• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori 1 Nilai perusahaan

2.1.9 Manajemen laba

Manajemen laba adalah suatu intervensi dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan maksud untuk memperoleh keuntungan pribadi (Wolk et.al 2001). Salah satu contoh terjadinya earning management adalah pada saat melakukan penawaran perdana (initial public offerings/IPO) maupun pada saat melakukan penawaran kedua dan seterusnya (seasoned equity offering/SEO). Dua kondisi tersebut berbeda dalam hal tersedianya laporan keuangan yang dipublikasikan karena dalam penawaran kedua dan seterusnya laporan keuangan yang dipublikasikan sudah disediakan kepada publik. Manajemen laba dilakukan oleh manajer pada faktor-faktor fundamental perusahaan, yaitu dengan intervensi pada penyusunanlaporan keuangan tersebut akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan, yang selanjutnya akan mempengaruhi kinerja saham (Wibisono,2004)

Menurut Scott (1997) manajemen laba didefinisikan sebagai berikut “Given

that managers can choose accounting policies from a set (for example. GAAP). It is natural to expert that they will choose policies so as to maximize their own utility and/or the market value of the firm”. Dari definisi tersebut manajemen laba

merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar

perusahaan. Scott (1997) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua cara. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political costs (Opportunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings

Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk

melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.

Manajemen laba dapat dijelaskan lebih dalam dengan teori keagenan (agency

theory). Teori ini berasumsi bahwa setiap individu semata-mata termotivasi oleh

kepentingan pihak manajemen sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pemegang saham sebagai pihak principal, yang mengadakan kontrak untuk memaksimumkan kesejahterahan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Manager sebagai agent, yang termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi.

Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. Dalam hal mendapatkan bonus dari

principal, manajer termotivasi untuk memililh dan menerapkan metode akuntansi

yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik.

Jansen dan Meckling (1976), Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan keuangan yang dilaporkan oleh manajemen perusahaan sebagai pertanggungjawaban kinerjanya, principal dapat menilai, mengukur, dan mengawasi sampai sejauh mana manajemen perusahaan tersebut bekerja demi meningkatkan kesejahteraanya, serta memberikan kompensasi kepada manajemen perusahaan tersebut.

Laporan keuangan digunakan oleh principal untuk memberikan kompensasi kepada manajemen dengan harapan dapat mengurangi konflik keagenan, hal ini dapat dimanfaatkan oleh manajemen untuk mendapatkan keuntungan lebih besar dengan cara melakukan pencatatan akuntansi secara basis akrual (accrual basis) yang merupakan subjek managerial discretion. Fleksibilitas yang diberikan oleh GAAP memberikan dorongan kepada manajer untuk memodifikasi laporan keuangan agar dapat menghasilkan laporan laba seperti yang diinginkan, meskipun menciptakan distorsi dalam laporan laba (Watts dan Zimmerman, 1986).

Pandangan teori keagenan dimana terdapat pemisahan antara agent dan

principal yang mengakibatkan munculnya potensi konflik yang dapat mempengaruhi

kualitas laba yang dilaporkan. Pihak manajemen yang mempunyai kepentingan tertentu akan cenderung menyusun laporan keuangan yang sesuai dengan tujuannya

dan bukan demi untuk kepentingan principal. Dalam kondisi seperti ini diperlukan suatu mekanisme pengendalian yang dapat menyelaraskan perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak. Mekanisme corporate governance memiliki kemampuan dalam kaitannya menghasilkan suatu laporan keuangan yang memiliki informasi laba.

2.1.9.1 Faktor-faktor Pendorong Manajemen Laba

Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui Positive Accounting Theory (PAT) dan Agency Theory. Tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan dasar pemahaman tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh Watts dan Zimmerman (1986) dalam Halim (2005) adalah :

a. The bonus plan hypothesis

Pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, manajemen perusahaan akan lebih memilih metode akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa depan ke masa kini sehingga dapat menaikkan laba saat ini. Hal ini dikarenakan manajer lebih menyukai pemberian upah yang lebih tinggi untuk masa kini. Dalam kontrak bonus dikenal dua istilah yaitu bogey (tingkat laba terendah untuk mendapatkan bonus) dan cap (tingkat laba tertinggi). Pada saat laba berada di bawah atau bogey, tidak ada bonus yang diperoleh manajer. Sedangkan pada laba berada di atas atau cap, manajer tidak akan mendapat bonus tambahan. Sehingga jika laba bersih berada di atas atau cap, maka manajer cenderung memperkecil laba dengan harapan memperoleh bonus pada periode berikutnya, sebaliknya jika laba berada di

bawah atau bogey. Jadi hanya jika laba bersih berada di antara bogey dan cap, manajer akan berusaha menaikkan laba bersih perusahaan

b. The debt to equity hypothesis (debt covenant hypothesis)

Pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity tinggi, manajer perusahaan cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Perusahaan yang memiliki rasio debt to equity yang tinggi akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditor bahkan perusahaan terancam melanggar perjanjian utang.

c. The political cost hypothesis (size hypothesis)

Pada perusahaan besar yang memiliki biaya tinggi, manajer akan lebih memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang dilaporkan. Biaya ini muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen.

Scott (2000) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba :

a. Bonus purpose

Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistis untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini (Healy, 1985).

b. Political motivations

Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena

adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.

c. Taxation motivations

Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.

d. Penggantian CEO

CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka, jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.

e. Initial public offering (IPO)

Perusahaan yang akan go public belum memliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam

prospectus mereka, dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.

f. Pentingnya memberi informasi kepada investor

Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.

2.1.9.2 Teknik Manajemen Laba

Menurut Setiawati dan Na’im (2000), teknik dan pola manajemen laba dapat dilakukan dengan tiga teknik antara lain:

a. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi

Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgement (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain: estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi dan lain-lain.

b. Mengubah metode akuntansi

Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contohnya mengubah metode depresiasi aktiva tetap dengan cara perhitungan dan pencatatan depresiasi aktiva tetap dari metode depresiasi angka tahun menjadi metode depresiasi garis lurus

c. Menggeser periode biaya atau pendapatan

Rekayasa periode atas biaya atau pendapatan, dapat dicontohkan dengan mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak terpakai.

2.1.9.3 Pola Manajemen Laba

Pola manajemen laba menurut Scott (2000) dapat dilakukan dengan cara:

Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang.

b. Income minimization

Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi, sehingga jika laba periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.

c. Income maximization

Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan ini bertujuan untuk melaporkan

net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. d. Income smoothing

Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

Dokumen terkait