• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

F. Loyalitas Pelanggan

Memasuki millennium baru, orientasi perusahaan masa depan

mengalami pergeseran dari pendekatan konvensional kearah pendekatan

kontemporer. Pendekatan konvensional menekankan pada kepuasan

konsumen, sedangkan pendekatan kontemporer berfokus pada loyalitas

pelanggan dan lifelong customers.

Tidak ada yang salah pada pendekatan konvensional, namun apa yang

dilakukan belumlah memadai. Misalnya saja pelanggan yang puas bisa saja

berganti produsen bila ada pesaing yang memberikan diskon. Menurut

Schnaars (Fandy Tjiptono, 2000:107), ada empat macam kemungkinan

hubungan antara kepuasan dan loyalitas pelanggan : failures, forced loyalty, defectors, dan successes.

Loyalitas Pelanggan

Rendah Tinggi Failures

Tidak puas dan tidak loyal

Forced Loyalty Tidak puas, namun “terikat” pada program promosi loyalitas

perusahaan Defectors

Puas tapi tidak loyal

Successes Puas, loyal, dan paling mungkin memberikan word of

mouth positif Rendah Kepuasan Konsumen Tinggi Gambar II.1

Hubungan antara Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan

Loyalitas pelanggan terhadap suatu produk cenderung diistilahkan

dengan loyalitas merek karena pelanggan selalu mengaitkan pada mereknya

demi mempermudah mencari produk yang pernah dibelinya.

Perilaku pembelian ulang kerap kali dihubungkan dengan loyalitas

merek. Akan tetapi ada perbedaan di antara keduanya. Bila loyalitas merek

mencerminkan komitmen psikologis terhadap merek tertentu, maka perilaku

pembelian berulang semata-mata menyangkut pembelian merek tertentu yang

sama secara berulang kali. Pembelian ulang dapat merupakan hasil dominasi

pasar oleh suatu perusahaan yang berhasil membuat produknya menjadi

satu-satunya alternatif yang tersedia. Konsekuensinya, pelanggan tidak memiliki

peluang untuk memilih. Selain itu, pembelian ulang dapat pula merupakan

hasil dari promosi yang terus-menerus dalam rangka memikat dan membujuk

pelanggan untuk membeli kembali merek yang sama. Bila tidak ada dominasi

pasar dan upaya promosi yang gencar pelanggan sangat mungkin akan beralih

merek. Sebaliknya, pelanggan yang setia pada merek tertentu cenderung

terikat pada merek tertentu dan akan membeli produk yang sama lagi

sekalipun tersedia banyak alternatif.

Pada dasarnya ada dua perspektif utama menyangkut loyalitas merek

yakni loyalitas merek sebagai perilaku dan loyalitas merek sebagai sikap.

Dengan kata lain, loyalitas merek dapat ditinjau dari merek apa yang dibeli

pelanggan dan bagaimana perasaan atau sikap pelanggan terhadap merek

1. Perspektif Perilaku

Berdasar perspektif ini, loyalitas merek diartikan sebagai

pembelian ulang suatu merek secara konsisten oleh pelanggan. Setiap

kali seorang pelanggan membeli ulang suatu produk, bila ia membeli

merek produk yang sama, maka ia dikatakan pelanggan yang setia pada

merek tersebut. Dalam kenyataan, jarang dijumpai pelanggan yang setia

100 % hanya pada satu merek. Oleh karena itu, ada tiga macam ukuran

loyalitas merek dengan perspektif perilaku :

a. Proporsi pembelian

Loyalitas diukur dengan persentase tertentu, yaitu jumlah

pembelian merek yang paling sering dibeli dibagi dengan total

pembelian. Jadi, bila frekuensi pembelian merek yang paling sering

dibeli adalah 8 kali dari 10 kali pembelian total, maka loyalitas

mereknya 80 persen.

b. Urutan / rentetan pembelian

Ukuran loyalitas yang lain adalah konsistensi berkaitan dengan

urutan pembelian dan frekuensi pelanggan beralih atau berganti

pemasok. Dalam hal ini ada lima macam pola :

b.1. Loyalitas mutlak

A, A, A, A, A, A. Pelanggan hanya membeli merek tunggal

dan tidak jadi membeli bila merek tersebut tidak tersedia.

b.2. Loyalitas terpencar

b.3. Loyalitas tidak mantap

A, A, A, B, B, B. Pelanggan berpindah dari satu merek ke

merek lain, tapi masih dalam satu perusahaan.

b.4. Tidak ada loyalitas

A, B, C, D, E, F. Pelanggan tidak memiliki kejelasan pola

pembelian berulang.

c. Probabilitas pembelian

Dalam ukuran ini, proporsi dan urutan pembelian

dikombinasikan untuk menghitung probabilitas pembelian

berdasarkan sejarah pembelian pelanggan dalam jangka panjang.

2. Perspektif Sikap

Masalah yang dihadapi dalam perspektif perilaku adalah bahwa

yang dapat dijelaskan hanyalah fakta menyangkut pembelian ulang

merek yang sama, namun tidak dapat menjelaskan apakah pelanggan

benar-benar lebih menyukai merek tertentu dibandingkan merek-merek

lain. Pelanggan sangat mungkin membeli merek yang sama karena

faktor kebiasaan atau kenyamanan. Bila merek lain didiskon, ia dapat

beralih ke merek tersebut. Sebaliknya, dalam kondisi tertentu

(misalnya kehabisan stok) maka pelanggan akan beralih ke merek

sebelumnya. Kalau ditinjau dari perspektif perilaku maka pelanggan

bersangkutan dikatakan tidak loyal lagi. Dalam pengukuran loyalitas

merek, sikap pelanggan terhadap merek juga harus diteliti dan diukur.

dibandingkan merek-merek lain, maka ia dikatakan loyal terhadap

merek tersebut. (Fandy Tjiptono, 2000:110).

Lebih lanjut, perspektif loyalitas merek juga berlaku untuk toko

atau pemasok tertentu. Oleh sebab itu menurut Sheth (dalam Fandy

Tjiptono, 2000:110), loyalitas pelanggan dapat didefinisikan sebagai

komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, pemasok,

berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian

ulang yang konsisten. Definisi tersebut mencakup dua komponen

penting, yaitu loyalitas sebagai perilaku dan loyalitas sebagai sikap.

Kombinasi kedua komponen itu menghasilkan empat situasi

kemungkinan loyalitas, yaitu :

Perilaku Pembelian Ulang

Kuat Lemah

Loyalty Latent Loyalty

Spurious Loyalty No Loyalty

Kuat Sikap

Lemah

Gambar II.2

Tipe-tipe Loyalitas Pelanggan

a. No Loyalty

Bila sikap dan perilaku pembelian ulang pelanggan sama-sama

b. Spurious Loyalty

Bila sikap yang relatif lemah disertai pola pembelian ulang yang

kuat, maka yang terjadi adalah spurious loyalty

c. Laten Loyalty

Situasi latent tercermin bila sikap yang kuat disertai dengan pola

pembelian ulang yang lemah. Contohnya, seseorang bersikap

positif terhadap merek mie instant tertentu, namun tetap saja ia

berusaha mencari variasi karena pertimbangan harga atau

preferensi terhadap variasi rasa.

d. Loyalty

Situasi ini merupakan situasi ideal yang paling diharapkan para

pemasar, dimana pelanggan bersikap positif terhadap produk dan

disertai pola pembelian ulang yang konsisten.

Dokumen terkait