• Tidak ada hasil yang ditemukan

MATERI DAN METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

3.4 Metode Penelitian .1 Pembuatan Tempe

Kedelai yang digunakan dalam pembuatan tempe berasal dari 3 varietas berbeda yaitu Americana, Baluran dan Cikuray (kedelai hitam). Masing-masing kedelai tersebut ditimbang, lalu dicuci dan direbus selama 30 menit pada suhu 99.5 0C. Setelah masak, kedelai direndam selama 28 jam menggunakan air bekas perebusannya. Kemudian dilakukan pembersihan kedelai dari kulitnya sebanyak 2 kali, pencucian pertama menggunakan air bekas rendaman dan pencucian kedua menggunakan air bersih. Setelah bersih, kedelai ditiriskan dan diberi inokulum Rhizopus oligosporus strain ITBCC L-46 (CC: Collection Cultur ITB, L: Lapuk / fungi, 46: daftar koleksi) sebesar 0.3 gram/100 gram kedelai yang telah direbus. Selanjutnya kedelai tersebut dibungkus dan dilakukan fermentasi selama 48 jam (Lampiran 1).

Sebagai hasil fermentasi, tempe kemudian dikeringbekukan (freeze drying). Pengeringan beku dilakukan dengan cara tempe dibekukan terlebih dahulu, kemudian es dikeluarkan melalui proses sublimisasi pada kondisi vakum pada suhu dibawah 0 0C dengan tekanan 10-3 sampai 10-6 atm selama 48 jam hingga 50 jam. Pembuatan tempe dilakukan di Departemen Gizi Masyarakat oleh Dian Setian Ghozali.

3.4.2 Tikus Model Diabetes

Tikus model diabetes disiapkan dengan menginduksikan Streptozotocin (STZ) dengan dosis tunggal sebesar 40 mg/kg BB yang diinjeksikan secara intraperitoneal. Keberhasilan induksi ditentukan dengan mengukur gula darah pada hari ke-7 setelah pemberian STZ. Sedangkan tikus nondiabetes sebagai kontrol diinjeksi dengan phosphat buffer saline (PBS) dengan pH 7.4.

Gambar 1 Penyuntikan STZ di peritoneum (Dokumentasi pribadi 2008). 3.4.3 Metode Penelitan

Sejumlah 12 ekor tikus jantan diletakkan di kandang metabolisme (stainless steel) dan dikelompokkan menjadi 4 kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok perlakuan diwakili oleh 3 ekor tikus. Semua tikus diadaptasikan selama 1 minggu dengan diberi diet standar sebelum dilakukan penelitian. Kelompok perlakuan tikus lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kelompok Perlakuan Tikus

Kelompok tikus STZ Pakan Keterangan

K 1

- Diet standar Tikus non diabetes (kontrol negatif) K 2

+ Diet standar Tikus diabetes

(kontrol positif) T 1 + Diet arginin 1.4% Tikus diabetes T 2 + Diet arginin 1.6% Tikus diabetes

Pada hari ke-7 pascainduksi STZ, tikus kelompok T1 dan T2 mulai diberikan diet tempe setiap harinya selama 14 hari. Tempe diberikan dalam

bentuk bubuk yang berasal dari tempe freeze dry. Diet tempe pada T1 dan T2 didasarkan pada AIN 93M (American Institute of Nutrition) yang dibuat mendekati isokalori, sedangkan pada K1 dan K2 diberi diet standar sesuai dengan komposisi pakan AIN-93M.

Gambar 2 Tikus dalam kandang metabolisme (Dokumentasi pribadi 2008). 3.4.4 Pengukuran Kadar Gula Darah

Pengukuran kadar gula darah dengan menggunakan glukometer (accu check) dilakukan pada hari ke-7 dan ke-21 pascainduksi STZ. Pengukuran dilakukan pada pagi hari sebelum pemberian pakan, sampel darah didapat dari ujung ekor. Pengukuran gula darah dilakukan pada semua tikus dari setiap kelompok. Hasil yang didapat dirata-ratakan untuk menggambarkan nilai kadar gula darah kelompok dengan satuan mg/dL.

3.4.5 Pengambilan Organ Pankreas

Pada akhir penelitian (hari ke-21 pasca induksi STZ) semua tikus dianastesi general dengan ketamin dan xylazine dengan dosis 35 mg/kg BB. Nekropsi dilakukan dengan menyayat kulit dan otot abdominal hingga rongga perut terbuka. Darah dikeluarkan hingga detak jantung terhenti dan selanjutnya dilakukan pengambilan organ pankreas. Organ pankreas difiksasi dengan buffer neutral formalin (BNF) 10% dilanjutkan dengan pembuatan preparat histopatologi.

3.4.6 Pembuatan Preparat Histopatologi

Pembuatan preparat histopatologi pada organ pankreas dilakukan dengan prosedur sebagai berikut (Lampiran 2):

Fiksasi

Sediaan organ pankreas direndam dalam larutan buffer neutral formalin (BNF) 10%. Kemudian dilakukan pemotongan (trimming) dengan ketebalan ± 3 mm dan dimasukkan ke dalam kaset.

Dehidrasi

Jaringan yang berada di dalam kaset dimasukkan ke dalam tissue processor untuk dilakukan dehidrasi. Proses dehidrasi dilakukan menggunakan alkohol dengan konsentrasi bertingkat yang terdiri dari alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut I, alkohol absolut II dan alkohol absolut III. Selanjutnya dijernihkan (clearing) dengan memasukkan sediaan ke dalam xylol I, xylol II dan xylol III.

Perendaman (Embedding) dan Pencetakan (Blocking)

Sediaan yang telah didehidrasi ditanam dalam cetakan yang telah diisi parafin cair setengah-setengah dari volumenya dan sebelum membeku ditambahkan lagi dengan parafin cair sampai penuh lalu didinginkan pada cold plate. Hasil cetakan yang sudah mengeras dikeluarkan dari cetakan dan blok yang diperoleh dapat disimpan dalam refrigerator sampai siap untuk dipotong dengan mikrotom.

Pemotongan

Sediaan dalam blok parafin dipotong menggunakan mikrotom dengan ketebalan 5 μm hingga berbentuk seperti pita dan diletakkan di atas permukaan air hangat untuk mencegah terjadinya lipatan pada pita. Sediaan selanjutnya diletakkan di atas gelas objek dan dikeringkan pada suhu ruang. Sediaan kemudian diwarnai dengan hematoksilin-eosin (HE) dan imunohistokimia.

3.4.7 Pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE)

Pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) termasuk dalam jenis pewarnaan ganda (double straining) karena menggunakan dua jenis zat warna untuk mengamati struktur umum jaringan. Pada pewarnaan ganda umumnya pewarna

yang digunakan satu bersifat asam dan yang lain bersifat basa. Paduan sifat tersebut menyebabkan bagian-bagian yang bersifat asidofilik dan basofilik dapat ditonjolkan sehingga terjadi kekontrasan dan pengenalan bagian tertentu dapat lebih cepat dan lebih jelas terlihat.

Tahapan yang dilakukan dalam pewarnaan HE dimulai dengan proses deparafinisasi, yaitu penghilangan parafin dengan memasukkan preparat ke dalam seri larutan xylol III, xylol II, dan xylol I. Kemudian dilanjutkan dengan proses rehidrasi, yaitu dengan memasukkan preparat ke dalam seri larutan alkohol absolut sampai alkohol 70% secara berurutan. Preparat direndam dalam air kran, kemudian dalam aquadest. Preparat diwarnai dengan pewarna hematoksilin dilanjutkan dengan perendaman dalam aquadest. Setelah itu preparat diwarnai menggunakan eosin dan diikuti perendaman kembali dalam aquadest. Kemudian dilakukan proses dehidrasi dengan alkohol bertingkat serta penjernihan (clearing) dengan menggunakan xylol. Sediaan ditutup dengan cover glass (mounting) dan siap untuk dilakukan pengamatan di bawah mikroskop (Lampiran 3).

3.4.8 Pewarnaan Imunohistokimia

Pewarnaan imunohistokimia dilakukan untuk mengamati sebaran sel beta penghasil insulin pada pulau Langerhans pankreas. Langkah awal pewarnaan ini adalah deparafinisasi dan rehidrasi selama 30 menit. Preparat dicelupkan ke larutan xylol I, II, III, absolut I, II, III, dan alkohol 95%, 90%, 80%, 70%. Kemudian preparat dicuci dengan destilted water (DW) dan dibilas dengan larutan phosphat buffer saline (PBS) sebanyak 3 kali serta diberi pembatas dengan dakopen marker.

Tahap selanjutnya, preparat diinkubasi dengan normal serum selama 30 menit dan dibilas dengan larutan PBS sebanyak 3 kali. Kemudian preparat diinkubasi dengan antibodi anti-Insulin dalam refrigerator selama satu malam dan dibilas dengan larutan PBS sebanyak 3 kali. Preparat selanjutnya direaksikan dengan Envision Kit selama 30 menit dan dibilas dengan larutan PBS sebanyak 3 kali. Selanjutnya divisualisasi dengan menggunakan 1,3-diaminobenzidin (DAB) dan dibilas dengan destilled water (DW). Langkah terakhir pewarnaan ini adalah dehidrasi, clearing dan mounting (Lampiran 4).

Dokumen terkait