BAB II: LANDASAN TEORITIS
A. Kajian Tentang Kepramukaan
1. Makna Pendidikan Karakter
a. Pengertian Pendidikan
Jhon Dewey dalam tulisanya (Dwi siswoyo dkk, 2007:19)
menjelaskan pendidikan adalah rekonstrusi atau reorganisasi pengalaman yang menambah makna pengalaman, dan yang menambah kemampuan untuk mengarahkan pengalaman selanjutnya.
Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita (Tim Penyusun , 2010:13). Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata Laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan proses, cara pembuatan mendidik (KBBI, 2007:263). Proses mendidik tersebut tidak terikat oleh dan kepada siapa berlangsung, dimana berlangsung, sejak kapan dan sampai kapan berlangsung, dan bagaimana berlangsung.
Ketika berada dalam lingkungan keluarga, setiap anggota keluarga, terutama orang tuanya harus memberikan pendidikan yang baik kepada anggota keluarga laiinya, baik berupa perkataan dan tindakan.Di lingkungan sekolah, seluruh civitas terutama guru juga harus memberikan
pendidikan yang baik. Begitu juga ketika berada di tengah-tengah masyarakat. Manusia bukanlah seekor makhluk biologis, melainkan seorangpribadi, seorang subyek, artinya ia mengerti akan dirinya, ia mampu menempatkan dirinya dalam situasinya, ia dapat mengambil sikap dan menentukan dirinya, nasibnya ada di tangan sendiri (Driyarkara, 1980:82).
Anak didik adalah manusia muda, manusia yang masih dalam taraf potensial, manusia yang belum sampai pada taraf “maksimal”.Maka dari itu, mengapa pendidikan atau mendidik itu di sebut suatu perbuatan fundamental. Sebabnya, karena mendidik itu adalah memanusiakan manusia muda, mendidik itu adalah proses hominisasi dan humanisasi, yaitu perbuatan yag menyebabkan manusia menjadi manusia (Driyarkara, 1980 21:87). Proses hominisasi artinya penjadian manusia, yaitu manusia dari taraf potensial ke taraf “maksimal” (telah mampu berbuat sebagai selayaknya manusia), sedangakan proses humanisasi menunjukan perkembangan yang lebih tinggi.Humanisasi berarti perkembangan kebudayaan yang lebih tinggi.
Berdasarkan pandangan di atas, Driyarkarya mengemukakan rumusan pendidikan sebagai pendidikan sebagai berikut :
1) Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan Tritunggal ayah-ibuanak, dimana terjadi pemanusiaan anak, dengan mana dia berproses
untuk akhirnya memanusia sendiri sebagai manusia purnawan (Driyarkara, 1980 : 129).
2) Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah-ibu anak, dimana terjadi pembudayaan anak, dengan mana dia berproses untuk akhirnya bisa membudaya sendiri sebagai manusia purnawan Pembudayaan di sini menunjuk aktivitas baik dari pendidik maupun dari anak didik. Pendidik membudayakan anak, dan anak karena dibudayakan itu membudayakan diri. Sebagai contoh: ibu mengajari anak mengenakan sepatu dan celana, dan anak kelak dapat berbuat hal itu sendiri itupun sudah masuk kebudayaan dan pembudayaan.
3) Pendidikan adalah hidup bersama dalam kesatuan tritunggal ayah,ibu,anak dimana terjadi pelaksanaan nilai-nilai, dengan mana dia berproses untuk akhirnya bisa melaksanakan sendiri sebagai manusia purnawan( Driyarkarya, 1980 : 131).
Menurut Hasan Langgulung “Pendidikan (education) dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin „educare‟ berarti memasukkan sesuatu”(1994:4).Dalam konteks ini, makna pendidikan adalah menanamkan nilainilai tertentu ke dalam kepribadian anak didik atau siswa.Driyarkara dalam jurnal yang ditulis Ali Muhtadi (2010:32), mengemukakan “Bahwa pendidikan pada dasarnya adalah usaha uk untuk memanusiakan manusia”.
Pada konteks tersebut pendidikan tidak dapat diartikan sekedar membantu pertumbuhan secara fisik saja, tetapi juga keseluruhan perkembangan pribadi manusia dalam konteks lingkungan yang memiliki peradaban.Sedangkan menurut Khan (2010:1) “Pendidikan merupakan sebuah proses yang menumbuhkan, mengembangkan,mendewasakan, menata, dan mengarahkan”. Pendidikan juga berarti proses pengembangan berbagai macam potensi yang ada dalam diri manusia agar berkembang dengan baik dan bermanfaat bagi dirinya dan juga lingkungannya.
Pengertian secara umum pendidikan budaya dan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri siswa, sehingga mereka memiliki dan menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya sebagai anggota masyarakat dan warga Negara yang religius, produktif, dan kreatif. Secara progmatik diartikan sebagai usaha bersama semua guru dan pemimipin sekolah, melalui mata pelajaran dan budaya sekolah dalam membina dan mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada siswa melalui proses aktif dalam 23 proses pembelajaran. Secara teknis memiliki makna sebagai proes internalisasi serta penghayatan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang dilakukan siswa secara aktif di bawah bimbingan guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan dalam kehidupanya dikelas, sekolah dan masyarakat (Sulistyowati, 2012: 23).
Pendidikan di setiap jenjang satuan pendidikan memiliki tujuan dan target capaian masing-masing. Namun begitu, pendidikan di semua jenjang satuan pendidikan memiliki tujuan umum sabagai berikut (Hidayatullah,2010:5).
1) Meletakan landasan karakter yang kuat melalui internalisasi bila dalam pendidikan.
2) Menumbuhkan atau menanamkan kecerdasan emosi dan spiritual yang mewarnai aktivitas hidupnya.
3) Menumbuhkan kemampuan berfikir melalui pelaksanaan tugas-tugas pembelajaran.
4) Menumbuhkan kebiasaan dan kemampuan untuk berpartisipasi aktif secara teratur dalam aktivitas hidupnya dan memahami manfaat dari keterlibatanya.
b. Pengertian Karakter
Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010:3) “Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasilinternalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakansebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak”. Sedangkan menurut Darmiyati (2006:5), sistem pendidikan yang sesuai untuk menghasilkan kualitas masyarakat yang berkarakter positif adalah yang bersifat humanis, yang memposisikan subjek didik
sebagai pribadi dan anggota masyarakat yang perlu dibantu dan didorong agar memiliki kebiasaan efektif, perpaduan antara pengetahuan, ketrampilan, dan keinginan. Menurut Musfiroh “Karakter mengacu pada serangkaian sikap perilaku (behavior), motivasi (motivations), dan ketrampilan (skills), meliputi keinginan untuk melakukan hal yang terbaik”(2008: 27). Menurut Megawangi dalam buku Darmiyati (2004: 110) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai “Sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif pada lingkungannya”. Menurut (Mulyana 2004:24) nilai merupakan “Sesuatu yang diinginkan sehingga melahirkan tindakan pada diri seseorang.Nilai tersebut pada umumnya mencakup tiga wilayah, yaitu nilai intelektual (benar-salah), nilai estetika (indah-tidak indah), dan nilai etika (baik-buruk)”. Istilah moral berasal dari kata moralis (Latin) yang berarti adat kebiasaan atau cara hidup sama dengan istilah etika yang berasal dari kataethos (Yunani). Tema moral erat kaitannya dengan tanggung jawab sosial yang teruji secara langsung, sehingga moral sangat terkait dengan etika.Sedangkan tema nilai meski memiliki tanggung jawab sosial dapat ditangguhkan sementara waktu.Sebagai contoh kejujuran merupakan nilai yang diyakini seseorang namun orang tersebut (menangguhkan sementara waktu) melakukan korupsi (Wibowo, 2010:4). Dari pemaparan diatas tampak bahwa
pengertian karakter kurang lebih sama dengan moral dan etika, yakni terkait dengan nilai-nilai yang diyakini seseorang dan selanjutnya diterapkan dalam hubungannya dengan tanggung jawab sosial. Wibowo (2010:4) mengemukakan “Manusia yang berkarakter adalah individu yang menggunakan seluruh potensi diri, mencakup pikiran, nurani, dan tindakannya seoptimal mungkin untuk mewujudkan kesejahteraan umum”
َمْوَ يْلاَو َهَّللا وُجْرَ ي َناَك ْنَمِل ٌةَنَسَح ٌةَوْسُأ ِهَّللا ِلوُسَر ِفِ ْمُكَل َناَك ْدَقَل
َرَكَذَو َرِخلآا
اًيرِثَك َهَّللا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. 33/Al-Ahzab : 21)
Karakter seseorang dapat dibentuk namun sulit untuk diubah (Munir, 2010: 5-10). Karakter dapat dibentuk karena bukan merupakan seratus persen turunan orang tua, melainkan sangat dipengaruhi oleh sekitar dan lingkungan terutama orang tua. Karakter sulit diubah karena memang adalah apa yang sudah sangat melekat pada diri seseorang dan bukanya sifat, sikap, pandangan, pendapat, atau pendirian yang bersifat temporal. Sebagai contoh, karakter oarng yang pemberani akan sulit diubah menjadi penakut atau pengecut, demikian juga sebaliknya seorang penakut sulit diubah menjadi seorang yang pemberani atau menyukai suatu tantangan.
c. Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral pendidikan akhlak. Tujuanya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik T. Ramli (2003). Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 4) pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan yang mengembangkan dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif. Sedangkan menurut Koesoema pendidikan karakter merupakan nilai-nilai dasar yang harus dihayati jika sebuah masyarakat mau hidup dan bekerja sama secara damai. Nilai-nilai seperti kebijaksanaan, penghormatan terhadap yang lain, tanggung jawab pribadi, perasaan senasib, sependeritaan, pemecahan konflik secara damai, merupakan nilai-nilai yang semestinya diutamakan dalam pendidikan karakter (2007: 250).
Untuk melaksanakan pendidikan karakter memerlukan kesepahaman bersama di kalangan sekolah. Selain itu, yang lebih penting adalah menyiapkan tenaga pengajar atau guru yang berkarakter.Hal ini karena guru tidak hanya berperan dalam menstranfer pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai (Hidayatullah, 2010:25).
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen harusdilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.Pendidikan karakter juga diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
Merealisasikan pendidikan karakter bukanlah usaha yang mudah. Terdapat beberapa hambatan dan tantangan sebagai berikut (Hidayatulah, 2010:15-17)
a. Sistem pendidikan yang kurang menekankan pembentukan karakter, tetapi lebih menekankan pembangunan intelektual, misalnya system evaluasi pendidikan menekankan aspek kognitif atau akademik seperti Ujian Nasional (UN).
b. Kondisi lingkungsn ysng kursng mendukung karakter pembangunan yang baik.
c. Terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan yang tidak afektif untuk menciptakan bangsa atau masyarakat yang unggul.