• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.2 Teori yang Digunakan

Majas sungguh beraneka ragam dalam kehidupan kita. Majas yang beraneka ragam itu dapat dikelompokkan dengan berbagai cara tergantung dari berbagai cara memandangnya. Selama ratusan tahun telah dilakukan penelitian tentang hal ini. Berbagai klasifikasi dikemukakan dan diajukan oleh para ahli sebagai dasar penentuan apa yang disebut majas.

Dalam tulisan ini, kata majas dipakai sesuai dengan apa yang dimaksud dengan kata atau ungkapan yang digunakan dengan makna atau kesan yang berbeda dari makna yang biasa digunakan. Oleh karena itu, semua jenis makna yang mengandung implisit dalam konteks tertentu dapat membentuk kehadiran majas.

Majas dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori. Beberapa pakar menggunakan istilah majas untuk menerjemahkan istilah bahasa Inggris figure of speech yang dapat digunakan untuk memperkuat gaya bahasa.

Dalam penulisan skrispsi ini, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Tarigan (1986 : 94) yang mengatakan bahwa majas, kiasan atau figure of speech adalah bahasa kias, bahasa-bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda yang lain yang lebih umum. Pendek kata penggunaan majas tertentu dapat berubah serta dapat menimbulkan nilai rasa atau konotasi tertentu.

Tarigan mengkategorikan gaya bahasa atau majas menjadi empat golongan yakni :

1. Majas Perbandingan, meliputi majas perumpamaan, kiasan, penginsanan, sindiran, dan antithesis.

2. Majas Pertentangan, meliputi majas hiperbola, litotes, ironi, oksimoron, paronomasia, paralipsis, zeugma.

3. Majas Pertautan, ,meliputi majas metonimia, sinekdoke, alusi, eufimisme, ellipsis, inverse, gradasi, dan

4. Majas Perulangan, meliputi majas aliterasi, antanaklasis, kiasmus dan repetisi.

Dalam pembahasan berikut ini akan dijelaskan mengenai pengelompokan majas satu persatu secara terperinci :

a. Majas Perbandingan

Majas perbandingan adalah jenis majas yang memperbandingkan sesuatu dengan yang lain. Majas perbandingan dapat dikelompokan sebagai berikut:

1. Simile atau perumpamaan adalah majas yang membandingkan antara dua hal yang pada dasarnya berlainan atau sengaja dianggap sama

antara satu dengan lainnya yang dinyatakan dengan kata-kata depan dan penghubung seperti : layaknya, bagaikan, dan lain-lain.

Contoh:

Seperti air di daun keladi

2. Metafora adalah majas yang membandingkan antara dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup, walaupun tidak dinyatakan secara implisit dengan penggunaan kata-kata bak, Seperti, laksana, umpama seperti perumpamaan

Contoh:

Mina buah hati Edi

3. Personifikasi adalah jenis majas yang melekatkan sifat insan kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Majas ini dapat pula diartikan sebagai penggambaran benda-benda yang tak bernyawa seolah-olah memiliki sifat seperti manusia.

Contoh:

Mentari mengintip wajahku lewat jendela

4. Alegori adalah majas yang menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran, merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan tempat atau wadah obyek atau gagasan yang diperlambangkan. Dengan kata lain alegori adalah majas yang memakai satu kata untuk makna yang terselubung.

Contoh:

Hidup kita diumpamakan dengan biduk atau bahtera yang terkatung katung di tengah lautan.

5. Antitesis ialah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan atau mengadakan komparasi antara dua antonim.

Contoh:

Dia gembira atas kegagalanku dalam ujian. b. Majas Pertentangan

Majas pertentangan terdiri atas : majas hiperbola, majas litotes, majas ironi, majas oksimoron, majas paronomasia, majas paralepsis, majas zeugma.

1. Hiperbola ialah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan baik jumlah, ukuran, ataupun sifatnya dengan tujuan untuk menekan, memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Contoh:

Pemikiran-pemikirannya tersebar ke seluruh dunia.

2. Litotes ialah majas yang berupa pernyataan yang bersifat mengecilkan kenyataan yang sebenarnya.

Contoh:

3. Ironi ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang isinya bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya dengan maksud berolok-olok.

Contoh:

Bagus benar rapormu Bar, banyak merahnya.

4. Oksimoron ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang di dalamnya mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frase atau dalam kalimat yang sama.

Contoh:

Olahraga mendaki gunung memang menarik walupun sangat membahayakan.

5. Paronomasia ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang berisi penjajaran kata-kata yang sama bunyinya, tetapi berlainan maknanya. Contoh:

Bisa ular itu bisa masuk ke sel-sel darah.

6. Paralipsis adalah majas yang merupakan suatu formula yang dipergunakan sebagai sarana untuk menerangkan seseorang tidak mengatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri.

Contoh :

Tidak ada yang menyenangi kamu (maaf) yang saya maksud membenci kamu di sini.

7. Zeugma ialah gaya bahasa yang merupakan koordinasi atau gabungan gramatis dua kata yang mengandung cirri-ciri semantik yang bertentangan.

Contoh:

Anak itu memang rajin dan juga malas belajar di sekolah. c. Majas Pertautan

Majas pertautan terdiri atas : majas metonimia, majas sinekdoke, majas alusi, majas eufemisme, majas ellipsis, majas inverse, majas gradasi.

1. Metonimia ialah gaya bahasa yang menggunakan nama barang, orang, hal, atau ciri sebagai pengganti barang itu sendiri.

Contoh:

Para sisiwa sekolah senang sekali membaca ST Alisyahbana

2. Sinekdoke ialah gaya bahasa yang menyebutkan nama sebagian sebagai nama pengganti keseluruhannya.

Contoh :

Setiap tahun semakin banyak mulut yang harus diberi makan

3. Alusi ialah gaya bahasa yang menunjuk secara tidak langsung ke suatu pristiwa atau tokoh yang telah umum dikenal/ diketahui orang. Contoh:

4. Eufimisme ialah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasa lebih kasar yang dianggap merugikan atau yang tidak menyenangkan.

Contoh:

Tunawisma sebagai pengganti gelandangan.

5. Elipsis ialah gaya bahasa yang di dalamnya terdapat penanggalan atau penghilangan salah satu atau beberapa unsur penting dari suatu konstruksi sintaksis.

Contoh:

Mereka (pergi) ke Jakarta minggu lalu (menghilangkan prediket pergi).

6. Gradasi ialah gaya bahasa yang mengandung beberapa kata (sedikitnya tiga kata) yang diulang dalam konstruksi itu.

Contoh:

Kita harus membangun, membangun jasmani dan rohani, rohani yang kuat dan tangguh, dengan ketangguhan itu kita maju.

d. Majas Perulangan

Majas perulangan terdiri atas majas aliterasi, majas antanaklis, majas kiasmus, dan majas repetisi.

1. Aliterasi ialah sejenis majas yang memanfaatkan purwakanti atau kata-kata yang permulaannya sama bunyinya.

Contoh:

Dara damba daku, Datang dari danau

2. Antanaklasis ialah sejenis gaya bahasa yang mengandung perulangan kata dengan makna berbeda.

Contoh:

Karena buah penanya itu menjadi buah bibir orang.

3. Kiasmus ialah gaya bahasa yang berisikan perulangan dan sekaligus merupakan inversi atau pembalikan susunan antara dua kata dalam satu kalimat

Contoh:

Ia menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah.

4. Repetisi adalah majas yang mengandung perulangan berkali-kali kata atau kelompok yang sama.

Contoh :

Selamat datang pahlawanku, selamat datang kekasihku! Selamat datang pujaanku, selamat datang bunga bangsa, kami menantimu dengan bangga dan gembira. Selamat datang, selamat datang.

2.2.1 Fungsi Majas

Majas memiliki peran yang sangat penting dalam komunikasi sehari-hari karena dapat memunculkan dan mengembangkan apresiasi bagi penyimak.

Penggunaan bahasa kias atau pemajasan dapat membangkitkan kesan dan suasana tertentu, tanggapan indera tertentu serta memperindah penuturan yang berarti menunjang tujuan-tujuan estetik. Sama halnya penggunaan bahasa kias berperan dalam penyampaian maksud seseorang. Kadangkala penafsiran seseorang dapat berbeda dengan maksud yang diungkapkan orang lain melalui gaya bahasa.

Keraf (1981:124) mengemukakan bahasa kias merupakan sarana atau alat untuk memperjelas gambaran ide, mengkonkretkan gambaran dan menumbuhkan perspektif baru melalui komparasi. Penggunaan majas dapat ditujukan untuk membangkitkan kesan dan suasana tertentu, tanggapan indera tertentu, serta memperindah penuturan. Dengan demikian fungsi-fungsi yang muncul dari pemanfaatan pemajasan ada bermacam-macam tetapi semua fungsi itu tetap bertujuan untuk membangun nilai estetis. Penuturan yang digunakan sehari-hari cukup banyak ditemukan penggunaan bentuk majas dengan fungsi yang berbeda. Apabila dalam penuturan sehari-hari penggunaan majas lebih cenderung berfungsi untuk mempercepat pengertian.

Menurut pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi bahasa kias atau pemajasan ada beberapa macam, dan mereka menyebutkan fungsi bahasa kias yang berbeda-beda. Sehingga fungsi-fungsi bahasa kias dalam kajian teori ini adalah untuk memperindah bunyi, konkritisasi, menjelaskan gambaran, memberi penekanan penuturan atau emosi, menghidupkan gambaran, membangkitkan kesan dan suasana tertentu, untuk mempersingkat penulisan dan penuturan dan melukiskan perasaan.

2.2.2 Makna Majas

Gaya bahasa pada tataran ini biasa disebut majas. Dalam tulisan ini, kata majas dipakai sesuai dengan apa yang dimaksud dengan Figure of speech yaitu kata atau ungkapan yang digunakan dengan makna yang menyimpang dari makna yang biasa digunakan. Menurut Bloomfield (dalam Zaimargaya

1. Makna pusat (central meaning)

Sebuah penanda dapat mempunyai lebih dari satu acuan. Bila yang diacu adalah acuan utama, dan hal itu dapat dipahami sebagai makna denotatif, maka penanda itu mengaktifkan makna pusatnya. Contoh: kupu-kupu adalah serangga, yang dapat terbang, hinggap dari satu bunga ke bunga lain, untuk menghisap sarinya. Contoh berikut mengemukakan leksem kupu-kupu dengan makna pusatnya “Taman itu begitu indah, penuh bunga-bungaan aneka warna dan kupu-kupu beterbangan kian-kemari”.

2. Makna sampingan (marginal meaning)

Di sini, penanda tidak mengacu pada acuan utamanya, melainkan mengacu pada referen lain. Pemahamannya bersifat konotatif. Contoh: ”Sejak Marni menjadi kupu-kupu malam, baru kali itulah ada laki-laki yang tidak menghinanya.” Dalam kalimat tersebut, leksem kupu-kupu mengaktifkan makna sampingannya, karena di sini kupu-kupu malam mengacu pada manusia.

Dalam studi semantik telah dikenal bahwa setiap leksem mempunyai wilayah makna tertentu yang terdiri dari sejumlah komponen makna, yaitu satuan makna terkecil.

Dalam tulisan ini yang akan dibahas adalah makna bahasa kias (figure of speech) yang merupakan teknik pengungkapan bahasa yang maknanya tidak menunjuk secara langsung terhadap objek yang dituju. Bahasa kias lebih cenderung menampilkan makna tersirat, sehingga penangkapan makna pesan dilakukan melalui penafsiran terlebih dahulu. Penggunaan bahasa kias dilakukan sebagai suatu cara untuk menimbulkan efek tertentu, sehingga penerima pesan lebih tertarik.

Sebagaimana dinyatakan oleh Keraf (1981: 121), apabila pengungkapan bahasa masih mempertahankan makna denotatifnya, mengandung unsur-unsur kelangsungan makna atau tidak ada usaha untuk menyembunyikan sesuatu di dalamnya, maka bahasa itu adalah bahasa biasa. Sebaliknya, pengungkapan bahasa yang mengandung perubahan makna, entah berupa makna konotatif atau sudah menyimpang jauh dari makna denotatifnya maka bahasa itu adalah bahasa kias atau majas.

Berdasarkan pendapat di atas bahasa kias atau pemajasan adalah bahasa yang tidak merujuk makna pada makna secara langsung, melainkan melalui pelukisan sesuatu atau pengkiasan. Penggunaan bahasa kias dalam berbahasa dimaksudkan untuk memperoleh efek-efek tertentu.

Dokumen terkait