• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2 Kelenjar Pankreas

2.2.2 Macam Sel Pulau Langerhans Pankreas

Pulau Langerhans mempunyai 4 macam sel yaitu: sel alfa yang mensekresi glukagon, sel beta yang mensekresi hormon insulin, sel delta yang mensekresi somatostatin untuk menghambat sekresi insulin dan glukagon dan sel pankreatik polipeptida yang fungsinya belum diketahui secara pasti (Underwood 1992). Jenis sel endokrin pankreas paling banyak dijumpai adalah sel beta (Sherwood 2001). Tabel 2 Tipe sel pada pulau Langerhans (Underwood 1992)

Tipe sel Hormon yang dihasilkan Rata-tata (%)

Beta Insulin 70

Alfa Glukagon 20 Delta Somatostatin 8 PP Pankreatik polipeptida 2

Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel yang terdapat dalam pulau Langerhans menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi berbagai jenis hormon oleh hormon lain (Guyton 1994). Terdapat hubungan umpan balik negatif langsung antara konsentrasi gula darah dan kecepatan sekresi sel alfa, tetapi hubungan tersebut berlawanan arah dengan efek gula darah pada sel beta. Peningkatan kadar gula darah menghambat sekresi glukagon tetapi merangsang sekresi insulin, sedangkan penurunan gula darah menyebabkan peningkatan sekresi glukagon dan penurunan sekresi insulin (Sherwood 2001).

Kadar gula darah dipertahankan oleh peran antagonis dari glukagon dan insulin, sedangkan somatostatin menghambat sekresi keduanya. Hormon insulin akan mengendalikan kadar gula darah tubuh. Bila kadarnya berlebihan akan menyebabkan hipoglikemia (Ranakusuma 1992). Hipoglikemia yang ditimbulkan oleh insulin akan merangsang sekresi glukagon dan berperan sebaliknya jika dalam keadaan hiperglikemia. Sedangkan pada keadaan kekurangan insulin atau jumlah cukup tetapi tidak efektif akan menyebabkan hiperglikemia menahun yang dikenal sebagai diabetes melitus.

2.2.3 Insulin

Insulin (bahasa Latin insula, "pulau", karena diproduksi di pulau-pulau Langerhans di pankreas) adalah sebuah hormon polipeptida yang mengatur metabolisme karbohidrat. Insulin merupakan komponen protein yang struktur molekulnya terdiri dari 2 rantai polipeptida, yaitu rantai A (acidic) yang mengandung 21 asam amino dengan glysine sebagai N-terminal dan sebuah rantai B (bacic) yang mengandung 30 asam amino dengan phenylalanine sebagai N terminal asam amino. Dua rantai dihubungkan oleh ikatan disulfida pada posisi 7 dan 20 di rantai A dan posisi 7 dan 19 di rantai B (Turner et al. 1969; Turner 1960).

Pelepasan insulin oleh sel beta distimulasi oleh tingginya kadar glukosa disertai sejumlah kecil ion kalsium. Stimulasi sel beta oleh glukosa menghasilkan pengikatan bentuk proinsulin ke dalam retikulum endoplasma. Bentuk terbaru proinsulin ditranspor oleh mekanisme kebutuhan energi ke badan Golgi. Dalam kantung Golgi granul yang pucat dapat diobservasi sebagai beta granul yang belum matang. Beta granul dikemas dalam badan Golgi dan dibebaskan ke dalam sitoplasma, kemudian zink ditranspor ke dalam beta granul. Insulin dalam beta granul ditranspor ke dalam bentuk kristal dan menjadi bentuk beta granul yang matang.

Proses sederhana dari pelepasan beta granul disebut emiocytosis (Pebroot 1979). Insulin dilepaskan ketika kadar gula darah tinggi sehingga dapat meningkatkan rata-rata pemasukan glukosa dan metabolisme oleh sel tubuh. Hiposekresi insulin akan menghasilkan diabetes melitus yang secara umum dapat mengganggu metabolisme tubuh (Marieb 1988).

Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino dalam darah serta mendorong penyimpanan nutrisi tersebut. Sewaktu molekul-molekul nutrisi ini memasuki darah selama keadaan absorbtif, insulin meningkatkan penyerapan mereka oleh sel dan konversi, masing-masing menjadi glikogen, trigliserida, dan protein. Insulin menjalankan efeknya yang beragam dengan mengubah transportasi nutrisi spesifik dari darah ke dalam sel atau dengan mengubah aktivitas enzim-enzim yang terlibat dalam jalur metabolik tertentu

(Sherwood 2001). Insulin mempunyai sel target yang luas meliputi banyak sel dan jaringan seperti otot skelet, otot jantung, lemak, fibroblast, sel hati, leukosit, kelenjar mamari, tulang, tulang rawan, kulit, aorta, kelenjar hipofise, dan syaraf perifer. Tetapi sel target yang paling utama adalah hati, sel lemak, dan otot.

Menurut Sherwood (2001) berdasarkan efek insulin pada karbohidrat, insulin memiliki empat efek yang dapat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan penyimpanan karbohidrat sebagai berikut: insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sebagian besar sel, karena molekul glukosa tidak mudah menembus membran sel tanpa adanya insulin. Beberapa jaringan tidak tergantung pada insulin untuk menyerap glukosa yaitu otak, otot yang aktif, dan hati.

Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, baik di otot maupun hati. Insulin menghambat glikogenolisis atau menghambat perubahan glikogen menjadi glukosa. Dengan menghambat penguraian glikogen, insulin meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati. Insulin menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat glukoneogenesis, juga menghambat perubahan asam amino menjadi glukosa di hati.

Berdasarkan efek insulin pada lemak, insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan kadar asam lemak darah dan mendorong pembentukan simpanan trigliserida sebagai berikut: insulin meningkatkan transportasi glukosa ke dalam sel jaringan adiposa, seperti yang dilakukannya pada kebanyakan sel tubuh. Insulin mengaktifkan enzim-enzim yang mengkatalisasi pembentukan asam lemak dari turunan glukosa, insulin meningkatkan pemasukan asam-asam lemak dari darah ke dalam sel jaringan adiposa, insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak), sehingga terjadi penurunan pengeluaran asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah.

Berdasarkan efek insulin pada protein, insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein sebagai berikut: insulin mendorong transportasi aktif asam-asam amino dari darah ke dalam otot dan jaringan lain, insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein dengan merangsang pembuatan protein di dalam sel, insulin

menghambat penguraian protein. Akibat kolektif efek ini adalah efek anabolik protein. Karena itu, insulin esensial bagi pertumbuhan normal.

Dalam sel hati, insulin meningkatkan perubahan glukosa ke dalam glikogen dan lemak karena glukosa penting sebagai prekursor asam lemak Insulin melawan pemecahan glikogen dan pelepasan glukosa dari sel hati ke darah (Spince et al. 1987). Insulin memudahkan lipogenesis melalui peningkatan pemasukan dan penggunaan metabolik glukosa oleh sel adiposa dan juga mengurangi perombakan dan mobilitas penyimpanan lemak (antilipolisis) (Turner et al. 1969).

Faktor utama yang mengatur sekresi glukagon adalah efek langsung kosentrasi gula darah pada pankreas endokrin. Dalam hal ini, sel-sel alfa pankreas meningkatkan sekresi glukagon sebagai respon terhadap penurunan gula darah. Glukagon akan mengaktifkan tempat-tempat penyimpanan energi dengan melakukan proses glikogenolisis, glukoneogenesis dan lipolisis, sehingga akan meningkatkan kadar gula darah. Stimulasi terjadi di hati untuk melepaskan glukosa (Marieb 1988).

Efek hiperglikemia hormon ini cenderung memulihkan kosentrasi glukosa ke normal. Sebaliknya, peningkatan kosentrasi gula darah, seperti yang terjadi setelah makan, menghambat sekresi glukagon, yang juga cenderung memulihkan kadar gula darah ke normal. Dengan demikian, terdapat hubungan umpan balik negatif langsung antara kosentrasi gula darah dan kecepatan sekreesi sel alfa, tetapi hubungan tersebut berlawanan arah dengan efek gula darah pada sel beta. Dengan kata lain, peningkatan kadar gula darah menghambat sekresi glukagon tetapi merangsang sekresi insulin, sedangkan penurunan gula darah menyebabkan peningkatan sekresi glukagon dan penurunan sekresi insulin.

Menurut Sherwood (2001) karena glukagon meningkatkan gula darah dan insulin menurunkan gula darah, perubahan sekresi hormon-hormon pankreas sebagai respon terhadap penyimpanan glukosa ini bekerja sama secara homeostasis untuk memulihkan kadar gula darah ke normal.

2.3 Streptozotosin (STZ)

Streptozotosin (streptozosin, STZ, Zanosar) merupakan senyawa hasil sintesis dari Streptomycetes achromogenes yang berfungsi sebagai antibakteri

spektrum luas, antitumor, bahan karsinogenik dan secara selektif menghancurkan sel beta pada pulau Langerhans (Cooperstein 1981). Pada hewan diabetes melitus dapat ditimbulkan oleh pankreatektomi oleh pemberian aloksan, streptozosin atau toksin lain yang dalam dosis tepat menyebabkan perusakan selektif sel beta pulau Langerhans pankreas, oleh bahan yang menghambat sekresi insulin dan oleh pemberian antibodi anti-insulin (Ganong 1995).

Menurut Gordon (1991), tikus yang diberi STZ akan mengalami kerusakan pada sel beta pankreas yang menyebabkan perubahan yang nyata dalam metabolisme hati. Pemberian STZ 50 mg/kg BB secara intra peritoneal pada tikus dapat meningkatkan kadar gula darah sampai sekitar 270 mg/dL setelah 2 minggu (Szkuldeski 2001). STZ dapat menghambat siklus Krebs dan akibatnya konsumsi oksigen berkurang. Hal ini menyebabkan pembatasan produk ATP dalam mitokondria yang menyebabkan deplesi nukleotida dalam sel beta pankreas. Penggunaan STZ dapat menimbulkan efek samping, diantaranya yaitu anorexia, nausea, vomit, pembengkakan pada kaki dan alopesia. Selain itu STZ juga dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal, hati, sel darah putih, keping-keping darah

dan sel penghasil insulin (Anonim 2006). 2.4 Tempe

Tempe adalah hasil fermentasi kacang kedelai dengan kapang Rhizopus atau biasa dikenal sebagai ragi tempe, yaitu kapang yang dapat menguraikan protein di dalam kacang kedelai menjadi asam amino, sehingga lebih mudah dicerna tubuh. Artinya, kandungan protein tempe berbeda dengan kandungan protein dalam kacang kedelai (sumber bahan bakunya), terutama dalam proses penyerapan. Tempe terbukti mempunyai nilai gizi tinggi dan dapat digunakan sebagai sumber protein yang murah (Syafrina et al. 1997).

Banyak perubahan yang terjadi selama proses fermentasi tempe, seperti aroma, rasa, tekstur, dan kandungan gizi (Hermana et al. 2001). Fermentasi yang terjadi pada saat pembuatan tempe mengakibatkan peningkatan daya cerna sehingga zat gizi yang ada lebih mudah terserap. Kualitas protein dan lemak yang terkandung juga semakin baik (Syafrina et al. 1997).

Tempe telah melalui proses fermentasi (oleh jamur Rhizopus oligosporus) sehingga protein yang terkandung di dalamnya telah mengalami proses degradasi oleh kapang hingga memudahkan penyerapannya di dalam tubuh. (Anonim 2008a). Jenis lain dari kapang Rhizopus yang digunakan sebagai sediaan fermentasi, seperti Rhizopus oryzae yang memproduksi enzim amilase, dan Rhizopus. stolonifer (kapang roti), atau Rhizopus Arrhizu yang memproduksi enzim pektinase (Yee et al. 1999). 2.4.4 Kandungan pada Tempe

Menurut Avidra (2008) tempe seberat hanya kira-kira 100 g mampu mencukupi kebutuhan harian protein dan asam amino sebesar 37%. Jenis protein dan asam amino yang terkandung dalam tempe sangat lengkap. Kandungan asam amino terbanyak secara berurutan adalah glutamic acid, aspartic acid, leucine, arginine, proline, serine, alanine, valine, lysine, phenylalanine, isoleucine, threonine, gycine dan tyrosine. Pada proses fermentasi tempe terjadi peningkatan level ketidakjenuhan lemak sehingga kandungan asam lemak tak jenuh (PUFA) dalam tempe cukup baik. Bahkan 100 g tempe mengandung 220 mg asam lemak Omega 3 dan 3590 mg asam lemak Omega 6.

Omega 3 dapat mencegah penyakit jantung koroner dan arteroklerosis (Yee et al. 1999). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat baik. Bahkan tempe merupakan satu-satunya sumber vitamin B12 (sianokobalamin) dari bahan pangan nabati (umumnya vitamin B12 hanya terkandung pada bahan pangan hewani). Vitamin lain yang terkandung dalam tempe adalah vitamin B2 (riboflavin), B6 (piridoksin), B1 (thiamin), niasin (asam nikotinat), asam folat, dan asam pantotenat serta vitamin yang larut lemak (vitamin A, D, E dan K) (Anonim 2008a).

Tabel 3 Komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 g bahan segar dan 100 g bahan kering

Sumber : Agranoff (2001)

Yee et al. (1999) menyebutkan bahwa kenaikan kadar vitamin B12 paling mencolok pada pembuatan tempe. Aktivitas vitamin B12 meningkat sampai 33 kali selama fermentasi dari kedelai, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, biotin 2-3 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat 2 kali lipat. Vitamin ini tidak diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii. Selain itu tempe juga mengandung mineral makro dan mikro dalam jumlah yang cukup.

Zat Gizi Berat Basah Berat Kering

Kedelai Tempe Kedelai Tempe Abu (g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat (g) 5.30 40.30 16.70 24.90 3.20 1.60 20.70 8.80 13.50 3.20 6.10 46.20 19.10 28.20 3.70 3.60 46.50 19.70 30.20 7.20 Mineral : Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) 222 682 10 155 324 4 254 781 11 347 724 9 Vitamin : Tiamin (mg) Riboflavin (mg) Piridoksin (mg) Sianokobalamin (mg) Biotin (mg) Asam pentotenat (mg) Niasin (mg) 0.42 0.13 157.00 0.13 30.60 375 0.58 0.12 0.29 45.00 1.70 23.70 232.00 1.13 0.48 0.15 180.00 0.20 35.00 430.00 0.67 0.28 0.65 100.00 3.90 53.00 520.00 2.52 Asam amino esensial (g)

Asam amino non-esensial (g)

15.50 22.10 8.40 11.30 17.70 26.50 18.90 25.40

Jumlah mineral besi, tembaga, dan zink berturut-turut adalah 9.39, 2.87, dan 8.05 mg setiap 100 g tempe.

Dokumen terkait