BAB IV PEMBAHASAN
4.1.7 Makna Kias
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwadarminta ada digunakan istilah arti kiasan. Tampaknya penggunaan istilah arti kiasan ini sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (kata, frase, kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Misalnya, kata putri malam yang berati
„bulan‟, kata raja siang dalam arti „matahari‟, dsb.
Adapun contoh kalimat makna kias dalam bahasa Melayu dialek Pulau Kampai sebagai berikut :
55. Janganlah ko bermuka dua macam tu!
„Janganlah kau tidak berpendirian seperti itu!‟
Pada contoh kalimat (55) kata bermuka dua diartikan sebagai orang yang tidak berpendirian atau sekarang dikenal sebagai kata munafik.
56. Tebal muka betul anak tu!
„Tidak tahu malu sekali anak itu!‟
Pada contoh kalimat (56) kata tebal muka diartikan sebagai orang yang tidak tau malu.
57. Hamzah dah jadi tangan kanannya Pak Kepala Desa.
„Hamzah sudah menjadi orang kepercayaan Pak Kepala Desa.‟
Pada contoh kalimat (57) kata tangan kanan mempunyai makna „orang kepercayaan‟.
58. Padeh hati ambe tengok ia di siksa lakiknya.
„Sedih saya melihat dia disiksa suaminya.‟
Pada contoh kalimat (58) kata padeh hati mempunyai arti yaitu „sedih atau pilu‟ .
59. Ada saje batu penghalang kita yang nak buat kenduri ni.
„Ada saja halangan kita yang ingin buat syukuran ini.‟
Pada contoh kalimat (59) kata batu penghalang mempunyai arti yaitu
„halangan.‟
60. merantau jauh-jauh pulang tangan kosong.
Merantau jauh-jauh pulang dengan tangan hampa.
Pada contoh kalimat (60) kata tangan kosong memiliki arti „hampa‟.
4.1.8. Makna Lokusi, Ilokusi, dan Perlokusi
Makna lokusi adalah makna seperti yang dinyatakan dalam ujaran, makna harfiah, atau makna apa adanya. Sedangkan makna ilokusi adalah makna seperti yang dipahami oleh pendengar. Sebaliknya, makna perlokusi adalah makna seperti yang diinginkan oleh penutur.
Adapun contoh makna lokusi, ilokusi dan perlokusi dalam bahasa Melayu dialek Pulau Kampai sebagai berikut :
61. Bukan mainlah kedektunya orang kaya itu!
„Pelit sekali orang kaya itu!‟
62. Karena lamanye ia berendam di sungai, jarinye tangannya kecut sebab kedinginan.
„Karena lamanya dia berendam disungai, jari-jari tangannya keriput karena kedinginan.‟
63. Dipalarnya lalu, karena nak mengeleh kejadian itu.
„Dipaksanya pergi, karena mau melihat kejadian itu.‟
Kata kedekut pada kalimat (61) bermakna „pelit‟ sedangkan kata kecut pada kalimat (62) bermakna „keriput‟ dan kata palar pada kalimat (63) bermakna paksa.
Dalam contoh kalimat di atas menunjukkan bahwa kata-kata tersebut mempunyai makna lokusi, karena makna (61), (62), (63) adalah makna seperti yang dinyatakan dalam ujaran, makna harfiah, atau makna apa adanya.
64. Sabas aku negok tabiatnya yang mendai sama orang tuanya.
„Puas aku melihat tabiat yang sopan itu terhadap orang tuanya.‟
65. Tide paham ambe soal te.
„Tidak mengerti saya soal itu.‟
66. Udah ko jerang ke nasi te nan?
„Udah kau masakkan nasi tadi?‟
67. Jepratan motor tenan kena celanaku.
„Percikan motor tadi mengenai celanaku.‟
Kata sabas pada kalimat (64) bermakna „puas‟ sedangkan kata paham pada kalimat (65) bermakna „mengerti‟ dan kata jerang pada kalimat (66) bermakna masak sedangkan kata jeprat pada kalimat (67) bermakna percik. Contoh-contoh (65), (66), (67) di atas menunjukkan bahwa kata tersebut adalah ilokus, karena makna-makna tersebut adalah makna yang seperti dipahami pendengar.
68. Kecikkan suara tvmu itu!
„Pelankan suara tvmu itu!‟
69. So lame ia tak menjengok ke mari.
„Sudah lama dia tidak berkunjung ke mari.‟
70. Baru-baru ne aku menjengok keluarganye yang sakit.
„baru-baru ini aku melihat keluarganya yang sakit.‟
Pada kalimat (68) saat seseorang yang mempunyai televisi tersebut mendengar kalimat di atas, maka orang tersebut akan langsung mengecilkan volume televisinya, sedangkan pada kalimat (69) dan (70) kata jengok artinya melihat atau kunjung. Kalimat tersebut termasuk dalam makna perlokusi, karena makna (68) (69) dan (70) adalah makna yang seperti di inginkan oleh penutur.
4.2.Jenis Perubahan Makna
Perubahan mempunyai sifat, ada yang sifatnya menyempit atau mengkhusus, ada perubahan sifat yang halus, ada perubahan sifat mengasar, dan ada juga perubahan sifat total.
4.2.1 Meluas
Perubahan meluas atau perluasan makna adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah „makna‟, tetapi kemudian karena berbagai faktor menjadi memiliki makna-makna lain. Meluas juga merupakan proses perubahan makna kata diri makna yang khusus (sempit) menjadi makna yang luas (umum).
Dalam bahasa Melayu dialek Pulau Kampai dijumpai makna meluas. Contohnya sebagai berikut:
71. Kacaukan santan tu jangan sampai pecah
„Kacaukan santan itu jangan sampai pecah‟
Kata kacaukan berasa dari kata kacau, dalam masyarakat Melayu Pulau Kampai kata Kacau digunakan untuk kegiatan memasak, tetapi kata Kacaukan terjadi perluasan makna yang memiliki makna mengganggu dan menyatakan orang sedang kebingungan adapun contoh kalimatnya seperti berikut ini:
72. Engko ni datang mengacau saje!
„Kau ini datang mngganggu saja‟.
73. Kenape ko ni mengacau-ngacau je.
„Kenapa kau ini seperti mengacau-ngacau‟
Peluasan makna kata mengacau yang terjadi pada contoh kalimat (69) bermaksud untuk menyatakan orang yang mengganggu dan kata mengacau mengalami perluasan makna yang terdapat pada contoh kalimat (70) menyatakan orang yang sedang kebingungan.
74. Awak malas hiraukannya!
„Aku malas memperdulikannya‟
Kata awakdalam bahasa Melayu Dialek Pulau Kampai mulanya memiliki makna „aku‟, tetapi sekarang kata awak mengalami perubahan makna secara meluas yaitu seperti awak kapal, awak pesawat, adapun contohnya sebagai berikut :
75. Awak kapal ni bejumlah tige orang.
„Awak kapal itu berjumlah tiga orang.‟
76. Sungguh ramah awak pesawat ni.
„Sungguh ramah awak pesawat ini.‟
Kata awak pada kalimat di atas bukan lagi bermakna aku, tetapi kata awak yang terdapat pada contoh kalimat pertama menyatakan „anak buah kapal (ABK)‟ dan pada contoh kalimat kedua kata awak memiliki makna menyatakan „petugas penerbangan yang ada di dalam pesawat‟ tersebut.
77. Aku nak pinang si Lela esok.
„Aku ingin lamar si Lela besok.‟
78. Tumbang pokok pinang tu tadi malam.
„Jatuh pohon pinang itu tadi mlam.‟
Kata pinang pada kalimat (77) bermakna lamar atau ingin menjadikan istri, sedangkan pada contoh (78) bermakna pohon atau buah pinang.
4.2.2 Menyempit
Perubahan menyempit atau penyempitan makna adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulannya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja.
Dalam bahasa melayu dialek Pulau Kampai dijumpai makna menyempit contohnya sebagai berikut:
79. Jangan endak dicekau dengan jantan.
„Jangan mau dipegang sama laki-laki.‟
80. Sambal ni jangan di cekau kang basi, endak ambek elok-elok.
„Sambal ini jangan dicolek nanti basi, kalau mau ambil baik-baik.‟
Kata cekau pada mulanya memiliki banyak makna seperti „pegang‟ dan
„colek‟, tetapi pada zaman sekarang kata cekau terjadi penyempitan makna yang sekarang hanya dikenal dengan makna „pegang‟ seperti contoh pada kalimat dibawah ini:
81. Tolong cekau kan sekejab tali ni.
„Tolong pegangkan sebentar tali ini‟.
82. Saban nak lalu dipinjamne kasut ambe.
„Tiap mau pergi dipinjamnya sendal saya.‟
83. Saban hari ia datang.
„Setiap hari dia datang.‟
Kata saban mempunyai makna penyempitan yaitu setiap atau kerap kali.
4.2.3 Perubahan Total
Perubahan total adalah berubahnya sama sekali makna sebuah kata dan makna asalnya. Memang ada kemungkinan makna yang dimiliki sekarang masih ada sangkut pautnya dengan makna asal, tetapi sangkut pautnya ini tampaknya sudah jauh sekali.
84. Hampinkan tolong lampin budak ni.
„Tolong jemurkan popok anak.‟
Kata lampin dulunya memiliki makna popok yang terbuat dari kain, tetapi karna minimnya saat ini masyarakat Pulau Kampai menggunakan lampin sebagai
popok bayi maka kata tersebut tidak lagi digunakan bahkan kata tersebut mengalami perubahan makna secara total yang pada mulanya bermakna popok bayi kini memiliki makna pukulan/pukul, seperti kalimat pada contoh seperti berikut :
85. Ku pelampinkan budak ni!
„Aku pukul nanti anak ini!‟
Kini kata lampin bermakna „pukulan/pukul‟ untuk anak-anak yang berperilaku nakal seperti pada contoh di atas.
86. Tak genah ko campak kan baju sekolah tu.
„Tidak bagus kau lemparkan baju sekolah begitu.‟
87. Dah lama ie kenak campak.
„Sudah lama dia kena penyakit campak.‟
Pada kalimat (86) dan (87) kata campak mengalami perubahan total pada kalimat (86) bermakna lempar dan kalimat (87) bermakna penyakit.
4.2.4 Penghalusan (Eufimia)
Perubahan penghalusan ini berhadapan dengan gejala ditampilkan kata-kata atau bentuk-bentuk yang dianggap memiliki makna lebih halus, atau lebih sopan daripada yang di artikan. Kecendrungan untuk menghaluskan makna kata tampaknya merupakan gejala umum dalam masyarakat Indonesia.
Dalam bahasa Melayu dialek Pulau Kampai dijumpai penghalusan.
Contohnya sebagai berikut :
88. Tengah utan masih ade datuk belang merayau!
„Di dalam hutan itu masih ada harimau!‟
Kata datuk belang pada masyarakat Pulau Kampai adalah penghalusan kata yang bermakna sebagai harimau.
89. Bisi sekali yo si Upik sekarang.
„Genit sekali si Upik sekarang.‟
Kata bisi pada masyarakat Pulau Kampai yaitu penghalusan dari suatu kata yang bermakna genit.
90. Laboh ko kela, usah ko manjat-manjat!
„Jatuh kau nanti, jangan kau manjat-manjat!‟
Kata laboh pada masyarakat Pulau kampai yaitu penghalusan dari suatu kata yang bermakna jatuh.
91. Terlena amba mendengar lagu khasidah tu.
„Asyik sekali saya mendengar lagu khasidah itu.‟
Kata lena pada kalimat di atas memiliki makna „asik atau terbuai‟.
4.2.5 Pengasaran (Disfemia)
Perubahan pengasaran yaitu usaha untuk mengganti kata yang maknanya halus atau bermakna biasa dengan kata yang maknanya kasar. Usaha atau gejala pengasaran ini biasanya dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah atau untuk menunjukkan kejengkelan.
Dalam bahasa Melayu dialek Pulau Kampai dijumpai pengasaran. Contohnya seperti berikut :
92. Ape tak dapat, nak mengangkang dirumah ni!
„Tidak ada yang bisa diperbuat, mau bersantai saja dirumah ini!‟
Kata mengangkang memiliki makna yang ingin bersantai atau bersenang-senang, kata mengangkang apabila diungkapkan oleh masyarakat Melayu untuk menyatakan amarah terhadap orang yang tidak saling tolong menolong dalam kegiatan baik di dalam rumah maupun dimasyarakat.
93. Ape tidak yang tau, bangang betul!
„Tidak tahu apa-apa, bodoh yang keterlaluan!‟
Kata bangang „bodoh yang keterlaluan‟ biasanya ditujukan kepada seseorang yang akalnya tidak cerdas.
94. Bualnya saja besar ku hantam ia keok.
Bicaranya saja yang besar, ku pukul ia kalah.
Kata keok „kalah‟ biasanya ditujukanan kepada orang yang belum berkelahi tetapi sudah kalah duluan.
95. Betul engko tak berutak, tiada mau reti cakap orang tua sendiri, melasam ka ayahmu yang dah puteh ubannya yo.
Benar engkau tidak berotak, tak mau mengerti bicara orang tua sendiri, menyia-nyiakan ayahmu yang sudah putih ubannya.
Kata lasam „menyia-nyiakan‟ biasanya menunjukkan kepada orang yang suka buang-buang waktu.
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Jenis makna dalam bahasa Melayu Dialek Pulau Kampai terdiri atas sebab-sebab jenis perubahan makna. Adapun sebab-sebab jenis perubahan makna yang terdapat dalam bahasa Melayu Dialek Pulau Kampai di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat sebagai berikut.
Semantik merupakan ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran bahasa : fonologi, gramatika, dan semantik. Dalam bahasa Melayu dialek Pulau Kampai sudah banyak perkembangan teknologi yang berkembang pesat, sehingga bahasa Melayu itu sendiri sudah mulai hilang dalam keseharian masyarakat Pulau kampai.
5.2 Saran
Adapun yang penulis harapkan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Penulis menyarankan agar masyarakat Melayu dialek Pulau Kampai merasa memiliki dan bertanggung jawab untuk menjaga dan melestarikan bahasa yang mulai terkikis seiring perkembangan zaman agar warisan-warisan budaya khususnya dibidang linguistik tidak hilang ditelan masa.
2. Mengarsipkan kosa kata bahasa Melayu dialek Pulau Kampai, sehingga proses regenerasi bahasa daerah asli dapat terlaksana dengan baik.
3. Dapat melanjutkan penelitian yang lebih baik lagi untuk peningkatan perkembangan Pulau Kampai.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2011. Semantik : Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung : Sinar Baru.
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bhasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
De Saussure, Ferdinan. 1985. Course in General Linguistics. New York : Mc Graw Hill Book Company.
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Metode Linguistik : Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung : Eresco.
Feli, Usman. 1985. Ragam Budaya Indonesia. Jakarta : Nusa Indah.
Keraf, Gorys. 1980. Tata Bahasa Indonesia (untuk sekolah lanjutan atas). Ende – Flores : Nusa Indah.
Kridalasana, Harimuti. 2008. Kamus Linguistik : Edisi Keempat. Jakarta Gramedia Pustaka Utama.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta : PT. Raja Grapindo Perkasa.
Masindan, Dra. Dkk. 1985. Kamus Melayu Langkat – Indonesia. Jarakta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Poerwadarminta, W.J.S. 1983. Kamus Umum Bhasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Slametmuljana. 1964. Semantik. Jakarta : Djambatan.
Sudaryat, Yayat. 2009. MaknaDalamWacana. Bandung : CV. YramaWidya.
Surakhmad. 1994. Medotde Deskriftif. Jakarta : Erlangga.
Verhaar, J.W.U. 1981. Pengantar Linguistik I. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
LAMPIRAN 1
A
Abah : ayah
Acaram : cincin kawin
Agam : anak laki-laki
Agas : nyamuk kecil
Agong : besar
Ahmak : bodoh
Ajab : sengsara
Aju : beri/sodor
Alau : usir
Aleh – aleh : mungkin / tidak terduga
Ambek : ambil
Amben : tempat tidur
Aok : ya
Apak : bau
Areng : bau busuk
Atak : menyusun
Azmat : ribut
B
Bam : baring
Bancuh : campur aduk
Bandut : mengikat
Bangkang : melawan
Bangkung : parang besar
Bangor : nakal / jahat
Bangsal : tempat istirahat duduk
Bangsi : serunai (alat musik)
Batil : gelas tempurung yang diasah menjadi halus
Batir : kancing
Bedok : gendang besar
Belatan : pantungan atau alat pukul
Beledi : baskom
Belot : berkhianat
Belunjor : meluruskan kaki
Benah : payah, hancur, rusak
Bokor : sejenis mangkok yang terbuat dari kuningan
Buloh : bambu
C
Cabok : cambuk
Cacah : diaduk
Cacak : berlari kencang
Cadik : kayu diperahu supaya seimbang
Cembol : tempat alat sirih ( pinang, gambir, kapur)
Cempol : perkakas tepak
Cerek : tempat air minum
Cerok : bersih
Congok : rakus
D
Dandang : tempat kukusan
Dangau : suram
Daru-daru : sejeins kayu yang harum baunya
Datok : nenek moyang
Datu : kakek dari ayah
Datu nini : nenek moyang
Dawat : tinta
Degam degum : bunyi gemuruh
Dekam : jongkok sambil memeluk lutut
Dengklek : bangku kecil
Derad : langkah
Dideh : sudah masak
Dogok : kuat makan
Dulang : sebangsa talam berkaki
E
Ebang : memanggil
Ebeng : nari
Ecek-ecek : umpamanya, diibaratkan
Ejek : cemooh
Encik : panggilan istri bangsawan
Engkih : susah bernafas
Gaham : sebangsa kayu cendawan
Ganduh : bertukar barang dengan uang
Gangsir : mengorek lubang
Gelabah : sedih dan gelisah
Geligar : toples kecil
Gemok : gemuk
Gerodak : suara yang ribut
Geruh : celaka
Gerompal : menjadi satu dan kusut
Ginari : sekarang
Gurin : golek / berbaring
Guroh : gurntur / petir
H
Hakap : tamak
Hala : tujuan
Halai-halai : kusut tidak karuan
Hambor : bertaburan
Hambus : menyuruh pergi
Hamuk : marah tidak tentu pasal
Hancor : hancur
Hasong : tukang fitnah
Hempang : palang
Ho : berhenti
Hujah : bertukar pikiran
I
Ikor : ekor
Ilam-ilam : tampak suram
Imanat : amanat
Inga : teringat-ingat
J
Jelantah : minyak bekas
Jelapak : sesuatu yang sangat putih
Jenake : lucu
Kais : cakar
Kelian : kalian
Langsir : mundar mandir
Langu : bau tidak enak
Lantak : biarkan
Lanya : hanya
Laok : lauk
Larap : sampai hati
Lasa : lemah
Lasam : menyia-nyiakan
Lebeh : lebih
Leboi : sayu
Lecuh : melepuh
Lecup : rasa panas
Lecut : pukul
Lender : lendir
Lenjan : kewalahan
Lenteng : cantik
Lenyek : lembek
Lesa : tidak berdaya
Lesap : lenyap
Litoh : sibuk
Lohop : lumpur
Lokek : kikir
Luroi : agak kurus
M
Masygul : sedih, murung
Matok : mematuk
Mentiko : angkuh
Napsi-napsi : bersikap acuh
Naye : tersiksa
Nempik : menangis dengan menjerit-jerit
Nengkur : dengkur
Nyadi : menjadi
Nyama : segar
Nyuloh : mencari ikan dengan obor
O
Obah : ubah
Onak : duri
Onyok : memberi secara paksa
Orat : aurat
P
Pacak : tegak
Palam : tutup
Palit : sapu bersih
Pancong : pancung
Pandak : pendek
Pandir : bodoh
Pangah : buka
Paot : paut
Pebila : apabila
Pecaya : percaya
Pedeh : rasa sakit
Ramas : memeras dengan tangan
Rana : peduli
Ranap : habis
Randang : koyak
Rapoh : tidak liat
Recok : ribut
Senduk : alat untuk mengambil nasi
Sengau : bindeng
Sengeh : menyengir
Sengkak : terlalu kenyang
Sental : jejal
Tabal : gendang yang dipakai untuk penobatan
Tabuh : beduk
Tabun : membakar sampah
Talam : baki
Talu : mulai
Tambat : ikat
Tampuk : pegangan berbagai alat
Tamsil : misal
Tandik : sengat
Tebok : lubang
Tegamap : tercengang
Tejajar : terseret
Tekala : sewaktu-waktu
Tekapar : tergeletak
Tekebur : congkak, sombong
Teleng : miring letaknya
Tingkil : gigi berlapis (gingsul)
Tipak : sepak, tendang
Tungkap : tumpah
Tunjok : telunjuk
U
Uani : tunggui
Ubat : obat
Ude : panggilan anak keenam
Ufuk : kaki langit
Ulor : ulur
Unjam : tusuk
Usab : usap
Usik : ganggu
Utan : hutan
W
Wangkang : tongkang
Wasangka : was-was, khawatir
Y
Yo : bukan
Yun : itu
Yung : yang tua berasal dari kata sulung
LAMPIRAN 2
Data Informan 1
Nama : Misran
Tempat, tanggal lahir : Pangkalan Susu, 15 Mei 1945
Umur : 73 tahun
Pekerjaan : Nelayan
Pendidikan terakhir : SR (sekolah Rakyat)
Data Informan 2
Nama :Agus Suhaeri S.Pd
Tempat, tanggal lahir : Tjg Pura, 23 September 1966
Umur : 51 tahun
Pekerjaan : Guru
Pendidikan terakhir : Sarjana
Data Informan 3
Nama : Mukhlis
Tempat, tanggal lahir : Pulau Sembilan, 01 Juli 1956
Umur : 62 tahun
Pekerjaan : Nelayan
Pendidikan terakhir : SMP (Sekolah Menegah Pertama)
Surat penelitian