• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Hasil Pembahasan

4.2.1 Manajemen Program Pelatihan Menjahit (Pembuatan Masker)

Sudjana (2000) menyatakan bahwa manajemen atau pengelolaan adalah suatu kemampuan dan keterampilan khusus untuk melakukan kegiatan bersama dalam pencapaian tujuan suatu organisasi mencakup perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengendalian, dan mengembangkan dengan segala upaya untuk mengatur sumberdaya manusia, sarana prasarana dalam mecapai tujuan program secara efektif dan efisien. Manajemen penyelenggaraan pelatihan menurut Wulandari & Ilyas (2015) meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Menurut Perwal No 65 Tahun 2008 bahwa tugas BLK yaitu merencanakan, melaksanakan, mengawasi, dan mengevaluasi pelatihan. Dapat disimpulkan bahwa manajemen program pelatihan yaitu serangkaian kegiatan yang meliputi input proses dan output dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi dalam sebuah pelatihan sehingga pelatihan tersebut berjalan dengan evektif dan efisien.

4.2.1.1 Perencanaan

Perencanaan program sendiri merupakan bagian yang sangat penting dalam manajemen pelatihan. Sebagaimana yang dikemukakan Mujiman (2006) dan ditegaskan lagi oleh Sutarto (2013:31) bahwa perencanaan program pelatihan merupakan suatu kegiatan untuk merencanakan suatu program pelatihan secara keseluruhan sebelum dilaksanakannya suatu pelatihan. Rahayu & Fakhruddin, (2019:169) menyatakan bahwa maksud dari proses perencanaan yaitu untuk mengatur sumber daya sehingga tujuan dapat dicapai sesuai dengan harapan.

Perencanaan program pelatihan pembuatan masker diawali dengan penawaran paket pelatihan dari BBPLK, kemudian UPTD BLK Disnaker Kota Semarang melakukan identifikasi pelatihan dengan cara melakukan identifikasi tren pasar, yakni mengidentifikasi pelatihan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dikondisi saat ini. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudjana (2007) bahwa salah satu orientasi dalam pelatihan yaitu untuk memenuhi kebutuhan sasaran atau masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan hidup masyarakat, dan kita harus menelaah jenis program yang menjadi prioritas. Pandemi Covid-19 menjadi pertimbangan dalam menentukan pelatihan yang akan dilaksanakan, dan pelatihan pembuatan masker dirasa cocok untuk dilaksanakan saat ini mengingat masker sekarang menjadi hal yang wajib. Setelah menentukan paket pelatihan yang akan dilaksanakan, pengelola mengajukan paket pelatihan ke BBPLK Semarang dan disahkan dengan turunnya POK (Petunjuk Operasional Kegiatan) untuk melaksanakan program pelatihan dan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran). Identifikasi dilakukan untuk mengetahui kebutuhan pelatihan, diantaranya kebutuhan instruktur, persyaratan peserta, kebutuhan materi, durasi pelatihan, dan penyiapan program pelatihan.

Pengelola program pelatihan pembuatan masker adalah seluruh staf BLK sebagai penyelenggara dan bendahara pembantu program, Ka Subbag TU sebagai penyelenggara program, dan Ka BLK sebagai penanggung jawab. Penetapan pengelola berdasaran SK Pengelola Pelatihan yang disahkan oleh Kepala UPTD BLK. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sirodjuddin & Suparman (2013) yang

menyatakan bahwa dalam menetapkan pengelola dan staf dalam sebuah pelatihan didasarikan pada surat keputusan.

Perencanaan pelatihan pembuatan masker dilanjutkan dengan penetapan tujuan pelatihan. Tujuan yang dirumuskan meliputi tujuan umum dan tujuan khusus. Secara umum tujuan program pelatihan pembuatan masker di UPTD BLK Diskaner Kota Semarang adalah sebagai bentuk pelatihan tanggap Covid-19 dengan membuat masker sesuai standar, membuka peluang usaha bagi peserta pelatihan untuk mengurangi pengangguran karena korban PHK. Hasil masker dari pelatihan juga didonasikan ke wilayah sekitar Kota Semarang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudjana (2007) bahwa tujuan umum mengandung keinginan dan harapan. Harapannya dengan pelatihan pembuatan masker ini dapat meminimalisir penyebaran Covid-19.

Tujuan program pelatihan pembuatan masker secara khusus diantaranya : (1) mengidentifikasi bagian-bagian masker sesuai standar kesehatan (2) menunjukkan bagian masker sesuai standar kesehatan

(3) membuat masker sesuai standar kesehatan

Menurut Mujiman (2006:70) tujuan khusus dari program pelatihan merupakan rincian berupa kemampuan-kemampuan khusus yang bersifat teknis dari tujuan umum pelatihan. Tujuan program pelatihan pembuatan masker berpedoman pada Taksonomi Bloom yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sesuai dengan pendapat Sutarto (2013:30) bahwa penyusunan tujuan program pelatihan diarahkan pada ranah pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Dalam aspek kognitif pelatihan ini memberikan pengetahuan mengenai

desain masker yang sesuai dengan standar kesehatan, dalam aspek afektif pelatihan mendisiplinkan peserta dengan mengikuti protokol kesehatan, hal ini sesuai dengan pendapat Andriani & Ghati (2018:69) bahwa dalam aspek afektif sangat mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang yang mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola mengenai tujuan pelatihan dalam aspek psikomotorik pelatihan yakni memberikan keterampilan dalam membuat masker sesuai standar kesehatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Syahrul, Rini, & Fatmariani (2019) dalam dunia pendidikan, aspek psikomotorik terdapat dalam mata pelajaran praktik, yang artinya tujuan pelatihan pembuatan masker ditekankan untuk mengembangkan keterampilan atau aspek psikomotorik.

Penetapan jadwal pelaksanaan pelatihan dan tempat pelaksanaan pelatihan didasarkan pada identifikasi pelatihan. Identifikasi persyaratan peserta dilakukan untuk menentukan durasi pelatihan. persyaratan tersebut salah satunya yaitu peserta harus memiliki kemampuan dasar menjahit, sehingga durasi pelatihan hanya dibuat 80 jam pelajaran, dalam waktu 10 hari. Sesuai identifikasi awal mengenai ketersediaan workshop, tempat pelatihan menggunakan ruang jahit di UPTD BLK Mijen. Pengelola menetapkan BLK Mijen sebagai tempat pelatihan karena sudah tersedia sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk pelatihan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Oktarina (2016:9) bahwa tempat yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan dapat mendukung pencapaian tujuan pelaihan melalui pelaksanaan pelatihan yang tepat, jadi menentukan waktu dan tempat pelatihan dapat menentukan keberhasilan sebuah pelatihan.

Tahapan selanjutnya adalah perencanaan persiapan program. Persiapan yang direncanakan diantaranya bahan ajar sesuai dengan program pelatihan yang akan dilaksanakan. Bahan ajar yang digunakan adalah bahan ajar cetak berupa buku informasi. Sesuai dengan pendapat Sumini (2018:76) “Modul pelatihan berorientasi pada pelatihan berbasis kompetensi yang diformulasikan menjadi tiga buku yaitu buku informasi, buku kerja dan buku penilaian”. Didalam buku informasi memuat unit-unit kompetensi sesuai dengan tujuan pelatihan. Unit kompetensi yang ada dalam buku informasi didasarkan pada SKKNI no 305 tahun 2015 Tentang Penetapan SKKNI Kategori Industri Pengolahan Golongan Pokok Industri Pakaian Jadi Bidang Produksi Pakaian Jadi Masal. Bahan ajar dibuat oleh Kemnaker, jadi di UPTD BLK Disnaker Kota Semarang hanya mencetak bahan ajar yang telah ditetapkan.

Untuk unit kompetensi yang terdapat dalam buku informasi ada 4, yaitu : (1) Mengikuti Prosedur Kesehatan dan Keselamatan Kerja di tempat kerja (K3)

C.141110.044.02

(2) Menjahit Proses Sederhana C.141110.026.02 (3) Menjahit Komponen Pakaian C.141110.027.02 (4) Pembuatan Masker

Setelah menyiapkan bahan ajar, pengelola menetapkan metode dan media pembelajaran. Penetapan didasarkan pada materi yang ada di buku informasi, sesuai dengan pendapat Alfiati & Kisworo (2017:108) yaitu “Pemilihan metode pembelajaran juga disesuaikan dengan materi dan kondisi pada kegiatan pembelajaran”. Teori diberikan secara lisan dengan model ceramah dilanjutkan

dengan praktik agar mempercepat proses pembuatan masker. Tidak ada diskusi kelas, penugasan kelompok, atau yang lainnya. Menentukan metode juga dengan mempertimbangkan waktu pelatihan dan tujuan pelatihan agar bisa tercapai, salah satunya memenuhi target pembuatan 2000 masker dalam waktu 10 hari pelatihan. Dengan penggunaan metode ceramah dan praktik, diharapkan tujuan pelatihan dapat tercapai dengan maksimal, hal ini sesuai dengan pendapat Astorini & Rifai (2018:41) bahwa penggunaan kedua metode tersebut dapat mencapai tujuan peltihan yang menekankan ke keterampilan peserta.

Media pembelajaran juga ditetapkan menyesuaikan dengan pelatihan yang dilaksanakan dan kebutuhan pelatihan. Pengelola menyiapkan whiteboard untuk proses penyampaian materi oleh instruktur, dan untuk praktik pengelola menyiapkan alat jahit, mesin obras, dan mesin jahit sesuai jumlah peserta pelatihan. Media yang disiapkan oleh pengelola diharapkan dapat mempermudah peserta dalam proses penerimaan materi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudjana (2007:162) fungsi dari media pembeajaran adalah menyederhanakan, memfokuskan pelatihan, materi lebih mudah diingat, dan menghemat waktu.

Pengelola menetapkan instruktur pelatihan yang sesuai dengan bidang latih berdasarkan identifikasi kebutuhan instruktur. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2013 yakni “...instruktur yang telah direkrut, maka harus ditempatkan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki...”. Untuk pelatihan pembuatan masker, instruktur harus menguasai materi pembuatan masker, instruktur sudah berpengalaman dan memiliki sertifikat dari BNSP. Instruktur yang akan melatih

harus memahami etika profesi, bisa menyampaikan materi dengan baik, komunikatif, jadi mempermudah pelatihan, dan bisa menjadi contoh yang baik untuk peserta. Hal ini sesuai dengan Kurniastuti & Roesminingsih (2019) yang menyatakan bahwa tugas instruktur tidak hanya menyampaikan materi, namun juga menanamkan konsep yang sesuai dari materi pembelajaran, serta dalam belajar peserta dapat terarah agar ilmu yang diperoleh peserta bisa bermanfaat di kehidupan sekarang maupun masa mendatang. Pemilihan instruktur tidak menggunakan seleksi, instruktur ditunjuk oleh BLK langsung dan jumlah instruktur disesuaikan dengan pelatihan. Pelatihan pembuatan masker hanya dilaksanakan 10 hari dan hanya satu paket pelatihan, jadi instruktur yang dibutuhkan hanya satu orang saja.

Pembuatan jadwal mengajar didasarkan pada materi yang ada dibahan ajar, sesuai dengan unit kompetensi paling dasar dan disesuaikan dengan materi mana yang lebih di prioritaskan. Jadwal pembelajaran diprioritaskan ke unit kompetensi pembuatan masker dengan alokasi waktu yang panjang, sedangkan unit kompetensi lain mendapat alokasi waktu lebih sedikit. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santoso (2010:13) bahwa materi atau topik yang menjadi prioritas akan mendapatkan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan topik atau materi yang lainnya. Alokasi waktu pelatihan di unit kompetensi 1,2, dan 3 hanya sekilas, dan alokasi waktu pelatihan unit kompetensi ke 4 lebih banyak.

Waktu pelaksanaan seluruh kegiatan pelatihan disusun dalam matrik pelatihan. Pengelola menetapkan waktu pelaksanaan mulai dari jadwal rapat bulanan, jadwal rekruitmen, jadwal pelaksanaan pelatihan, dan jadwal monitoring

evaluasi. Rapat bulanan dilakukan oleh pengelola dan instruktur untuk berkoordinasi mengenai pelaksanaan pelatihan.

Perencanaan dilakukan untuk menetapkan waktu pelaksanaan evaluasi. evaluasi yang akan dilaksanakan sudah ditetapkan standarnya oleh BBPLK Semarang. Evaluasi tersebut diantaranya evaluasi terhadap instruktur, sarana prasarana dan materi pembelajaran dengan pengisian formulir yang dilakukan oleh peserta pelatihan.. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mujiman (2006:141-142) yang menyebutkan macam-maca evaluasi dalam pelatihan, bebrapa diantaranya adalah evaluasi pretes, formatif, sumatif, evaluasi terhadap instruktur, dan evaluasi program pelatihan. Pengelola menetapkan waktu pelaksanaan evaluasi sehari sebelum pelatihan selesai. Bentuk evaluasi berupa kuisioner. Evaluasi keluaran pelatihan juga akan dilaksanakan 6 bulan sampai 1 tahun kedepan dengan cara online.

Anggaran pelatihan pembuatan masker ini berasal dari APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara). Perencanaan anggaran pelatihan tidak dilaksanakan oleh UPTD BLK Disnaker Kota Semarang, perencanaan anggaran sepenuhnya dilakukan oleh BBPLK Semarang. Dana pelatihan atau DIPA yang berasal dari APBN diserahkan kepada BBPLK yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan tugas yang diberikan oleh pemerintah pusat. BBPLK bertanggung jawab penuh terhadap anggaran yang akan digunakan dalam program pelatihan di BLK. Namun BLK bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program pelatihan yang telah disahkan. Hal ini sesuai pernyataan Widyastuti (2012) bahwa BLK tidak

melakukan perencanaan anggaran, namun bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan program pelatihan.

4.2.1.2 Pengorganisasian

Sutarto (2013) bahwa dalam penyelenggaraan pelatihan akan berjalan efektif dan efisien apabila anggota pengelola melaksanakan tugas sesuai dengan job describsion. Sebelum melaksanakan pelatihan, UPTD BLK Kota Semarang mempersiapkan sumber yang akan digunakan dalam pelatihan baik sumber manusiawi dan non-manusiawi. Berdasarkan hasil wawancara, pembagian tugas dan wewenang kepada pengelola disesuaikan dengan jabatan masing-maising. Berdasarkan hasil wawancara, Ka BLK sebagai penanggung jawab pelatihan menjahit (pembuatan masker), merencanakan, memimpin, mengkoordinasikan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi pelatihan menjahit. Sub Bagian Tata Usaha bertugas merencanakan, melaksanakan, mengawasi, dan mengevaluasi pelatihan. dalam sub bagian TU dibagi menjadi dua jabatan yaitu bendahara dan pelaksana pelatihan. Bendahara bertugas mengurus bagian keuangan, terhitungan kebutuhan pelatihan, dan pelaporan keuangan. Pelaksana bertugas merencanakan, mempersiapkan pelatihan, melaksanakan, mengawasi, dan mengevaluasi pelatihan.

Selain menyiapkan SDM, pengelola juga mempersiapkan sumber non-manusiawi seperti fasilitas untuk menunjang pelatihan. Sebelum pelaksanaan, pengelola juga harus mengorganisasikan sumber non-manusiawi. Baik fasilitas yang menunjang pelatihan mulai dari ruang seleksi, persyaratan peserta, fasilitas untuk peserta, dan ruang pelatihan serta pengecekan kondisi mesin yang akan

digunakan untuk pelatihan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wulandari & Ilyas, (2015) bahwa dalam pengorganisasian pelatihan dilakukan dengan pembagian tugas dan wewenang kepada anggota organisasi untuk melaksanakan tugasnya dalam pelaksanaan pelatihan. Adapun fasilitas untuk peserta pelatihan : bahan pelatihan; makan siang; seragam; ATK; sertifikat; transport di akhir pelatihan. Kriteria Peserta Pelatihan:

(1) Sehat jasmani dan rohani

(2) Memiliki kemampuan dasar menjahit (3) Warga Kota Semarang

(4) Usia produktif

(5) Mengisi surat pernyataan kesanggupan mengikuti protokolkesehatan selama mengikuti pelatihan

4.2.1.3 Pelaksanaan

Menutur Sudjana dalam Astorini (2016:220) menyebutkan fungsi dari pelaksanaan pelatihan “fungsi pelaksanaan adalah mewujudkan tingkat penampilan dan partisipasi yang tinggi dari setiap pelaksanaan yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Pelaksanaan adalah keseluruhan usaha, cara, teknik, metode dalam mendorong anggota organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Disampaikan oleh Jamna (2020) bahwa keberhasilan dari suatu pelatihan tidak hanya diukur dari kelengkapan desain perencanaan saja, namun lebih dipengaruhi oleh pelaksanaan pelatihan.

Berdasarkan hasil wawancara pelaksanaan program pelatihan pembuatan masker dimulai dari seleksi peserta pelatihan. Proses rekruitmen dilakukan dengan beberapa tahap mulai dari pendaftaran, pemanggilan seleksi, tes, pengumuman, dan setelah itu peserta bisa mengikuti pelatihan. Tujuan dari proses seleksi adalah untuk mengetahui kompetensi awal calon peserta. Hal ini sesuai dengan Sudjana (2007:201) yang menyatakan bahwa tes awal dilakukan untuk mengetahui kompetensi awal peserta pelatihan mulai dari pengetahuan, sikap, dan nilai calon peserta sebelum mengikuti pelatihan. Seleksi dilaksanakan secara langsung di UPTD BLK Gayamsari dengan tes tertulis. Tidak ada tes wawancara ataupun praktik untuk menghindari kontak fisik dan tetap menjaga jarak. Rekruitmen dilaksanakan sesuai adwal yang telah ditetapkan, peserta yang mendapat panggilan lolos seleksi mendapatkan fasilitas yang akan digunakan dalam pelatihan.

Setelah melewati proses seleksi, tahap selanjutnya adalah proses pembelajaran. Hidayatun dkk (2019) menyebtukan bahwa kualitas belajar peserta didik yang baik dan berdaya saing dipengaruhi oleh manajemen pembelajaran yang baik. Pelatihan dilaksanakan dengan alokasi 80 JP delaksanakan selama 10 hari dari tanggal 15 Juni sampai 26 Juni 2020, hari Senin sampai Jumat, dan dimulai dari jam 08.00 sampai jam 13.00. Proses pembelajaran mencakup metode dan media pelatihan. Metode yang digunakan dalam penyampaian materi pelatihan pembuatan masker dengan cara ceramah, kemudian dilanjutkan dengan praktik. Praktik diperbanyak untuk mempercepat proses pembuatan masker dan tujuan pembelajaran adalah memberi keterampilan kepada peserta pelatihan.

Menurut hasil wawancara, pembelajaran lebih di mengacu ke metode paktik, presentasenya sebanyak 85% praktik dan 15% teori. Meski demikian, peserta pelatihan pembuatan masker tidak merasa kesulitan dengan metode tersebut karena memang sudah mempunyai kemampuan dasar menjahit, jadi bisa mengikuti dengan baik. Berdasarkan pernyataan Mujiman (2006:82) penggunaan metode ceramah dapat membuat peserta menjadi bosan, ini merupakan kelemahan dari metode ceramah, dalam hal ini perlu adanya pengurangan kelemahan metode ceramah. Sesuai dengan hasil wawancara, bahwa dalam pembelajaran pelatihan pembuatan masker, ceramah dalam penyampaian materi hanya sekilas sebagai pemberian dasar teori sehingga peserta tidak merasa lelah san bosan.

Pelatihan pembuatan masker tidak memakai alat bantu dalam menyampaikan materi. Materi pembelajaran disampaikan secara lisan tanpa menggunakan proyektor ataupun whiteboard meskipun sudah disediakan oleh BLK. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diperoleh informasi bahwa praktik dalam pelatihan pembuatan masker menggunakan beberapa alat bantu pembelajaran seperti alat bantu jahit (gunting, pendedel, pola), mesin jahit yang dipegang tiap peserta pelatihan, dan mesin obras. Media praktik yang digunakan sudah sesuai dengan kebutuhan pelatihan pembuatan masker, dengan menggunakan alat jahit tersebut, dapat membantu peserta dalam mempraktikkan pembuatan masker. Hal ini sesuai dengan pernyataan Astorini (2016) bahwa dalam menggunakan media pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara dengan instruktur, diperoleh informasi bahwa materi yang disampaikan oleh instruktur dalam pelatihan pembuatan masker sudah sesuai dengan materi yang terdapat dalam bahan ajar. Bahan ajar yang berupa buku informasi ini sudah dilengkapi dengan gambar yang mempermudah peserta dalam memahami materi. Fasilitas yang diberikan kepada peserta pelatihan yakni ATK, tas, seragam, bahan pelatihan, alat bantu jahit, makan siang, dan sertifikat dari BLK. Sarana dan prasarana yang disediakan untuk pelatihan pembuatan masker ada ruang pelatihan, yang bersisi 16 mesin jahit yang dipegang tiap peserta pelatihan, dan satu mesin obras. Berdasarkan hasil wawancara dengan instruktur pelatihan, sarana dan prasarana yang disediakan oleh BLK sudah sangat maksimal, sesuai dengan kebutuhan pelatihan pembuatan masker

Setelah proses pembelajaran pelatihan dilaksanakan, yang biasa dilakukan adalah penilaian peserta atau tes akhir peserta pelatihan. Seperti menurut Sudjana (2007:206) bahwa tes akhir ini dilaksanakan dalam setiap materi pelatihan, dan dalam gabungan seluruh materi pelatihan. Menurut Wahyuni & Sutarto (2018) bahwa dalam penilaian hasil belajar aspek yang dinilai adalah pemahaman materi dan praktik menjahit dan penilaian tersebut dilakukan oleh instruktur. Menurut hasil wawancara dengan instruktur pelatihan, penilaian peserta tidak dilaksanakan secara tertulis, penilaian dilakukan secara langsung oleh instruktur dengan melihat hasil jahitan peserta apakah sudah sesuai dan tercapai unit kompetensinya. . Apriani & Suminar (2015:4) penilaian yaitu perbandingan dan pengukuran hasil pekerjaan dengan standar yang ditetapkan. Penilaian dalam bentuk praktik ini dilakukan oleh instruktur terhadap peserta pelatihan dengan mengukur

kemampuan peserta pelatihan melalui praktik pembuatan masker, untuk mengukur sejauh mana peserta sudah menguasai tiap unit kompetensi yang ada dalam materi pembelajaran. penilaian ini dilaksanakan disaat pelaksanaan pelatihan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Auliana (2010) bahwa penilaian pelatihan dengan cara praktik dilakukan untuk mengetahui kemampuan peserta saat proses pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi peneliti dan hasil wawancara dengan instruktur, peserta pelatihan sudah mampu membuat masker sesuai dengan standar kompetensi, walapun ada perbedaan kecepatan produksi tiap peserta, karna kemampuan tiap peserta berbeda-beda. Namun target pembuatan 2000 masker telah terpenuhi selama 10 hari pelatihan. Peserta yang mampu membuat masker sesuai dengan standar dalam buku informasi, dianggap sudah mencapai unit kompetensi dan layak mendapat sertifikat dari BLK.

Ada beberapa pertimbangan mengapa tidak dilaksanakan Uji Kompetensi, dikarenakan pelatihan yang dilaksanakan adalah pelatihan pembuatan masker dengan tujuan peserta mampu membuat masker sesuai standar kesehatan, dan fokus agar peserta pelatihan mampu berwirausaha, jadi uji kompetensi dirasa tidak terlalu diutamakan. Selain itu pelatihan merupakan pelatihan refocusing sebagai bentuk kegiatan tanggap Covid-19 dan hanya dilaksanakan 10 hari saja, tidak seperti pelatihan berbasis kompetensi lainnya yang dilaksanakan 20-30 hari, jadi dengan waktu yang singkat, tidak memungkinkan melaksanakan uji kompetensi. Untuk mengukur ketercapaian tiap unit kompetensi, penilaian dilakukan dengan cara evaluasi praktik dan pemantauan saja.

4.2.1.4 Pengawasan

Saat pelaksanaan pelatihan, pengawasan diperlukan untuk memantau proses pelatihan agar sesuai dengan tujuan awal pelatihan dan memastikan tidak ada kendala, dan jika ada kendala maka akan langsung diperbaiki agar pelatihan dapat berjalan dan tujuan pelatihan tercapai. Pengawasan menurut Sudjana (2000) merupakan sebuah upaya dalam memantau pencapaian hasil pelatihan, selain itu pengawasan juga dapat digunakan untuk melakukan identifikasi baru mengenai pelatihan yang sedang dilaksanakan dan memberi masukan untuk perencanaan selanjutnya.

Pengawasan di UPTD BLK Disnaker Kota Semarang dilakukan selama pelatihan berlangsung dan setelah pelatihan selesai. Berdasarkan hasil wawancara pengawasan dilakukan oleh pengelola pelatihan dengan mengunjungi tempat pelatihan di UPTD BLK Mijen untuk mengawasi proses pelatihan dan mengecek apakah ada kendala selama pelatihan. Monitoring juga dilakukan oleh BBPLK Semarang, dilakukan tiga hari sebelum pelatihan ditutup untuk mengawasi pelaksanaan pelatihan, sekaligus mengevaluasi pelatihan yang dilaksanakan. Setelah pelatihan pengawasan tetap dilakukan yaitu setelah peserta lulus dan mendapat sertifikat, peserta masih akah dipantau untuk mengetahui keberlanjutan dari pelatihan dalam menerapkan hasil pelatihan pembuatan masker. Monitoring dilakukan 6 bulan dampai dengan 1 tahun setelah pelatihan. Kondisi pandemi ini mengharuskan monitoring dilaksanakan secara online. Pengelola membuat grup whatsapp dengan instruktur dan peserta pelatihan sebagai ajang sharing bagi

peserta mengenai kesempatan kerja yang telah diperoleh maupun wirausaha yang dilakukan peserta.

Selain pengawasan tersebut, pengelola juga mengadakan rapat bulanan untuk memonitoring dan mengevaluasi penyelenggaraan pelatihan disetiap bulannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Astorini & Rifai (2018) bahwa pengawasan dilakukan dengan melihat seberapa jauh perkembangan pelatihan, baik dari segi instruktur maupun peserta pelatihan.

4.2.1.5 Evaluasi Pelatihan

Setelah perencanaan dan pelaksanaan pelatihan, tahap selanjutnya adalah evaluasi terhadap pelatihan yang telah dilaksanakan. Evaluasi akhir ini dilaksanakan untuk mengetahui efektivitas pelatihan, seperti yang diungkapkan oleh Sutarto (2013:86) bahwa evaluasi akhir dilakukan untuk mengukur hasil efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan pelatihan.

Evaluasi pelatihan pembuatan masker diantaranya evaluasi terhadap instruktur, evaluasi sarana prasarana, dan evaluasi materi pembelajaran. Berdasarkan dokumentasi, peserta juga melakukan penilaian terhadap pelayanan UPTD BLK terhadap maskarakat.

Adapun evaluasi yang dilakukan oleh pengelola kepada peserta pelatihan dengan cara observasi atau pemantauan. Evaluasi ini dilakukan dengan cara

Dokumen terkait