• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makna Filosofis Tradisi Zikiran Sultan

BAB III : TRADISI ZIKIRAN SULTAN DI

D. Makna Filosofis Tradisi Zikiran Sultan

Religiusitas yang melekat di Banten yang terwujud dalam tradisi Zikiran Sultan ini tidak terlepas dari peran penting yang dilakukan oleh Sultan Banten, para guru sufi berikut tarekatnya dan aliansi politik dalam proses Islamisasi. Terlebih lagi pada ajaran penghormatan dan pemujaan yang dikembangkan oleh para sufi yang begitu akomodatif terhadap budaya lokal telah berhasil dalam membentuk tradisi Islam. 65

Menurut Ahyadi, ritual pelaksanaan zikiran ini adalah sebuah tafsir atas perintah dari balasan surat Syarif Mekkah untuk Sultan Abul Mafakhir sekaligus atas penobatan gelar Sultan berikut dengan tiga buah hadiah yang dianggap keramat seperti sebuah kain kain bendera Nabi Ibrahim, Kiswah Mekkah, dan Tirai Makam Nabi

65 Hudaeri, Penyerapan Nilai –Nilai Budaya Lokal, h. 66.

88

Muhammad Nabi. Perintah tersebut adalah perintah memperbanyak sholat lima waktu, memperbanyak baca Al-Qur’an serta memperbanyak sedekah dan ikhlas lalu disambut gembira oleh masyarakat Banten pada saat itu. Perintah itu dan kain tersebut agar diarak ketika bulan mulud namun kemudian perintah tersebut ditafsiri oleh kesultanan melalui zikiran tersebut ketika tengah bulan puasa.66

Keyakinan terhadap orientasi pusat kosmis dalam keyakinan masyarakat Banten terjadi juga dalam tradisi Zikiran sultan ini, di mana tujuan asalnya adalah dalam rangka memperingati malam Nuzulul Qur’an, menurut Yadi, seakan-akan sang sultan ingin merefleksikan perjalanan haji-nya dari Banten ke Mekkah yang kembali pulang membawa hadiah perintah sholat sebagaimana perjalanan Isro Mirajnya Nabi yang memperoleh hadiah perintah sholat lima waktu, maka di dalam teks tradisi Zikiran pula disebutkan pancalinci; yakni seolah-olah sultan juga dalam perjalanan hajinya mendapatkan hadiah perintah sholat lima waktu. Oleh sebab itu, menurut Yadi Ahyadi bahwa tradisi Zikiran sultan ini adalah perintah langsung dari Raja Arab yakni Sultan Jahid/Jayid yang menjadi Syarif Mekkah, pada masa Sultan Abul Mafakhir.67

Masih dalam perintah Syarif Mekkah itu digambarkan bahwa Islam mengajarkan supaya ummatnya bersatu baik dalam keadaan damai maupun dalam keadaan perang. Mereka diwajibkan menunaikan ibadah haji di Mekkah. Dalam kesempatan haji itulah mereka berkumpul saling memberikan informasi tentang keadaan negaranya dan menentukan apa yang harus dikerjakannya untuk kebesaran Islam di negaranya masing-masing. Mereka secara tidak tertulis mengadakan koordinasi di antara negara-negara Islam.

Terbentuklah satu kekhalifahan Islam yang luas, yang dipimpin oleh khalifah yang mengurusi/menguasai kota suci Mekkah. Semangat

66 Wawancara dengan Yadi Ahyadi, Serang, 05 Oktober 2017.

67 Wawancara dengan Yadi Ahyadi, Serang , 05 Oktober 2017.

89 Pan Islamisme dari ummat Islam -yang merasa kedaulatannya terusik oleh kolonialis -sedang tumbuh dengan suburnya. 68

Dalam masa pemerintahan Sultan Abdul Kadir, antara tahun 1633 atau 1634, diutuslah beberapa pembesar istana ke Mekkah.

Utusan ini dipimpin oleh Labe Panji, Tisnajaya dan Wangsaraja.

Dalam rombongan ini ikut pula Pangeran Pekik, sebagai wakil ayahnya, sambil menunaikan ibadah haji.69

Sekitar tanggal 21 April dan 4 Desember 1638, rombongan yang diutus ke Mekkah sampai kembali di Banten. Mereka disambut dengan upacara kebesaran kenegaraan. Diceritakan upacara penyambutan ini dalam Sajarah Banten sebagai berikut. Di Banten, Sultan memerintahkan kepada Tumenggung Wira Utama untuk membuat persiapan secukupnya bagi keperluan penyambutan itu.

Pada hari yang ditentukan, semua persiapan telah sempurna. Setiap orang telah siap di tempatnya masing masing. Sultan duduk bersama pengiringnya di Srimanganti. Yang menerima surat dari khalifah Mekkah adalah Ki Pekih, di atas kapal. Ketika kapal akan merapat, dari atas kapal ditembakkan meriam sebelas kali, yang kemudian dibalas dengan jumlah yang sama dari perbentengan. Gemelan ditabuh dan sekali lagi meriam ditembakkan sebagai penghormatan.70

Berikut ini kutipan teks atau pupuh dari Sadjarah Banten yang bercerita tentang perintah Syarif Mekkah kepada Sultan Abul Mafakhir; yang diterjemahkan oleh Yadi Ahyadi; 71

68 Michrob, Catatan Masa Lalu Banten, h. 132.

69 Michrob, Catatan Masa Lalu Banten, h. 132.

70 Michrob, Catatan Masa Lalu Banten, h. 132.

71 Yadi Ahyadi, Translit dan terjemah Sadjarah Banten BR 625 dari halaman 451-555, File Dokumen Pribadi Yadi Ahyadi, h, 512-515

90

Tabel 7. Kutipan teks atau pupuh dari Sadjarah Banten 512 Wajir kabeh samy parapta

angandhika Sultan Mekkah iku wajire keprihe surat saking Banten ika sakarsa pakanira yen kang pantes kahatur matur ing arumika;

Maka matur sekawang dewek maka sasampuning mangkana atur-atur punika sakehing wajire punika samy sinungan sadaya; sebaiknya untuk Baginda saja maka sesudah demikian hadiah itu kepada semua wajir itu semua diberi hadiah itu;

Semua 513 Barang binagi kawaratanan

sadaya datheng ing sultan dhening Kanjeng Sultan Jayid sampun prapta ingajaran balasan untuk surosowan dan juga suratnya semua sudah diberi sampul panjang jika diceritakan ceritanya orang yang diutus yang ditunggu-tunggu kepulangannya;

91 514 Katangsun tunggal arja kang

titilar;

Nabi Ibrahim karihin kalane tunggal punika duk kakang rayi bobot dinekekaken ingwanagung kang kinare petangaran;

Kalayan punika malih idher-idher ing astana lawan ules ingmanahe oleh pitulung sing Allah ing nagara punika

bendera keselamatan peninggalan;

Nabi Ibrahim dahulu asalnya bendera ini dahulu ketika

oleh semua haji perbanyaklah sedekah dan ikhlaskan hati putra jenengipun Sultan Abul Maali ika;

Lan ratu Mataram iki isun jenengakan iye ratu Makasar mangke iku sun arani Sultan gelar untuk saudaraku ayahnya bergelar Sultan Abu Mufakhir Mahmud Zulqadir adapun putranya namanya Sultan Abul Ma’ali Akhmad;

92

kenna;

Nagara tetelu dadekaken satunggal yen ana pitnah tembe

mentasbihkannya;

Ketiga negara ini negara yang tidak ku jadikan satu baru jika ada fitnah dari

Di dalam pupuh 20 tersebut disebutkan; Iringen lawan haji den akeh shodakoh neka den ikhlas ingmanahe oleh pitulung sing Allah ing nagara punika Berkahe kang duwe tunggul kalawan murading kitab;

(Artinya: oleh semua haji perbanyaklah sedekah dan ikhlaskan hati supaya mendapat pertolongan Allah dan negara itu akan mendapat berkah dari bendera ini dan arti kitab;)

Di mana pada perkembangan selanjutnya perintah sedekah dan ikhlas inilah, menurut Ahyadi, kemudian ditafsirkan mungkin langsung oleh Sultan Abul Mafakhir atau bisa jadi oleh seorang ulama atau sufi di masa kesultanan Abul Mafakhir yang kemudian diejawantahakan ke dalam pelaksanaan tradisi zikiran di waktu malam tarawih. Karena pada bulan Ramadhan diyakni waktu yang tepat untuk melaksanakan serta meningkatkan amal sholeh.72

72 Wawancara dengan Yadi Ahyadi, 05 Oktober 2017.

93

BAB IV

FENOMENA PERUBAHAN TRADISI ZIKIRAN SULTAN BANTEN

Fenomena menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan panca indra dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah seperti fenomena alam, atau sesuatu yang luar biasa (keajaiban), atau suatu fakta; kenyataan.1

Seiring dengan perkembangan zaman dan arus perubahan modernisasi yang begitu deras serta berbagai kesibukan masyarakat zaman sekarang. Pada tradisi zikiran di kampung Selatip ini, banyak masyarakat terutama kaum muda masih terlihat apatis dengan tradisi zikiran ini, dalam pelaksanaannya pun kurang mendapat antusias atau perhatian dari para jamaah dan kurang khusyu’ sebagaimana amalan zikir bersama atau amalan tarekat lainnya. Hal itu penulis temukan karena para pemuda, para bocah dan orang tua yang tidak hafal, ditambah lagi dengan kesibukan atau kepenatan sehabis berbuka puasa akan menambah tidak nyaman dalam melantunkan zikiran itu.

1 https://kbbi.web.id/fenomena.html, Kamus Besar Bahasa Indonesia Versi Online, diakses pada 26 Oktober 2017.

94

Fenomena tersebut yang menyebabkan dalam pelaksanaan tradisi zikiran sultan itu kurang mendapatkan penghayatan sebagaimana makna dan nilai yang terkandung di dalamnya sehingga hal-hal yang sakral kurang menjadi perhatian. Walaupun dengan kondisi demikian, masyarakat mampu mempertahankan nilai-nilai yang mana yang harus dijaga dan dilestarikan.

A. Bentuk Perubahan Tradisi Zikiran Sultan

Dalam bentuk perubahan tradisi zikiran sultan yang berlangsung di kampung Selatip ini, penulis temukan beberapa bentuk perubahan itu di antaranya; Bacaan Zikiran, Ritual Pelaksanaan Zikiran dan Jumlah Anggota dan Tingkat Popularitas.

1. Bacaan Zikiran

Sebagaimana hasil wawancara dengan Yadi Ahyadi Sejarawan Lokal Banten, Zikiran Sultan Banten ini menurutnya telah mengalami beberapa perubahan tergantung perkembangan dari masa Sultan ke masa sultan lainnya, karena zikiran ini telah menjadi trensenter tersendiri pada masa itu.2

Ada beberapa lafadz yang terdengar atau tertulis terjadi perubahan pada lafal berbahasa arab yang bila disebutkan akan menyalahi kaidah ilmu nahwu atau bahkan maknanya. Maka dari sini salah satu ustad setempat seperti Mang Haji Slamet enggan mengamalkannya disamping tidak hafal juga dikarenakan dari segi pelafalan rumit diucapkan dan akan menyalahi maknanya.3

Beberapa bentuk perubahan teks-teks atau alunan dalam tradisi Zikiran Sultan Banten di Kampung Selatip ini, di antaranya; Teks zikiran itu diawali dengan membaca salam, hal itu berbeda dalam

2 Wawancara dengan Yadi Ahyadi, Serang, 05 Oktober 2017.

3 Wawancara dengan Haji Slamet, Tangerang, 20 Agustus 2017.

95 teks ini yang tidak ada pembacaan salam, Yadi menjelaskan bahwa ada rangkaian teks yang hilang, seperti pembukaan zikiran yang semestinya diawali dengan uluk salam, seperti teks di bawah ini;

Shallallahu Ala Muhammad Ya Robbi Sholli Alaihi Wa Salim Shallallahu Ala Muhammad Fi Yaumil Qiyamah Yasyfa’u Ya Dzal Jalali Wal Ikram Mitna Ala Diinil Islam

Shollu Ala Nuril Fatimah ... Allah...Rasul... Alal Mustofa Allahu ya robbana allahu ya robbana taqobal du’aana Allahu robul alamin istajib du’aana allahu robbul alamin

Pada bait atau teks ini tertulis Abdul Qodir Masakina, hal ini mungkin maksudnya adalah masya’ikhina yang berarti guru kami.

Hei.. Ya Robbana Allahu Ya Robbana Abdul Qodir Masakina (pen-masyakhina) Allahu Roobu Alamin Al Auliya Al Anbiya Ajma’ina Allahu Robbul Alamin

Dalam bait ini terdengar atau tertulis ya arhamar mu’minin, padahal selazimnya sesuai kaidah isim tafdzil lafadz selanjutnya adalah yang sama yakni rahimin.

Ya sayyida maulana ya sayida maulana

hu ya rasul hu rasul khotamin nur buat nurbuat shollu ya robbana ala muhammad, muhammad laelatul itsnaen hu ya allah hu ya allah ya arhamar mu’minin (pen-rahimin)

Wa Shollallahu Ya Robbana Ala Nuril Mubin Ahmad Ya Mustofa Sayyidinal Mursalin Wa Ala Alihi Wa Sohbihi Ajmain

Dalam bait tertulis dan terdengar ya rasulika, mungkin lebih tepatnya ya rasulallah.

Allah Allahumma Sholli Ala Muhammad Ya Muhammad Ya Rasulika (pen-Rasulillah)

Allahu Ya Sayyiduna Ya Maulana Habiballah

Allahu Rabbi Shallallahu Tsabit Qolbii Khaerullah Allahu Robbi Laa Usyriku Bihi Syaian

96

Allahu Robbi Tsabitna Bil Amal Allahu Robbi Tsabitna Bil Iman Allahu Robbi Tsabitna Bil Islam. Amin Amin Amin Ya Robal Alamin

Sultan Habiballah Sayyidina Allahu Sultan Banten Sultan Habiballah Sayyidina Allahu Sultan Banten

Hei.. Hei.. Sultan Habibaballah Sayyidina Allahu Sultan Banten.

Pada kata panceniki, masyarakat di situ menyebutnya dengan panceniki. semestinya pancaniti yang berarti menunjukkan kata tempat dan menurut Yadi Ahyadi seharusnya kata itu lebih tepatnya pancalinci yang berarti menunjukkan lima perintah sholat, juga pada kata bale bandung yang sepantasnya adalah bale agung. Teks yang semestinya ada sultan banten wayah mulih ing asale (atau ing tanare), teks penuturan yang semestinya ada sebuah penuturan perintah sholat lima waktu dan baca al-Qur’an. Karena memang sesungguhnya menurut abah Yadi bahwa zikiran itu bentuknya adalah pitutur-pitutur sultan.

Mios Pancaniti2x (pen-pancalinci) Alun Alun Sabakinking Bale Agung Ka Masigit Panceniki (pen-pancaniti) Pedaleman

Allahu Alllahumma Sholli Ala Muhammad 2x Allahu Allahumma Sholli Ala Muhammad 2x Wa Ala Alihi Wa Ala Alihi Wa Sohbihi Wa Salim Ya Robbi Salim Ya Robbi Sallim Mitna Ala Diinil Islam

Pada teks penyebutan nama Ahmad Agus Rifa’i, belum dapat dipastikan apakah nama tersebut adalah nama pendiri tarekat Rifa’iyah apakah kesalahan pelafalan masyarakat dalam menyebutkan nama Sultan Abul Ma’ali Ahmad, nama putra mahkota Sultan Abul Mafakhir yang duluan wafat daripada Sultan Abul Mafakhir.

Sultan Banten Allah Ridho Allah Ridho Hei Ahmad Agus Rifa’i Syae’un Lillah

Ataqaballahu Minaa 2x Amin Amin Wa Minkum

97 Ya Karim He Rasulullah Hei Ya Rasullullah

Hei Allah Hei Allah Wa Rahmatullah Muhammad Laelatul Istnaen Ya Dzal Jalal Wal Ikram Mitna Ala Diinil Islam 2 x

Menurut Ahyadi pada kata ya dzal jalal wal ikram juga ada sebenarnya kata ya dzal jalali wal qur’an, karena teks zikiran menceritakan perintah membaca Qur’an.

Berikut ini tabel yang menggambarkan perubahan dalam bacaan zikiran tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 8. Perubahan Bacaan Zikiran 2 Abdul Qodir Masakina Masya’ikhina yang berarti guru

kami 3 Abdul Qodir Masakina Abul Mafakhir

Abdulkadir

98

99 2. Ritual Pelaksanaan Zikiran

Menurut Yadi Ahyadi, bahwa shalawatan Kenari itu, begitu ia menyebutnya, sesungguhnya adalah sebuah rangkaian acara dalam rangka menyambut malam Nuzulul Qur’an yang sengaja diadakan oleh Sultan pada masa Sultan Abul Mafakhir atau Sultan Kenari. Di mana acara itu dibagi tiga sesi, sepuluh hari pertama, sepuluh hari kedua dan sepuluh hari ketiga. Dalam sesi itu diyakininya ada perbedaannya dalam pelafalannya.4

Menurut Ahyadi, ritual prosesi zikiran ini adalah sebuah tafsir atas perintah dari surat balasan Syarif Mekkah untuk Sultan Abul Mafakhir sekaligus atas penobatan gelar Sultan berikut dengan tiga buah hadiah yang dianggap keramat seperti sebuah kain kain bendera Nabi Ibrahim, Kiswah Mekkah, dan Tirai Makam Nabi Muhammad Nabi.

Perintah tersebut adalah perintah memperbanyak sholat lima waktu, memperbanyak baca Al-Qur’an serta memperbanyak sedekah dan ikhlas lalu disambut gembira oleh masyarakat Banten pada saat itu.

Perintah itu dan kain tersebut agar diarak ketika bulan mulud namun kemudian perintah tersebut ditafsiri oleh kesultanan melalui zikiran tersebut ketika tengah bulan puasa.5

Tradisi zikiran sultan ini dimungkinkan telah terjadi perkembangan atau perubahan sesuai dari masa ke masa kekuasaan Sultan, dan dikenal begitu menonjol pada masa kekuasaan Sultan Abul Mafakhir atau Sultan Kenari, oleh sebab itu di Serang Banten, zikiran atau tradisi ini lebih dikenal dengan Shalawatan Kenari.

Adapun bila merunut sejarahnya tradisi ini adalah sebuah rangkaian acara untuk menyambut malam Nuzulul Qur’an dalam waktu pelaksanaan yang sesungguhnya adalah harus diamalkan pada malam hari menjelang pelaksanaan sholat Isya’ dengan taraweh, dilanjutkan dzikiran, setelah zikiran usai barulah dilanjut dengan pengamalan wiridan masing-masing tarekat. Karena tradisi zikiran ini

4 Wawancara pribadi dengan Yadi Ahyadi, Serang, 05 Oktober 2017.

5 Wawancara pribadi dengan Yadi Ahyadi, Serang, 05 Oktober 2017.

100

merupakan himpunan dari beberapa tarekat yang menonjol seperti Tarekat Syatariyyah, Tarekat Awaliyyah, Tarekat Syadziliyah, Tarekat Sanusiyah, Tarekat Samaniyyah dan Tarekat Rifa’iyyah.

Tradisi ini juga terdapat fase dalam pelaksanaannya dimana fase dari malam tanggal 1-10 bulan Ramadhan, fase dari tanggal malam ke 11-20, dan fase dari malam ke 21 sampai 30, dan pada fase-fase itu berbeda penyebutan lafal dzikirannya.6

3. Jumlah Anggota dan Tingkat Popularitas

Untuk jumlah anggota yang melantunkan langgam dzikrian tersebut semestinya sesuai dengan jumlah anggota jama’ah sholat taraweh di mushola yang terdiri lima buah mushola dan satu buah masjid, itupun hanya jama’ah di kampung Selatip sedang untuk kampung Lontar tradisi itu kadang-kadang tidak dilaksanakan lagi.

Meskipun jumlah anggota sebanyak anggota jamaah di mushola namun karena sesuatu hal dan sebagainya yang terjadi hanya beberapa orang tua sepuh yang tidak sampai mencapai 10 orang.

Adapun melebihi 10 orang itupun para bocah yang bermain bersenda gurau.

Dalam perkembangannya kini dan sesuai fakta yang ada di sekitaran Tangerang Utara dan Barat, tradisi zikiran ini tidak begitu dikenal dan jarang ditemui kecuali hanya diikuti dan diamalkan oleh beberapa orang tua sepuh di Kampung Selatip, seperti Uwak Rani, Kayi Piyan, Kayi Selamin, tokoh masyarakat yang masih percaya warisan turun temurun yang pernah diwasiatkan, dan lain-lain., seperti Ustad Haji Kaslim, Ustad Zakaria, Haji Hamzah, Uwak Sarkim dan sejumlah orang tua lainnya yang masih hafal di luar kepala. Berikut dengan kadang-kadang diikuti oleh pemuda dan bocah yang ikut-ikutan. Kebanyakan mereka pengamal tradisi zikiran ini bukan anggota salah satu tarekat dan belum pernah merantau jauh baik menuntut ilmu maupun keperluan lainnya.

6 Wawancara dengan Yadi Ahyadi, Serang, 05 Oktober 2017.

101 Adapun penduduk setempat yang walaupun terhitung disebut tokoh masyarakat ataupun disebut ustad dan pemuda-pemuda yang pernah merantau untuk pendidikan maupun pekerjaan hampir tidak ditemukan mengamalkan tradisi zikiran ini, seperti misalnya Ustad Haji Slamet, Ustad Sa’ad beserta para santrinya di pondok, dan masyarakat lainnya yang disibukkan dengan kepentingan lainnya.

Dan tidak ditemukan pula jamaah wanita terlihat mengamalkan tradisi ini.

Melihat pada tabel keberadaan tradisi zikiran sultan di Banten kemungkinan besar tradisi ini sebenarnya sangat dikenal di masyarakat Banten. Namun, karena berbagai faktor yang melatarbelakangi akhirnya begitu banyak perubahan yang terjadi sehingga tingkat kepopuleran tradisi ini menurun di kalangan masyarakat luas.

B. Latar Belakang Perubahan Tradisi Zikiran Sultan

Setiap masyarakat di seluruh dunia akan mengalami perubahan-perubahan yang diketahui jika membandingkan suatu masyarakat di masa tertentu dengan masyarakat di masa lampau.

Sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat pada dasarnya terus menerus mengalami perubahan. Akan tetapi masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain tidak selalu sama karena terdapat suatu masyarakat dengan perubahan yang lebih cepat dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Tradisi bukanlah sesuatu yang tidak bisa diubah;

tradisi justru diperpadukan dengan berbagai perbuatan/tindakan manusia dan diangkat dalam keseluruhannya.7 Dalam kehidupan setiap kelompok masyarakat atau suku bangsa di dunia tentunya telah memiliki kebiasaan atau aturan tata hidupnya (adat-istiadat) yang telah berpuluh-puluh tahun dianut yang dikenal sebagai tradisi.

7 Budiono Herusatoto, Mitologi Jawa, (Depok: Oncor, 2012), h. 1-2.

102

Tradisi merupakan bagian dalam kebudayaan yang mewariskan berbagai norma, adat-istiadat dan kaidah-kaidah.

Perubahan sosial menurut Emile Durkheim, dapat terjadi sebagai hasil faktor-faktor ekologis dan demografis, yang mengubah kehidupan masyarakat dari kondisi tradisional yang diikat solidaritas mekanistik, ke dalam kondisi masyarakat modern yang diikat oleh solidaritas organistik.8 Berdasarkan pengertian itu perubahan sosial yang terjadi dalam suatu lingkungan sosial yang meliputi berbagai unsur dan menyebabkan terjadinya perubahan pada sistem sosial dalam lingkungan tersebut. Perubahan sosial meliputi perubahan struktur dan fungsi masyarakat, termasuk diantaranya nilai-nilai sosial, norma, dan berbagai pola dalam kehidupan manusia.

Berdasarkan kondisi itulah yang berkembang di masyarakat Selatip pada akhirnya tradisi zikiran sultan ini masih bertahan, karena kampung Selatip terletak dan aksesnya pula jauh dari pusat pemerintahan dan keramaian kota, hal ini berbeda pula dengan daerah yang masih ada tradisi ini tapi sudah mengalami perubahan dari sisi bentuk pelaksanaan dan pelafalannya, seperti yang terjadi di desa Pagedangan Udik Kronjo Tangerang dan Pasir Gelam Pasar Kemis Tangerang,

Perubahan juga terjadi karena adanya modifikasi dari berberapa pola kehidupan. Ada berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya modifikasi tersebut. Kondisi tersebut dapat dijelaskan dengan beberapa Teori Perubahan Sosial, di antaranya oleh Emile Durkheim berpendapat bahwa perubahan karena suatu evolusi mempengaruhi perorganisasian masyarakat, terutama dalam menjalin hubungan kerja.9 Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Yadi Ahyadi bahwa dalam tradisi zikiran ini, ia meyakini ada beberapa kali

8 Abdulsyani, Sosiologi Skematika Teori dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 10-36.

9 Soemardjan Selo dan Soeleman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi, (Jakarta, Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1974). h. 23.

103 modifikasi baik dari sisi pelafalan maupun bentuk rangkaian ritualnya sesuai keinginan Sultan dari masa ke masa.10

Dalam ilmu sosiologi disebutkan pada umumnya ada dua faktor yang menyebabkan adanya perubahan sosial, yakni pertama, faktor internal seperti; bertambah dan berkurangnya penduduk, adanya penemuan-penemuan baru, adanya pertentangan dalam masyarakat dan terjadinya pemberontakan atau revolasui dalam masyarakat., dan kedua, faktor eksternal, seperti; adanya perubahan lingkungan alam/fisik, adanya peperangan dengan negara lain, dan pengaruh kebudayaan atau operubahan yang dialami masyarakat lain. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, umumnya dikarenakan masyarakat tidak puas dengan kehidupan yang lama. Norma-norma dan lembaga-lembaga dianggap tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan hidup yang baru. Oleh karena itu masyarakat menuntut adanya perubahan.

Senada dengan keterangan tersebut, pada umumnya kedua faktor tersebut sangat mempengaruhi pola perilaku dan pikir masyarakat Tangerang yang metropolitan sehingga hal ini juga akan mempengaruhi keberadaan dari suatu tradisi, terlebih pada tradisi zikiran sultan ini. Oleh sebab itu perubahan yang ada di dalam tradisi zikiran ini titik beratnya lebih kepada respon masyarakat Selatip terhadap eksistensi zikiran sultan ini yang hingga kini masih tetap dilaksanakan, apakah sebagai ritual ibadah ataukah sebatas warisan tradisi leluhur yang harus dipertahankan, karena di tengah-tengah

Senada dengan keterangan tersebut, pada umumnya kedua faktor tersebut sangat mempengaruhi pola perilaku dan pikir masyarakat Tangerang yang metropolitan sehingga hal ini juga akan mempengaruhi keberadaan dari suatu tradisi, terlebih pada tradisi zikiran sultan ini. Oleh sebab itu perubahan yang ada di dalam tradisi zikiran ini titik beratnya lebih kepada respon masyarakat Selatip terhadap eksistensi zikiran sultan ini yang hingga kini masih tetap dilaksanakan, apakah sebagai ritual ibadah ataukah sebatas warisan tradisi leluhur yang harus dipertahankan, karena di tengah-tengah