• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.6 Metode Analisis Data

4.1.2 Majas Pertentangan

Majas pertentangan meliputi majas hiperbola, majas litotes, majas ironi, majas oksimoron, majas paronomasia, majas paralepsis, dan majas zeugma. Dan pada halaman berikutnya akan dijelaskan mengenai klasifikasi majas pertentangan yang ada dalam bahasa Melayu pada masyarakat Kualuh Hilir satu persatu.

4.1.2.1 Majas Hiperbola Contoh :

1. Paku limo inci sajo patah digigitnyo, pinang

‘Paku lima inci saja patah digigitnya, pinang hancur diremasnya’. ancur dipulasnyo.

Paku lima inci pada dasarnya adalah paku yang cukup besar dan mustahil patah jika digigit menggunakan gigi, demikian juga buah pinang yang memiliki kontur atau permukaan kulit yang cukup kasar, ditambah lagi di bagian dalamnya masih terdapat buah keras yang pasti sangat sulit untuk menghancurkannya menggunakan tangan kosong. jadi alangkah terlalu berlebihan jika tindakan semacam ini dilakukan oleh kebanyakan orang.

Berdasarkan contoh di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa kalimat tersebut merupakan majas hiperbola karena kalimat tersebut mengandung pernyataan yang berlebihan.

2. Sampe malaklas

‘Sampai sobek pisak celana karena bekerja, tapi tidak kaya juga’. pisak calano karono bakorjo tu, tapi tak kayo jugo.

Berdasarkan contoh di atas penulis mengategorikan kalimat tersebut ke dalam majas hiperbola karena menggunakan kata yang melebih-lebihkan seperti pada kata sampe malaklas pisak calano kono bakorjo yang memberikan pengertian bekerja keras, sehingga karena pekerjaan yang dilakukan itu membuat celana sobek.

3. Sojuk kuraso

“Sejuk kurasa menusuk sampai ke tulang’. manyucuk sampe ka tulang.

Contoh di atas mengandung pengertian pengungkapan tentang perasaan dingin yang luar biasa sehingga mengungkapkannya dengan kata-kata yang berlebih-lebihan seperti pada kata manyucuk sampe ka tulang. karena pada kenyataannya tidak mungkin rasa dingin bisa menusuk/merasuk sampai ke dalam tulang.

4.1.2.2 Majas Litotes Contoh :

1. Sajongkal

‘Sejengkal yang ada tanah kita’. la nan ado tanah kito.

Kalimat di atas merupakan majas litotes karena mengandung pernyataan yang dikecil-kecilkan.

Kalimat tersebut mengandung pengertian bahwa tanah atau sawah yang dimiliki itu tidak luas, sehingga diungkapkan dengan cara yang merendah atau sederhana.

2. Kupake la dulu boras ko tu kiro

‘Kupinjam dulu berasmu kira segenggam’. sajomput.

Berdasarkan contoh di atas penulis mengategorikan kalimat di atas ke dalam majas litotes karena dalam pengungkapannya terdapat kata-kata yang mengandung pernyataan yang mengecilkan seperti pada kata sajomput .

3. Upahnyo memang tak sabarapo ‘Gajinya memang tidak seberapa’.

.

Kalimat di atas menerangkan tentang gaji atau upah yang sedikit, kalimat di atas merupakan majas litotes karena dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu dengan kata-kata yang dapat mengurangi atau melemahkan pernyataan yang sebenarnya seperti pada kata tak sabarapo. 4.1.2.3 Majas Ironi

Contoh :

1. Elok bonar parangemu kutengok, omakmu pun ko hamun. ‘Bagus sekali tindakanmu saya lihat, ibumu pun kamu maki’.

Kalimat di atas dikategorikan ke dalam majas ironi karena mengimplikasikan sesuatu yang nyata bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya. Dalam kalimat tersebut mengandung pengertian yang mengolok-olok seseorang walaupun pada awalnya menyatakan pujian dengan cara membalikkan fakta sebenarnya.

2. Pocayo aku kolo ko tu pambongak

‘Percaya saya kalau kamu itu pembohong’ .

Kalimat tersebut mengandung pengertian yang konteksnya adalah mengolok-olok seseorang tetapi dengan cara membalikkan fakta sesungguhnya. Dinyatakan di awal kalimat bahwa orang yang dimaksud dapat dipercaya, kemudian diakhir kalimat diolok dengan kalimat yang menyatakan bahwa dia seorang pembohong.

3. Nan paca’an ko malemak, ka magorib pun tak sodar balek. ‘Hebat kau bercerita, sampai hari maghrib pun tak sadar pulang’.

Penulis mengategorikan kalimat di atas ke dalam majas ironi karena di dalama kalimatnya mengandung pengertian yang mengindikasikan pertentangan dengan maksud berolok-olok.

Kalimat tersebut menjelaskan tentang seseorang yang suka bercerita dan membual sehingga melupakan tanggung jawabnya untuk pulang ke rumah.

4.1.2.4 Majas Oksimoron Contoh :

1. Api nan kocik gayo kawan, tapi api nan bosar gayo lawan

‘Api yang masih bagai kawan, api yang sudah besar bagai lawan. .

Contoh di atas mengandung pengertian bahwa api apabila masih dalam kategori kecil maka dapat digunakan untuk keperluan yang penting seperti memasak, membakar kayu, menyalakan lampu dan oleh sebab itulah dianggap sebagai kawan. Sedangkan apabila api yang dimaksud sudah terlampau besar, maka akan dapat membakar apa saja yang ada dan itulah yang dimaksud sebagai lawa.

Majas di atas merupakan majas oksimoron karena terdapat pernyataan yang mengandung pertentangan yaitu pada kata kawan dan lawan.

2. Memang nan laga’an binik ko nan kaduo tu, tapi tak pande

‘Memang cantik istrimu yang kedua itu, tapi tidak pandai mengatur rumah tangga’.

mangatur ruma tanggo

Contoh kalimat di atas termasuk ke dalam majas oksimoron karena mengandung suatu hubungan sintaksis antara dua antonim. Kata lagak dalam kalimat tersebut bertentangan dengan tak pande.

3. Urang sano nan kayo lo’lap tu memang kocak duitnyo, tapi miskin “Orang sana yang

ati nyo kaya raya itu memang banyak uangnya, tapi miskin hatinya”.

Berdasarkan contoh di atas penulis mengategorikan kalimat di atas ke dalam majas oksimoron, karena menggunakan penempatan dua antonim dalam suatu hubungan sintaksis yaitu pada kata kayo dan miskin. Artinya setiap penggunaan kata-kata yang berlawanan maknanya dalam satu kalimat maka disebut sebagai majas oksimoron.

4.1.2.5 Majas Paronomasia Contoh :

1. Tatengokku tadi urang balanggar di mukak langgar

‘Terlihat saya tadi orang bertabrakan di depan Langgar itu’. tu.

contoh di atas merupakan majas paronomasia karena di dalam kalimatnya berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi sama tetapi bermakna berbeda yaitu pada kata langgar. Kata langgar pada kata yang pertama bermakna bertabrakan atau berbenturan. Sedangkan kata langgar yang kedua bermakna surau atau musholla yang merupakan tempat ibadah bagi umat muslim.

2. Tanah ku sapancang tu dah kupancang ‘Tanahku sepancang itu sudah kubatasi’.

i.

Kata pancang pada kata yang pertama dalam bahasa Melayu Kampung Masjid merupakan kata untuk menyatakan ukuran panjang atau lebar tanah. Sedangkan pancang pada kata yang kedua bermakna batas.

3. Biso mati kito dibuat biso

‘Bisa mati kita dibuat bisa ular itu’. ular tu.

Contoh di atas merupakan majas paronomasia karena di dalam kalimatnya terdapat penggunaan kata-kata yang berbunyi sama akan tetapi memiliki makna yang berbeda yaitu pada kata biso. Kata biso yang pertama memberikn pengertian mampu atau dapat. Sedangkan kata biso yang kedua bermakna racun yang biasa keluar dari mulut ular atau hewan buas lainnya.

4.1.2.6 Majas Paralipsis Contoh :

1. Kudongar carito baya rogo padi dah mahal (ee..) salah

Berdasarkan kalimat yang tertera di atas penulis mengategorikannya ke dalam maja paralipsis karena mengandung suatu maksud yang bertujuan untuk membatalkan ungkapan yang telah diucapkan.

turun nyo maksudku.

Dapat kita lihat juga dalam kalimat di atas bahwa orang tersebut tidak mengatakan apa yang sempat tersirat dalam kalimat yang diucapkannya. 2. Tak ado urang nan hoji ka kau, (ee..)

‘Tidak ada orang yang suka padamu, (ee..) maksud saya yang benci’. nan bonci nyo maksudku.

Berdasarkan contoh di atas penulis mengategorikannya ke dalam majas paralipsis karena dalam kalimat di atas dapat kita fahami bahwa seseorang yang mengucapkan kalimat tersebut tidak mengatakan apa yang tersirat di

dalamnya. Artinya setiap penggunaan kata-kata yang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu maka disebut sebagai majas paralipsis.

4.1.2.7 Majas Zeugma Contoh :

1. Ondak siang ka malam, ondak potang ka tonga hari

‘Mau siang sampai malam, mau petang ke tengah hari, tidak berhenti merajuk’.

, tak boronti mandele.

Berdasarkan contoh di atas penulis menyatakan bahwa kalimat tersebut termasuk ke dalam kategori majas zeugma karena menggunakan gabungan gramatis dua kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan yaitu pada kata siang ka malam dan kata potang ka tonga hari. Artinya setiap kata-kata yang menggunakan gabungan dua gramatis yang mengandung ciri semantik yang bertentangan dalam satu kalimat maka disebut sebagai majas zeugma.

2. Bosar kocik

“Besar dan kecil sama juga harganya” sarupo jugo rogonyo.

Berdasarkan contoh di atas penulis mengketegorikan bahwa kalimat tersebut merupakan majas zeugma karena adanya hubungan gramatis atau hubungan koordinasi antara dua kata yang memiliki ciri semantik yang bertentangann. Seperti pada kata bosar dan kocik.

3. Ondak lokas ato lamo

“Mau sebentar atau lama, dipanggil (meninggal) juga semua. , nan dipanggil jugo nyo samuo.

Kalimat di atas mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan yaitu pada kata lokas dan lamo. Artinya setiap kata-kata yang menggunakan gabungan dua gramatis yang mengandung ciri semantik yang bertentangan dalam satu kalimat maka disebut sebagai majas zeugma.

4. Baju nan batuah basah koring

“Baju yang bertuah basah kering di badan”. di badan.

Berdasarkan contoh di atas penulis menyatakan bahwa kalimat tersebut termasuk ke dalam kategori majas zeugma karena menggunakan gabungan gramatis dua kata yang mengandung ciri-ciri semantic yang bertentangan yaitu pada kata basah dan koring.

Dokumen terkait