• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian

Tindak pidana kejahatan terhadap tubuh dalam KUHP disebut dengan penganiayaan. Penganiayaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan penderitaan badan kepada orang lain. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk merugikan kesehatan pada orang lain. Berdasarkan pengertian penganiayaan tersebut, maka rumusan penganiayaan memuat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Unsur kesengajaan. b. Unsur perbuatan.

c. Unsur akibat perbuatan (yang dituju) yaitu: 1) Rasa sakit, tidak enak pada tubuh; 2) Luka tubuh

d Akibat mana menjadi satu-satunya tujuan si pelaku.

Disebut unsur luka tersebut di atas sebagai alternatif dari rasa sakit, dirasa berlebihan, oleh karena menjadikan luka pada tubuh, menurut akal pikiran dan dalam kebiasaan yang wajar berlaku dalam masyarakat sudah dengan sendirinya menimbulakan rasa sakit pada tubuh. Unsur a dan d adalah bersifat subyektif. Sedangkan unsur b dan c bersifat obyektif. Walaupun unsur-unsur itu tidak ada dalam rumusan Pasal 351, akan tetapi harus disebutkan dalam surat dakwaan dan harus dibuktikan dalam persidangan.66

Berdasarkan KUHP terdapat ketentuan yang mengatur berbagai perbuatan yang menyerang kepentingan hukum yang berupa tubuh manusia. Jenis-jenis kejahatan terhadap tubuh manusia atau penganiayaan berdasarkan KUHP dimuat dalam BAB XX II, Pasal 351 s/d Pasal 356 yaitu sebagai berikut:

66

Adami Chazawi. 2002. Kejahatan terhadap Tubuh dan Nyawa. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. hal. 8-12

a. Penganiayaan biasa (Pasal 351 KUHP) b. Penganiayaan ringan (Pasal 352 KUHP) c. Panganiayaan berencana (Pasal 353 KUHP) d. Penganiayaan berat (Pasal 354 KUHP)

e. Penganiayaan berat berencana (Pasal 355 KUHP)

f. Penganiayaan terhadap orang yang berkualitas tertentu (Pasal 356 KUHP)67

Tindak pidana penganiayaan dapat saja menyebabkan kematian pada korban. Tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian adalah tindak pidana penganiayaan yang mana akibat kematian yang timbul bukanlah merupakan tujuan si pelaku. Tindak pidana ini diatur dalam beberapa pasal dalam KUHP yaitu:

a. Pasal 351 ayat (3) KUHP yaitu penganiayaan biasa yang mengakibatkan kematian

Tindak pidana penganiayaan biasa yang menyebabkan kematian, diatur pada Pasal 351 ayat (3) KUHP sebagai berikut:

Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Apabila dilihat unsur-unsurnya, maka penganiayaan biasa yang mengakibatkan kematian yang diatur dalam Pasal 351 ayat (3) KUHP mempunyai unsur-unsur yang sama dalam penganiayaan dalam bentuk pokok sebagaimana diatur dalam Pasal 351 (1) KUHP.

Secara substansial, perbedaan antara penganiayaan biasa yang mengakibatkan kematian dengan penganiayaan biasa yang diatur dalam Pasal 351 ayat (1) adalah terletak pada akibat yang terjadi. Pada

67

penganiayaan biasa Pasal 351 ayat (1) akibat yang timbul hanyalah rasa sakit atau luka pada tubuh. Sementara penganiayaan biasa yang mengakibatkan kematian dalam Pasal 351 ayat (3) KUHP akibat yang timbul adalah kematian. Namun akibat yang berupa kematian itu bukanlah merupakan akibat yang dituju oleh pelaku.

Dalam tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian, harus dapat dibuktikan bahwa pelaku tidak mempunyai kehendak untuk menimbulkan kematian. Dalam hal ini harus dapat dibuktikan, bahwa pelaku hanya bermaksud menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh saja.

b. Pasal 353 ayat (3) KUHP yaitu penganiayaan berencana yang mengakibatkan kematian

Tindak pidana penganiayaan berencana yang mengakibatkan kematian ditegaskan dalam Pasal 353 ayat (3) KUHP sebagai berikut:

Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Apabila diperhatikan maka penganiayaan berencana yang mengakibatkan kematian seperti yang dimaksud dalam Pasal 353 ayat (3) KUHP tindak pidana pokoknya adalah tindak pidana penganiayaan biasa yang mengakibatkan kematian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 351 ayat (3) KUHP.

Jadi penganiayaan berencana yang mengakibatkan kematian sebagaiman diatur Pasal 353 ayat (3) merupakan tindak pidana penganiayaan biasa yang mengakibatkan kematian seperti yang diatur dalam Pasal 351 ayat (3) KUHP yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu.

c. Pasal 354 ayat (2) KUHP yaitu penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian

Tindak pidana penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian berdasarkan KUHP diatur pada Pasal 354 ayat (2) yang menegaskan bahwa:

Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.

Penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian yang diatur dalam Pasal 354 ayat (2) KUHP mempunyai unsur-unsur yang sama dengan penganiayaan berat dalam bentuk pokok sebagaimana diatur dalam Pasal 354 ayat (1) KUHP. Namun dalam penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian akibat yang ditimbulkan adalah matinya orang, akan tetapi kematian bukanlah akibat yang dikehendaki pelaku. Pelaku hanya menghendaki timbulnya luka berat.

d. Pasal 355 ayat (2) KUHP yaitu penganiayaan berat berencana yang mengakibatkan kematian

Pasal 355 ayat (2) KUHP mengatur tindak pidana penganiayaan berat berencana yang mengakibatkan kematian sebagai berikut:

Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Penganiayaan berat berencana yang mengakibatkan kematian yang diatur dalam Pasal 355 ayat (2) KUHP sering disebut sebagai penganiayaan berat berencana yang diperberat. Faktor pemberatnya adalah timbulnya kematian. Namun kematian bukanlah akibat yang dikendaki pelaku. Kematian dalam tindak pidana ini hanyalah merupakan akibat yang tidak dituju sekaligus tidak direncanakan.

Suatu tindak pidana dapat terjadi dilakukan secara oleh dua orang atau lebih. Tindak pidana yang dilakukan secara bersama-sama berarti terdapat unsur ikut serta atau penyertaan. Penyertaan dalam tindak pidana atau turut serta melakukan tindak pidana artinya bersepakat dengan orang lain membuat rencana untuk melakukan suatu perbuatan pidana dan secara bersama-sama melaksanakannya (kerjasama). Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 55 KUHP yang menentukan sebagai berikut:

(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan tindak pidana itu;

2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan tindak pidana itu.

(2) Terhadap penganjur, hanya tindak pidana yang sengaja dianjurkan saja yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya .

Unsur turut serta juga tercakup dalam pengertian “membantu melakukan tindak pidana”, sebagaimana diatur dalam Pasal 56 KUHP yang menentukan sebagai berikut:

Dipidana sebagai orang yang membantu melakukan kejahatan:

1. mereka yang dengan sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan itu dilakukan;

2. mereka yang dengan sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu.

Berdasarkan ketentuan Pasal 56 KUHP tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa sebagai pembantu melakukan tindan pidana:

a. Orang yang dengan sengaja membantu waktu kejahatan itu dilakukan. b. Orang yang dengan sengaja memberi kesempatan, ikhtiar atau