• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konferensi Ilmiah Nasional

parpol untuk mengelola pemerintahan, yakni menyeleksi pemimpin dan fungsionaris partai untuk didudukkan dalam suprastruktur politik (ibid). Berpijak pada tipe kelompok kepentingan maka Muhammadiyah dikategorikan ke dalam kelompok kepentingan assosiasional. Menurut Almond kelompok kepentingan assosiasional adalah kelompok kepentingan yang memiliki struktur organisasi yang formal. Secara khas kelompok ini mengartikulasikan dari suatu kelompok khusus, memiliki staf profesional yang bekerja secara penuh serta memiliki prosedur teratur untuk merumuskan kepentingan dan tuntutan (dikutip dari Mas’oed dan Mc Andrews, 2000: 53-54).

Hubungan kelompok kepentingan dengan partai politik umumnya mencapai titik intensitas tertinggi ketika pemilu berlangsung. Hubungan yang terjadi lebih bersifat simbiosis mutualisme, dimana kelompok kepentingan (ormas) menjadi sumber massa pendukung bagi partai politik, sebaliknya partai politik menjadi jalur promosi di bidang politik bagi para aktivis organisasi massa. Dukungan kelompok kepentingan terhadap partai sangat berarti, dan dalam beberapa kasus dukungan ini mampu meningkatkan perolehan suara partai cukup signifikan.

Dalam dukungan terhadap partai politik, kelompok kepentingan (ormas) dapat memainkan tiga peran (Sanit, 1985), yaitu :

a. Menghimpun anggota masyarakat sebagai pendukung.

b. Penyedia calon pemimpin dan pejabat bagi partai atau pemerintah.

c. Sebagai penghubung partai atau pemerintah terhadap masyarakat

Dalam prakteknya, dalam pandangan Almond (dikutip dari Mas’oed dan Mc Andrews, 2000) tidak semua peran ini dapat berjalan maksimal. Seringkali kelompok kepentingan hanya berperan sebagai penghimpun suara bagi partai (vote getter). Sejauh mana efektivitas dukungan kelompok kepentingan terhadap partai politik ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kemampuan untuk mengerahkan dukungan, tenaga, dan sumberdaya dari anggotanya, luasnya sumberdaya yang dimiliki, baik kemampuan finansial, jumlah anggota, kecakapan politik, kesatuan organisasi dan prestise-nya dimata masyararakat umum. Disamping itu, efektivitas kelompok kepentingan ditentukan pula oleh otonomi dan kebebasan kelompok kepentingan dalam memberikan dukungan.

Penelitian ini ingin mengkaji mengenai elit Muhammadiyah. Dalam kehidupan sosial, sulit dipungkiri terdapat seseorang atau sekelompok orang yang memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan yang lain. Mereka mempunyai kemampuan untuk memainkan peran dan pengaruh tersebut karena keunggulan-keunggulan yang dimilikinya. Dengan keunggulan-keunggulan yang

melekat pada dirinya, mereka dapat mengelola dan mengendalikan cabang kehidupan tertentu, dimana pada gilirannya yang bersangkutan akan dapat memainkan peran dan pengaruhnya tersebut untuk menentukan corak dan arah bergulirnya roda kehidupan masyarakat. Anggota masyarakat yang mempunyai keunggulan tersebut pada gilirannya akan tergabung dalam suatu kelompok yang lebih dikenal dengan sebutan kelompok elit. Keunggulan yang melekat pada dirinya akan menggiring mereka tergabung dalam kelompok elit yang mempunyai perbedaan dengan anggota masyarakat kebanyakan lainnya yang tidak memiliki keunggulan. (Haryanto, 2005)

Menurut Gaetano Mosca dalam setiap masyarakat terdapat dua kelas penduduk, satu kelas yang menguasai dan satu kelas yang dikuasai. Kelas pertama, yang jumlahnya selalu lebih kecil, menjalankan semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan, dan menikmati keuntungan yang diberikan oleh kekuasaan itu. Sedangkan kelas kedua, yang jumlahnya jauh lebih besar, di atur dan dikendalikan oleh kelas pertama tersebut. (dikutip

dari Mas’oed dan Mc Andrews (2006),

Sedangkan menurut Lipset dan Solari bahwa yang dimaksudkan dengan elit ialah posisi di dalam masyarakat di puncak struktur-struktur sosial yang terpenting, yaitu posisi-posisi tinggi di dalam ekonomi, pemerintahan, aparat kemiliteran, politik, agama, pengajaran, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya. (dikutip dari Haryanto 2005),

Dengan gambaran sebagaimana diungkapkan di atas maka di masyarakat dapat diketemukan adanya sejumlah individu yang berperan sebagai elit pada salah satu cabang kehidupan tertentu. Akan tetapi, yang bersangkutan, pada saat yang bersamaan, tidak termasuk dalam jajaran elit pada cabang kehidupan lainnya. Sebagai misal, seorang individu digolongkan sebagai elit di bidang kehidupan ekonomi karena dinyatakan sebagai pengusaha yang berhasil; akan tetapi dalam waktu yang bersamaan mereka tidak termasuk dalam kelompok elit di bidang politik karena aktivitasnya di bidang ini tidak dapat dikatakan menonjol.

Sementara itu, di masyarakat lainnya, tidak tertutup kemungkinan pula adanya sejumlah individu tertentu yang menjadi elit pada bidang kehidupan yang ada dalam masyarakat dalam kurun waktu yang bersamaan. Oleh karena itu, dengan mengikuti permisalan di atas, maka dimungkinkan pula adanya individu yang termasuk dalam kelompok elit di bidang ekonomi; dan pada tenggang waktu yang hampir bersamaan yang bersangkutan termasuk pula elit di bidang politik. Hal ini dikarenakan individu tersebut selain sebagai pengusaha yang berhasil juga mampu memainkan peran dan mempunyai pengaruh yang relatif besar di bidang kehidupan politik. Dalam pengertian yang relatif longgar dapat dinyatakan bahwa pengakuan seseorang terhadap

II-4

keunggulan orang lain pada hakekatnya menunjukan

adanya ‘keabsahan’ atas keunggulan yang dimiliki

pihak yang disebut belakangan. Pengakuan tersebut mutlak diperlukan keberadaannya sebab tanpa adanya pengakuan, maka keunggulan yang dimiliki seseorang tidak mempunyai makna apapun juga. Hilangnya suatu pengakuan berarti hilang pula keunggulan yang ada. (Haryanto, 2005)

Demikian pula halnya dengan keunggulan yang dimilliki sekelompok kecil individu yang berpredikat elit atas sejumlah besar individu- individu lainnya yang dikenal sebagai massa. Keunggulan kelompok elit terhadap massa mutlak memerlukan pengakuan. Keunggulan kelompok elit dapat pula dinyatakan sebagai ‘justifikasi’ atau

‘legitimasi’ yang oleh Gaetano Mosca sering diistilahkan sebagai suatu ‘political formula’ yang

maksudnya terdapatnya suatu keyakinan yang

menunjukan mengapa ‘the rulers’ dipatuhi

kepemimpinannya. (ibid)

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Max Weber menyatakan pendapatnya bahwa terdapat 3 (tiga)

macam ‘legitimate domination’ yang menunjukan

dalam kondisi seperti apa sehingga seseorang atau sekelompok orang mampu mendominasi sejumlah

besar orang lainnya. Ketiga macam ‘legitimate domination’ tersebut adalah traditional domination,

charismatic domination, dan legal-rational domination.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualititatif. Menurut Taylor dan Bogdan penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti. (dikutip dari Bagong Suyanto dan Sutinah, 2011)

Penelitian kualitatif memiliki beberapa tahapan, yaitu (1) Menetapkan fokus penelitian; (2) Menentukan setting dan subjek penelitian; (3) Pengumpulan Data, Pengolahan Data, dan Analisa Data; (4) Penyajian Data. Sesuai dengan tahapan tersebut maka fokus penelitian ini berkaitan dengan bentuk partisipasi elit Muhammadiyah dalam Pemilihan Legislatif tahun 2014. Hal ini sangat

penting mengingat ‘haramnya’ hubungan antara

persyarikatan dengan politik praktis.

Selanjutnya setting dalam penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Lombok Timur. Penelitian ini memfokuskan diri pada elit baik sebagai Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) maupun Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) maupun organisasi otonom di bawahnya. Pemilihan setting berdasarkan pertimbangan praktis dan teoritis. Secara praktis, pemilihan setting didasarkan pada kemudahan mendapatkan data untuk menjamin keberlanjutan penelitian ini. Sedangkan secara teoritis, penentuan

setting di tingkat lokal mengingat kajian tentang ini masih jarang. Politik selama ini diidentikan dengan pusat Jakarta. Padahal tak sedikit peristiwa politik lokal kemudian berdampak secara nasional. Subjek penelitian menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian meliputi beberapa kategori, yaitu (1) informan kunci; (2) informan utama; dan (3) Informan tambahan. Berdasarkan hal tersebut maka informan kunci dalam penelitian ini adalah Komisioner Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Lombok Timur. Selanjutnya informan utama dalam penelitian ini ialah Pengurus PDM dan PCM di Kabupaten Lombok Timur. Dan terakhir Informan Tambahan

adalah Tokoh Masyarakat di luar elit

Muhammadiyah, jurnalis (wartawan) dan pengamat sosial politik.

Dalam penelitian kualitatif ada dua metode pengumpulan data yang diutamakan, yaitu observasi dan in-depth interview (wawancara mendalam). Observasi dimaksudkan di sini sebagai deskripsi secara sistematis tentang kejadian dan tingkah laku dalam setting sosial yang dipilih untuk diteliti. Sementara itu wawancara mendalam adalah teknik pengumpulan data yang didasarkan pada percakapan intensif dengan suatu tujuan. (Bagong Suyanto dan Sutinah, 2011). Untuk melengkapi dua metode tersebut penelitian ini juga menggunakan metode sitasi dokumen, terutama yang berasal dari arsip setting sosial. Analisis Data dilakukan secara induktif, dimulai dari gejala umum, membangun hipotesis, dan mengujinya dengan kasus-kasus yang bervariasi.

Prinsip penyajian data dalam penelitian kualitatif berupa kata-kata dan tidak berupa tabel-tabel dengan ukuran-ukuran statistik. Data disajikan dalam bentuk kutipan-kutipan langsung dari kata-kata terwawancara sendiri. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk life history, yaitu deskripsi peristiwa dan pengalaman penting dari kehidupan.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Partisipasi Politik

Dalam sistem politik demokratis, permasalahan partisipasi politik mendapatkan perhatian utama. Ini mengingat bahwa sistem politik demokratis mengandaikan rakyat atau warga negara adalah pemilik mandat (stakeholder), dan pemerintah adalah pelaksana mandat (agent). Oleh karena itu, setiap keputusan politik yang diambil pemerintah harus mendapatkan legalitas dari sebagian besar atau seluruh warga negara. Partisipasi politik dianggap merupakan sarana yang paling efektif bagi pemerintah untuk meningkatkan legalitas dari keputusan dan kebijakan yang diambilnya. Artinya, semakin besar ruang partisipasi politik yang disediakan sistem politik maka sistem politik itu

II-5