• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konferensi Ilmiah Nasional

dengan jalan menumpang pada bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah. Harapannya tentu saja bantuan tersebut ditukar dengan suara dalam pemilihan kelak. Kedua, pemilih yang berafiliasi dengan persyarikatan Muhammadiyah. Dengan rekam jejak sebagai seorang kader maka calon serta tim sukses berusaha untuk meraih suara warga persyarikatan. Janjinya tentu saja akan memperjuangkan dengan maksimal agenda-agenda persyarikatan dalam pemerintahan kelak.

Ujicoba politik Muhammadiyah pasca Orde Baru dapat dilihat dengan berdirinya Partai Matahari Bangsa (PMB). Memasuki kepemimpinan Din Syamsuddin penghimpitan Muhammadiyah dengan partai politik makin meluas ditandai lahirnya PMB. Partai baru yang lahir dari proses politik internal angkatan muda Muhammadiyah yang menilai relasi

PAN dengan Muhammadiyah menimbulkan

masalah sejak berakhirnya pemilu 2004. PAN dinilai tidak berkontribusi signifikan dan tidak sejalan dengan perjuangan Muhammadiyah. Kelahiran PMB bertujuan menyalurkan aspirasi politik Muhammadiyah melalui wadah partai politik, dan tentu saja, kantong suara utama PMB berasal dari warga Muhammadiyah. Kontestasi kepentingan politik tidak terelakkan memperebutkan suara warga Muhammadiyah. Di sinilah Muhammadiyah diuji kembali, mampu memanfaatkan politik secara maksimal sembari menghindarkan warganya dari jebakan konflik politik akibat adanya dua partai yang sama-sama memiliki ikatan emosional dengan Muhammadiyah. (Syarifuddin Jurdi, 2010)

Di tingkat Kabupaten Lombok Timur ditemukan fakta PMB tidak dapat mengirimkan satu pun wakil ke parlemen. Bahkan perolehan suaranya sedikit sekali. Padahal dari daftar caleg ditemukan fakta mereka adalah yang telah memiliki rekam jejak lama dalam persyarikatan. Bila jumlah warga persyarikatan dikonversikan ke suara pemilih harusnya dapat memperoleh kursi tetapi kenyataannya berbeda. Pun demikian pada pemilihan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tahun 2009 mantan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) tidak berhasil lolos sebagai senator. Hipotesisnya suara warga persyarikatan tersebar ke partai dan calon lain yang bahkan tidak memiliki hubungan dengan Muhammadiyah.

4.3. Keterlibatan Berjarak dengan Politik

Dari penyajian data pada bagian sebelumnya dapat diketahui beberapa hal menarik mengenai partisipasi politik elit Muhammadiyah dalam Pemilihan Legislatif tahun 2014. Sebagaimana dipercayai bersama, warga persyarikatan dikenal memiliki pendidikan yang tinggi sehingga berpengaruh terhadap partisipasi mereka dalam bidang politik. Bentuk partisipasi yang dilakukan bukan hanya sekadar biasa dilakukan (konvensional) tetapi juga bisa dikatakan jarang dilakukan oleh kebanyakan orang. Dalam penelitian ini ada dua bentuk

partisipasi yang dilakukan oleh elit Muhammadiyah, yaitu menjadi calon anggota legislatif dan tim sukses calon anggota legislatif.

Dari penelitian ini menemukan motivasi terbesar keterlibatan warga persyarikatan berkaitan dengan perjuangan organisasi dalam masyarakat. Disadari kemudian bahwa organisasi tidak bisa melepaskan diri dari politik pemerintahan. Keberlangsungan dan keberhasilan persyarikatan dalam membangun gerakan di masyarakat membutuhkan dukungan dari pemerintah. Dukungan tersebut baik berupa materiil maupun moril. Terlebih lagi di Indonesia bagian timur dimana sebagian besar keberhasilan sebuah organisasi tidak bisa dilepaskan dari dukungan pemerintah. Atau setidaknya pemerintah tidak menghalangi gerakan organisasi dalam masyarakat. Terlebih lagi ketika persyarikatan kemudian bukan menjadi organisasi besar di suatu daerah. Maka persyarikatan kemudian dikhawatirkan akan mendapat banyak halangan dalam melakukan berbagai aksi di tengah masyarakat. Usaha untuk memperluas basis massa merupakan kerja yang positif dan merupakan sebuah perjuangan untuk berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan. Maka persyarikatan membutuhkan perlindungan dan dukungan dari pemerintah dalam mensukseskan berbagai aksinya. Maka di sinilah peran kader persyarikatan, baik yang ada di lembaga legislatif, eksekutif maupun penegak hukum.

Jaringan yang luas dan besar dari persyarikatan kemudian menjadi modal sosial yang baik dalam meraih simpati pemilih. Tentu saja terdapat banyak godaan untuk memanfaatkan fasilitas yang dimiliki oleh persyarikatan untuk memenangkan pemilihan. Berbagai Amal Usaha kemudian rentan untuk dipolitisir untuk meraih simpati pemilih pada pemilihan umum. Hal ini tentu lumrah dan biasa karena sejatinya memang demikianlah kelakukan politikus. Di satu sisi memanfaatkan segala macam kelebihan yang dimiliki untuk meningkatkan angka keterpilihan. Dan sisi lain mengumpulkan kesalahan lawan guna mengurangi pesaing.

Namun demikian keberjarakan antara elit persyarikatan yang menjadi politikus dengan aset dan fasilitas kemudian mampu dijaga dengan baik. Para elit cum politikus ini kemudian menjaga jarak antara kepentingan persyarikatan dengan usahanya dalam pemilihan. Penelitian ini menemukan fakta bahwa para politikus ini berhasil untuk menghindarkan penggunaan fasilitas persyarikatan untuk kepentingan politik.

Para politikus yang menjadi subjek dalam penelitian ini kemudian mengambil persangkaan bila kemudian menunjukan jatidiri sebagai warga persyarikatan di hadapan pemilih maka hasilnya hanya sedikit. Oleh karena itu mereka lebih menunjukan diri sebagai politikus sebagaimana warga biasanya yang merangkul pemilih dengan karakteristik mayoritas. Banyak politikus warga persyarikatan yang

II-12

menyembunyikan identitasnya sebagai strategi pemilih. Meskipun tentu ini sukar mengingat di benak pemilih mereka telah memiliki rekam jejak yang panjang sebagai kader persyarikatan.

Sesungguhnya persyarikatan membe-rikan

dukungan yang besar pada warga yang berniat terjun menjadi politikus. Namun demikian karena ada maklumat yang mengisyaratkan persyarikatan harus mampu menjaga jarak yang sama dengan seluruh kontestan pemilihan hanya dukungan yang diberikan samar-samar belaka. Sebagaimana ditunjukan dalam penelitian ini, dukungan dari persyarikatan kemudian hanya memberikan informasi kepada pemilih mengenai adanya kader yang menjadi calon dalam pemilihan legislatif. Pimpinan kemudian menjaga untuk tidak memberikan dukungan secara langsung di hadapan para warga kepada satu atau dua orang calon. Dikhawatirkan dukungan dari orang perorang akan disalahtafirkan sebagai dukungan dari persyarikatan. Padahal persyarikatan diharamkan untuk mendukung pada salah satu kontestan pemilihan.

persyarikatan kemudian harus mampu dijaga jaraknya dengan para kontestan pemilu. Harus diakui terdapat partai yang secara historis psikologis dekat dengan persyarikatan tetapi azas berdiri di atas semua harus mampu dipertahankan oleh segenap kader. Karena terdapat banyak kader juga yang sejak lama telah menjadi anggota partai politik lain. Mereka tetap harus dipandang sebagai kader persyarikatan meski memilih partai yang berbeda baik azas maupun ideologi. Fakta juga memperlihatkan ketika muncul kepentingan

persyarikatan mereka kembali bersatu

memperjuangkan meski berasal dari partai yang berbeda. Jangan sampai keterlibatan dalam politik kemudian menyebabkan perpecahan di antara kader yang justru menghambat kinerja dari persyarikatan.

5. KESIMPULAN

Dari pemaparan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal di bawah ini,

1. Partisipasi politik yang dilakukan elit Muhammadiyah tidak hanya berupa yang sering dilakukan banyak (konvensional) tetapi juga yang jarang dilakukan kebanyakan. Dalam penelitian ini menemukan fakta terdapat elit Muhammadiyah yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dan sebagai tim sukses calon anggota legislatif. Wujud partisipasi seperti ini tidak dapat dilepaskan dari iklim politik masa kini yang lebih terbuka dan membuka kesempatan banyak orang untuk terlibat secara aktif dalam politik. Selain itu, dalam jatidirinya sebagai elit maka subjek dalam penelitian ini kemudian memiliki pendidikan yang tinggi sehingga membantunya untuk aktif dalam politik

dan melakukan berbagai bentuk partisipasi politik yang jarang dilakukan kebanyakan orang. 2. Motivasi elit untuk terjun dalam politik guna memudahkan gerak persyarikatan dalam membangun masyarakat. Atau setidaknya untuk

mengurangi berbagai halangan gerak

persyarikatan. Disadari gerak persyarikatan tidak bisa dilepaskan dari politik-pemerintahan sehingga keterlibatan aktif elit akan membantu. Semakin banyak elit (kader) yang terlibat dalam politik-pemerintahan bernilai positif bagi persyarikatan. Meskipun ini bukan berarti membangun hubungan patron-klien antara pemerintah dan persyarikatan.

3. Sebagai organisasi besar maka Muhammadiyah memiliki berbagai amal usaha yang tersebar baik secara geografis maupun bentuk. Hal ini tentu sangat menggoda bagi politikus untuk

memanfaatkannya demi kepentingan

meningkatkan angka keterpilihan. Namun demikian dalam penelitian ini menemukan para elit cum politikus ini mampu menjaga jarak dan menghindari penggunaan fasilitas milik persyarikatan. Dengan itu pilihan persyarikatan untuk netral dan berada di atas semua kontestan pemilihan dapat terjaga dengan baik

REFERENSI

Amal, Ichlasul (ed.). (1988). Teori-teori Mutakhir Partai Politik. Yogyakarta : Tiara Wacana Anonim, "Gentong Babi" di Parlemen,

www.historia.id, akses tanggal 4 Mei 2017 Anwar, M.Khoirul dan Vina Salviana (ed.). (2006).

Perilaku Partai Politik. Malang UMM Press Budiardjo, Miriam. (2008). Dasar-dasar Ilmu

Politik. Edisi Revisi. Jakarta : Gramedia Fukuyama, Francis. (2007). Trust : Kebajikan Sosial

dan Penciptaan Kemakmuran, Diterjemahkan Ruslani, Yogyakarta : Penerbit Qalam

Gabriel A. Almond, Sosialisasi, Kebudayaan, dan

Partisipasi Politik, dalam Mohtar Mas’oed dan

Colin Mc Andrews (ed.). (1978). Perbandingan Sistem Politik. Cetakan ketujuhbelas. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Haryanto. (2005). Kekuasaan Elit : Suatu Bahasan

Pengantar. Yogyakarta : Penerbit Program Pascasarjana Politik Lokal dan Otonomi Daerah dan Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Gadjah Mada :

Huntington, Samuel dan Joan Nelson. (1990).

Partisipasi Politik di Negara Berkembang. Diterjemahkan Sahat Simamora. Jakarta : Rineka Cipta

II-13