• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konferensi Ilmiah Nasional

untuk melakukan kerja politik dalam rangka meraih dukungan suara dalam pemilihan. Tujuannya pun sama, memberdayakan masyarakat kebanyakan. Tentu saja harapannya akan berubah menjadi dukungan politik pada pemilihan.

Modal sosial yang digunakan ada dua, jaringan Muhammadiyah dan jaringan organisasi LSM. Kebetulan sebelum ditetapkan menjadi caleg, dirinya juga ditetapkan sebagai Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah setempat sehingga akan memudahkan dalam menggalang dukungan dari warga persyarikatan. Kedudukannya tersebut akan memudahkan untuk mengunjungi kantong-kantong warga persyarikatan untuk meminta dukungan dalam pemilihan sebagai calon anggota legislatif.

Harapannya warga Muhammadiyah akan

mendukung kader Muhammadiyah juga dalam pemilihan sehingga dapat memperjuangkan kepentingan persyarikatan dalam politik pemerintahan.

Sementara jaringan organisasi LSM akan dimanfaatkan untuk memperkenalkan diri sebagai calon anggota legislatif. Selama ini dia dikenal sebagai aktivis LSM maka kini ia berubah wujud menjadi seorang caleg. Kerja-kerja sosial yang telah dilakukan selama ini diahrapkan menjadi modal yang penting untuk menarik simpati pemilih. Mereka selama ini telah menjadi sasaran dari berbagai kerja sosial yang dia lakukan bersama lembaganya. Untuk membantunya maka ia pun mengajak rekan organisasi untuk mengunjungi warga yang berada dalam daerah pemilihannya. Meskipun bukan calon terpilih namun ia meyakini sebagian besar warga persyarikatan mendukungnya. Mengapa sebagian besar? Karena di desa yang sama setidaknya ada dua calon lain yang juga dekat dengan persyarikatan. Sehingga suara warga terpecah menjadi tiga namun ia yakin meraih dukungan terbanyak dibandingkan yang lain. Hal ini karena ia merasa telah berbuat banyak terhadap persyarikatan yang dibuktikan dengan monumen yang ia bangun ketika menjabat sebagai Pimpinan Cabang Pemuda Muhammadiyah. Berbeda dengan calon lain yang dipandang tidak banyak memberikan sumbangsih bagi Muhammadiyah setempat.

Namun karena Muhammadiyah di desanya

merupakan organisasi minoritas sesungguhnya posisi sebagai kader juga memberatkan. Maka ia dituntut untuk pintar-pintar menempatkan posisi. Ketika berhadapan dengan massa pemilih yang bukan Muhammadiyah maka ia memposisikan diri sebagai pemuda desa. Ini dilakukannya untuk meraih suara dari ceruk yang lebih besar daripada sekadar dari warga persyarikatan. Kenyataan ini memaksanya untuk melakukan hal-hal yang selama

ini dipandang sebagai ‘penyakit TBC’ dalam

Muhammadiyah. Posisinya sebagai seorang politikus memaksanya untuk bergerak lebih luwes di hadapan massa pemilih. Ia berusaha memaafkan

dirinya melakukan ajaran agama yang selama ini dipandang salah demi berusaha meraih suara dari ceruk yang lebih besar.

Di Kelayu Muhammadiyah bukanlah organisasi dengan pengikut yang besar, bahkan bisa disebut sebagai minoritas. Organisasi mayoritas adalah Nahdlatul Wathan (NW). Sebagaimana dikutip dari laman resmi organisasi organisasi berdiri dimulai pada tahun 1934 M setelah menyelesaikan pendidikan di Madrasah As-Saulatiyyah Makkah dan kembali ke tanah air (Indonesia), TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mendirikan Pondok Pesantren Al-Mujahidin. Berselang tiga tahun setelah itu yakni pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H/22 Agustus 1937 M, beliau mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) yang secara khusus menerima murid dari kalangan laki-laki. Lalu pada tanggal 15 Rabi'ul Akhir 1362 H/21 April 1943 M., beliau mendirikan Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) yang khusus menerima murid dari kalangan perempuan. Kedua madrasah ini merupakan madrasah pertama yang berdiri di Pulau Lombok, dan merupakan cikal bakal berdirinya semua madrasah yang bernaung dibawah organisasi Nahdlatul Wathan.

Meskipun telah berhasil membangun monumen di komplek Muhammadiyah setempat namun sesuai

dengan instruksi dari Pimpinan Pusat

Muhammadiyah maka ia tidak pernah menggunakan fasilitas milik persyarikatan. Dalam agenda-agenda persyarikatan ia tidak pernah memperkenalkan secara resmi posisinya sebagai calon anggota legislatif. Kecuali di sela-sela pertemuan dalam suasana informal maka ia berusaha meminta dukungan dari warga lain, terutama dari mereka yang dapat disebut sebagai pemimpin opini warga persyarikatan. Menurutnya ini sah dan boleh dilakukan selama tidak memanfaatkan fasilitas milik persyarikatan.

Menghadapi perhelatan Pemilihan Umum 2009 yang sudah memasuki tahap kampanye partai politik, Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui Surat Instruksi No. 03/INS/I.0/A/2008 Tentang: Menjaga

Kemurnian dan Keutuhan Muhammadiyah

Menghadapi Pemilihan Umum Tahun 2009 yang berisi sembilan poin penting sebagai garis kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah agar segenap Pimpinan Muhammadiyah bisa berfungsi sebagai pengayom bagi warga Muhammadiyah secara keseluruhan yang berbeda dan beragam wadah dan saluran politiknya.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah sesuai dengan prinsip-prinsip khittah dan kebijakan-kebijakan yang selama ini berlaku tentang politik menyampaikan Instruksi dalam menghadapi Pemilihan Umum tahun 2009.

Penelitian ini mencoba untuk mewawancarai calon lain sebagai perbandingan data. Sebut saja namanya

II-8

Riv (60 tahun) calon anggota legislatif dari partai Islam dengan daerah pemilihan sama dengan

narasumber pertama. Kedekatan dengan

Muhammadiyah berasal dari orangtua dan saudara- saudara merupakan anggota aktif karena menjadi pengurus Muhammadiyah setempat sehingga kemudian ia tertarik untuk menjadi simpatisan persyarikatan.

Muhammadiyah memang menjadi minoritas di daerah pemilihannya sehingga jatidiri sebagai simpatisan persyarikatan kemudian tidak ditonjolkan ketika berhadapan dengan pemilih. Seorang calon harus menampilkan diri sebagaimana citra pemilih kebanyakan. Jadi menampilkan diri sebagai warga persyarikatan yang minoritas tentu merugikan calon yang ingin meraih banyak suara. Seorang calon kemudian menampilkan diri sebagaimana pemilih kebanyakan termasuk dalam perilaku beragama. Pun ketika perilaku itu sesungguhnya bertentangan dengan kata hatinya. Selain itu, narasumber kedua juga merasa tindakannya untuk menjauhkan diri sebagai warga

persyarikatan bertujuan untuk menjaga

Muhammadiyah dari kepentingan politik.

Sebagaimana diketahui bersama Muhammadiyah bukanlah partai politik tetapi tidak abai terhadap politik. Muhammadiyah tidak hendak memasuki politik praktis tetapi mendorong kader-kadernya untuk aktif dalam politik, dari berbagai struktur politik yang tersedia. Maka menjaga diri sebagai warga persyarikatan berarti menjaga marwah Muhammadiyah yang tidak hendak memasuki politik praktis.

Berkaca pada pengalaman politik sesungguhnya belum ada satu pun warga persyarikatan yang berhasil dalam politik pemilihan. Maksudnya memang ada kader atau simpatisan yang berhasil tetapi mereka tidak menampilkan diri sebagai warga persyarikatan. Mereka lebih menampilkan diri sebagaimana warga kebanyakan sehingga berhasil meraih simpati memilih. Dengan strategi menyembunyikan jatidiri yang sebenarnya, kader justru berhasil. Inilah yang kemudian ditiru oleh banyak kader lain yang mengikuti pemilihan. Posisi Muhammadiyah yang minoritas di daerah kemudian menyulitkan menampilkan kader untuk menunjukan jatidiri yang sebenarnya.

Meskipun demikian dalam berbagai kesempatan yang mengaitkan antara Muhammadiyah dan struktur politik kemudian banyak dari anggota legislatif kemudian memihak pada persyarikatan. Contoh paling baru berkaitan dengan pemberian hibah tanah dari pemerintah daerah untuk keperluan pembangunan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Lombok Timur. Dari berbagai sidang dan pertemuan ditemukan fakta banyak anggota legislatif yang kemudian memberi pemihakan pada persyarikatan. Tentu yang paling awal dan menjadi terdepan adalah kader Muhammadiyah yang menjadi anggota

legislatif. Meskipun dalam politik pemilihan yang lalu mereka tidak menganggap dirinya mewakili Muhammadiyah. Dalam hal ini mereka kembali

pulang ke rumah untuk memperjuangkan

kepentingan persyarikatan.

Menjaga Muhammadiyah dengan politik praktis kemudian diwujudkan tidak menggunakan fasilitas milik persyarikatan. Meskipun Muhammadiyah di tingkat lokal memiliki berbagai amal usaha terutama di bidang pendidikan namun para calon berusaha

menghindarkan penyalahgunaan fasilitas.

Penghindaran penggunaan fasilitas milik Muhammadiyah sekali lagi demi menjaga warwah persyarikatan yang menghindari politik praktis. Muhammadiyah menjaga jarak dengan semua kekuatan politik, dalam bahasa yang begitu terkenal

‘tidak memihak ke mana-mana tetapi ada di mana-

mana’. Wujud nyata dalam hubungan dengan partai

politik didapatkan kader Muhammadiyah berada di banyak partai politik baik yang nasionalis maupun berideologi Islam. Meskipun mereka berada di banyak partai tetapi ketika ada yang berkaitan dengan persyarikatan maka mereka akan kembali memihak pada Muhammadiyah.

Penelitian ini juga mewawancarai elit

Muhammadiyah yang berhasil menjadi anggota legislatif. Sebut saja namanya Ubai (50th) memiliki pengalaman yang berbeda berMuhammadiyah dengan yang lain. Perkenalannya dengan Muhammadiyah bukan berasal dari keluarga karena keluarga memiliki haluan organisasi lain. Keterlibatan dengan Muhammadiyah didasarkan pada hubungannya dengan rekan kerja. Interaksi dengan rekan kerja yang merupakan kader persyarikatan kemudian menimbulkan keinginannya untuk lebih jauh mengenal Muhammadiyah. Maka ia pun mencari beberapa guru dan referensi berkaitan dengan paham Muhammadiyah sehingga kemudian memutuskan untuk menjadi simpatisan dan berkhidmad pada persyarikatan.

Meskipun demikian ia berusaha untuk tetap menjaga netralitas Muhammadiyah dalam kaitannya dengan politik. Walaupun berasal dari Partai Amanat Nasional (PAN) yang sering dikaitkan dengan Muhammadiyah tetapi tetap menjaga jarak dengan organisasi ketika menjadi kontestan pemilihan. Baginya Muhammadiyah harus dipisahkan dari politik dan pemilihan dengan tidak memihak pada salah satu kontestan. Meskipun Muhammadiyah tidak anti politik dan membutuhkan dukungan politik pemerintahan dalam geraknya di tengah masyarakat.

Disadari untuk mendapat dukungan dari warga Muhammadiyah bukanlah persoalan yang mudah.

Mengapa? Karena secara historis warga

Muhammadiyah memang sudah terpencar pada

banyak partai politik. Banyak warga

Muhammadiyah yang sudah nyaman dengan partai Orde Baru, Golkar (kemudian menjadi Partai

II-9