tiada yang bisa saya lakukan untuk membalas kebaikanmu selain doa kepada yang Maha Kuasa untuk kebagiaanmu kedepannya.

Tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada narasumber saya Bapak Op. Kristina Sinaga, Ibu Opung Repita Sinaga, dan Opung Repita Situmorang, Op Wanjen Sinaga, Op Imel Tamba, dan Op. Yanes Lumban Gaol yang menerima penulis sebagai peneliti untuk mendapatkan informasi dan data dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada sahabat saya yaitu Debora Huta Galung, Pantriadi Limbong, Pasu Harianto, Raja Huttal, Matta Debata Raja, Roony Tampubolon dan elsana Hutasoit, Kepada sahabat saya Rizky Famelia Ningrum, Devi Permata Sari dan Windi Nurliana, dan Iqbal Mahardi, Kepada sahabat saya Hans Pernando Hutagalung, Rio Kenzo, Jamauli, Ainal Syabri,

(10)

Yehezkiel, yang telah menyemangati saya dalam menyelesaikan skripsi ini, serta sahabat-sahabat saya stambuk 2015 yang menjadi teman seperjuangan dalam menyelesaikan strata satu.

Penulis juga mengucakan terima kasih kepada sahabat saya paduan suara de‟Witness Choir yang tidak dapat sayasebutkan satu persatu, dan kepada teman teman dipaduan suara U.L.O.S yang telah menjadi sahabat berbagi pengalaman semasa perkuliahan saya. Saya juga mengucapakan terima kasih kepada Irwan Roganda Malau yang selalu sabar menyemangati saya, membantu saya, dan memberikan dukungan penuh serta doa dalam menyelesaikan skripsi ini, kakak saya Nora Widya Malau, Agnes Lestari Malau dan juga Yenita Malau yang telah memberikan masukan, teman bertukar pikiran dan menjadi penyemangat yang luar biasa selama mengerjakan skripsi dan teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu dengan segala kerja sama dan pertemanan yang telah dibangun selama ini. Kiranya Tuhan memberkati dan mempermudah jalan kesuksesan kita semua.

Semoga Tuhan Yesus Kristus senantiasa memberikan berkat dan perlindungan pada mereka semua. Akhirnya harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dalam peningkatan mutu pendidikan di era globalisasi ini, dan menjadi suatu bahan penelitian selanjutnya yang relevan.

Medan, Oktober 2019 Penulis,

Yenirus Sinaga

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR, TABEL DAN BAGA ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Pokok Permasalahan ... 5

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 6

1.4 Konsep dan Teori ... 7

1.4.1 Konsep ... 7

1.4.2 Teori ... 9

1.5 Metode Penelitian... 11

1.5.1 Studi Kepustakaan ... 12

1.5.2 Penelitian Lapangan ... 12

1.5.2.1 Observasi (Pengamatan) ... 13

1.5.2.2 Wawancara ... 13

1.5.2.3 Perekaman ... 15

1.5.2.4 transkripsi ... 15

1.5.2.5 Kerja Laboratorium ... 16

1.6 Lokasi Penelitian ... 16

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA LINGGA RAJA II KABUPATEN DAIRI 2.1 Lokasi dan Toografi Kabupaten Dairi dan Desa Lingga Raja II . 17 2.2 Masyarakat di Desa Lingga Raja II ... 20

2.2.1 Sistem Kekerabatan ... 21

2.2.2 Mata Pencaharian ... 26

2.2.3 Sistem Religi ... 27

2.2.4 Kesenian dan Alat Musik ... 30

2.2.5 Bahasa ... 33

BAB III ANDUNG DALAM UPACARA ADAT NAMONDING DI DESA LINGGA Raja II 3.1 Pengertian Andung ... 38

3.2 Fungsi Andung bagi Masyarakat ... 41

3.2.1 Fungsi Pengungkapan Emosional ... 42

3.2.2 Fungsi Komunikasi ... 44

3.2.2 Fungsi Reaksi jasmani ... 47

3.2.2 Fungsi yang berkaitan dengan norma sosial... 50

(12)

3.4 Jenis-Jenis Andung yang Dilarang ... 54

3.5 Makna Penyajian Andung Bagi Masyarakat ... 56

3.6 Struktur Melodi Andung ... 67

BAB IV TRANSKRIPSI DAN ANALISIS STRUKTUR MELODI ANDUNG PADA UPACARA ADAT NAMONDING HUTAJULU 4.1 Tangga Nada (scale) ... 68

4.2 Nada Dasar (pitch center) ... 69

4.3 Wilayah Nada (range) ... 70

4.4 Jumlah Nada (frequency of note) ... 71

4.5 Formula Melodik (melodic formulas) ... 72

4.6 Kontur (counter)... 82

4.7 Analisis Ritem ... 84

4.7 Analisis Penyajian Andung ... 84

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 88

5.2 Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 93

DAFTAR WEBSITE ... 93

DAFTAR INFORMAN ... 94

LAMPIRAN... ... 96

(13)

DAFTAR GAMBAR TABEL DAN BAGAN

Gambar 2.1 Peta Desa Lingga Raja II ... 20

Tabel 2.2.1 Sistem Kekerabatan ... 25

Tabel 2.2.5 Bahasa ... 34

Tabel 3.5 Makna Konotatif ... 58

Tabel 3.5 Makna denotatif ... 63

Bagan 2.1.1 Sistem Kekerabatan ... 21

Bagan 2.1.1 Sistem kekerabatan ... 24

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penelitian ini akan membahas tentang andung dalam upacara namonding (adat kematian) di Desa Lingga Raja II Kecamatan Pegagan Hilir Kabupaten Dairi. Andung merupakan ratapan yang disajikan dalam bentuk melodi atau nyanyian. Orang yang menyajikan andung disebut pangandung. Andung disajikan untuk tujuan tertentu, misalnya menceritakan hubungan emosional pangandung dengan mayat (tapi bisa saja terhadap hal lain, misalnya nasib, maupun perpisahan) yang ditangisinya.

Teks maupun melodi andung disajikan secara improvisasi (spontan) dan bisanya selalu di dalam konteks. Maksudnya, teks maupun melodi andung itu disajikan pada saat acara namonding tersebut sedang terjadi.

Teks yang digunakan dalam andung merupakan kata-kata yang puitis, dan memiliki arti yang mendalam tentang kisah hidup orang yang sedang diratapi. Dengan demikian, orang yang mendengarkan andung akan terinformasi tentang masa hidup yang meninggal dunia. Bisa juga teks andung berisi tentang kebaikan orang yang meninggal, pengalaman pangandung bersama orang yang meninggal yang ditangisinya, cerita atau kisah yang sudah terjadi sebelum orang yang ditangisi itu meninggal dunia, dan menangisi yang belum terjadi. Maksudnya istri/suami akan mangandung dengan isi teks mengadukan nasibnya kepada yang

(15)

ditangisinya, berisi ratapan untuk mengadukan nasib yang akan ditanggungnya tanpa kehadiran orang yang sedang ditangisinya. Namun secara mendasar penulis belum mengetahui atau menemukan secara pasti untuk apa sebenarnya andung tersebut dilakukan, apakah dengan meluapkan isi hatinya pangandung akan merasa lega, atau hanya sekedar menginformasikan isi hatinya terhadap khalayak yang melayat. Mengapa orang lain harus terinformasi? Apakah andung digunakan untuk berbagi kesedihan, sehingga khalayak juga merasakan kesedihan yang dirasakan si pangandung. Artinya, apa sebenarnya makna serta tujuan melakukan atau meratapi orang yang meninggal dunia bagi masyarakat di desa Lingga Raja II? Apakah dengan melakukan kegiatan andung ada tujuan-tujuan yang bersifat spiritual atau justru pemenuhan kebutuhan emosional atau faktor psikologis saja. Hal ini menjadi pertanyaan sentral dalam penelitian ini.

Secara stuktur musikal andung dilantukan dengan nada atau melodi yang diulang-ulang. Namun dalam andung pelaku lebih memperhatikan isi teks dari pada melodi. Pilihan kata yang dilakukan biasanya berbeda dengan kata-kata yang digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari untuk menceritakan suatu kejadian. Kata-kata dalam andung biasanya kata kiasan (metafora) yang dipakai untuk mengekspresikan kesedihan yang mendalam, yang dialami oleh pangandung. Namun penulis belum mengetahui mengapa harus menggunakan bahasa kiasan. Apakah kata kiasan ini memiliki kekuatan tersendiri sehingga dapat mengubah suasana

(16)

hati seseorang? Dari pengamatan lapangan1, sering terjadi orang yang melayat dan mendengarkan andung ikut menangis ketika mendengarkan andung yang sedang dilantunkan seseorang. Tidak sedikit pula orang yang melayat yang ikut terhanyut dalam melodi dan teks andung. Dengan demikian orang yang melayat bisa saja ikut mangandung pula. Sehingga orang yang mangandung akan berhenti untuk mendengarkan andung yang dilakukan oleh si pangandung lainnya.

Fungsi andung merupakan alat komunikasi antara pangandung dengan pendengar dan pangandung dengan mayat. Andung dapat meluapkan rasa sakit, kecewa, marah dan sedih. Sehingga dengan melakukan andung, emosional penyaji akan terwakilkan. Jadi ini bisa dikatakan sebagai sarana untuk mengungkapkan isi hati/ penderitaan yang dialami oleh sipenyaji. Keluh kesah biasanya diluapkan dengan andung. Si penyaji akan melakukan andung terus menerus sampai seluruh isi hati benar benar terungkapkan. Dalam hal mangandung tidak pernah dibatasi jumlahnya, siapapun boleh melakukan andung. Namum masyarakat yang tidak berhubungan erat dengan yang meninggal biasanya hanya akan menyapa keluarga yang sedang berduka tanpa melakukan andung, meskipun mereka bisa mangandung.

Andung disajikan tanpa memperhitungkan panjang pendeknya durasi waktu. Namun pada umumya andung tidak berlangsung lama. Durasi waktu yang dibutuhkan untuk mangandung 1-5 menit. Karena ketika

1 Sejak usia dini (kurang lebih sejak 15 tahun yang lalu) penulis sudah sering mendengar orang melakukan kegiatan andung dalam berbagai upacara namonding di desa kelahiran penulis. Oleh

(17)

mangandung terlalu lama, maka keluarga maupun orang yang sedang melayat tidak akan membiarkannya untuk terus mangandung dan akan membujuknya untuk berhenti. Jika pangandung tidak berhenti juga saat dibujuk maka salah seorang dari mereka yang melayat akan memimpin ende (lagu) gereja dari buku ende lalu diikuti oleh semua yang sedang melayat.

Dengan demikian yang mangandung akan diam dengan sendirinya.

Namun, ada pihak-pihak tertentu yang tidak menyarankan andung dilaksanakan, seperti misalnya penatua gereja. Terbukti ketika aktivitas andung disajikan, penatua maupun pengurus gereja akan meminta untuk berhenti walaupun pangandung baru saja mulai menyajikan andung tersebut. Tentu ada alasannya mengapa pihak gereja secara personal tidak menyarankan andung untuk disajiikan. Ada asumsi dikalangan masyarakat bahwa menyajikan andung merupakan tradisi masa lalu yang dianggap berkomunikasi dengan orang yang meninggal. namun penulis belum mengetahui mengapa saat mangandung, pelaku andung dielek (dibujuk) untuk berhenti? Apakah pelaku andung dibujuk dengan alasan supaya tidak terlalu lelah menangis, atau ada perbedaan pemahaman, Sehingga ketika penyaji tidak berhenti saat dibujuk dipimpin lagu dari buku ende sehingga suara pangandung akan tertutupi oleh lagu yang di pimpin?

Andung hingga kini tetap eksis di tengah masyarakat batak Toba, walaupun dewasa ini sudah mulai berkurang. Tentu ada alasan mengapa andung tetap eksis di tengah masyarakat walaupun secara frekuensi berkurang. Inilah persoalan yang akan dikaji dalam penelitian ini. Untuk

(18)

mendapatkan informasi dan data ilmiah maka penulis akan melakukan penelitian guna untuk mendapatkan informasi dan data yang ada di Desa Lingga Raja II Kecamatan Pegagan Hilir Kabupaten Dairi.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas tentang andung dalam upacara adat namonding maka penulis tertarik untuk menyusun Serta menuliskannya dalam bentuk skripsi yang berjudul: “ANALISIS FUNGSI, MAKNA, DAN STRUKTUR MUSIKAL ANDUNG PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA LINGGA RAJA II KECAMATAN PEGAGAN HILIR KABUPATEN DAIRI”

1.2 Pokok Permasalahan

Sesuai dengan latar belakang masalah yang penulis uraikan diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Apa fungsi sosial andung bagi masyarakat Pegagan Hilir ? 2. Apa makna penyajian andung bagi masyarakat?

3. Adakah struktur musikal dalam penyajian andung?

1.3 Tujuan dan Mafaat Penelitian

dalam tulisan ini ada tujuan dan manfaat penelitian yang ingin penulis capai dengan menyesuaikan latar belakang masalah dan pokok

(19)

permasalahan yang sudah penulis uraikan sebelumnya. Adapun tujuan dan manfaat penelitian tersebut adalah

1.3.1 Tujuan Penelitian

adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. untuk mengetahui fungsi andung bagi masyarakat pegagan Hilir 2. Untuk mengetahui makna penyajian andung bagi masyarakat.

3. Untuk mengetahui struktur musikal andung dan penyajiannya

1.3.2 Manfaat Penelitian

1. Memperluas wawasan pembaca tentang pemahaman andung Batak Toba terutama masyarakat Batak Toba sendiri sehinga mengetahui dengan baik makna dan fungsi andung dalam konteks budaya Batak Toba.

2. Salah satu upaya untuk menambah informasi mengenai andung Batak Toba khususnya di Desa Lingga Raja II Kecamatan Pegagan Hillir Kabupaten Dairi.

3. Salah satu upaya pengembangan ilmu dan proses pengaplikasian yang diperoleh penulis selama mengikuti perkuliahan di program studi Etnomusikologi.

(20)

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Menurut Aristoteles dalam bukunya the Clasical Theory of Concepts konsep merupakan penyusun utama dalam pembentukan pengetahuan ilmiah dan filsafat pemikiran manusia Secara operasional konsep „fungsi‟ di dalam tulisan ini maksudnya adalah merupakan suatu dampak dari suatu peristiwa, kegiatan, kejadian, bagi atau terhadap pelaku maupun orang lain.

Fungsi dan tujuan memiliki hubungan yang erat. Dimana suatu kegiatan memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai. Dan tujuan tersebut akan memberi dampak bagi pelaku maupun orang lain. Sama halnya dengan andung, andung dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, dimana tujuan tersebut akan memberi dampak bagi pelaku andung maupun pendengar.

Dalam hal ini penulis akan melihat fungsi maupun kegunaan dari andung ditengah masyarakat Batak Toba khususnya di Desa Lingga Raja II Kecamatan Pegagan Hilir Kabupaten Dairi.

Nyanyian merupakan bagian dari musik. Secara umum musik dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu (1) musik vokal (2) musik instrumental (3) gabungan antara musik instumental musik vokal. Yang dimaksud dengan musik vokal adalah bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia seperti mulut, bibir, lidah, dan kerongkongan yang memiliki nada, ritem, melodi, dinamik dan irama yang memiliki pola-pola serta aturan-aturan bunyi tersebut. Musik vokal dapat disebut juga dengan nyanyian. Menurut Poerdarminta (1985:680) nyanyian merupakan sesuatu yang berhubungan

(21)

dengan bunyi yang bertujuan untuk menyampaikan maksud seseorang.

Berdasarkan uraian diatas maka, andung dapat juga disebut sebagai musik vokal maupun nyanyian karena mengandung unsur-unsur yang disebutkan dalam pengertian musik vokal.

Analisis merupakan proses pemecahan suatu masalah yang besar dengan memperhatikan setiap bagian bagian yang terkandung didalam masalah tersebut dan menguraikannya sehingga masalah tersebut lebih mudah diapahami. Demikian juga dalam menganalisa andung, harus diperhatikan bagian-bagian yang terkandung dalam andung, seperti melodi, kualitas suara, dan interval nada sehingga andung tersebut lebih mudah dipahami.

Tekstual merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan teks ataupun tulisan suatu nyanyian. Teks tersebut memiliki makna tertentu yang disampaikan oleh penyaji kepada yang disajikannya. Maka teks dapat diartikan juga sebagai media komunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan penyajinya. Dalam andung, teks merupakan hal terpenting dari pada struktur melodinya. Andung memiliki makna dan pesan tersirat dari isi teksnya.

Sehingga pelaku maupun pendengar akan terinformasi dengan teks yang disajikan. Makna terbagi menjadi dua bagian yaitu Makna konotatif dan makna denotatif. Makna konotatif adalah kata yang memiliki arti tambahan sedangkan makna denotatif adalah kata yang tidak memiliki arti tambahan atau disebut makna sebenarnya (Keraf, 1991:25).

(22)

Struktur merupakan hubungan antara beberapa unsur atau susunan atau bentuk yang tidak harus berbentuk fisik. Struktur musikal merupakan unsur unsur yang terdapat dalam suatu melodi yaitu unsur melodi, pola ritem, tinggi rendahnya nada atau wilayah nada dan lain sebagainya.

Masyarakat adalah sekumpulan manusia, yang dalam kehidupannya melakukan kerjasama secara kolektif karena saling ketergantungan sosial diantara mereka (Frida Deliana dan Muhammad Takari, 2009:1) Dalam hal ini masyarakat Batak Toba merupakan masyarakat yang bersuku Toba yang tinggal didaerah desa Lingga Raja II kecamatan Pegagan Hilir kabupaten Dairi.

Maka analsis fungsi, makna tekstual, dan struktur musikal andung pada masyarakat adalah proses penguraian andung menjadi bagian yang lebih mudah dipahami, sehingga dapat mengetahui fungsinya bagi masyarakat, baik itu fungsi mangandung, fungsi andung, fungsi teks yang terkandung, dan juga menguraikan nada, melodi dan kualitas suara yang terkandung dalam andung. Dengan demikian penulis akan mengetahui dampak penyajian andung dalam masyarakat dan bagi pelaku andung.

1.4.2 Teori

Untuk memahami penggunaan dan fungsi andung penulis berpedoman pada pendapat Allan P.Merriam (1962, 209-226) yang menyatakan bahwa penggunaan musik yang meliputi perihal pemakaian musik dan konteks pemakaiannya atau bagaimana musik itu digunakan.

(23)

Untuk menguraikan penggunaan andung, penulis berpedoman kepada salah satu penggunaan musik yang dinyatakan oleh Alan. P Meriam (1964, 217- 218) yaitu penggunaan musik dengan bahasa. Dalam meneliti fungsi andung, penulis berpedoman pada pendapat Alan. P Meriam tentang sepuluh fungsi musik. Yaitu andung merupakan fungsi pengungkapan emosional, fungsi komunikasi, fungsi reaksi jasmani, fungsi yang berkaitan dengan norma sosial dan fungsi kesinambungan budaya.

Dalam menganalisis makna teks yang terkandung dalam andung, penulis menggukan teori yang dikemukakan oleh Malm (1977: 9) Ia mengatakan bahwa musik juga memiliki hubungan dengan teks. Hal ini juga terlihat dalam andung yang menyesuaikan teks andung dengan melodi maupun nada yang digunakan. Untuk menganalisis makna teks yang terkandung dalam andung, penulis menggunakan teori semiotika. Teori semiotika disebut juga sebagai ilmu ketandaan dan juga disebut studi semiotik. Teori semiotika merupakan studi tentang makna keputusan Panuti Sudjiman dan Van Zoest (Bakar 2006:45-51) menyatakan bahwa semiotika berarti tanda atau isyarat dalam satu sistem lambang yang lebih besar.

Dalam menganalisis makna kalimat dapat dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan konotatif dan pendekatan denotatif. Pendekatan konotatif adalah kajian dari suatu kalimat yang mengandung makna yang disesuaikan dengan konteksnya, sedangkan pendekatan denotatif merupakan pendekatan yang mengandung makna kalimat yang sebenarnya.

(24)

Untuk mengetahui struktur musikal dalam penyajian andung dalam upacara adat kematian, penulis menggunakan teori weighted scale (bobot tangga nada) teori ini pada dasarnya menggunakan struktur ruang dalam musik untuk melibatkan ukuran-ukuran tertentu. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengukur melodi yaitu: Tangga nada (scale), Nada dasar (pitch centre), Wilayah nada (range), Jumlah nada (frequency of note), Interval nada, Pola-pola kadensa (cadence patterns), Formula nada (melodic formula, dan Kontur (contour) (Malm 1977:8)

1.5 Metode Penelitian

Metode merupakan cara yang digunakan untuk melakukan suatu pekerjaaan yang sudah terkonsep guna untuk mencapai suatu tujuan.

Metode bertujuan untuk mengarahkan peneliti melakukan kegiatannya sehingga dapat teratur dan mempermudah peneliti untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Metode penelitian diharapkan mampu mengarahkan penulis untuk melakukan penelitian ilmiah guna memperoleh hasil penelitian ilmiah mengacu kepada pokok permasalahan yang sudah ditentukan sebelumnya.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian dengan pendekatan deskriftif kualitatif. Pendekatan deskriftif kualitatif merupakan proses mengumpulkan informasi dari berbaga sumber mengenai suatu masalah. Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(25)

1.5.1 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian ini. Sebelum kelapangan, penulis terlebih dahulu mencari berbagai informai tentang topik yang sudah ditentukan. Sejauh ini penulis menggali informasi dari media sosial yaitu internet seperti google, browser, chrome. Selain itu penulis juga mencari informasi dari buku, artikel, maupun jurnal yang membahas sesuatu yang berhubungan dengan topik yang sudah ditentukan. Selain itu, penulis juga memperoleh informasi melalui pengamatan langsung pada acara namonding. Penulis sudah melakukan pengamatan langsung kurang lebih 10 kali. Meskipun pada saat itu hanya sekedar melihat tanpa melakukan pengamatan secara detail.1.5.2 Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan merupakan kegiatan pengumpulan data dengan mencari fakta-fakta yang relavan untuk memecahkan pokok permasalahan yang sudah ditentukan sebelumnya. Dalam penelitian lapangan peran peneliti sangat diperlukan untuk menggali lebih dalam fakta-fakta yang ada untuk memperoleh hasil yang lebih relevan mengenai objek penelitian yang terkait. Dalam hal ini penulis akan melakukan kegiatan wawancara dan perekaman.

Sebagai acuan dalam pengumpulan data penulis berpedoman kepada tulisan Harsja W. Bachtiar dan Koentjaraningrat dalam buku Metode-

(26)

metode penelitian masyarakat. Dalam tulisan ini mengatakan bahwa pengumpulan data dilakukan melalui kerja lapangan dengan menggunakan:

1.5.2.1 Observasi (Pengamatan)

Observasi (pengamatan) dalam hal ini penulis akan melakukan pengamatan langsung. Penulis akan melihat langsung prosespenyak=jian andung dalam upacara adat namonding untuk mendapat informasi yang akurat. Pengamatan langsung bertujuan untuk mendapatkan informasi yang mungkin tidak bisa kita dapatkan dari sumber yang lain. Maka penulis akan mengamati langsung bagaimana proses pelaksanaan andung ditempat kejadian untuk memperoleh informasi yang akan membantu penulis untuk menyelesaikan pokok permasalahan yang sudah ditentukan sebelumnya.

1.5.2.2 Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi secara lisan. Penulis akan melakukan wawancara kepada masyarakat yang melakukan andung dan juga masyarakat yang mendengarkan andung. Tujuannya adalah, untuk memperoleh informasi tentang topik yang sudah ditentukan dari berbagai sudut pandang. Dengan wawancara penulis akan memperoleh informasi secara ilmiah dengan posisi penulis adalah outsider, sehingga apapun pendapat narasumber tentang topik yang dibahas penulis akan menuliskannya dalam hasil penelitian. menurut Lincoln dan Guba (Moleong,2000:137) wawancara terbagi menjadi empat

(27)

bagian yaitu: (a) Wawancara oleh tim atau panel, (b) Wawancara tertutup dan wawancara terbuka, (c) Wawancara riwayat secara lisan dan (d) Wawancara terstruktur dan tak terstruktur.

Dalam hal ini penulis akan menggunakan wawancara terstrukur dan tak terstruktur. Dalam penelitian terstruktur, penulis sudah mempersiapkan pertanyaan yang akan ditanyakan kepada narasumber guna memperoleh informasi yang penulis butuhkan. Dalam penelitian tak terstruktur penulis akan menanyakan pertanyaan yang tidak disiapkan kepada narasumber. Hal ini dapat terjadi dilapangan ketika melakukan wawancara yaitu bertujuan untuk mengorek lebih dalam informasi yang berhubungan dengan objak penelitian.

Untuk memperoleh informasi penulis menetapkan dua narasumber utama yaitu op Kristina Sinaga yaitu masyarakat yang memahami penyajian dan penggunaan andung. Op Kristina Sinaga juga merupakan penatua adat dan juga pengurus gereja Katolik st. Paulus. Beliau akan menjelaskan secara ilmiah tentang andung khususnya didesa Lingga Raja II kecamatan Pegagan Hilir kabupaten Dairi. Selai narasumber utama penulis juga menetapkan 3 narasumber lainnya untuk menambah informasi dan data yang ilmiah yaitu masyarakat awam op Repita Situmorang, op Wanjen Sinaga, dan op Imel Tamba. Narasumber ini merupakan masyarakat yang berdomisili di Desa Lingga Raja II.

(28)

1.5.2.3 Perekaman

Perekaman merupakan pengumpulan data dengan menggunakan bantuan alat elektronik seperti handphone kamera dll. Dalam hal ini penulis akan menggunakan handphone untuk merekam audio maupun video dilapangan untuk memperoleh informasi yang dapat penulis dengarkan kembali setelah kegiatan wawancara maupun observasi berlangsung. Hal ini dapat membantu penulis untuk mengingat kembali hasil yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara sehingga sedikit pun tidak terlewatkan karena dapat memutar ulang hasil rekaman tersebut kapan saja dan dimana saja.

1.5.2.4 Transkripsi

Menurut ilmu Etnomusikologi traskripsi ialah suatu proses meneliiti bunyi-bunyian sebagai hasil dari pengamatan dan pendengaran suatu musik yang dituliskan kedalam bentuk simbol-simbol yang disebut dengan notasi.

penulis mentranskripsikan andung dengan menggunakan notasi barat. Penulis menggunakan notasi barat supaya dapat menggambarkan bentuk melodi andung secara grafis dan tertulis (dapat dilihat) sehingga mempermudah pembaca dalam memahami transkripsi yang dituliskan.

1.5.2.5 Kerja Laboratorium

Setelah melakukan observasi, wawancara serta perekaman data yang dihasilkan akan diproses dilaboratorium guna untuk menyusun data yang dihasilkan dan menuliskannya kedalam skripsi dengan mengacu

(29)

kepada hasil yang sudah didapatkan. Hasil rekaman yang sudah diperoleh akan ditranskripsikan kedalam bentuk notasi dan selanjutnya akan dianalisa.

Pada ahirnya hasil yang diperoleh dituliskan secara sistematis berdasarkan kerangka penulisan. Jika data masih kurang lengkap maka penulis akan menjumpai kembali informan untuk menanyakan kembali hal yang belum lengkap tersebut. Hal ini dapat dilakukan secara berulang-ulang.

1.6 Lokasi Penelitian

lokasi penelitian yang penulis tentukan dalam penelitian ini adalah di desa Lingga Raja II kecamatan Pegagan Hilir kabupaten Dairi yaitu daerah atau desa yang berpenduduk 95% suku Batak Toba.

Adapun alasan penulis memilih tempat ini adalah karena tempat ini merupakan tempat yang penduduknya dominan katolik dan prostestan yang bersuku Batak Toba sehingga memudahkan penulis untuk menemukan tradisi andung dalam upacara adat kematian. Di desa ini tradisi andung masih tetap eksis dan sering diperdengarkan dalam upacara adat kematian.

Dengan demikian penulis akan lebih mudah untuk memperoleh informasi baik itu observasi perekaman dan juga wawancara.

(30)

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA DI DESA LINGGA RAJA II, KECAMATAN PEGAGAN HILIR

KABUPATEN DAIRI

Bab ini akan menjelaskan secara ringkas tentang etnografi masyarakat Batak Toba yang tinggal di Desa Lingga Raja II, Kecamatan Pegagan Hilir, Kabupaten Dairi. Pertama akan dijelaskan lokasi dan topografi Kabupaten Dairi dan Desa Lingga Raja II sehingga mempermudah pembaca untuk memahami gambaran tentang lokasi penelitian ini.

Kemudian akan dijelaskan seputar hal-hal terkait kegiatan masyarakat sehari-hari terkait dengan bahasa, sistem dan konsep religi, sistem kekerabatan, kesenian dan seni pertunjukan, peralatan musik, dan mata pencaharian. Akan disertakan juga contoh-contoh yang dapat mendukung pemahaman tentang hal tersebut.

2.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Dairi dan Desa Lingga Raja II.

Kabupaten Dairi terletak diantara 2015'00''-3000'00" Lintang Utara dan 98000'-98030' Bujur Timur, tepatnya di sebelah Barat Daya Provinsi Sumatera Utara, dengan ketinggian wilayah antara 400 – 1.700 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Dairi merupakan daerah yang beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Luas wilayah Kabupaten Dairi kurang lebih 1.927,80 km2 atau sekitar 2.69% dari luas Provinsi Sumatera Utara (71.680,68 km2).

(31)

Berdasarkan hasil sensus 2016 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Kabupaten Dairi pada tahun 2013 adalah sebanyak 276.005 jiwa. pada tahun 2014 adalah sebanyak 277.575 jiwa.

pada tahun 2015 adalah sebanyak 279.090 jiwa. pada tahun 2016 adalah sebanyak 280.610 jiwa.

Berdasarkan letak geografisnya Kabupaten Dairi memiliki batas- batas wilayah, yaitu: di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara (Provinsi Nangroe Aceh Darussalam) dan Kabupaten Tanah Karo.

Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pakpak Bharat. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Selatan (Provinsi Nangroe Aceh Darussalam), dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Samosir.

Kabupaten Dairi memiliki lima belas kecamatan yaitu Pegagan Hilir, Parbuluan, Sitinjo, Sidikalang, Sumbul, Silahisabungan, Si Empat Nempu, Si Empat Nempu Hulu, Si Empat Nempu Hilir, Berampu, Lae Parira, Tiga Lingga, Gunung Stember, Silima Pungga-Pungga, dan Tanah Pinem.

Pegagan Hilir memiliki tiga belas Desa yaitu Bandar Huta Usang, Bukit Tinggi, Laksa, Lingga Raja , Bukit Baru, Mbinanga, Onan Lama, Perrik Mbue, Simanduma, Simartugan, Tanjung saluksuk, Kuta Usang dan Lingga Raja II. Desa Lingga Raja II merupakan pemekaran dari Desa Lingga Raja pada tahun 2004 dengan Luas wiayah 3.000 Ha.

Topografis Desa Lingga Raja II, yang menjadi area penelitian penulis, secara umum termasuk daerah dataran tinggi, berbukit dan miring, dengan kemiringan antara 00 – 400 , dengan ketinggian rata-rata antara 1000

(32)

s/d 1200 di atas permukaan laut. Berdasarkan ketinggian wilayah Desa Lingga Raja II dapat diklasifikasikan menjadi tingkat swadaya yaitu lokasi terpencil dan masyarakat yang tergantung dengan alam, seperti bertani.

Secara umum Desa Lingga Raja II berbatasan dengan wilayah berikut: sebelah Utara berbatasan dengan tanah Karo, sebelah Timur berbatasan dengan tanah Karo, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lingga Raja I sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kuta Usang.

Desa Lingga Raja II memiliki 9 Dusun yaitu, Batu Garut, Lae Manasan, Lae Luhung, Lae Sikurang Etek, Lae Sikurang Balga, Lae Sulpi, Gunung Mas. Sibabi Bawah, dan Sibabi Atas. Desa Lingga Raja II berjarak kurang lebih 12 Km dari Tiga Baru yang mana Tiga Baru merupakan Ibukota Kecamatan Pegagan Hilir.

(33)

Peta Desa Lingga Raja II Sumber: https://g.co/kgs/Z4LUWW

2.2 Masyarakat di Desa Lingga Raja II

Masyarakat yang mendiami Desa Lingga Raja II merupakan 95%

bersuku Batak Toba dan 5% bersuku Pak-Pak. Hal tersebut menyebabkan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat selalu bernuansa Batak Toba.

Seperti berkomunikasi sehari-hari masyarakat menggunakan bahasa Batak Toba, begitu pula dalam upacara adat masyarakat menggunakan sesuai dengan aturan adat Batak Toba.

(34)

2.2.1 Sistem Kekerabatan

Dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba garis keturunan ditarik dari pihak laki-laki (patrilinear), dengan demikian ketika menikah sang istri dan anak-anaknya akan mengikuti marga sang suami, namun sang istri akan tetap menggunakan marga dari ayahnya. Menurut adat kuno, seorang laki-laki tidak bebas dalam memilih pendamping hidupnya. Lelaki Batak sangat pantang menikah dengan wanita semarganya, atau anak perempuan dari saudara perempuan ayah. Jadi perkawinan di adat Batak bersifat exogam yaitu harus mencari teman hidup diluar marganya sendiri.

Perkawinan yang ideal dan diharapkan oleh orang Batak adalah perkawinan antara orang rimpal atau marpariban yaitu lelaki dengan anak perempun dari saudara laki-laki ibunya (boruni tulang). Karena perkawinan bersifat exogam, maka setiap marga harus memberi anak perempuannya kepada marga lain dan menerima gadis dengan marga lain untuk jodoh anak laki-lakinya. Sistem perkawinan ini disebut dengan (connumbium sepihak)

A W B W C W

A1 A1‟ B1 B1‟ C1 C1‟

Keterangan:

A, B, dan C : Marga (M)

(35)

W : Istri M

M1 : Anak laki laki M M1‟ : Anak perempuan M

A1 menikah dengan B1‟ C1 menikah dengan A1‟ B1 menikah dengan C1

Marga B menjadi hula-hula bagi marga A karena marga B menjadi pemberi istri kepada marga A. Dan marga A menjadi boru bagi marga B, karena marga A menjadi penerima istri dari marga B

Marga A menjadi hula-hula bagi marga C karena marga A menjadi pemberi istri kepada marga C. Dan marga C menjadi boru bagi marga B karena marga C menjadi penerima istri dari marga B

Marga C menjadi hula-hula bagi marga B karena marga C menjadi pemberi istri kepada marga B. Dan marga B menjadi boru bagi marga C karena marga B menjadi penerima istri dari marga C

Posisi hula-hula itu sendiri diperoleh ketika satu marga menjadi pemberi istri (anak perempuan) kepada marga lainnya, dan marga penerima istri tersebut akan memperoleh posisi boru bagi keluarga pemberi istri (hula-hula). Dengan demikian, setiap masyarakat akan berperan sebagai hula-hula dan boru diwaktu yang berbeda dengan orang yang berbeda pula.

(36)

Kedudukan hula-hula dalam kekerabatan orang Batak lebih tinggi daripada kedudukan boru, karena pihak hula-hula telah memberikan istri yang akan melanjutkan keturunan pihak boru, sehingga pihak boru akan tetap menghormati pihak hula-hula untuk kelanggengan hubungan kekeluargaan.

Sedangkan orang Batak dengan marga yang sama, meski tidak saling mengenal atau apabila dari tempat (luat) yang berbeda akan disebut dongan sabutuha atau mardongan tubu. Maka namardongan tubu atau semarga harus saling menghargai dalam upacara adat maupun kegiatan sehari-hari sehingga tidak menimbulkan perpecahan dalam kekeluargaan.

Ketiga kedudukan tersebut (hula-hula, boru, dongan tubu) memiliki peran masing-masing dalam upacara adat maupun kegiatan sehari-hari.

Kedudukan ketiganya saling berhubungan sehingga dalam kekerabatan orang Batak Toba harus saling bekerja sama. Oleh karena itu, orang Batak menyatakan ketiga posisi tersebut (hula-hula, boru, dongan tubu) dengan sebutan dalihan natolu, untuk memudahkan para generasi untuk selalu mengingat posisinya dalam hukum adat Batak Toba.

Partuturan dalam sistem kekerabatan komunitas masyarakat adat Batak Toba, yang sudah terstruktur dalam sistem kekerabatan dalihan natolu, tutur yang sama dapat dituturkan kepada orang yang lebih muda maupun orang yang lebih tua bila posisi kekerabatannya sama. Seperti panggilan pada saudara laki-laki ibu, baik adik maupun abang akan dipanggil dengan sebutan Tulang (paman). demikian juga dengan saudara perempuan ayah, yang lebih muda maupun yang lebih tua akan dipanggil

(37)

namboru. berbeda dengan sebutan kepada saudara laki-laki ayah, apabila lebih muda dipanggil uda dan yang lebih tua dipanggil bapatua, dan saudara perempuan ibu apabila lebih muda dari ibu dipanggil inanguda dan yang lebih tua dari ibu dipanggil omaktua. lihat bagan berikut ini.

A W B W

A1 A1‟ A1 B1‟ B1 B1‟

menikah

Namboru Tulang

Bapatua A2 Ito A2‟ Inanguda

Ompung Ompung

Bagan partuturan

Keterangan:

anak tertua berada pada bagan sebelah kiri, dan semakin ke kanan menunjukkan anak lebih muda.

(38)

setiap huruf A : merupakan keturunan AW A1 : anak laki-laki AW

A1‟ : anak perempuan AW B1 : anak laki-laki BW B1‟ : anak perempuan BW

: A1 menikah dengan B1‟

A2 : anak laki-laki A1 B1‟

A2‟ : anak perempuan A1 B1‟

No Suami Istri Keterangan

1 Uda Inanguda Adik laki-laki ayah dan istrinya / adik perempuan ibu dan suaminya 2 Bapatua Omaktua Abang ayah dan istrinya / kakak ibu

dan suaminya

3 Amangboru Namboru Adik atau kakak ayah dan suaminya 4 Tulang Nantulang Adik atau abang ibu dan istrinya 5 Ito Eda/lae Saudara (lawan jenis ago) dan

istrinya/suaminya 6 Ompung doli Ompung

boru

Orangtua ayah dan orangtua ibu

tabel: panggilan dalam adat Batak Toba

(39)

2.2.2 Mata Pencaharian

Desa Lingga Raja II merupakan daerah perbukitan yang mengakibatkan 100% masyarakat yang berdomisili di Desa tersebut berprofesi sebagai petani. 20% diantaranya berprofesi sebagai guru, bidan, pegawai balai desa, pedagang namun tetap bertani sebagai pekerjaan sampingan. Hasil tani dari Desa Lingga Raja II yaitu: jagung, andaliman, cabai, tomat, kopi, jeruk, bawang Batak, dan sayur-sayuran. Hasil tani tersebut biasanya dijual kepada tokke (pembeli barang) dan sebagian dipasarkan juga ke kota-kota seperti Medan, Berastagi, Pekanbaru bahkan Jakarta. Harga hasil panen tersebut selalu mengalami perubahan, bisa melambung tinggi dan bisa anjlok, tergantung kebutuhan pasar. Misalnya hasil panen andaliman pada bulan September - Januari akan mencapai ratusan ribu rupiah perkilonya dan pada bulan Februari – Agustus hanya puluhan ribu rupiah perkilonya, bahkan tidak sebanding dengan jerih payah untuk memanennya. Demikian juga dengan hasil panen lainnya seperti tomat yang terkadang dijual dengan harga Rp 200.- saja, sehingga modal yang dikeluarkan tidak kembali sama sekali. Hal tersebut membuat para petani mengalami keresahan dan membutuhkan peran pemerintah dalam mengatasinya. Perbedaan status ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat mengakibatkan adanya kelompok rumah tangga yang miskin, sedang, dan kaya2.

2 Hasil wawancara dengan Op. Yanes Lumbangaol (Sabtu, 20 Agustus 2019), bertempat di Sibabi

(40)

2.2.3 Sistem Religi

Menurut sistem kepercayaan orang Batak, segala hal dalam kehidupan di dunia ini ada hubungannya dengan keilahian yang diyakini merupakan karya cipta Debata Mulajadi Nabolon, sehingga orang Batak meyakini bahwa jalan maupun alur kehidupan pun berhubungan dengan Mulajadi Nabolon. Dalam cerita turun-temurun diyakini bahwa ada tiga dewa yang dipercaya memiliki peran masing-masing dalam kehidupan manusia yaitu, Batara Guru, Soripada, dan Mangala Bulan yang bertindak sebagai representasi dari Debata Mulajadi Nabolon. Ketiga dewa ini berperan di bumi dan dikenal sebagai Debata Sitolu Sada (Situmorang 2009:1)

Debata Mulajadi Nabolon diyakini bertempat tinggal di atas langit (banua ginjang) yang berkuasa atas kehidupan seluruh umat. Orang batak menggunakan terminologi langit itu sendiri sebagai surga. Diyakini bahwa surga memiliki tujuh tingkat/lapis (langit sipitu lampis) dan Debata Mulajadi Nabolon diyakini tinggal di langit ketujuh yang disebut dengan langit ni langitan (langit diatas segala langit) 3. Debata Mulajadi Nabolon yang hidup di (bumi) banua tonga disebut dengan nama Silaon Nabolon yang menguasai dunia tengah yaitu bumi. Debata Mulajadi Nabolon juga hidup dalam dunia makhluk halus (banua toru) dengan nama Pane Nabolon yang mengatur mata angin. Selain untuk mengatur kehidupan manusia

3 Informasi diperoleh dari tulisan siallagan tahun 2012

(41)

Debata Mulajadi Nabolon juga diyakini mengatur kejadian seperti gejala- gejala alam seperti hujan, gempa bumi, hingga kehamilan.

Konsep tentang jiwa yang diyakini orang Batak adalah tondi yang secara harfiah adalah roh atau jiwa. Tondi dimiliki oleh orang yang hidup dan yang mati, tumbuh-tumbuhan bahkan hewan (Purba 2000:3). Tondi diterima seseorang ketika ia berada dalam kandungan yang hidup bersama badan calon bayi yang memberikan kekuatan untuk bertahan hidup. Tondi itu sendiri diyakini dapat pergi meninggalkan badan. Apabila tondi meninggalkan badan maka orang tersebut akan mengalami sakit dan apabila tondi meninggalkan badan dalam waktu yang lama maka orang tersebut bisa meninggal dunia. Tondi manusia diyakini bisa tersesat disuatu tempat apabila pemiliknya melakukan suatu yang terlarang4. Menurut D. Joh.

Warneck tondi manusia memiliki tujuh jenis menurut fungsinya yaitu: 1) Tondi Sipanggom-gom yaitu roh yang tidak pernah meninggalkan tubuh pemiliknya kecuali saat sudah meninggal dunia. 2) Tondi Sijung-jung yaitu roh pelindung yang melindungi manusia dalam perjalanan hidupnya. 3) Tondi Sipalos-palos yaitu roh jahat yang membuat penyakit. 4) Tondi Sibahota yaitu roh yang memiliki daya cipta. 5) Tondi Sipalilohot yaitu:

Roh yang menjadikan seseorang kaya. 6) tondi parorot yaitu roh pengasuh, dan 7) Tondi Saudara yaitu: roh yang menyatu dengan tubuh dan bergabung dengan plasenta dan akan dikuburkan ketika sudah meninggal bersama mayat.

4 Wawancara via telepon dengan Mardon Sinaga, hari Sabtu tanggal 14 september 2019

(42)

Selain tondi, orang Batak juga meyakini bahwa dalam hidup ini menusia memiliki sahala. Sahala merupakan kekuatan tondi, yakni kekuatan untuk memperoleh banyak keturunan, kharisma, kekayaan, dan pengetahuan (Purba 2000:3). Orang Batak meyakini bahwa sahala dapat dipindahkan atau dialihkan oleh orang hidup dan orang yang sudah meninggal kepada orang lain (Pedersen 1970:29-30). Misalnya pasangan suami istri yang belum memiliki keturunan akan meminta berkat (pasu- pasu) kepada pihak hula-hula (pemberi istri) agar kekuatan tondi hula-hula memberkati dan memberikan kekuatan kepada tondi pasangan suami istri tersebut sehingga dapat memperoleh keturunan (purba 2000:3)

Orang Batak juga meyakini keberadaan begu dalam kehidupannya.

Begu dipercaya hidup berdampingan dengan manusia dan memiliki tingkah laku yang sama namun waktu yang terbalik. Misalnya, manusia beraktifitas di siang hari sedangkan begu beraktifitas di malam hari. Orang Batak juga meyakini bahwa ada begu yang baik dan yang jahat. Manusia dalam masa keberhalaannya ada yang memuja begu untuk kebutuhannya dengan sajian (pelean) misalnya untuk meminta kekayaan, kesehatan, dan ada sebagian untuk menjatuhkan musuh (mangula-ula). Begu diyakini sebagai roh orang yang sudah meninggal dunia65.

Dikalangan orang Batak begu yang terpenting adalah Sumangot Ni Ompu (begu dari nenek moyang). Beberapa begu yang ditakuti atau dihormati orang Batak yaitu: 1) Sombaon, merupakan begu yang tinggal

5 Informasi ini diperoleh dari blogspot anak tangga yang terdapat dalam google

(43)

dipegunungan, hutan rimba yang gelap, dan mengerikan (parsombaonan). 2) Solobean, merupakan begu yang dianggap sebagai penguasa tempat-tempat tert9entu di Toba. 3) Silan, merupakan begu yang hampir sama denga Sombaon yang tinggal di hutan atau batu yang besar dan aneh namun diyakini merupakan begu nenek moyang yang mendirikan kampung atau nenek moyang dari marga. 4) Begu Ganjang, merupakan begu yang sangat ditakuti oleh orang Batak karena dapat dipelihara manusia yang bertujuan untuk membinasakan orang-orang lain yang dipelihara manusia tersebut6.

2.2.4 Kesenian dan Alat Musik

Orang Batak sangat mencintai kebudayaan dan kesenian, terbukti dengan kebiasaannya yang senang dengan musik, nyanyian, tarombo, opera batak, bahkan tarian. Orang Batak memiliki beberapa kegiatan bermusik yaitu:

1) Margondang.

Kata gondang memiliki banyak pengertian yaitu, dapat diartikan sebagai instrumen, sebagai ensambel musik, judul komposisi tunggal, judul komposisi kolektif dan dapat juga diartikan sebagai upacara (Purba 2000:1- 3). Gondang hasapi merupakan ensambel musikal yang menggunakan alat musik sarune etek (alat musik tiup berlidah ganda), hasapi 2 buah (pembawa ritem dan melodi), garantung dan hesek (menggunakan botol kosong). Sedangkan gondang sabangunan merupakan ensambel musik

(44)

yang instrumenya terdiri dari lima buah taganing (gendang bersisi satu dan dilaras), sebuah gordang (gendang bersisi satu dan tidak dilaras), sarune bolon (alat tiup berlidah ganda), ogung satu set (oloan, ihutan, panggora, dan doal), dan hesek (botol kosong atau terkadang menggunakan lempeng besi yang dipukul) (Purba 2000: 1).

2. Manortor

Secara harfiah tor-tor merupakan tari atau tarian, sedangkan kegiatan menari disebut manortor. namun setiap gerakan-gerakan yang dilakukan pada saat manortor memiliki makna sebagai media komunikasi dan interaksi antara partisipan upacara. Kegiatan manortor biasanya dilakukan dengan iringan gondang yang dilakukan bukan semata-mata sebagai hiburan, namun biasanya dilakukan dalam berbagai kegiatan kegembiraan (masa panen) dan upacara adat (upacara adat perkawinan, upacara adat namonding (Saur matua) dan juga upacara adat yang bersifat sakral atau pun berhubungan dengan mistik (kesurupan)) . setiap upacara adat memiliki ciri khas tor-tor masing-masing sesuai dengan tema upacara adat yang sedang dilakukan87.

2) Martarombo

Martarombo merupakan kegiatan bercakap-cakap yang dilakukan untuk menceritakan hubungan satu marga dengan marga lainnya, bisa juga menceritakan tentang struktur kekeluargaan mulai nenek moyang hingga anak cucu. Martarombo biasanya dilakukan oleh kepala keluarga kepada

7 Informasi diperoleh dari darmaputra blogspot

(45)

anak-anaknya dengan tujuan supaya si anak tetap mengetahui cerita nenek moyang mereka meskipun sudah meninggal dunia. Martarombo juga dilakukan kepada orang lain (bukan keluarga) guna mengetahui tutur (panggilan) yang tepat yang ditujukan kepada lawan bicara. Hal tersebut biasanya dilakukan ketika sesama orang Batak yang pertama kali bertemu dengan menanyakan marga kepada lawan bicara dan mencocokkannya dengan marganya atau berdasarkan marga keluarganya8

3) Nyanyian (ende)

Nyanyian merupakan ungkapan perasaan dengan menggunakan melodi dan teks. Bagi orang Batak, bernyayi adalah hal yang dilakukan oleh seluruh umat terlepas dari bagus atau tidaknya suara yang melakukannya.

Kegiatan marende (bernyanyi) sering dilakukan untuk menghibur diri sendiri maupun orang lain. Marende bisa dilakukan dimana saja seperti di ladang, di rumah, di pesta adat, di gereja dan di halaman rumah. Bagi orang batak nyanyian dilakukan untuk mengutarakan perasaan, seperti rasa senang, rasa hampa, rasa syukur, bahkan rasa kesal, marah dan keterpurukan, semuanya dikemas dengan melodi dan teks yang di inginkan oleh penciptanya, sehingga penyaji boleh memilih lagu apa yang akan dinyanyikannya.

Dalam tradisi Batak, orang Batak mengenal nyanyian tradisi yang digunakan untuk meratapi suatu keadaan yaitu andung. Andung merupakan ratapan yang disajikan dalam bentuk melodi atau nyanyian. Andung

(46)

disajikan untuk tujuan tertentu, misalnya menceritakan hubungan emosional pangandung dengan mayat (tapi bisa saja terhadap hal lain, misalnya nasib, maupun perpisahan) yang ditangisinya. Teks maupun melodi andung disajikan secara improvisasi (spontan) dan bisanya selalu di dalam konteks.

Pembahasan mengenai andung akan dibahas lebih detail pada bab III.

4) Opera Batak

Opera Batak merupakan media hiburan yang menjadi tontonan masyarakat Batak Toba sebelum adanya media elektronik seperti tv dan radio. Opera Batak merupakan cerita rakyat yang dilakonkan dengan selingan nyanyian dan tarian dan iringan musik. Tarian, nyanyian dan musik serta lakon dalam opera batak tidak saling berhubungan. Nyanyian dan lakon seperti bersaing dalam pementasannya namun sama-sama dikemas menarik perhatian sehingga penonton tidak berpaling ketika pementasannya. Tradisi opera batak dilakukan dari satu tempat ketempat lain atau berpindah-pindah.

2.2.5 Bahasa

Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk mengungkapkan maksud dan tujuan tertentu. Dialek Batak Toba adalah dialek yang digunakan oleh masyarakat di Desa Lingga Raja II untuk berkomunikasi sehari-hari termasuk dalam konteks kegiatan upacara adat, seperti perkawinan, kematian, seni (nyanyian, Andung), cerita rakyat (legenda), dan silsilah atau jenjang tutur dalam keluarga.

(47)

Ada perbedaan yang tegas dalam hal penggunaan bahasa atau dialek Batak Toba dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Lingga Raja II.

Pertama, bahwa bahasa yang dipraktekkan dalam percakapan sehari-hari di antara anggota masyarakat adalah dialek yang mudah dipahami. Berbeda dengan dialek yang digunakan dalam percakapan sehari-hari, pilihan kosa kata untuk kegiatan mangandung pada masyarakat tersebut adalah pilihan kosa kata yang tertentu dan jarang digunakan untuk percakapan sehari-hari di masyarakat. perlu dipahami bahwa dalam hal Bahasa Batak Toba ada beberapa kosa kata yang berbeda dengan arti yang sama.

Berikut adalah daftar beberapa kosa kata yang sangat umum digunakan pada saat seseorang mangandung, yaitu:

No Kosa kata biasa Kosa kata untuk mangandung

Makna

1 Ulu Simanjujung Kepala

2 Mata simalolong Mata

3 Baba pamangan Mulut

4 Pinggol Sipareon Telinga

5 Pat simanjojak Kaki

6 Otak utok-utok Otak

7 Pardompakan pardompakan Dahi

8 Obut jambulan Rambut

9 Rungkung rungkung Leher

10 Andora Andora Dada

11 Abara tanggurung Bahu

(48)

12 Butuha Siubeon Perut

13 Daging Daging Punggung

14 Tarontok Tarontok Jantung

15 Tangis mangangguki Menangis

16 Boru sinuan beu anak perempuan

17 Anak sinuan tunas anak laki-laki

18 boru-boru Borua Perempuan

19 Bawa Ndalahi laki-laki

20 Bapa Among Ayah

21 Omak Inong Ibu

22 Tangga Balatuk pijakan/tangga

23 Kuburan Udean Kuburan

24 Balakkang Pudi Belakang

25 Amak Rere Tikar

26 Manjalo Pangido Minta

27 Mayat Bangke Mayat

28 Naik Nangkok Naik

29 Kandungan Bortian Kandungan

30 Natorop Sisolhot Kerabat

31 Busisaon Busisaon Bimbang

32 Marhusor Marhusor Bergerak

33 naso panagaman naso panagaman tidak disangka

(49)

34 Tona Tona Pesan

35 Kirim Tongos Kirim

36 Manesa mangapus Menghapus

37 Bereng Ida Lihat

38 Rame Torop Ramai

39 Lao Borhat pergi/berangkat

40 Kuburan Siudeon Kuburan

41 Tinggal Tading Tinggal

42 Cerita turi-turian Cerita

43 Mate monding /marujung ngolu Meninggal

44 holi-holi saring-saring tulang- tulang

45 Paitte Paima Tunggu

46 Satokkin Sallakka Sebentar

47 Tudia Hudia Kemana

48 Martona martading hata Berpesan

49 tega nai pulut niroha Teganya

50 Sugari aut sura Seandainya

51 dang sanggup dang tolap tidak sanggup

52 daong / dang Datung Tidak

53 Manutupi mangholipi menutup-nutupi

54 Hutiop Hupeop kuingat/kepegang

55 dang tarulangi dang haulahan tidak terulang

(50)

56 Tibu Gira lebih awal/cepat

57 Pambahenan pangalaho Perbuatan

58 dang dibalas dang maralus tidak dijawab

59 Cincin Tittin Cincin

60 Kalung horung-horung Kalung

Untuk pengucapan anggota tubuh, (seperti simanjujung,simalolong, sipareon dll) kepada orang yang lebih tua dari umur yang mengucapkan harus menggunakan kata yang digunakan dalam andung karena dianggap lebih sopan.

Selain dialek dengan masyarakat, orang Batak juga menggunakan bahasa Batak untuk merumpasa atau jenis pantun yang berisi nasehat dan doa bagi pendengar.

Contoh umpasa:

 Manat unang tartuktuk, dadap unang tarrobung

Artinya: berhati-hatilah dalam melakukan apa saja, sebelum bertindak perhatikan sekitar sehingga tidak akan berakibat buruk untuk selanjutnya

 Mata guru roha sisean

Artinya: setiap yang terjadi walaupun bukan terjadi pada diri kita haruslah dijadikan pelajaran sehingga akan lebih baik kedepannya.

 Balintang ma pagabe tumandangkon sitandoan Arinta ma gabe molo olo hita marsipaolo oloan

Artinya: keberhasilan akan kita raih apabila kita seia sekata.

(51)

BAB III

ANDUNG DALAM UPACARA ADAT NAMONDING DI DESA LINGGA RAJA II

Dalam bab ini penulis akan mendeskripsikan tentang andung dalam upacara adat namonding di Desa Lingga Raja II Kecamatan Pegagan Hilir Kabupaten Dairi. Penjelasan tersebut meliputi pengertian andung, fungsi andung bagi masyarakat, konteks penyajian andung, jenis-jenis andung yang tidak diharapakan (dilarang), dan makna penyajian andung bagi masyarakat.

3.1 Pengertian Andung

Andung merupakan ratapan yang disajikan dalam bentuk melodi yang disajikan oleh biasanya seorang penyaji yang disebut sebagai

„pangandung‟. Sebagai sebuah ratapan yang dinyanyikan, andung lazim menceritakan atau berkisah tentang hubungan emosional pangandung dengan jasad manusia (mayat), tetapi bisa saja berkisah tentang nasib diri sendiri atau terkait perpisahan dengan orang yang dikasihinya.

Teks yang digunakan di dalam andung biasanya merupakan kata- kata yang puitis. Kepuitisan tekstual andung bahkan mampu menghipnotis khalayak pendengar untuk merasakan perasaan emosional yang sedang diluapkan si pangandung. Dengan demikian, orang yang mendengarkan

(52)

andung akan terinformasi tentang apa yang sedang diratapi atau yang ditangisi oleh si pangandung.

Lebih jauh M. Sinaga9 menjelaskan bahwa andung merupakan perasaan. „Perasaan‟ di dalam bahasa lokal (Batak Toba) disebut juga dengan panghilalaon/parniaean. Andung adalah wujud gambaran laoin atau bentuk ekspresi isi hati si penyaji yang terkadang tidak bisa diungkapkan hanya dengan untaian kata-kata saja, sehingga harus dicurahkan dalam bentuk kata-kata yang menggunakan melodi. Andung dapat mewakilkan perasaan pangandung terhadap jasad yang ditangisinya, mewakilkan melalui kata-kata bahkan tanpa kata-kata. Maksudnya saat mangandung, pangandung sering kali mengeluarkan tangisan yang bernada dengan mengunakan satu kata saja seperti panggilan pangandung terhadap orang yang meninggal dunia, namun dapat mengundang simpati khalayak terhadap apa yang sedang diandungkan.

Andung sebagai perasaan bisa saja berisi tentang perasaan sedih yang dimiliki pangandung sepeninggal orang yang meninggal dunia.

Perasaan sedih dapat terlihat dari ekspresi pangandung yang merasa kehilangan sosok yang meninggal dunia. Misalnya ketika yang meninggal dunia adalah orang tua pangandung, dan pangandung merasa belum ada hal yang membanggakan yang dilakukan untuk menyenangkan hati orang

9 Wawancara dengan Mardon Sinaga pada hari senin tanggal 16 September 2019. M. Sinaga merupakan narasumber yang berdomisili di Desa Lingga Raja II yang merupakan penatua adat dan juga pengurus gereja

Referensi

Dokumen terkait

Adapun ketersediaan jagung secara parsial dipengaruhi oleh semua variabel yaitu variabel pendapatan, luas panen jagung dan harga domestik jagung di Kabupaten Karo.. Kata Kunci :

Mahasiswa dengan preferensi (disukai) yang kuat untuk gaya belajar tertentu dapat memiliki kesulitan dalam belajar jika cara mengajar tidak sesuai dengan gaya

Dengan metode Fast Grey-Level Grouping (FGLG) dengan nilai bin standar 20, didapatkan peningkatan kualitas kontras suatu citra yang cukup baik bagi citra yang memiliki

Wanita pengrajin tenun yaitu untuk menjadi seorang wanita pengrajin tenun tidaklah mudah, mengingat jam kerja yang tidak bisa diperkirakan dan waktu berkumpul dengan

Ketersediaan padi dapat dipengaruhi oleh luas panen, konsumsi beras, harga. domestik beras dan harga

Tidak diketahui pasti kapan tradisi Rebo Wekasan diselenggarakan oleh masyarakat desa Jepang, Mejobo, Kudus. Menurut penuturan Mastur, Ketua Takmir masjid Wali

bebas pendapatan, luas panen jagung dan harga domestik jagung atau dengan kata. lain sebesar 98% variabel bebas tersebut berpengaruh terhadap

Dari grafik lama waktu penyelesaian KTI mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan tingkat akhir di STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta didapatkan hasil dengan presentase