• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1) Mampu bertanggung jawab

Sebagai dasar pertanggungjawaban adalah kesalahan yang terdapat pada jiwa pelaku dalam hubungannya dengan perbuatannya yang dapat dipidana serta berdasarkan kejiwaannya itu pelaku dapat dicela karena perbuatannya itu. Dengan kata lain, hanya dengan hubungan batin inilah maka perbuatan yang dilarang itu dapat dipertanggungjawabkan pada si pelaku.

Berkaitan dengan masalah bertanggung jawab Simons sebagaimana dikutip oleh Sudarto, menyatakan pendapatnya sebagai berikut:

Kemampuan bertanggung jawab dapat diartikan sebagai suatu keadaan psikis sedemikian yang membenarkan adanya penerapan sesuatu upaya pemidanaan, baik dilihat dari unsur sudut umum maupun dari orangnya. Seseorang mampu bertanggung jawab jika jiwanya sehat, yaitu apabila: a) Ia mampu untuk untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatanya

bertentangan dengan hukum;

b) Ia dapat menetukan kehendak sesuai dengan kesadaran tersebut.101 Menurut Djoko Prakoso, dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk pertanggungjawaban. Djoko Prakoso mengatakan:

Orang yang melakukan perbuatan pidana dan memang mempunyai kesalahan merupakan dasar adanya pertanggungjawaban pidana. Asas yang tidak tertulis mengatakan, “tidak di ada pidana jika tidak ada kesalahan,” merupakan dasar dari pada di pidananya si pembuat.102 Seseorang melakukan kesalahan, menurut Prodjohamidjojo, jika pada waktu melakukan delict, dilihat dari segi masyarakat patut dicela. Dengan demikan, menurutnya seseorang mendapatkan pidana tergantung pada dua hal, yaitu:

101

Ibid hal.39.

102

Djoko Prakoso. 1987. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Edisi Pertama. Liberty Yogyakarta. Yogyakarta. hal.75

1) Harus ada perbuatan yang bertentangan dengan hukum, atau dengan kata lain, harus ada unsur melawan hukum.jadi harus ada unsur Obejektif, dan 2) Terhadap pelakunya ada unsur kesalahan dalam bentuk kesengajaan dan

atau kealpaan, sehingga perbuatan yang melawan hukum tersebut dapat di pertanggungjawabkan kepadanya.jadi ada unsur subjektif.103

Telah di maklumi bahwa perbuatan pidana memiliki konsekuensi pertanggungjawaban serta penjatuhan pidana. Maka, setidaknya ada dua alasan mengenai hakikat kejahatan, yakni:

1) Pendekatan yang melihat kejahatan sebagai dosa atau perbuatan yang tidak senonoh yang dilakukan manusia lainya.

2) Pendekatan yang melihat kejahatan sebagai perwujudan dari sikap dan pribadi pelaku yang tidak normal sehingga ia berbuat jahat.104

Kedua pendekatan ini berkembang sedemikian rupa bahkan diyakini mewakili pandangan-pandangan yang ada seputar pidana dan pemidanaan. Dari sinilah kemudian berbagai perbuatan pidana dapat dilihat sebagai perbuatan yang tidak muncul begitu saja, melainkan adalah hasil dari refleksi dan kesadaran manusia. Hanya saja perbuatan tersebut telah menimbulkan kegoncangan sosial di masyarakat.

Didalam hal kemampuan bertanggungjawab bila dilihat dari keadaan batin orang yang melakukan perbuatan pidana merupakan masalah kemampuan bertanggungjawab dan menjadi dasar yang penting untuk menentukan adanya kesalahan, yang mana keadaan jiwa orang yang melakukan perbuatan pidana haruslah sedemikian rupa sehingga dapat dikatakan normal, sebab karena orang yang normal, sehat inilah yang dapat mengatur tingkah lakunya sesuai dengan ukuran-ukuran yang dianggap baik oleh masyarakat.105

103

Martiman Prodjohamidjojo. 1997. Memahami dasar-dasar hukum Pidana Indoesia. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. hal. 31

104

J.E. Sahetapy. 1987. Victimilogy Sebuah Bunga Rampai.Pustaka sinar Harapan. Jakarta. hal.41-42

105

Andi Hamzah. 1986. Bunga Rampai HUkum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia. Jakarta. hal. 78

Sementara bagi orang yang jiwanya tidak sehat dan normal, maka ukuran-ukuran tersebut tidak berlaku baginya tidak ada gunanya untuk diadakan pertanggungjawaban, sebagaimana di tegaskan dalam ketentuan Bab III Pasal 4 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:

1) Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan, yang tidak dapat di pertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal tidak boleh di hukum

2) Jika nyata perbuatan itu tidak dapat di pertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya karena sakit berubah akal maka hakim boleh memerintahkan menempatkan di di rumah sakit gila selama-lamanya satu tahun untuk di periksa.

3) Yang di tentukanya dalam ayat di atas ini, hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tingi dan pengadilan negeri.106

Mengenai kemampuan bertanggungjawab sebenarnya tidak secara terperinci ditegaskan oleh Pasal 44 KUHP. Hanya ditemukan beberapa pandangan para sarjana, misalnya Van Hammel yang mengatakan, orang yang mampu bertanggungjawab harus memenuhi setidaknya 3 (tiga) syarat: 1) Dapat menginsafi (mengerti) makna perbuatannya dalam alam kejahatan 2) Dapat menginsafi bahwa perbuatanya di pandang tidak patut dalam

pergaulan masyarakat

3) Mampu untuk menentukan niat atau kehendaknya terhadap perbuatan tadi.107

Sementara itu secara lebih tegas, Simons mengatakan bahwa mampu bertanggungjawab adalah mampu menginsafi sifat melawan hukumnya perbuatan dan sesuai dengan ke insafan itu menentukan kehendaknya. Untuk adanya kemampuan beranggungjawab maka harus ada dua unsur yaitu:

1) Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan buruk, yang sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum

2) Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi.

Dengan kata lain, bahwa kemampuan bertanggungjawab berkaitan dengan dua faktor terpenting, yakni pertama faktor akal untuk membedakan antara

106

R. Soesilo. 1995. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta

Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia. Bogor. hal. 60-61

107

perbuatan yang diperbolehkan dan yang dilarang atau melanggar hukum, dan kedua faktor perasaan atau kehendak yang menetukan kehendaknya dengan menyesuaikan tingkah lakunya dengan penuh kesadaran.108

Mengenai ketidakmampuan bertanggung jawab dengan alasan pelaku pidana masih muda usia, Roeslan Saleh, mengatakan bahwa:

Ketidakmampuan bertanggungjawab dengan alasan masih muda usia tidak bisa di dasarkan pada pasal 44 KUHP. Yang disebutkan tidak mampu bertanggungjawab adalah alasan penghapusan pidana yang umum yang dapat di salurkan dari alasan-alasan khusus seperti tersebut dalam pasal-pasal 44, 48, 49, 50, dan 51. Jadi, bagi Jonkers orang yang tidak mampu bertanggungjawab itu bukan saja karena pertumbuhan jiwanya yang cacat atau karena gangguan penyakit, tetapi juga karena umurnya masih muda, terkena hipnotis dan sebagainya.109

Roeslan Saleh lebih lanjut mengatakan bahwa:

Mengenai anak kecil yang umurnya masih relative muda, dalam keadaan-keadaan yang tertentu untuk dianggap tidak mampu bertanggungjawab haruslah didasarkan pada Pasal 44 KUHP, jadi sama dengan orang dewasa. Tidak mampu bertanggungjawab karena masih muda saja, hal itu tidak di benarkan. Dengan demikian, maka anak yang melakukan perbuatan pidana, tidak mempunyai kesalahan karena dia sesungguhnya belum mengerti atau belum menginsyafi makna perbuatan yang dilakukan. Anak memiliki ciri dan karakteristik kejiwaan yang khusus, yakni belum memiliki fungsi batin yang sempurna. Maka, dia tidak di idana karena tidak mempunyai kesengajaan atau kealpaan. sebab, satu unsur kesalahan tidak ada padanya, karenanya dia dipandang tidak bersalah, sesuai dengan asas tidak dipidana tidak ada kesalahan, maka anak belum cukup umur ini pun tidak dipidana.110

Bahwa para terdakwa pada perbuatan pidana penganiayaan dalam Putusan Pengadilan Negeri Kebumen Nomor 369/Pid. B/2010/PN. Kbm merupakan perbuatan pidana yang dipandang mampu bertanggung jawab atas perbuatannya, karena mereka dalam kondisi normal dan sehat sebagaimana tertuang dalam BAP bahwa ketika diperiksa mereka menyatakan sehat, sadar, tidak dalam keadaan terpaksa atau tertekan atau ditekan oleh siapapun.

108

Ibid. hlm 83

109

Roeslan Saleh. 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana: Dua

Pengertian Dalam Hukum Pidana. Aksara Baru. Jakarta. hal. 83

110